Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DIARE

Dosen Pengampu :

Yunike S.Kep, Ns. M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok

Tingkat 2A

Nama :

Ayu Puspita Sari PO 7120118017

Dina Arwani PO 7120118033

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT. Yang atas rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Diare Pada Anak”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Anak.

Dengan adanya makalah ini, para pembaca diharapkan mampu mengembangkan


dan menambah pengetahuan mereka disamping adanya buku– buku referensi dan
makalah yang lain, makalah ini bukan suatu hasil yang sempurna, dengan adanya
waktu - waktu yang akan datang diperlukan proses perbaikan dan penyempurnaan.

Apabila Makalah ini terdapat kekurangan - kekurangan, maka kami sebagai


penyusun makalah ini mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini berguna bagi semua pembaca. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan untuk pembelajaran berikutnya. Terima
kasih.

Palembang, 9 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

BAB II Laporan Pendahuluan

2.1 Definisi

BAB III Laporan Kasus

3.1 Pengkajian

3.2 Analisa Data

3.3 Diagmosa Keperawatan

3.4 Intervensi Keperawatan

BAB IV Penutup

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan
dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini
sering menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
Dalam satu tahun sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit
ini (World Health Organization (WHO), 2013 b). Menurut catatan WHO,
diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia,
menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke
2 terbesar pada balita.

Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan
penderita, barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau secara tidak
langsung melalui lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu
finger, flies, fluid, field (Subagyo & Santoso, 2012).

Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen


diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6
bulan, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara
penyapihan yang tidak baik (Subagyo & Santoso, 2012). Kejadian diare dapat
dicegah dengan memperhatikan air minum yang aman dan sanitasi yang
higienis (WHO, 2013b).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian


Kesehatan, tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare
mencapai 31,4 persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2
persen. Bayi meninggal karena kekurangan cairan tubuh. Diare masih
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya
telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Kematian
akibat penyakit diare di Indonesia juga terukur lebih tinggi dari pneumonia
(radang paru akut) yang selama ini didengungkan sebagai penyebab tipikal
kematian bayi.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep dan asuhan keperawatan pada Anak dengan masalah
Diare?

1.3. Tujuan

A. Tujuan umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada Anak dengan


masalah Diare.

B. Tujuan khusus

Setelah melakukan penyusunan makalah ini penulis berharap mampu:

- Memperoleh data pengkajian pada pasien dengan masalah Diare

- Menegakkan diagnosa pada pasien dengan masalah Diare.

- Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan


masalah Diare.

- Melaksanakan implementasi keparawatan pada pasien dengan


masalah Diare.

- Melaksanakan evaluasi pada pasien dengan masalah Diare.

1.4. Manfaat

Teori : Memberikan pengetahuan lebih bagi mahasiswa mengenai teori pada


pasien dengan masalah diare.

Praktek : Memberikan kemampuan lebih bagi mahasiswa dalam


melaksanakan tindakan pada klien dengan masalah Diare.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1. Definisi

Diare adalah pengeluaran feses yang lunak dan cair disertai sensasi ingin
defekasi yang tidak dapat ditunda. (Grace, Pierce A &Borley, Neil R, 2006).
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi (Wong,
2001). Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan
yang terjadi dengan bagian feses tidak terbentuk (Nethina, 2001). Diare
adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behrman, 1999).

Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala


kelainan sistem pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien
mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja dengan frekuensi
buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada
anak dengan konsistensi feses cair, dapat berwarna hijau bercampur lendir
atau darah, atau lendir saja.

Diare dibagi menjadi dua yaitu:

A. Diare Akut

Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan


frekuensi dan kualitas defekasi.

B. Diare Kronis

Diare kronis yaitu diare yang lebih dari dua minggu

2.2. Etiologi

Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).

1. Diare Akut

Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri


maupun adanya infeksi.

a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia


coli dan Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin
Clostridium difficile dapat diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis)
yang paling sering.

c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang
berlebihan, antibiotik, toksin yang teringesti, iriitable bowel
syndrome, enterokolitis, dan intoleransi terhadap laktosa.

2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab


berikut ini:

a. Sindrom malabsorpsi

b. Defek anatomis

c. Reaksi alergik

d. Intoleransi laktosa

e. Respons inflamasi

f. Imunodefisiensi

g. Gangguan motilitas

h. Gangguan endokrin

i. Parasit

j. Diare nonspesifik kronis

3. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi,
sanitasi atau higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan
yang tidak tepat.

2.3. Patofisiologi

Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)

1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel


usus, menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.

2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan


kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan
usus yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat
unit pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang
disebabkan oleh gangguan malabsorpsi.

Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis,


misalnya ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui
stimulasi usus oleh saraf parasimpatis. Juga terdapat jenis diare yang ditandai
oleh pengeluaran feses dalam jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare
jenis ini antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua
penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikogenik (Elizabeth J. Corwin,
2007).

2.4. Manifestasi Klinis

1. Diare akut

- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.

- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam
perut, rasa tidak enak, nyeri perut.

- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.

- Demam.

2. Diare kronik

- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.

- Penurunan BB dan nafsu makan.

- Demam indikasi terjadi infeksi.

- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare

Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan


Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda: Beri cairan untuk diare
dengan dehidrasi berat
Letargis/tidak sadar

Mata cekung

Tidak bisa minum atau malas minum

Cubitan perut kembali sangat lambat (≥ 2


detik)

Dehidrasi ringan Terdapat 2 atau lebih tanda: Beri anak dengan cairan
atau sedang dengan makanan untuk
Rewel gelisah dehidrasi ringan
Mata cekung Setelah rehidrasi, nasehati ibu
Minum dengan lahap atau haus untuk penangan dirumah dan

Cubitan kulit kembali dengan lambat kapan kembali segera

Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk Beri cairan dan makanan
diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan untuk menangani diare
atau berat dirumah

Nasehati ibu kapan kembali


segera

Kunjungan ulang dalam

waktu 5 hari jika tidak


membaik

2.5. Pemeriksaan Penunjang

1. Diare akut

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis


mengarahkan dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah
bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak
spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.
Difficile ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis
ditegakkan

- berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan


berdasarkan ditemukannya organisme saja.

- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.

2. Diare kronis

Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan


prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin:

- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED,


biokimiawi darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin
serum, vitamin B12 dan folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial
untuk penyakit siliaka.

- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum


menyingkirkan giardiasis.

- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja
dengan Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada
kasus yang lebih sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk
pengukuran ini dibutuhkan diet yang terstandardisasi.

- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi
pankras, sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau CT pankreas.

- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan


penyakit seliaka dan giardiasis.

- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah


lebih menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras
karena, bahkan ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa
ditemukan kolitis mikroskopik (misalnya kolistik limfositik, kolitis
kolagenosa).

- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan


berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).

- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni,


penyakit Crohn atau bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di
urutan terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap
merupakan cara paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan
diare sekretorik.

- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi


hormonharus dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.

Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal


dan belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan
berikut:

a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah


untuk Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya
bila ada riwayat perjalanan ke luar negeri.

b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit


(ameba, Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter,
Clostridium difficile).

c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau


kangkaer (atau kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai
diasnostik.
2.6. Pathway
2.7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan


menyembuhkan penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).

1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin


diresepkan glukosa oral dan larutan elektrolit.

2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan


loperamid (Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber
non- infeksius.

3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau


diare memburuk.

4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat
muda atau lansia.

Penatalaksanaan diare akut pada anak:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.

Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi


yang cepat dan akurat, yaitu:

a. Jenis cairan yang hendak digunakan.

Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah
bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia
dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan
dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl
isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan
cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.

b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.

Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan


harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah
kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:

Mengukur BJ Plasma

Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus: BJ Plasma – 1,025 x BB

x 4 ml

0,001
Metode Pierce

Berdasarkan keadaan klinis, yakni:

- Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB

- Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB

- Diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

Metode Perbandingan BB dan Umur

Total
Kehilangan
BB (kg) Umur PWL NWL CWL Cairan

<3 < 1 bln 150 125 25 300

3-10 1 bln-2 thn 125 100 25 250

10-15 2-5 thn 100 80 25 205

15-25 5-10 thn 80 25 25 130

Sumber: Ngastiyah (1997)

Keterangan:

PWL : Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah.

NWL: Normal Water Lose (ml/kgBB) = cairan diuresis, penguapan,


pernapasan

CWL: Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah


yang terus menerus.

1) Cairan per oral

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral


berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare
akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada
anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar
natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan
gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak
mengandung NaCl dan sukrosa.

2) Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian


sebagai berikut:

- Untuk anak umur 1 bl -2 tahun berat badan 3-10 kg :

1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset


berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).

7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset


berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit.

- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts


atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg :

2 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts


atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts


atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg :

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,


jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.

Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1


ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

- Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian


glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).

2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:

- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak
tak jenuh.

- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).

- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan


misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang
berantai sedang atau tak jenuh.

Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas


kebutuhan kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.

Kebutuhan kalori

a. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB

b. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan

c. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB

d. BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)

e. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)

Kebutuhan Asam amino

a. BBLR 2,5 – 3/ Kg BB

b. Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB

c. Usia 2 -13 tahun 1,5 -2g/ kg BB

Kebutuhan Mikronutrien

a. Kalium 1,5 – 2,5 meq/ kg BB

b. Natrium 2,5 – 3,5 meq/ kg BB

Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan diare.
Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan kerja usus
bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12 bulan dan anak
usia 1 -5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tepung beras 30
gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula pasir 20 gram, serta air
200 ml. Adapun caranya ada 2 yaitu cara pertama: tempe di blender
ditambah 20 cc, campurkan tempe yang sudah diblender dengan tepung
beras, gula pasir, margarine dan air sebanyak 200 cc, aduk hingga rata,
lalu mask diatas api sampai mengental dan siap disajikan. Cara kedua:
tempe direbus lalu dihaluskan, campur tempe , tepung beras, maragarine,
gula pasir dengan sisa rebusan tempe sebanyak 200 cc. Masak diatas api
sampai mengental kemudian disaring dan siap untuk disajikan.
3. Obat-obatan

Tabel antidiare (Kee, 1996)

Obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan

Opiat

Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
nonspesifik. Obat golongan II
tts, q.i.d. dicampur dengan air
Camphorated: 5-10 mL, 1-4

kali/ hari

Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ hari Untuk diare. Obat golongan III
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4 kali/

hari

Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare

Agen-agen opiat

Related

Difenoksilat dengan D: PO: 2,5-5 mg, b.i.d,q.i.d. Untuk diare akut, nonspesifik.
atropin (Lomotil) Obat golongan V.
Anak >2 thn: 0,3-0,4 mg/kg,
setiap hari dalam dosis terbagi 4 Dosis untuk anak bervariasi
atau 2 mg, 3-5 kali setiap Hari sesuai dengan umur.

Loperamid (Imodium) D: PO: M: 4 mg, kemudian 2 Untuk diare. Obat bebas terbaru.
mg setelah buang air cair. Tidak Kategori kehamilan
melebihi 16 mg/ hari.
B. Tidak mempengaruhi SSP.
A (5-8 thn) PO: 2 mgg, dosis Kurang dari 1% yang mencapai
sirkulasi sistemik.
dapat diulangi, tidak melebihi 4
mg/ hari

Adsorben

Kaolin-Pektin Sesuai dengan label Untuk diare. Diberikan


(Kaopectate) setelah setiap kali buang air cair.
Obat bebas.

Garam-garam bismut Sesuai dengan label Untuk diare, gangguan lambung.


(Pepto-Bismol) Dalam bentuk cair atau tablet.

Kombinasi

Difenoksilat dengan Lihat agen-agen opiat related Lihat agen-agen opiat related

atropin (Lomotil)

Parepektolin Sesuai dengan label Mengandung paregorik dan


kaopecatate

Donnagel D: PO: M: 30 mg, kemudian Mengandung atropin dan


15-30 mg setelah setiap kali kaopectate
buang air cair

A: PO: 5-10 mg setelah setiap

kali buang air cair

Donnagel P-G D: PO: 15 mg, setiap 3 jam Mengandung opium, atropin, dan
kaopectate

Kunci: D: Dewasa; A: Anak-anak; PO: Per Oral; M: Mula-mula;

TR: tingtur; >: lebih dari; tts: tetes.

BAB III

LANDASAN TEORI ASKEP

3.1. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun


pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,
hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak
yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .

2. Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x

3. Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau


lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau


kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5. Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,

6. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,


lingkungan tempat tinggal.

8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

a. Pertumbuhan

- Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg


(rata - rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
- Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.

- Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan


gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah

- Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

b. Perkembangan

- Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai


menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra
dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna
interpersonal, bermain).

9. Pemeriksaan Fisik

a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan


mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada


anak umur 1 tahun lebih

d. Mata : cekung, kering, sangat cekung

e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,


peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum

f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena


asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)

g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .

h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami


stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.

10. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium :

- feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida

- Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi

- AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2


meningkat, HCO3 menurun )

- Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare


atau output berlebihan dan intake yang kurang

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan skunder terhadap diare.

3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


skunder terhadap diare

4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan


frekwensi diare.

5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB


menurun terus menerus.

6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

3.3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan keseimbangan Setelah dilakukan a. Pantau tanda dan
cairan dan elektrolit tindakan keperawatan gejala kekurangan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam cairan dan elektrolit
kehilangan cairan skunder keseimbangan dan b. Pantau intake dan
terhadap diare elektrolit dipertahankan output
secara maksimal c. Timbang berat
Kriteria hasil : badan setiap hari
· Tanda vital dalam batas d. Anjurkan keluarga
normal (N: 120-60 x/mnt, untuk memberi minum
S; 36-37,50 c, RR : < 40 banyak pada kien, 2-3
x/mnt ) lt/hr
· Turgor elastik , e. Kolaborasi :
membran mukosa bibir - Pemeriksaan
basah, mata tidak laboratorium serum
cowong, UUB tidak elektrolit (Na, K,Ca,
cekung. BUN)
· Konsistensi BAB - Cairan parenteral (
lembek, frekwensi 1 kali IV line ) sesuai
perhari dengan umur.
- Obat-obatan :
(antisekresin,
antispasmolitik,
antibiotik)
2. Perubahan nutrisi kurang dari Setelah a. Diskusikan dan
kebutuhan tubuh dilakukan tindakan jelaskan tentang
berhubungan dengan tidak perawatan selama pembatasan diet
adekuatnya intake dan out dirumah di RS kebutuhan (makanan berserat
put. nutrisi terpenuhi tinggi, berlemak dan
Kriteria : air terlalu panas atau
· Nafsu makan meningkat dingin)
· BB meningkat atau b. Ciptakan
normal sesuai umur. lingkungan yang
bersih, jauh dari
bau yang tak sedap
atau sampah, sajikan
makanan dalam
keadaan hangat
c. Berikan jam
istirahat (tidur) serta
kurangi kegiatan yang
berlebihan
d. Monitor intake dan
out put dalam 24 jam
e. Kolaborasi dengan
tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet
TKTP rendah serat,
susu
b. obat-obatan atau
vitamin ( A)
3. Resiko peningkatan suhu Setelah dilakukan a. Monitor suhu tubuh
tubuh berhubungan dengan tindakan perawatan setiap 2 jam
proses infeksi dampak selama 3x 24 jam tidak b. Berikan kompres
sekunder dari diare terjadi peningkatan suhu hangat
tubuh. c. Kolaborasi
Kriteria hasil : pemberian antipirektik
· suhu tubuh dalam batas
normal ( 36-37,5 C)
· Tidak terdapat tanda
infeksi (rubur, dolor,
kalor, tumor, fungtio
leasa)
4. Resiko gangguan integritas setelah dilakukan tindaka a. Diskusikan dan
kulit perianal berhubungan keperawtan selama di jelaskan pentingnya
dengan peningkatan rumah sakit integritas menjaga tempat tidur
frekwensi BAB (diare) kulit tidak terganggu b. Demontrasikan
Kriteria hasil : serta libatkan keluarga
· Tidak terjadi iritasi : dalam merawat
kemerahan, lecet, perianal (bila basah
kebersihan terjaga dan mengganti
· Keluarga mampu pakaian bawah serta
mendemontrasikan alasnya)
perawatan perianal c. Atur posisi tidur
dengan baik dan benar atau duduk dengan
selang waktu 2-3 jam
5. Kecemasan anak setelah dilakukan a. Libatkan keluarga
berhubungan dengan tindakan perawatan dalam
tindakan invasive selama 3 x 24 jam, klien melakukan tindakan
mampu beradaptasi perawatan
Kriteria hasil : b. Hindari persepsi
- Mau menerima tindakan yang salah pada
perawatan, klien tampak perawat dan RS
tenang dan tidak rewel c. Berikan pujian jika
klien mau diberikan
tindakan perawatan
dan pengobatan
d. Lakukan kontak
sesering mungkin dan
lakukan komunikasi
baik verbal maupun
non verbal (sentuhan,
belaian dll)
e. Berikan mainan
sebagai rangsang
sensori anak

Anda mungkin juga menyukai