Anda di halaman 1dari 40

PENERAPAN PROSEDUR TINDAKAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

SOSIALISASI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT


KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU

Diajukan Oleh :

Kelompok III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN AMBON

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini perkembangan teknologi banyak membawa perubahan baik dari segi
positif dan negatifnya. Akan tetapi dampak negatif dari perkembangan
tersebut sangat mengganggu sehingga dapat mempengaruhi keseimbangan
fisik, mental dan sosial atau status kesehatan yang sering kali luput dari
perhatian. Orang sengaja menghindari dan tidak mencari bantuan bagi orang
yang mengalami masalah ini. sehingga orang yang memiliki stressor yang
tinggi ditambah dengan masalah yang berat tetapi tidak bisa mengungkapkan
kepada siapapun secara terus menerus menjadi pemicu awal terjadinya
gangguan jiwa akan membuat seseorang tidak mampu beraktivitas secara
normal. Jika masalah ini tidak di tangani secara cepat akan mengakibatkan
gangguan jiwa.
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu
tersebut dapat menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk
komunitasnya. Kesehatan jiwa suatu kondisi perasaan sejahtera secara
subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri,
kebugaran dan kemampuan pengendalian diri (Purwanto, 2013)
Berdasarkan Reset Kesehatan Dasar 2018 prevalensi proporsi rumah
tangga dengan anggota rumah tangga gangguan jiwa skizofernia/psikosis di
Indonesia sekitar 7 permil anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa
skizofernia. Artinya per 1000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga dengan
orang dengan gangguan jiwa, sehingga jumlahnya diperkirakan 450 ribu
orang dengan gangguan jiwa berat. Sekitar 84,9% penderita gangguan jiwa
berobat ke pelayanan kesehatan sedangkan sekitar 15,1% tidak diobati. Untuk
kepatuhan minum obat ada sekitar 48,9% rutin meminum obat dan 51,1%

1
tidak patuh. Prevalensi penduduk maluku dengan anggota rumah tangga
gangguan jiwa Skizofernia/Psikosis adalah sebanyak 3,9% per 1000
penduduk dan merupakan salah satu provinsi dengan angka penduduk
gangguan jiwa terendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia
(Riskesdas, 2018).
Isolasi sosial adalah keadaan seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitar. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Yusuf, 2015).
Perilaku yang sering ditampilkan pasien isolasi sosial adalah menunjukan
menarik diri, tidak komunikatif, asyik dengan pikiran dan dirinya sendiri,
tidak ada kontak mata, sedih, efek tumpul, perilaku bermusuhan, menyatakan
perasaan sepi, atau ditolak kesulitan membina hubungan dilingkungannya,
menghindari orang lain, dan mengungkapkan perasaan tidak dimengerti
orang lain (Keliat, 2016). Jelas suatu upaya untuk mengatasi pasien dengan
isolasi social adalah Terapi Aktivitas Kelompok.

Selain itu, isolasi sosial menurut Fortinash (2011) merupakan kondisi dimana
pasien selalu merasa sendiri dengan merasa kehadiran orang lain sebagai
ancaman dalam jurnal (Kirana Sukma Ayu Candra, 2015). Menurut
Damayanti (2012) Isolasi sosial dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor predisposisi meliputi faktor
perkembangan, faktor biologi, dan faktor sosial budaya. Sedangkan pada
faktor presipitasi terjadinya isolasi sosial meliputi factor internal maupun
eksternal seperti stressor sosial budaya dan stressor biokimia dalam jurnal
(Pandeirot, 2015).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi utama dalam
keperawatan jiwa yang dapat dilakukan oleh perawat kepada pasien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama sehingga melakukan terapi
aktivitas kelompok ini bersama-sama (Fitria, 2014). Terapi aktivitas
kelompok sosialisasi perlu dilakukan agar pasien mampu berinteraksi dengan
baik, mampu meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan baru

2
dengan orang lain yaitu dapat dimulai dengan cara berkenalan dan
menciptakan hubungan baik dengan orang lain. Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi perlu dilakukan agar pasien mampu berinteraksi dengan baik,
mampu meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan baru dengan
orang lain yaitu dapat dimulai dengan cara berkenalan dan menciptakan
hubungan baik dengan orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh (Fitria,
2010) di rumah sakit jiwa DR. Radjiman Wedioninggrat Lawang,
menunjukan presentasi yaitu mencapai tingkat keberhasilan 90% dimana
mampu meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi sosial. Ada juga
penelitian yang dilakukan (Priyo Purnomo Ashab, 2017) tentang penerapan
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) pada pasien Isolasi Sosial di
ruang abimanyu, maespati dan pringgodani rumah sakit jiwa daerah Surakarta
mencapai keberhasilan.
Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS) dapat meningkatkan kemampuan pasien untuk
melakukan tindakan berinteraksi dengan pasien yang lain untuk pasien
dengan masalah isolasi sosial. Oleh karena itu kami mengambil judul “terapi
aktifitas kelompok sosialisasi pada pasien dengan isolasi sosial di RSKD
Ambon”

B. Rumusan Masalah
Pada latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan
yaitu “Bagaimana Prosedur Tindakan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
pada pasien dengan isolasi sosial ?”.
C. Tujuan Studi Kasus
bertujuan untuk melaksanakan penerapan prosedur tindakan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi pada pasien isolasi sosial.
D. Manfaat Studi Kasus
Laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
A. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan pasien
gangguan jiwa dengan masalah isolasi sosial.

3
B. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah bagi institusi
Pendidikan dalam masa yang akan datang.
C. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur terapi
aktivitas kelompok sosialisasi pada pasien dengan gangguan isolasi sosial.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Isolasi Sosial

1. .pengertan

Menurut Videback (2014) Gejala skizofrenia dapat digolongkan menjadi 2 gejala yaitu
gejala positif dan gejala negatif sebagian besar dari gejala negatif pasien dengan skizofrenia
dapat berupa isolasi sosial dalam jurnal (Kirana Sukma Ayu Candra, 2015). Menurut Fortinash,
(2011) Isolasi sosial merupakan kondisi dimana pasien selalu merasa sendiri dengan merasa
kehadiran orang lain sebagai ancaman, sedangkan menurut Herdman (2015) isolasi sosial
merupakan pengalaman kesendirian secara individu yang dirasakan segan terhadap orang lain
dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam dalam jurnal (Julianto A. B, Dwi H. R,
2015)

skizofrenia adalah gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam masyarakat sering
dikonotasikan dengan keadaan gila dan sebagian dampak negatifnya adalah isolasi sosial. Isolasi
sosial merupakan kondisi dimana pasien selalu merasa sendiri dengan merasa kehadiran orang
lain sebagai ancaman.

2. Etiologi Isolasi Sosial

Menurut Damaiyanti (2012) isolasi sosial dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
predisposisi dan factor presipitasi. Pada faktor predisposisi meliputi, faktor perkembangan,
faktor biologi, dan faktor sosial budaya. Sedangkan pada faktor presipitasi terjadinya isolasi
sosial meliputi factor internal maupun eksternal seperti stressor sosial budaya dan stressor
biokimia dalam jurnal (Pandeirot, 2015).

a) Faktor Predisposisi

1. Faktor Perkembangan

Tumbuh kembang setiap individu harus dilalui dengan sukses oleh setiap keluarga, maka dari
itu keluarga merupakan tempat yang paling penting dalam menjalin hubungan. Kurangnya
kasih sayang dan perhatian memberikan rasa tidak aman dan menghambat terbentuknya rasa
percaya diri.
2. Faktor Sosial Budaya

Menarik diri dapat menjadi faktor pendukung terjadi isolasi sosial atau bisa karena norma –
norma yang salah dianut dalam suatu lingkungan.
3. Faktor Biologis

Genetik salah satu faktor pendukung terjadinya isolasi sosial dan menyebabkan gangguan
hubungan interaksi.

b) Faktor Presipitasi

1. Faktor Ekternal

Stressor sosial budaya dapat memicu seperti kejadian perceraian, dipenjara, kesepian,
berpisah dengan orang yang disayang.
2. Faktor Internal

Psikologi seseorang salah satunya kecemasan yang berat dapat menurunkan kemampuan
interaksi individu.

2. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial Tanda dan gejala


a) Data Subjektif

1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain

2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Klien merasa bosan

4. Klien tidak mau berinteraksi dan membuat keputusan

5. Klien merasa tidak berguna

b) Data Objektif

1. Menjawab pertanyaan dengan singkat seperti “ya” atau “tidak” dengan nada pelan
2. Respon verbal kurang bahkan tidak ada

3. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri

4. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun

5. Mondar-mandir atau berdiam diri bahkan melakukan gerakan berulang-ulang

6. Apatis (acuh terhadap lingkungan)

7. Ekspresi wajah tidak berseri


8. Tidak merawat diri dan tidak peduli kebersihan diri

9. Tidak bahkan kurang sadar dengan lingkungan sekitar

3. Rentang Respon

Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptif sebagai berikut :

Respon Adaptif :

Respon yang masih dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan secara
umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah :
1. Menyendiri adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi di lingkungan sosialnya.
2. Otonomi adalah kemampuan seseorang menentukan dan menyampaikan ide, pikiran
dan perasaan dalam berhubungan sosial

3. Bekerja sama adalah kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4. Interdependen : Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

Respon Maladaptif :

Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial.yang termasuk
respons maladaptif adalah :
1. Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
2. Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
3. Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4. Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lai
9

B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Isolasi sosial adalah keadaan seseorang individual yang mengalami penurunan atau
bukan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Sutini, 2014).
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, dan spiritual
1) Aspek Biologis
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
2) Aspek Psikososial
a) GenogramGenogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh
b) Konsep diri
1) Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,
reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang
disukai. Pada klien dengan isolasi sosial, klien menolak melihat dan
menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi, menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh, prekupasi dengan bagian
yang hilang.
2) Identitas diri
Klien dengan isolasi sosial mengalami ketidakpastian memandang diri,
sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
3) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/ pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
9
10

perannya, dan bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. Pada


klien dengan isolasi sosial bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK, perubahan
yang terjadi saat klien sakit dan dirawat.
4) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran
dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
penyakitnya tidak sesuai dengan harapannya. Pada klien dengan isolasi
sosial cenderung mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
c) Hubungan sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia
kehidupan klien. Siapa yang berarti dalam kehidupan klien, temapt
mengadu, bicara, minta bantuanatau dukungan baik secara material maupun
non-material. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat sosial apa
saja yang diikuti dilingkungannya. Pada penderita isolasi sosial perilaku
sosial terisolasi atau sering menyendiri, cenderung menarik diri dari
lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. Hambatan klien
dalam menjalin hubungan sosial oleh karena malu atau merasa adanya
penolakan oleh orang lain.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan.
e) Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mempertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain. Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
f) Kebutuhan persiapan pulang

10
11

1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan


2) Klien mampu BAB dan BAK menggunakan dan membersihkan WC,
membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
g) Aspek Medik
Terapi yang di lakukan pada klien dengan gangguan jiwa berupa:
a) Terapi farmakologi/obat-obatan
b) ECT (Electro Cardiac Therapy)
c) Psikomotor /therapy okopasional
d) TAK (Terapi Aktifitas Kelompok) dan rehabilitas
2. Proses Terjadinya Isolasi Sosial
a. Faktor Predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakan, dicerai
suami, putus sekolah, PHK (Pemutus Hak Kerja), perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi (korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-tiba) perlakuan
ornag lain yang tidak menghargai klien atau perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama
b. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidak
berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menyebabkab isolasi sosial (Keliat,
2016).
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Rusdi, 2013) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan klien
yang menunjukan penilian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data
observasi :
a. Data Subjektif
Pasien mengungkapkan tentang
1) Perasaan sepi

11
12

2) Perasaan tidak aman


3) Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampuan berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak
b. Data Objektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang
4. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik (Rusdi, 2013). Koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang
lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi
reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi
proyektif. Menurut (Rusdi, 2013), sumber koping yang berhubungan dengan respon
sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman,
hubungan dengan hewan pemeliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, music atau tulisan.
5. Sumber koping
Menurut (Rusdi, 2013), sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan dan penggunaan untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, music atau tulisan.
6. Pohon Masalah

POHON MASALAH

Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

12

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


13

Sumber (Fitria, 2010)

7. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah
c. Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
8. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
9. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl No Diagnosa Tujuan Perencanaan


Dx Keperawata Intervensi Generalis Rasional
n
1 Isolasi Sosial Klien dapat 1. Bina hubungan Hubungan saling
berinteraksi saling percaya percaya merupakan
dengan orang dengan landasan utama
lain sehingga menggunakan untuk hubungan
tidak terjadi prinsip interaksi klien
halusinasi. komunikasi selanjutnya.
peraputik
dengan cara:
Klien dapat a. Sapa klien
membina dengan rama,
hubungan baik verbal
saling percaya. maupun non
verbal.
b. Perkenalkan
diri dengan
13
14

spontan
c. Tanyakan nama
lengkap klien
dan nama
panggilan yang
disukai.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adannya
f. Berikan
perhatian
kepada klien
dan kebutuhan
dasar.
SP 1p: Dorong klien Dengan mengetahui
untuk mampu akan penyebab
Klien mampu
menyebutkan klien isolasi sosial
menyebutkan
penyebab dapat ditemukan
penyebab
isolasi sosial. mekanisme koping
isolasi sosial
klien dalam
berinteraksi sosial,
serta strategi apa
yang akan
diterapkan kepada
klien.
SP 1p: Diskusikan Dengan mengetahui
bersama klien keuntungan
Mendiskusikan
tentang berinteraksi dengan
dengan klien
keuntungan orang lain, maka
tentang
berinteraksi klien akan
keuntungan
dengan orang bermotivasi untuk
berinteraksi
14
15

dengan orang lain. berinteraksi dengan


lain. orang lain.
SP 1p: Diskusikan Dengan mengetahui
bersama klien kerugian tidak
Berdiskusikan
tentang berinteraksi dengan
dengan klien
kerugian tidak orang lain, maka
tentang
berinteraksi klien akan
kerugian
dengan orang bermotivasi untuk
berinteraksi
lain. berinteraksi dengan
dengan orang
orang lain.
lain.
SP 1p: Ajarkan klien Melibatkan klien
berkenalan satu dalam berinteraksi
Klien diajarkan
orang. sosial akan
oleh perawat
mendorong klien
tentang cara
untuk melihat
berkenalan
secara langsung,
dengan satu
keuntungan dari
orang.
berinteraksi sosial
serta dapat
meningkatkan
konsep diri.

SP 1p: Masukan Memasukan


kegiatan kegiatan
Klien dapat
berbincang — berbincang —
memasukan
bincang dengan bincang dengan
kegiatan
orang lain orang lain dlam
berbincang —
dalam kegiatan kegiatan harian
bincang dengan
harian. akan membantu
orang lain
klien mencapai
dalam kegiatan
interaksi sosial
harian.
secara bertahap.

SP 2p: Evaluasi Evaluasi sebagai


kegiatan harian upaya untuk
15
16

Jadawal klien mengenai merencanakan


kegiatan harian kegiatan kegiatan
klien dapat berbincang — selanjutnya apakah
terevaluasi bincang dengan klien bisa
mengenai orang lain. melakukan
kegiatan interaksi sosial
berbincang — dengan dua orang
bincang. atau lebih.
SP 2p: Dorong klien Melibatkan klien
untuk dalam berinteraksi
Klien dapat
mempraktekan sosial akan
mempraktekan
cara berkenalan mendorong klien
cara perkenalan
dengan satu untuk melihat dan
dengan satu
orang merasakan secara
orang.
langsung
keuntungan dari
berinteraksi sosial
serta meningkatkan
konsep diri.

SP 3p: Evalusi jadwal Evalusi sebagai


kegiatan harian upaya untuk
Klien dapat
klien. merencanakan
mengevalusi
kegiatan
jadwal kegiatan
selanjutnya apakah
harian.
klien bisa
melakukan
interaksi sosial
dengan dua orang
atau lebih.

SP 3p: Dorong klien Melibatkan klien


untuk dapat dalam interaksi
Klien dapat
berkenalan sosial akan
berkenalan
dengan dua mendorong klien
dengan dua
orang atau untuk melihat dan
16
17

orang atau lebih. merasakan secara


lebih langsung
keuntungan dari
berinteraksi sosial.
SP 3p: Masukan Memasukan
kegiatan kegiatan
Klien dapat
berbincang — berbincang —
memasukan
bincang dengan bincang dengan
kegiatan
dua orang atau orang lain kedalam
berbincang —
lebih kedalam kegiatan harian
bincang dengan
kegiatan harian. akan membantu
dua orang atau
klien mencapai
lebih kedalam
interaksi sosial
kegiatan harian.
secara bertahap.
SP 1 k: Berdiskusikan Mengetahui sejauh
bersama mana keluarga
Menjelaskan
keluarga dapat merawat
pengertian,
tentang klien isolasi sosial.
tanda dan
masalah yang
gejala isolasi
dirasakan
sosial serta
dalam merawat
proses
klien isolasi
terjadinya.
sosial.
SP 1 k: Jelaskan kepada Dengan mengetahui
keluarga pengertian, tanda
Menjelaskan
tentang dan gejala serta
pengertian,
pengertian, proses terjadinya
tanda dan
tanda dan isolasi sosial dapat
gejala isolasi
gejala isolasi menikngkatkan
sosial serta
sosial serta mekanisme koping
proses
proses keluarga dalam
terjadinya.
terjadinya. merawat klien.
SP 1 k: Menjelaskan Meningkatkan
kepada pengetahuan
17
18

Menjelaskan keluarga keluarga dalam


cara — cara tentanbg cara membantu merawat
merawat klien — cara klien isolasi sosial.
isolasi sosial. merawat klien
isolasi sosial.
SP 2 k: Melatih Mengetahui sejauh
keluarga secara mana pemahaman
Melatih
langsung dalam keluarga dalam
keluarga
melakukan cara merawat klien
mempraktekkan
merawat klien dengan isolasi
cara merawat
isolasi sosial. sosial.
klien isolasi
sosial.
SP 3 k: Membantu Memberikan
keluarga dalam informasi kepada
Membantu
membuat keluarga untuk
keluarga
jadwal aktifitas mencegah
membuat
dirumah terjadinya
jadwal aktifitas
termasuk kesalahpahaman
dirumah
minum obat. dalam
termasuk
menggunakan obat.
minum obat.
SP 3 k: Menjelaskan Memberi informasi
kepada kepada keluarga
Menjelaskan
keluarga agar rajin kontrol
followp klien
mengenai kedokter setelah
setelah pulang.
follow up pulang.
setelah pulang.
Sumber : (Fitria, 2014)

Selain dari strategi pelaksanaan yang telah dijelaskan , ada juga terapi aktivitas yang cocok
untuk pasien isolasi social yaitu Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS). Terapi aktivitas
kelompok sosialisasi cocok untuk memfasilitasi kemampuan pasien dengan masalah hubungan
social agar pasien dapat bersosialisasi kembali dengan orang lain maupun lingkungannya serta
dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan kelompok. Terapi aktivitas kelompok
dilakukan dalam 7 sesi yaitu :
18
19

a. Sesi 1: Kemampuan memperkenalkan diri


b. Sesi 2: Kemampuan berkenalan
10. Implementasi
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan. Keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat
ini (Rusdi, 2013).
11. Evaluasi
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang
meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi
tindakan keperawatan dan evaluasi (Rusdi, 2013).

C. Penerapan Prosedur Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi sejumlah pasien dengan masalah hubungan sosial. (Rusdi, 2013). Terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dilaksanakan dengan membantu pasien
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar pasien. Sosialisasi dapat pula
dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok dan massa.
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
2. Teknik Prosedur
a. Jelaskan pada pasien pentingnya bersosialisasi dengan orang lain untuk mengatasi
isolasi sosial
b. Latih pasien untuk berkenalan
c. Latih pasien utnuk berhubungan sosial secara bertahap
d. Masukan dalam jadwal harian klien
3. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Kondisi Pasien
Pasien tampak menghindar dari orang lain, tidak mau bicara, klien lebih sering
menunduk, wajah tampak sedih dan sering menyendiri dikamar dalam posisi
meringkuk.
b. Diagnosa Keperawatan
19
20

Isolasi Sosial

c. Tujuan

1. Tujuan Umum

Meningkatnya kemampuan pasien dalam membina hubungan sosial dalam


kelompok secara bertahap.
2. Tujuan Khusus

a) Klien mampu memperkenalkan diri

b)Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

c) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

d)Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

e) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang


lain
f) Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok

g)Klien mampu menyampikan pendapat tentang manfaat kegiatan tentang TAKS


yang telah dilakukan.(Eko prabowo, 2014: 240)

d. Waktu dan Tempat

Hari / Tanggal : 25 november 2021

Jam : 10.00 wit

Tempat : sub akut pria

e. Metode

1.Dinamika kelompok

2.Diskusi dan tanya jawab

f. Media dan Alat

1. Laptop

2. Musik / Lagu

3. Bola Tennis

20
21

4. Buku catatan dan pulpen

5. Jadwal kegiatan pasien

g. Pembagian Tugas

1. Leader Tugas
a. Menyiapkan proposal kegiatan TAKS

b. Menyampaikan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas kelompok sebelum


kegiatan dimulai.
c. Menjelaskan permainan.

d. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kclompok dan


memperkenalkan dirinya.
e. Mampu memimpin tcrapi aktilitas kelompok dengan baik dan tertib

f. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok.

2. Co-leader Tugas
a. Mendampingi leader

b. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang altiviatas pasien

c. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang dari perencanaan yang telah dibuat
d. Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami blocking dalam proses terapi
3. Fasilitator Tugas
a. Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung.

b. Memotivasi klien yang kurang aktif.

c. Memfalitasi dan memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok


untuk aktif mengikuti jalanya terapi.

4. Observasi Tugas
a. Mengobservasi jalanya proses kegiatan

b. Mengamati serta mencatat prilaku verbal dan non-verbal pasien selama kegiatan
berlangsung (dicatat pada format yang tersedia)
c. Mengawasi jalanya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan .(Eko prabowo, 2014: 241-243)

21
22

h. Pasien

1. Kriteria pasien

a. Pasien dengan isolasi sosial menarik diri dengan kondisi mulai menunjukkan
kamauan untuk melakukan interaksi interpersonal
b. Pasien dengan kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan
stimulus yang diberikan.
2. Proses seleksi

a. Mengidentifikasi pasie yang masuk kriteria

b. Mengumpulkan pasien yang masukl kriteria

c. Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan
tujuan TAK pada pasien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok
(Eko prabowo, 2014: 243)

i. Susunan Pelaksaan

a. Susunan perawat pelaksana TAKS sebagai berikut :

• Leader :

• Co. Leader :

• Fasilitator :

• Observasi :

• Operator :

2. Pasien peserta TAKS sebagai berikut :

No. Nama Masalah Keperawatan

22
23

j. Tata tertib dan Antisipasi Masalah

1. Tata Tertib pelaksanaan TAKS

a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK sampai dengan selesai.

b. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAKS dimulai.

c. Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi.

d. Peseta Tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan TAKS


berlangsung.
e. Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan kanan
dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.
f. Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari permainan .
g. Peserta dilarang meninggalkan tempat sebelum acara TAK selesai.

h. Apabila waktu yang ditentukan untuk melaksanakan TAKS telah


habis,sedangkan permainan belum selesai, maka pemimpin akan meminta
persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu TAK kepada anggota.
2. Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada proses TAKS

a. Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok

a) Memanggil klien

b) Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat


atau klien yang lain

b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit:

a) Panggil nama klien

b) Tanya alasan klien meninggalkan permainan

c) Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada


klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh
kembali lagi

23
24

c. Bila ada klien lain ingin ikut

a) Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah
dipilih
b) Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh klien tersebut
c) Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebut. (Eko prabowo, 2014: 243-245)

k. . Intervensi Terapi Aktivitas Kelompok


1. Indentifikasi penyebab:
a) Siapa yang satu rumah dengan pasien ?
b) Siapa yang dekat dengan pasien? Dan apa penyebabnya
c) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa penyebabnya?
2. Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
3. Latih berkenalan
4. Masukan jadwal kegiatan pasien
l. Strategi pelaksanaan tindakan terapi aktivitas kelompok
a. Tahap Orientasi
Tahapan ini dilakukan setelah pasien berkumpul ditempat dilaksanakan TAK.
Kegiatan dalam orientasi meliputi mengucapkan salam, memvalidasi perasaan
pasien, menjelaskan tujuan TAK, dan menyepakati aturan-aturan main TAK.
 Salam terapeutik : “selamat pagi bapak- bapak sekalian? Bolehkah saya
melakukan perkenalan? Baik, yang pertama perkenalkan saya bernama
dina sering di panggila ina, saya seorang mahasiswa poltekkes, boleh saya
tau nama bapak- bapak siapa? Dan lebih suka di panggil siapa?”
 Evaluasi validasi : “Bagaimana perasaannya hari ini ? Apa semuanya
sehat ? Bapak-bapak sudah mandi dan sarapan belum, sudah minum obat
belum ?
 Kontrak
Topik :
“Saya mau Tanya ada yang belum pernah ikut TAK sebelumnya ?”.
Bagus semuanya sudah pernah ya mengikuti TAK. Bapak-bapak tahu
tidak TAK kita kali ini tentang apa ? TAK kita kali ini yaitu saling
berkenalan dengan teman-teman yang ada disini. Bapak-bapak
24
25

sebelumnya memperkenalkan diri sendiri lalu bapak-bapak berkenalan


dengan teman-teman yang ada disini. TAK ini akan berlangsung selama
20 menit diruangan ini. Nanti selama permainan ini berlangsung bapak-
bapak tidak boleh meninggalkan tempat ini yah.
 Tujuan
Tujuan TAK kita kali ini adalah agar bapak-bapak bisa saling mengenal
dengan teman-teman yang ada disini .

b. Tahap Kerja
Dalam tahap ini, pimpinan kelompok memimpin pasien melakukan aktivitas
TAK untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, TAK sesi satu mengajak pasien
memperkenalkan diri secara bergantian sampai semua pasien melakukannya.
 “Baiklah bapak-bapak, sekarang kita mulai permainannya. Tapi
sebelumnya saya kasih tahu dulu ya cara dan peraturannya. Oke
….bapak-bapak nanti akan dengar lagu yang sudah disetel. Ini
lagunya…… Coba dengarkan. Dan ini juga ada bola. Nanti bola ini
dipegang oleh bapak-bapak lalu diedarkan ke teman yang ada disamping
bapak-bapak (bola diedarkan berlawanan dengan arah jarum jam) terus
bola diedarkan sampai lagu yang didengarkan berhenti/ tidak terdengar.
Nah… apabila lagu berhenti dan bola berada ditangan bapak…..berarti
bapak yang memegang bola harus memperkenalkan diri dengan cara yaitu
memberi salam terlebih dahulu, terus menyebutkan nama lengkap, nama
panggilan, asal dan juga hobi kepada teman yang ada disebelah kanannya.
Sekarang saya akan memberikan contohnya terlebih dahulu. Nah
sekarang bapak-bapak semua lakukan sesuai dengan apa yang telah saya
ajarkan ya”.
m. Tahap Terminasi
Tahap ini dilakukan untuk mengakhiri TAK. Kegiatan terminasi meliputi
evaluasi perasaan pasien, memberikan pujian, memberikan tindak lanjut
kegiatan, dan menyepakati kegiatan TAK berikutnya.
 Evaluasi subjektif : “Bagaimana perasaan bapak-bapak setelah kita
melakukan TAK hari ini” Apa semuanya senang. Sekarang sudah tahu
ya nama teman-temannya ya. Dan bapak-bapak juga bias ya.

25
26

 Evaluasi objektif : “Bagus bapak-bapak hebat ya… bisa


memperkenalkan diri dengan baik.
 Rencana tindak lanjut : “Saya berharap bapak-bapak bisa terus berlatih
memperkenalkan diri dengan teman-teman yang lain.
 Kontrak yang akan datang : “Saya berharap bapak-bapak mau mengikuti TAK
lagi ya. Tempat dan waktu akan disesuaikan nanti. Sekarang bapak-bapak bisa
melanjutkan kembali kegiatan masing-masing.

26
27

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI TAKS – SESI I


A. Tujuan

Pasien mampu berkenalan dengan anggota kelompok :

1. Menyebutkan jati diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.

2. Menanyakan jati diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal
dan hobi.(Eko prabowo, 2014:246)
B. Setting

Peserta dan terapis bersama dalam lingkaran

C. Alat

1. Tape recorder

2. Kaset dengan lagu yang ceria

3. Bola tenis

4. Buku catatan dan pulpen

5. Jadwal kegiatam pasien

D. Metode

Dinamika kelompok

E. Langkah-langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Mengigatkan kontrak dengan anggota kelompok

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan


27
28

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1) Salam dari terapis

2) Peserta dan terapis memakai name tag

b. Evalusi / validasi

1) Menanyakan perasaan pasien saat ini

2) Menanyakan apakah pernah memperkenalkan diri pada orang lain.

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan

2) Menjelaskan aturan main lain:

a) Berkenalan dengan anggota kelompok

b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada
pemimpin TAK.
c) Lama kegiatan 45 menit.

d) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir (Eko prabowo,
2014:246-247)
3. Tahap kerja

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan pada bola tenis berlawanan dengan
arah jarum jam
b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola, mendapat
giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan
cara :
1) Memberi salam

2) Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi

3) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi

4) Dimulai oleh terapis sebagai contoh

c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran

d. Hidupkan lagi kaset pada tape dan edarkan bola tenis. Pada sat tape dimatikan,

28
29

minta anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota


kelompok yang disebelah kananya kepada kelompok yaitu, nama lengkap, nama
panggilan, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
e. Ulangi d samapi semua anggota kelompok mendapat giliran

f. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk
tangan
4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK

2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada


orang lain dikehidupan sehari-hari
2) Memasukan kegiatan memperkenalkan diri kepada jadual kegiatan harian pasien.
c. Kontrak yang akan datang

1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok


2) Menyepakati waktu dan tempat.

F. Evalusai dan Dokumentasi Evaluasi


Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja untuk
menilai kemampuan pasien melakukan TAK. Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan
pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS sesi 1, dievaluasi kemampuan pasien
memperkenalkan diri secara verbal dan non verbal dengan menggunakan formulir
evaluasi berikut. (Eko prabowo, 2014:247-248)

SESI I – TAKS KEMAMPUAN MEMPERKENALKAN DIRI


A. Kemampuan Verbal

Aspek yang Nama pasien


No
dinilai
1 Menyebutkan

nama lengkap
29
30

2 Menyebutkan
nama panggilan

3 Menyebutkan asal
4 Menyebutkan

hobi
JUMLAH

B. Kemampuan non Verbal

Aspek yang Nama pasien


No
dinilai
1 Kontak mata
2 Duduk tegak
Mengunakan
3 bahasa tubuh
yang sesuai
Mengikuti
4 kegiatan dri awal
sampai akhir
JUMLAH

Petunjuk :

1. Di bawah judul nama pasien, tuliskan nama panggilan pasien yang ikut TAKS.

2. Untuk tiap pasien, semua aspek dimulai dengan memberi dengan tanda (√) jika
ditemukan pada klien atau tanda (x)jika tidak ditemukan.
3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan, jika nilai 3 atau 4 klien mampu, dan jika nilai
0, 1, atau 2 klien belum mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika tak pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Misalnya, klien mengikuti sesi 1 TAKS, klien mampu
memperkenalkan diri secara verbal dan nonverbal,dianjurkan klien memperkenalkan diri

30
31

pada klien lain di ruang rawat (buat jadwal). (Eko prabowo,2014 :249)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TAKS – SESSI II


KEMAMPUAN PASIEN BERKENALAN

A. Tujuan

1. Tujuan Umum

Peserta TAK mampu meningkatkan hubungan interersonal anggota kelompok,


berkomunikasi, saling memperhatikan, mampu berespon terhadap stimulasi yang
diberikan.
2. Tujuan Khusus

Pasien dapat memperkenalkan rekannya (nama lengkap, nama panggilan, asal, hobby)

31
32

B. Setting

Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkaran

C. Alat

1. Tape recorder

2. Kaset dengan lagu yang ceria

3. Bola tenis

4. Buku catatan dan pulpen

5. Jadwal kegiatam pasien

D. Metode

1. Dinamika kelompok

2. Diskusi dan tanya jawab

3. Bermain peran \ stimulasi

E. Langkah-langkah Kegiatan

1. Persiapan

a. Melakukan kontrak dengan anggota kelompok sehari sebelumnya

b. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan :

a. Memberi salam terapeutik

b. Salam dari terapis

c. Peserta dan terapis memakai papan nama

3. Evaluasi / validasi

a. Menanyakan perasaan pasien saat ini

b. Menanyakan apakah pasien telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain
c. Kontrak
32
33

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok


2) Menjelaskan aturan main, sebagai berikut :

a). Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis
b). Lama kegiatan 45 menit

c). Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

4. Tahap Kerja

TAK soialisasi sesi II

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan pada bola tenis berlawanan
dengan arah jarum jam
b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola, mendapat
giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan
dengan cara :
a) Memberi salam

b) Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi

c) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi

d) Dimulai oleh terapis sebagai contoh

c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran

d. Hidupkan lagi kaset pada tape dan edarkan bola tenis. Pada sat tape dimatikan,
minta anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota
kelompok yang disebelah kananya kepada kelompok yaitu, nama lengkap, nama
panggilan, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
e. Ulangi d samapi semua anggota kelompok mendapat giliran

f. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi


tepuk tangan.
4. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK

2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok


33
34

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada


orang lain dikehidupan sehari-hari
2) Memasukan kegiatan memperkenalkan diri kepada jadual kegiatan harian
pasien.
3) Kontrak yang akan datang

4) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok


5) Menyepakati waktu dan tempat.

5. Evalusai dan Dokumentasi Evaluasi


Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja untuk
menilai kemampuan pasien melakukan TAK. Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan
pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS sesi 1, dievaluasi kemampuan pasien
memperkenalkan diri secara verbal dan non verbal dengan menggunakan formulir
evaluasi berikut.(Eko probowi, 2014: 250-252).

SESI 2 – TAKS KEMAMPUAN BERKENALAN


A. Kemampuan Verbal : bertanya

Aspek yang Nama pasien


No
dinilai
1 Menyebutkan

nama lengkap
2 Menyebutkan

nama panggilan
3 Menyebutkan asal
4 Menyebutkan

hobi
5 Menanyakan

nama lengkap
6 Menanyakan

nama panggilan
7 Menanyakan asal
8 Menanyakan hobi
34
35

JUMLAH

B. Kemampuan non verbal :

Aspek yang Nama pasien


No
dinilai
1 Kontak mata
2 Duduk tegak
Menggunakan
3 bahasa tubuh
yang sesuai
Mengikuti kegiatan
dari awal sampai
4 akhir

JUMLAH

Petunjuk :

1. Di bawah judul nama pasien, tuliskan nama panggilan pasien yang ikut TAKS.

2. Untuk tiap pasien, semua aspek dimulai dengan memberi dengan tanda (√) jika
ditemukan pada klien atau tanda (x)jika tidak ditemukan.
3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan

4. Kemampuan verbal, disebut mampu jika mendapat nilai ≥ 6 ; disebut belum mampu
jika mendapat nilai ≤ 5.
5. Kemampuan non verbal disebut mampu jika mendapatkan nilai 3 atau 4 disebut belum
mampu jika mendapat nilai ≤ 2.
Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien ketika TAK pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Misalnya jika nilai pasien 7 untuk verbal dan 3 untuk non
verbal, catatan keperawatan adalah : pasien mengikuti TAKS sesi 2, pasien mampu
berkenalan secara verbal dan non verbal, anjurkan pasien untuk berkenalan dengan pasien
lain, buat jadwal. (Eko prabowo, 2014: 253-254).

35
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

skizofrenia dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial menarik diri. Dari


data yang didapatkan, klien dibawa ke rumah sakit jiwa karena klien
sering menyendiri, bingung, malu dengan kondisinya saat ini, klien
mengatakan sering digossipkan oleh tetangganya dan klien sangat jarang
mengikuti perkumpulan di masyarakat lingkungan rumahnya. Data
objektif yang didapat klien tampak sering menyendiri, pendiam, bicara
pelan dan lambat, kontak mata mudah beralih. Sehingga diagnosa prioritas
yang muncul pada klien yaitu isolasi sosial, harga diri rendah dan
gangguan sensori presepsi halusinasi. Penulis memprioritaskan masalah
isolasi sosial sebagai diagnosa utama klien. Sehingga intervensi
keperawatan yang telah direncanakan yaitu strategi pelaksanaan pertama,
kedua dan ketiga dan menekankan lebih lanjut pada terapi modalitas yaitu
terapi aktivitas kelompok sosialisasi dengan tujuan untuk meningkatkan
klien agar dapat berinteraksi dengan baik dan benar terhadap orang lain
dan memiliki rasa percaya diri saat berinteraksi atau bergaul dengan orang
lain disekitarnya. Dalam melakukan implementasi keperawatan kepada
klien penulis melakukan pertemuan 8 kali . Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi yang sebelumnya sudah sering dilakukan di rumah sakit jiwa.
Selama berinteraksi dan melakukan strategi pelaksanaan dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi, klien alhamdulillah dapat diajak bekerja
sama dan cukup kooperatif.
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi memiliki pengaruh yang baik
terhadap kemampuan bersosialisasi terhadap klien, karena dengan
melakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi dapat membantu klien
dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga klien akan cenderung
mudah bergaul, mudah bekerja sama, dan memiliki rasa percaya diri

1
37

terhadap dirinya. Sehingga terdapat peningkatan kemampuan


bersosialisasi terhadap klien dan menurunkan masalah isolasi sosial pada
klien .

B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungnan dengan
penelitian itu adalah :
1. Kepada masyarakat dapat menerima mantan pasien gangguan jiwa
yang sudah sembuh sebagai bagian dari masyarakat, memberikan
dukungan kepada mereka agar semangat melanjutkan hidup dengan
produktif dan tidak kembali dirawat di rumah sakit.
2. Kepada pihak Institusi diharapkan dapat memperbanyak refrensi yang
terkait dengan keperawatan jiwa sehingga dapat mempermudah
mahasiswa dalam melakukan Asuhan keperawatan yang mengalami
gangguan jiwa
3. Kepada Penulis agar dapat menjadikan pengalaman dan pembelajaran
dalam melakukan tindakan keperawatan jiwa dalam penerapan
prosedur tindakan terapi aktivitas sosialisai.

37
38

DAFTAR PUSTAKA

Fitria. (2010). Prinsip Dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika. Jurnal Care, 4(3), 62—69.

Fitria. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : EGC, 138—155.

Keliat, 2000 dalam muhit, 2016. (2016). Peningkatan Kemampuan Interaksi


Pada Pasien Isolasi Sosial Dengan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi Sesi 1-3. Ners Muda, 1(1), 11.

Priyo Purnomo Ashab. (2017). Peningkatan Kemampuan Interaksi Pada Pasien


Isolasi Sosial Dengan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi
1-3. Ners Muda, 1(1), 11. https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5482

Purwanto, R. &. (2013). Implementasi terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi 1


memperkenalkan diri pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi sosial di
wilayah kerja puskesmas kalikajar 2.

38
39

Riskesdas. (2018). Situasi Kesehatan Jiwa DI Indonesia. In InfoDATIN (p. 12).

Rusdi. (2013). Peningkatan Kemampuan Interaksi Pada Pasien Isolasi Sosial


Dengan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689—1699.

Sutini, Y. &. (2014). buku ajar keperawatan jiwa.bandung:Refika Aditama.


Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689—1699.

YusufS. F., 2015. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. In
Berita Ilmu Keperawatan.

Hastutiningtyas R. W, I. S. (2016). Peran Terapi Aktivitas Kelompok


Sosialisasi Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Dan Maslah Isolasi Sosial.
Jurnal Care, 4(3), 62–69. Retrieved from
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care/article/view/435

Julianto A. B, Dwi H. R, P.-. (2015). pengaruh terapi aktifitas kelompok


sosialisasi sesi 1-7 terhadap peningkatan kemampuan interaksi pada pasien
isolasi sosial di rsjd Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 1–10. Retrieved from file:///C:/Users/Indy komp/Downloads/517-
1033-1-SM.pdf

39

Anda mungkin juga menyukai