Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

DI RSJ SAMBANG LIHUM BANJARMASIN

Disusun Oleh:
Kaltsum Khanza
PO.62.20.1.22.018

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL TENAGA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
2024
LEMBAR PENGESAHAN
Yang membuat Laporan pendahuluan Jiwa

Nama Mahasiswa : Kaltsum Khanza

NIM : PO.62.20.1.22.018

Tingkat/ Semester : Semester IV

Program Studi : D-III Keperawatan

Tahun Akademik : 2024

Yang Menyetujui Laporan pendahuluan Jiwa

Banjarmasin, Maret 2024


Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

(………………………………) (………………………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA ISOLASI
SOSIAL

A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial: Menarik diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif/mengancam (Townsend, 2019). Atau
suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sekitarnya, klien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Keliat, 2019)
Perilaku isolasi sosial menarik diri adalah suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan menganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2020).

2. Tanda Dan Gejala


a. Subyektif : didapati klien menolak berkomunikasi, menjawab pertanyaan singkat
seperti kata iya, tidak, tidak tahu.
b. Obyektif : apatis, ekspresi sedih, efek tumpul, menghindari orang lain,
komunikasi kurang (klien tampak tidak bercakapcakap dengan orang lain), tidak
ada kontak mata, klien sering menunduk, berdiam diri di ruangan/kamar kurang
mobilitasnya, menolak berhubungan dengan orang lain, pergi jika diajak
bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, posisi janin saat tidur.
3. Penyebab
Penyebab dari isolasi sosial adalah keterlambatan perkembangan,
ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan, ketidaksesuaian minat
terhadap perkembangan, ketidaksesuaian nilai-nilai normal, ketidaksesuaian perilaku
sosial dengan norma, perubahan penampilan fisik, perubahan status mental,
ketidakadekuatan sumber daya personal (SDKI, 2017). Adapun faktor penyebab dari
isolasi sosial adalah:
a. Faktor Predisposisi
Menurut Sutejo (2017) penyebab isolasi sosial mencakup faktor
perkembangan, faktor biologis, dan faktor sosiokultural. Berikut merupakan
penjelasan dari faktor predisposisi:
1) Faktor Perkembangan
Tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi seseorang dalam
menjalin hubungan dengan orang lain adalah keluarga, kurangnya stimulasi
atau kasih sayang dari ibu akan memberikan rasa tidak nyaman serta dapat
menghambat rasa percaya diri. Ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga terhadap orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan jiwa. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah
otak.
3) Faktor Sosial dan Budaya
Mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan atau isolasi sosial. Gangguan ini dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah di dalam keluarga,
misalnya anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Sutejo (2017) ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan
gangguan isolasi sosial. Antara lain berasal dari stresorstresor sebagai berikut:
1) Stresor Sosiokultural Stresor sosial budaya dapat memicu penurunan
keseimbangan unit keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau
dipenjara.
2) Stresor Psikologik Intensitas ansietas berat yang berkepanjangan akan
menyebabkan menurunnya kemampuan seseorang untuk berhubungan
dengan orang lain.

4. Proses terjadinya masalah


a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif.
(Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptive
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti
lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang
negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat
untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang
yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo,
2014: 111).

5. Pohon Masalah

6. ANALISA
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk
merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan
menjadi data subyektif dan obyektif:
a. Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak
percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan
konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi, perasaan
tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
b. Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau
kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap
perawatan dirinya, sering manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari
adanya masalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak
gelisah, insight kurang, tidak ada minat untuk makan.

7. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pada klien dengan perilaku halusinasi adalah Gangguan
sensori persepsi (D.0085). Sedangkan diagnosa keperawatan terkait lainnya adalah
Isolasi sosial (D.0121) dan risiko perilaku kekerasan (D.0146).

8. Rencana Keperawatan
Dalam rencana keperawatan pada klien gangguan persepsi sensori memiliki
tujuan agar persepsi sensori klien membaik (SLKI. L.09083).
Kriteria hasil yang dicapai antara lain:
- Perilaku halusinasi menurun
- Menarik diri menurun
- Konsentrasi membaik
Dalan buku SIKI intervensi yang diambil adalah Manajemen Halusinasi
(I.09288) dan tindakan yang dilakukan adalah
Observasi
- Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
- Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
- Monitor isi halusinasi (mis. kekerasaan atau membahayakan diri)
Terapeutik
- Pertahankan lingkungan yang aman
- Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
(mis. limit setting, pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
- Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
- Hindari perdebatan tentang validasi halusinasi
Edukasi
- Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan
umpan balik korektif terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi (mis. mendengarkan musik melakukan
aktivitas dan teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas Jika perlu

9. Implementasi Keperawatan
1. Membina saling percaya
2. Menciptakan lingkungan yang aman
3. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialami
4. Mendiskusikan klien terhadap halusinasinya
5. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
6. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan aktifitas
terjadwal
7. Menjelaskan tentang aktifitas terjadwal
8. Menjelaskan pentingnya aktifitas sehari hari sesuai dengan jadwal yang dibuat
9. Menjelaskan menggunakan obat secara teratur
10. Melibatkan keluarga dalam membuat aktifitas terjadwal

10. Evaluasi Keperawatan


a. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien mampu mempertahankan lingkungan yang aman
3) Klien mampu mengontrol halusinasinya
4) Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan aktifitas terjadwal
5) Klien mampu menggunakan obat secara rutin
b. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada keluarga
1) Keluarga klien mampu mengontrol halusinasi klien
2) Keluarga klien mampu membantu membuat jadwal aktifitas klien
DAFTAR PUSTAKA
Budi A Keliat. (2009). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
Depkes RI. (2008). Standar Pedoman Perawatan Jiwa

Kaplan Sadoch. (2007). Sinopsis Psikiatri Edisi 7. Jakarta: EGC

Stuart G W. (2011). Buku Saku Keperawataan Jiwa Edisi 5. Jakarta:

EGC Townsend M C. (2008) Diagnosa Keperawatan Pada Perawatan Psikiatri:


Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai