Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

DI RUANG TRANSIT PRIA

RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM

DISUSUN OLEH:

DEWI NURPITASARI

NIM: 2014401110021

Peseptor Akademik :

Ica Lisnawati, Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2022/2023
1. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa tidak diterima dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2018).

Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. (Keliat, dkk.2019)

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme


individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya
mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan
(Rusdi, 2018).

Berdasarkan pengertian diatas isolasi sosial adalah Isolasi sosial merupakan


suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian
yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial kepada orang lain

2. Etiologi

Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor prespitasi.
Kegagalan pada gangguan ini akan menimbulkan ketidakpercayaan pada individu,
menimbulkan rasa pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada orang lain dan
merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak seseorang
tidak ingin untuk berkomunikasi dengan orang lain, suka menyendiri, lebih suka
berdiam diri dan tidak mementingkan kegiatan sehari hari (Direja, 2019).

2
1) Faktor predisposisi

Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial

a) Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah
respon sosial mengisolasi diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri. Organisasi anggota keluarga bekerja
sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih
tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan
kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon sosial.

b) Faktor Sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan


akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini (Deden & Rusdi, 2019).

2) Faktor presipitasi

Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan
seseorang mengisolasi diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai
stressor antara lain:

a) Stressor sosiokultural

3
Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan keluarga. Perceraian
adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas dapat memecahkan keluarga besar,
merampas orang yang menjadi sistem pendukung yang penting pada semua usia.
Kurang kontak yang terjadi antara generasi. Tradisi, yang menyediakan hubungan
yang kuat dengan masa lalu dan rasa identitas dalam keluarga besar, sering kurang
dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi. Ketertarikan pada etnis
dan”budaya” mencerminkan upaya orang yang terisolasi untuk menghubungkan
dirinya dengan identitas tertentu.

b) Stressor psikologik

Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan kemampuan untuk


berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas yang berkepanjangan atau
terus menerus dengan kemampuan koping yang terbatas dapat menyebabkan
masalah hubungan yang berat.

3. Patofisiologi dan patways

Salah satu gangguan berhubungan social diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bias
dialamipasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.Perasaan tidak berharga menyebabkan
pasien makin sulit dalam mengembangkan berhubungan dengan orang lain.
Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam
aktifitas dan kurangnya perhatian dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laki masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dalam kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Prabowo, 2014)

Patways
4
Resiko Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi

Isolasi sosial → Defisit Perawatan Diri

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

Sumber: Damaiyanti,Mukhripah Asuhan Keperawatan Jiwa .(2014)

4. Manifestasi klinik

Menurut Pusdiklatnakes (2015) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari
ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan
didukung dengan data observasi:

a) Data subjektif

Pasien mengungkapkan tentang:

1) Perasaan sepi

2) Perasaan tidak aman

3) Perasaan bosan dan waktu terasa lambat

4) Ketidakmampuan berkonsentrasi

5) Perasan ditolak

5
b) Data objektif

1) Banyak diam

2) Tidak mau bicara

3) Menyendiri

4) Tidak mau berinteraksi

5) Tampak sedih

6) Kontak mata kurang

7) Muka datar

5. Pemeriksaan penunjang

a. Test psikologik: test keperibadian


b. EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
c. Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
d. Pemeriksaan laboratorim kromosom: genetik

6. Penatalaksanaan (Medis dan keperawatan)

6.1. Penatalaksanaan Medis

Berupa Therapy farmakologi

(1) Clorpromazine (CPZ)

a) Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan


menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai

norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi
mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau,

6
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

b) Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/


parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.

(2) Haloperidol (HLD)

a) Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi


netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.

(3) Trihexy phenidyl (THP)

a) Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan


idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.

6.2 Penatalaksanaan keperawatan

Menurut Deden & Rusdi, (2018) penatalaksanan dapat dibagi:

1) Terapi kelompok

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok


pasien bersama sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa. Terapi
inibertujuan memberi stimulus bagi pasien dengan gangguan interpersonal.

2) Terapi lingkungan

7
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungn
harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitanya untuk menjaga dan
memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus
psikologis seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik
maupun kondisi psikologis seseorang.

7. Komplikasi

Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit
perawatan diri (Dalami, 2019)

8. Prognosis

Perilaku isolasi sosial: menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.

Halusinasi adalah tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang
tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang
meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman,
perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran. (Rusdi,
2013)

8
9. Tinjauan teoritis berdasarkan kasus

a. Pengkajian Primer-primary survey (A, B, C, D, E)


1. Airway
Lakukan observasi pada gerakan dada,apakah ada gerakan dada
atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan berarti jalan nafas
lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada walaupun
diberikan bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas.
2. Breathing
Kaji/observasi kemapuan mengembang paru, adakah
pengembangan paru spontan atau tidak. Apabila tidak bisa
mengembang spontan maka dimungkinkan terjadi gangguan fungsi
paru sehingga akan dilakukan tindakan untuk bantuan nafas.
3. Circulation
Lakukan pengkajian denyut nadi dengan melakukan palpasi pada
nadi radialis, apabila tidak teraba gunakan nadi brachialis, apabila
tidak teraba gunakan nadi carotis. Apabila tidak teraba adanya
denyutan menunjukkan gangguan fungsi jantung.
4. Disability
Yaitu tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS.
Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah:
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri :P
Tidak ada respon : U
5. Eksposure

9
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cederaleher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan.

b. Pengkajian sekunder-pemeriksaan fisik, laboratorium, penunjang lain


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, dapat
menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.
Menurut Rusdi (2013) untuk dapat mengkaji pasien dengan isolasi
sosial, perawat dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga.
1. Pengkajian sekunder
1) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur,
jenis kelamin, agama, alamat, golongan darah, hubungan klien
dengan keluarga.
2) Riwayat kesehatan : tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale
(GCS) (< 15), muntah, dispnea atau takipnea, sakit kepala,
wajah simetris atau tidak, lemah, luka pada kepala, akumulasi
pada saluran nafas kejang.
3) Riwayat penyakit dahulu : haruslah diketahui dengan baik yang
berhubungan dengan system persyarafan maupun penyakit
sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit keturunan atau
menular.
4) Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subjektif. Data - data ini sangat berarti karena
dapat mempengaruhi prognosa klien.

2. Pemeriksaan fisik
10
1. Keadaan umum
Penampilan klien , TTV, tingkat kesadaran, data antropometri
2. Kulit
Kebersihan kulit, turgor kulit, warna kulit, apakah ada luka atau
tidak, apakah ada sianosis atau tidak
3. Kepala dan leher
Struktur, kebersihan bagian kepala dan leher, warna rambut,
apakah ada lesi atau tidak, apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid atau tidak
4. Penglihatan dan mata
Struktur, kebersihan bagian mata, pergerakan bola mata, fungsi
alat indra, konjungtiva, sklera
5. Penciuman dan hidung
Struktur, kebersihan bagian hidung, fungsi alat indra, apakah
ada peradangan atau tidak
6. Pendengaran dan telinga
Struktur, kebersihan bagian hidung, fungsi alat indra, apakah
ada peradangan atau tidak
7. Mulut dan gigi
Kebersihan bagian mulut, fungsi gigi, mukosa bibir, apakah
ada gangguan menelan atau tidak, apakah ada perdarahan atau
tidak
8. Dada, pernafasan, dan sirkulasi
Sirkulasi, struktur, pergerakan dinding dada, frekuensi, getaran,
bunyi, apakah ada sianosis atau tidak, apakah ada cuping
hidung atau tidak, Capilarry Refill Time (CRT)

9. Abdomen
Bentuk, pergerakan nafas, bising usus, turgor kulit, bunyi,
apakah ada benjolan atau tidak
10. Genetalia dan reproduksi
11
Jenis kelamin, kebersihan bagian genetalia, warna kulit
bokong, apakah ada peradangan atau tidak
11. Ekstremitas atas dan bawah
Ekstremitas bagian atas (tangan), ekstremitas bagian bawah
(kaki), apakah ada kelemahan atau tidak, apakah mampu
beraktivitas secara mandiri atau tidak
c. Diagnosa keperawatan
1. Isolasi sosial : Menarik diri

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Isolasi sosial Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan saling
tindakan keperawatan percaya dengan percaya merupakan
diharapkan masalah menggunakan prinsip langkah awal untuk
isolasi sosial dapat komunikasi terapeutik menentukan
teratasi selama 3x24 jam a. Sapa klien dengan keberhasilan
dengan kriteria hasil: ramah,baik verbal rencana selanjutnya
1. Klien dapat membina maupun nonverbal 2.Dengan
hubungan saling b. Perkenalkan diri mengungkapkan
percaya dengan sopan perasaan, bisa
2. Klien dapat c. Tanyakan nama mengetahui
menyebutkan lengkap dan nama penyebab isolasi
penyebab isolasi panggilan yang sosial
sosial disukai pasien 3. Reinforment
3. Klien dapat d. Jelaskan tujuan dapat
menyebutkan pertemuan meningkatkan
keuntungan e. Jujur dan tepati harga diri
berhubungan dengan janji 4. Mengetahui
orang lain dan 2. Berikan kesempatan sejauh mana
kerugian tidak kepada klien untuk pengetahuan klien
berhubungan dengan mengungkapkan tentang

12
orang lain perasaan penyebab berhubungan
4. Klien dapat isolasi sosial atau dengan orang lain
melaksanakan tidak mau bergaul
hubungan sosial 3. Kaji pengetahuan
secara bertahap klien tentang
keuntungan dan
manfaat bergaul
dengan orang lain
4. Kaji kemampuan klien
membina hubungan
dengan orang lain

Daftar pustaka

13
Dalami, Ermawati dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Jiwa.Jakarta

Damaiyanti ,Mukhripah dan Iskandar, D. d. (2014). Reflika Aditama. Asuhan


Keperawatan Jiwa.Bandung : Refika Aditama

Dermawan, Deden dan Rusdi. (2018). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Direja, A. H. S. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Keliat, Budi Anna, dkk. (2019). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta:EGC

Prabowo 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik Teori dan Praktik

Purba,dkk (2018). Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Psikosial Dan


Gangguan Jiwa. Medan

Pusdiklatnakes. 2015. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.


Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Stuart, G., w. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart. Jakarta:
elaevier

14

Anda mungkin juga menyukai