Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa
Dosen Pengampu : Hj Rossy Rosnawanti, M.Kep

Disusun Oleh:
Ahmad Zajuli
E2214401059

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
DIPLOMA III KEPERAWATAN
2024
A. Definisi
Isolasi sosial merupakan ketidakmampuan untuk membina
hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain
(PPNI, 2017). Isolasi sosial merupakan kesendirian keadaan yang dialami
oleh individu dan muncul dianggap karena orang lain dan sebagai suatu
keadaan buruk atau mengancam (NANDA, 2018).
Isolasi sosial merupakan suatu keadaan seseorang mengalami
penurunan untuk melakukan interaksi dengan orang lain, karena pasien
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, serta tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain atau orang disekitarnya
(Kemenkes, 2019).
B. Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut
Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik
tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal.
Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian,
dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri
dan dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
c. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ
tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya
ada yang menderita skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur
otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat volume
otak serta perubahan struktur limbik.
2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal meliputi:
a. Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit
atau dipenjara.
b. Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)
C. Tanda Dan Gejala/Penilaian Stressor
Menurut Sutejo (2017) tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dari
dua cara yaitu secara objektif dan subjektif. Berikut tanda dan gejala
dengan isolasi sosial:
1. Data Subjektif
Pasien mengatakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain,
pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain, pasien
mengatakan hubungan yang tidak bermanfaat dengan orang lain,
pasien merasa bosan serta waktu terasa lebih lambat, pasien tidak
mampu berkonsentrasi dan menciptakan keputusan, pasien merasa
tidak bermanfaat, dan pasien tidak yakin dapat melanjutkan hidup.
2. Data objektif
Pasien tidak memiliki teman dekat, pasien menarik diri, pasien tidak
dapat dimengerti, tindakan berulang dan tidak berarti, pasien asik
dengan pikiran sendiri, pasien tidak ada kontak mata, dan tampak sedih
apatis, afek tumpul.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) (2017) tanda
dan gejala dari diagnosa keperawatan isolasi sosial yaitu sebagai berikut:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Merasa ingin sendirian 1. Menarik diri
2. Merasa tidak aman di 2. Tidak berminat/menolak
tempat umum berinteraksi dengan orang
lain atau lingkugan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Merasa berbeda dengan 1. Afek datar
orang lain 2. Afek sedih
2. Merasa asyik dengan 3. Riwayat ditolak
pikiran sendiri 4. Menunjukkan permusuhan
3. Merasa tidak mempunyai 5. Tidak mampu memenuhi
tujuan yang jelas harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu
D. Sumber Koping
Menurut Stuart dalam (Azizah, Lilik Ma’rifatul Zainuri, Imam
Akbar, 2016) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman,
hubungan dengan 23 hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengespresikan stress interpersonal missal, kesenian, musik, atau tulisan.
E. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
1. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi. (Prabowo, 2014:113)
F. Rentang Respon

Adaftif Maladaftif

1. Merasa
1. sendiri
Menyendiri 1. Manipulasi
(loneliness)
(solitude) 2. Impulsif
2. Menarik
2. Otonomi diri 3. Narsisme
(withdrawal)
3. Bekerja sama
3. Tergantung
(mutualisme)
(dependent)
4. Saling bergantung
(interdependence
Gambar 1 Rentang Respons Sosial (Yusuf, 2015)
1. Respons adaftif
Respon adaptif adalah respon individu menyelesaikan suatu hal
dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat.
Respons ini meliputi:
a. Menyendiri
Merupakan suatu bentuk sikap menghindar dari suatu kumpulan
dan tidak ingin bergaul dalam suatu kelompok.
b. Otonomi
c. Bekerja sama (mutualisme)
Merupakan Bentuk hubungan yang saling menguntungkan untuk
mencapai tujuan yang sama.
d. Saling bergantung (interdependentce)
Merupakan suatu bentuk hubungan ketergantungan, dan hanya
mengandalkan bantuan dari orang. (Dermawan, 2013).
e. Menarik diri
Merupakan bentuk usaha percobaan menghindar dari orang lain
(Yosep, 2016).
f. Tergantung/Dependent
Merupakan suatu bentuk perilaku ketergantungan dengan orang
lain, tidak memiliki rasa percaya diri.
2. Respons maladaftif
Respons maladapatif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara yang bertentangan dengan norma agama &
masyarakat. Respon maladptif tersebut antara lain:
a. Manipulasi
Merupakan berorientasi sendiri untuk mendapatkan tujuan yang
diinginkan tanpa memperdulikan orang sekitarnya.
b. Implusif
Tidak bisa melakukan apa-apa dan tidak dapat diandalkan.
c. Narsisme
Merupakan keadaan dimana seorang individu merasa lemah dan
pencemburu.
G. Perencanaan
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
1 Isolasi sosial bd Setelah dilakukan 1. Terapi Aktivitas
perubahan tindakan keperawatan (I.05186)
status mental dd selama 1x2jam maka Observasi
Ds: merasa diharapkan - Identifikasi defisit
ingin sendirian keterlibatan sosial tingkat aktivitas
Do: menarik meningkat dengan - Identifikasi
diri, tidak kriteria hasil: kemampuan
berminat - Minat interaksi berpartisipasi dalam
berinteraksi meningkat aktivitas tertentu
dengan orang - Verbalisasi - Identifikasi sumber
lain tujuan yang jelas daya untuk aktivitas
meningkat yang diinginkan
- Minat terhadap - Identifikasi strategi
aktivitas meningkatkan
meningkat partisipasi dalam
- Verbalisasi aktivitas
isolasi menurun - Identifikasi makna
- Verbalisasi aktivitas rutin (mis.
ketidakamanan bekerja) dan waktu
di tempat umum luang
menurun - Monitor respons
- Perilaku menarik emosional, fisik, sosial,
diri menurun dan spiritual terhadap
- Verbalisasi aktivitas
perasaan berbeda Terapeutik
dengan orang - Fasilitasi fokus pada
lain menurun kemampuan, bukan
- Verbalisasi defisit yang dialami
preokupasi - Sepakati komitmen
dengan pikiran untuk meningkatkan
sendiri menurun frekuensi dan rentang
- Afek aktivitas
murung/sedih - Fasilitasi memilih
menurun aktivitas dan tetapkan
- Perilaku juga tujuan aktivitas
bermusuhan yang konsisten sesuai
menurun kemampuan fisik,
- Perilaku sesuai psikologis dan sosial
dengan harapan - Koordinasikan
orang lain pemilihan aktivitas
membaik sesuai usia
- Perilaku - Fasilitasi makna
bertujuan aktivitas yang dipilih
membaik - Fasilitasi transportasi
- Kontak mata untuk menghadiri
membaik aktivitas
- Tugas - Fasilitasi pasien dan
perkembangan keluarga dalam
sesuai usia menyesuaikan
membaik lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik
rutin
- Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan waktu,
energi
- Fasilitasi aktivitas
motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
- Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara
berat badan
- Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas
komponen memori
implisit dan emosional
- Libatkan dalam
permainan kelompok
yang tidak kompetitif
- Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi
dan diversifikasi
- Libatkan keluarga
dalam aktivitas
- Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan penguatan
diri
- Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya
- Jadwalkan aktvitas
dalam rutinitas
- Berikan penguatan
positif
Edukasi
- Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari
- Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
- Ajarkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual
- Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi
- Anjurkan keluarga
untuk memberi
penguatan positif
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas
- Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas
2. Promosi Sosialisasi
(I.13498)
Observasi
- Identifikasi
kemampuan melakukan
interaksi dengan orang
lain
- Identifikasi hambatan
melakukan interaksi
dengan orang lain
Terapeutik
- Motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam
suatu hubungan
- Motivasi kesabaran
dalam mengembangkan
suatu hubungan
- Motivasi berpartisipasi
dalam aktvitas baru
- Motivasi berinteraksi
diluar lingkungan
- Diskusikan kekuatan
dan keterlibatan dalam
berkomunikasi dengan
orang lain
- Diskusikan
perencanaan kegiatan
dimasa depan
- Berikan umpan balik
positif
Edukasi
- Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
- Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi
pengalaman
- Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri
- Anjurkan penggunaan
alat bantu
- Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil
- Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan
komunikasi
- Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kemenkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS. Jakarta: Kemenkes .
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
PT Refika Aditama.
NANDA . (2018). Nanda International Nursing Diagnoses: Definions &
Classification. Jakarta : EGC.
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Inetervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan . Jakarta : DPP PPNI .
SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI .

Anda mungkin juga menyukai