Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN RESKO PERILAKU KEKERASAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa

Dosen Pengampu : Nia Restiana, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.J

Disusun oleh :

Ahmad Zajuli

E2214401059

D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVEERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2024
A. Definisi

Risiko perilaku kekerasan adalah berisiko membahayakan secara fisik, emosi


dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain (PPNI, 2017). Perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
(Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah
(Depkes, 2007).
B. Faktor predisposisi & presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada
pasien gangguan jiwa antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku
kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi
bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga
diri pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh
contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor
ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya
juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan
pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif,
dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen dan
norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal
dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat
dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa
frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C. Tanda dan gejala/penilaian stressor


Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasan
terdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
D. Sumber koping
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai menjadi 4.
yaitu sebagai berikut :
a. Personal Ability meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah,
kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternatife, kemampuan
mengungkapkan konfrontasi perasaan marah., tidak semangat untuk
menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan interpersonal,
mempunyai pegetahuan dalam pemecahan masalah secara asertif, intelegensi
kurang dalam menghadapi stressor., identitas ego tidak adekuat.
b. Sosial Support meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat. keterlibatan atau
perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai budaya
c. Material Assets meliputi: penghasilan yang layak, tidak ada benda atau barang
yang biasa dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi
hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan
d. Positive Belief meliputi distress spiritua, adanya motivasi, penilaian terhadap
pelayanan kesehatan.
E. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
steress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa
cemas yang timbul karena adanya ancaman.Beberapa mekanisme kopi ng yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain (Afnuhazi, 2015) :
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang tidak baik.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
4. Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak
begitu berbahaya.
F. Rentang respon
Rentang Respon Marah

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku Kekerasan

a. Asertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang

lain, tanpa merendahkan harga diri orang lain.


b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan

c. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan

yang dialami, sifat tidak berani mengemukakan keinginan dan pendapat sendiri,

tidak ingin terjadi konflik karena takut akan tidak disukai atau menyakiti

perasaan orang lain.

d. Agresif adalah sikap membela diri sendiri dengan cara melanggar hak orang

lain.

e. Perilaku kekerasan adalah perilaku destruktif dan tidak terkontrol disebut

sebagai gaduh gelisah atau amuk.

G. Perencanaan
Perencanaan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan Diagnosa Keperawatan
Risiko Prilaku Kekerasan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Rencana Keperawatan Pada Pasien RPK

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


. Keperawatan Hasil
1. Risiko Prilaku Setelah dilakukan 1.Pencegahan Prilaku
Kekerasan tindakan keperawatan Kekerasan (I.14544)
(D.0146) selama ---x--- jam maka Observasi
diharapkan kontrol diri  Monitor adanya benda
menurun dengan yang berpotensi
kriteria hasil : membahayakan (mis,
(L.09076) benda tajam, tall)
 Verbalisasi  Monitor keamanan
ancaman kepada barang yang dibawa
orang lain oleh pengunjung
menurun  Monitor selama
 Verbalisasi penggunaan barang yang
umpatan dapat membahayakan
menurun (mis. pisau cukur)
 Prilaku Terapeutik
menyerang  Pertahankan lingkungan
menurun bebas dari bahaya secara
 Prilaku melukai rutin
diri  Libatkan keluarga dalam
sendiri/orang perawatan
lain menurun Edukasi
 Prilaku merusak  Anjurkan pengunjung
lingkungan dan keluarga untuk
menurun mendukung keselamatan
 Prilaku agresif pasien
menurun
 Suara keras 2.Promosi Koping (I.09312)
menurun Observasi
 Bicara ketus  Identifikasi kemampuan
menurun yang dimiliki
 Identifikasi pemahaman
proses penyakit
 Identifikasi dampak
situasi terhadap peran
dan hubungan
Terapeutik
 Diskusikan perubahan
peran yang dialami
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
 Diskusikan risiko yang
menimbulkan bahaya
pada diri sendiri
 Fasilitasi dalam
memperoleh informasi
yang dibutuhkan
 Berikan pilihan realistis
mengenai aspek-aspek
tertentu dalam
perawatan
 Motivasi untuk
menentukan harapan
yang realistis
Edukasi
 Anjurkan menjalin
hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan
sama
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih penggunaan teknik
relaksasi

H. Review Jurnal
Judul EFEKTIFITAS TERAPI SPIRITUAL WUDHU UNTUK
MENGONTROL EMOSI PADA PASIEN RESIKO
PERILAKU KEKERASAN
Penulis Ika Kusuma Wardhani, Anis Prabowo, Grahita Bara Brilianti
Tahun 2020
Penerbit TRENDS OF NURSING SCIENCE
Analisis PICOT

PICOT Uraian

Population 2 orang pasien yang mengalami resiko perilaku kekerasan


dengan kriteria hasil pasien beragama islam dan mengalami
resiko perilaku kekerasan

Intervention Metode dalam studi kasus ini menggunakan metode


pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi yang meliputi data primer data sekunder serta
ditambah menggunakan instrumen studi kasus yang meliputi :
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
yang dilakukan pada 2 klien yang mengalami resiko perilaku
kekerasan, beragama islam dilakukan selama 6 kali pertemuan.
Intervensinya yaitu dengan terapi spiritual berwudhu

Compare Tidak terdapat perbandingan

Outcome Hasil penelitian ini adalah setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 6 hari klien mampu mengontrol perilaku
kekerasan dan pasien menjadi lebih tenang.

Time Tanggal 9 Maret - 14 Maret 2020


DAFTAR PUSTAKA
Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Ika Kusuma Wardhani, A. P. (2020). EFEKTIFITAS TERAPI SPIRITUAL WUDHU


UNTUK MENGONTROL EMOSI PADA PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN. TRENDS OF NURSING SCIENCE, 74-78.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP
PPNI.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai