Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


PERILAKU KEKERASAN

OLEH

NAMA : ENNY P. N PUARERA


NIM : 131111109
PRODI : KEPERAWATAN C-VIII ANGKATAN 6

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk
melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowitz (2000) dalam
Iyus Yosep (2014)).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku
yang dapat melukai baik secara fisik terhadap diri sendiri atau orang lain (Menurut
Towsend (1998) dalam Iyus Yosep (2014)).

B. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


Dalam bukunya Iyus Yosep (2014) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perilaku kekerasan yaitu:
1. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1) Neurologic factor, beragam komponen dari sistem saraf mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan
mempengaruhi sistem agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif.
3) Cyrcandian rhytm (irama sirkamdian tubuh) memegang peranan pada
individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami
peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk
kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan. Pada jam tertentu orang lebih
muda terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh). Seperti neurotransmitter diotak,
sangat berperan dalam penyimpanan informasi melalui sistem persyarafan
dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui implus neurotransmitter keotak dan
meresponnya melalui serabut efferent.

2
5) Brain area disorder, gangguan pada system limbic dan lobus temporal, trauma
otak, penyakit encephalitis ditemukan sangat berpengruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life spn history). Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpencayaan pada lingkungannya.
2) Imitation, modeling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
dalam menolelir kekerasan. Contohnya, model dan perilaku yang ditiru dari
media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut.
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya, ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati begaimana respon ibu saat marah.
c. Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti ritual-ritual yang cenderung mengarah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menag
sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah dalam masyarakat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
d. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan
bisikan setan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal. Semua
bentuk kekerasan adalah bisikan setan melalui pembuluh darah ke jantung, otak
dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi
bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa
melibatkan akal dan norma agama.

3
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan
dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser.
b. Ekspresi dari tidak tepenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalagunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

C. Rentang Respon Marah


Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Rentang respon kemarahan
individu dimulai dari respon normal (asersif) sampai pada respon sangat tidak normal
(maladaptif) (Iyus Yosep, 2014).

Respons Adaptif Respons Maladaptif


Asersif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkapkan mencapai tidak dapat mengekspresikan marah dan
marah tanpa tujuan mengungkapkan secara fisik, tapi bermusuhan
menyalahkan kepuasan/ saat perasaannya, masih yang kuat dan
orang lain dan marah dan tidak berdaya terkontrol, hilang control,
memberikan tidak dapat dan menyerah mendorong diserai amuk,
kelegaan menemukan orang lain merusak
alternatif dengan ancaman lingungan

4
D. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
(Iyus Yosep 2014):
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot, pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul oang lain
b. Melukai diri sendiri atau orang lain
c. Merusak lingkungan
d. Amuk/ agresif
4. Emosi
Tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, serewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
7. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.

5
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan


Pengkajian
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien,
hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu perawat harus mengkaji pula efek
klien yang berhubungan dengan perilaku agresif. Perilaku yang berkaitan dengan agresif
(Iyus Yosef, 2014):
1. Agitasi motorik: bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul dengan tinju
kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-tiba (katatonia).
2. Verbal: mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian, bicara
keras-keras, menunjukan adanya delusi atau pikiran paranoid.
3. Efek: marah permusuhan kecemasan yang ekstrim mudah terangsang, efek labil.
4. Tingkat kesadaran: bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan
memori, tidak mampu dialihkan.
Perawat dalam mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
memanajemen perilaku agresif, intervensi tersebut dapat melalui rentang intervensi
keperawatan (Farida Kusumawati, 2012).

Strategi preventif Strategi antisipasif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Manajemem krisis


Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asersif Tindakan psikofarmakologi Restrain

Keterangan gambar:
1. Kesadaran diri: perawat harus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan masalah pribadi dan masalah klien.
2. Pendidikan klien: pendidikan yang diberikan pada klien mengenai cara komunikasi
dan cara mengekspresikan marah yang tepat, serta respon adaptif dan maladaptif.

6
3. Latihan asersif: kemampuan dasar perawat yang harus dimiliki adalah berkomunikasi
langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan,
sanggup melakukan komplain dan mengekspresikan penghargaan yang tepat.
4. Komunikasi: strategi komunikasi pada klien dengan agresif.
a. Bersikap tenang
b. Bicara lembut
c. Bicara dengan cara tidak menghakimi
d. Bicara netral dengan cara yang konkrit
e. Hindari intensitas kontak mata langsung
f. Demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan
g. Fasilitasi pembicaraan klien
h. Dengarkan klien
i. Jangan terburu-buru menginterpretasikan
j. Jangan membuat janji yang perawat tidak dapat tepati
5. Perubahan lingkungan: perawat mampu menyediakan berbagai aktivitas untuk
meminimalkan, mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai.
6. Tindakan perilaku: kontak dengan klien untuk membicarakan mengenai perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak.
7. Psikofarmakologi: pemberian obat secara kolaborasi dan mampu menjelaskan
manfaat obat pada pasien dan keluarga.
8. Manajemen krisis: bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka perlu intervensi
yang lebih aktif.
9. Seclusion
a. Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam pengekangan
fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei pengekang) atau isolasi
(menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas
kemauannya sendiri).
b. Pengekangan dengan sprei basah atau dingin
Klien dapat diimobilisasi dengan membalutnya seperti mummi dalam lapisan
sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam
dalam air es. Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat
dan menenangkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang tidak
dapat dikendalikan dengan obat.
7
c. Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau
restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan
karena kebijakan institusi.

F. Pengkajian Perilaku Asersif, Pasif dan Agresif Kekerasan


Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien.
Hal ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut (Iyus Yosep, 2014):
Aspek Asersif Pasif Agresif
Isi pembicaraan Positif, menawarkan Negatif, Menyombongkan
diri, misalnya:“Saya merendahkan diri, diri, merendahkan
mampu, saya bisa, anda misalnya: “Bisakah orang lain,
boleh, anda dapat. ” saya melakukan hal misalnya: “Kamu
itu? Bisakah anda pasti tidak bisa,
melakukannya?.” kamu selalu
melanggar, kamu
tidak pernah
menurut, kamu tidak
akan bisa.”
Tekanan suara Sedang Lambat, mengeluh Keras ngotot
Posisi badan Tegap dan santai Menundukan kepala Kaku, condong ke
depan
Jarak Mempertahankan jarak Menjaga jarak Siap dengan jarak
yang nyaman dengan sikap akan menyerang
mengabaikan orang lain
Penampilan Sikap tenang Loyo, tidak dapat Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak mata Mempertahankan Sedikit/ sama sekali Mata melotot dan
kontak mata sesuai tidak dipertahankan
dengan hubungan

G. Pengkajian Mekanisme Koping Klien


Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien
untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego
seperti (Iyus Yosep, 2014):
1. Displacement, dapat mengungkapkan kemarahan pada objek yang salah. Misalnya
pada saat marah pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan
memukul tembok.

8
2. Proyekti yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri
pada orang lain yang dianggap berkaita, misalnya pada saat nilai buruk seorang
mahasiswa menyalahkan dosen yang tidak becus mengurus nilai.
3. Represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah dan tidak kesal, ia tidak
menoba menyampaikannya kepada orang terdekat atau express feeling, sehingga rasa
marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri
rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul
dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk
melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri,
orang lain dan lingkungan (Iyus Yosep, 2014).

H. Pohon Masalah

Resiko tinggi menciderai


orang lain

Perilaku kekerasan Perubahan persepsi sensori


halusinasi

Inefektif proses terapi Gangguan harga diri Isolasi sosial


rendah

Koping keluarga tidak Berduka disfungsional


efektif

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori, halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Inektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif

9
J. Tindakan Keperawatan
Setelah menegakan diagnosa keperawatan, perawat melakukan beberapa tindakan
keperawatan, baik pada pasien maupun keluarga (Budi Keliat, 2010).
1. Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengidentifikasi peenyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
e. Pasien dapat menyebutkan cara mengendalikan perilaku kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial dan terapi psikofarmakologi.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya, pasien harus merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam
rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontak topic, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan masa lalu
c. Diskusikan perasaan, tanda dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi penyebab
perilaku kekerasan.
d. Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
f. Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
g. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur/ bantal
2) Distraksi melalui pekerjaan seperti membersihkan lantai, membuat batako,
olaraga dan sebagainya
h. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/
verbal: bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal, meminta dan menolak
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
10
i. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
1) Bantu pasien mengendalikan marah secara spiritual: kegiatan ibadah yang
biasa dilakukan
2) Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa
j. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh
meminum obat
1) Bantu pasien minum obat secara teratur dan disertai penjelasan mengenai
kegunaan obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan perilaku
kekerasan.

11
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Perilaku Pasien Keluarga
kekerasan SP1 SP1
atau Resiko 1. Mengidentifikasi peyebab PK 1. Mendiskusikan masalah
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK yang dirasakan keluarga
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan dalam merawat pasien
4. Mengidentifikasi akibat PK 2. Menjelaskan pengertian PK,
5. Meyebutkan cara mengontrol PK tanda dan gejala, serta proses
6. membantu pasien mempraktekan cara fisik I: terjadinya PK
menarik napas dalam 3. Menjelaskan cara merawat
7. Menganjurkan pasien memasukan ”latihan pasien PK
menarik napas” dalam kegiatan harian SP2
SP2 1. Melatih keluarga
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien mempraktekan cara merawat
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara pasien PK
fisik II: pukul kasur bantal 2. Melatih keluarga melakukan
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam cara merawat langsung
jadwal kegiatan harian kepada pasien PK
SP3 SP3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 1. Membantu keluarga
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara membuat jadwal aktifitas
verbal: mengungkapkan perasaan marah dirumah (termasuk minum
dengan baik, meminta dengan baik, obat)
menolak dengan baik 2. Menjelaskan follow up
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam pasien setelah pulang
jadwal kegiatan harian
SP4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
SP5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
minum obat yang benar
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian

12
Daftar Pustaka
Keliet, Budi. 2010. Model Praktik Keperawaan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida. Yudi Hartono. 2012. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Yosep Iyus. Titin Sutini. 2014. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

13

Anda mungkin juga menyukai