Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing :
Yulia Anggraeni H.P, S.Kep , M.Epid

Disusun Oleh :
Syipa Febri Aulia
1440118074

Tingkat 3BProgram Keahlian DIII Keperawatan


JL. Mahkota Raya 32-B, Komplek Pondok Duta I, Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa
Barat 16451
A. MASALAH UTAMA
Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).

2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
anusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang di ekspresikan
dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya
akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan
agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa
internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak
dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan
marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai dasar
biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks
hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,
mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus
temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:

1) Masa kanak-kanak yang mendukung


2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap

4. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Rentang Respon
Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu
rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai
dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak
normal (maladaptif).

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau
bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini
data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga
yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang
menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).
C. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

Gambar 2.Pohon Masalah

D. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

E. DATA YANG PERLU DIKAJI


Data yang perlu dikaji :
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang
kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan/amuk
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang
kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Risiko perilaku kekerasan

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Risiko Perilaku kekerasan
a. Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunganya.
b. Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan salingpercaya.
Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
interaksi
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya :
(1) Beri salam terapeutik
(2) Perkenalkan diri
(3) Tanyakan nama dan nama panggilan
(4) Jelaskan tujuan interaksi
(5) Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat )
(6) Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang
b) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
c) Lakukan kontak singkat tetapi sering
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Rasional: Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal
penanganan
Tindakan:
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan dengan sikap
tenang
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
Rasional: Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat melakukan
perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat
jengkel/marah.
b) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
c) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialami
klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Rasional: Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan
destruktif
Tindakan:
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien (verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri
sendiri)
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Rasional: Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien
dapat mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.
Tindakan:
a) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
b) Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c) Tanyakan pada klien apakah ”apakah ingin mempelajari cara baru yang
sehat”
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan.
Rasional: Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat menghindari perilaku
kekerasan.
Tindakan:
a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
b) Beri reinforcement positif atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah
perilaku kekerasan, yaitu: tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal.
d) Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien
e) Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam
f) Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali
g) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam
h) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan
dilaksanakan sendiri oleh klien
i) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari
j) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara pencegahan perilaku
kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian
(self evaluation)
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku
kekerasan.
Rasional: dengan berbicara yang baik (meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan) dapat menhindari perilaku kekerasaan.
Tindakan :
a) Diskusikan cara bicara yang baik pada klien.
b) Beri contoh cara bicara yang baik: meminta dengan baik, menolak dengan
baik dan mengungkapkan perasaan yang baik).
c) Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.
d) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat
dilakukan diruangan.
e) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku
kekerasan
Rasional: ibadah yang biasa dilakukan dapat digunakan untuk menetramkan
jiwa sehingga perilaku kekerasan dapat terhindar
Tindakan:
a) Diskusikan dengan klien tentang kegiatan ibadah yang pernah dilakukan
b) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapt dilakukan
c) Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanan kegiatan ibadah
d) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self evaluation)
9) Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku
kekerasan.
Rasional: Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan
bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri.
Tindakan:
a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama,
warna, besar); waktu minum obat;cara minum obat.
b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur.
c) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).
d) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e) Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang
tidak menyenangkan.
f) Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
10) Klien dapat mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): stimulasi persepsi
pencegahan perilaku kekerasan.
Rasional: dengan mengikuti TAK klien bisa mengungkapan perasaan yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan kepada temen dan perawat.
Tindakan:
a) Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku
kekerasan.
b) Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK dan beri pujian
atas keberhasilanya.
11) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan perilaku
kekerasan.
Rasional: Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien, dengan
melibatkan keluarga, maka mencegah klien kambuh.
Tindakan:
a) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
b) Jelaskan cara-cara merawat klien: terkait dengan cara mengontrol perilaku
marah secara konstruktif, sikap dan cara bicara.
c) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab marah
dan cara menghadapi klien saat marah
d) Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN II

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Data Subjektif:

 Klien mengatakan senang dan sedikit tenang setelah ber- kenalan.

 Klien mengatakan rasa kesal sedikit menghilang setelah tarik napas dalam.

Data Objektif:

 Klien menjawab pertanyaan dengan nada bicara keras dan cepat.

 Klien nampak tegang saat berinteraksi.

 Mata klien tampak melotot dan kesal.

 Klien menjawab pertanyaan dengan singkat.

 Klien tampak bermusuhan.

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko Perilaku Kekerasan

B. Strategi Komunikasi

1. Orientasi:

a. Salam terapeutik
“Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?"

b. Evaluasi

"Bagaimana perasaan ibu hari ini?"

c. Kontrak

1) Topik : "sesuai janji saya dua jam yang lalu, sekarang saya datang lagi

untuk berdiskusi dengan bapak tentang mengontrol marah dengan cara

fisik, untuk cara yang kedua.”

2) Waktu : “Mau berapa lama bercakap-cakapnya? Bagaimana jika 10


menit, dari jam 4 sampai jam 4 lewat 10 menit ?”
3) Tempat : "untuk tempat nya disini saja ya bu?”

2. Kerja:

“Jika ada sesuatu yang membuat ibu merasa jengkel, selain dengan napas dalam,

bapak juga bisa mengontrolnya dengan memukul kasur atau bantal.”

“Sekarang mari kita latihan memukul bantal atau kasur. Nah, mana kamar ibu?

Jadi, jika nanti ibu merasa kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan

lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul bantal atau kasur. Nah, coba ibu

lakukan. Bagus... Ibu dapat melakukannya.”

“Kekesalan dilampiaskan pada kasur dan bantal.”

“Cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada rasa marah. Dan jangan lupa

rapikan kembali tempat tidurnya.”

3. Terminasi:

a. Evaluasi
a) Subjektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah latihan menyalurkan

amarah?”

b) Objektif : "Ada berapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi.

Bagus!”

b. Rencana tindak lanjut

“Sekarang mari kita masukkan jadwal latihan memukul kasur dalam aktivitas

ibu. Lalu bila ada keinginan marah sewaktu-waktu segera gunakan kedua cara

tadi ya ibu.”

c. Kontrak yang akan datang

a) Topik : “Besok pagi kita berjumpa lagi untuk belajar cara mengontrol

amarah dengan belajar bicara yang baik.”

b) Waktu : Bagaimana kalau kita bertemu besok pukul 10.00 pagi? Ibu mau
mengobrol berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”
c) Tempat : “Ibu mau mengobrol di mana? Bagaimana jika di sini lagi?"
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP. Jakarta: Selemba Medika

Said, S.2013. Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19 April
2014 dari http://nandarnurse.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-askep
perilaku.html#axzz2zLFTehEC

Sembiring, E.2011.Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19 April 2014 dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27602/4/Chapter%20II.pdf.

Sertiawan, L. B.2013.Keperawatan Jiwa : Perilaku Kekerasan. Diunduh pada Tanggal 24


April 2014 dari http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-
perilaku-kekerasan

Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai