Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL KEPERAWATAN JIWA

“Terapi Aktifitas Kelompok pada pasien dengan Perilaku Kekerasan”

Dosen Pengampu: Ns. Rina Mariani,S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh: Kelompok 3

1. Muhammad Haikal Putrahadi (1914471004)


2. Erwan Muhabibi (1914471012)
3. Eka Widia Sari (1914471013)
4. Rika Melia (1914471014)
5. Luthfi Firmanda (1914471017)
6. Muhammad Khoiri Akbar (1914481043)

Tingkat 2 Reguler I

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PRODI KEPERAWATAN KOTABUMI

TAHUN AJARAN 2020/2021


TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PERILAKU KEKERASAN

I. Latar Belakang
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah Sakit Jiwa
Kurungan Nyawa, sebagian besar klien masuk RSJ Kurungan Nyawa karena pasien
memiliki riwayat melakukan perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang
memiliki kriteria perilaku kekerasan Oleh karena itu, perawat akan melakukan “Terapi
Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK PK)” agar Klien tidak menciderai diri
sendiri maupun orang lain.

II. Landasan Teori


A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000)

2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di
ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan
dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut
freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan
tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa
internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks
hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,
mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus
temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
4. Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu
rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai
dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak
normal (maladaptif).

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau
bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini
data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif).

B. Terapi Aktivitas Kelompok


1. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama ( Stuart & Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani
sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi
dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik
yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

2. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada
konstribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu
satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik,
serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki
diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi
sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat
yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi.

3. Kriteria Pasien
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok
iniadalah:
a. Klien dengan riwayat perilakukekerasan.
b. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang.
c. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)

4. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas:
1) Mengkoordinasiseluruhkegiatan.
2) Memimpinjalannyaterapikelompok
3) Memimpindiskusi.
b. Co-Leader, bertugas :
1) Membantu leader mengkoordinasiseluruhkegiatan.
2) Mengingatkan leader jikaadakegiatan yang menyimpang.
3) Membantumemimpinjalannyakegiatan.
4) Menggantikan leader jikaterhalang tugas.
c. Fasilitator, bertugas:
1) Memotivasipesertadalamaktivitaskelompok.
2) Memotivasianggotadalamekspresiperasaansetelahkegiatan.
3) Membimbingkelompokselamapermainandiskusi.
4) Membantu leader dalammelaksanakankegiatan.
5) Bertanggungjawabterhadapprogramantisispasimasalah.
d. Observer, bertugas :
1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir.
2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3) Mengobservasi perilaku pasien

5. Setting Tempat

Keterangan :
: Leader
: Co-leader
: Observer
: Fasilitator
: Klien
6. Peserta
4) Ny. T
Data fokus:
Pasien suka marah-marah dan berbicara kasar..
5) Ny. S
Data fokus :
Pasien dibawa ke Rumah Sakit karena melempar batu kepada ibunya,
berkelahi dengan ibunya.
c. Ny. A
Data fokus :
Pasien suka melempar barang-barang ke orang yang mengganggunya saat dia
merasa terganggu.
d. Ny. E
Data fokus :
Pasien di bawa ke RSG karena memukul ibunya dan mengamuk di masjid.
e. Ny. B
Data fokus :
Pasien suka ngedumel sendiri dan berbicara kasar.
f. Nn. T
Data fokus :
Pasien mengamuk.
Terapi Stimulasi Persepsi terbagi dalam 5 sesi

Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan

A. Tujuan :
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan

B. Setting :
1. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat :
1. Papan tulis / flipchart/ whiteboard
2. Kapur/ spidol
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader : Luthfi Firmanda
2. Co-leader : Muhammad Haikal Putrahadi
3. Observer : Muhammad Khoiri Akbar
4. Fasilitator : Eka Widia Sari
Rika Melia
Erwan Muhabibi

E. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ simulasi

F. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
b. Membuat kontak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2) Menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1) Tanyakan pengalaman tiap klien
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab
marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan gejala)
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal, merusak
lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri sendiri)
1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak berbahaya
(terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan perilaku kekerasan).
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi.
g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan akibat
perilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab marah,
yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta akibat perilaku
kekerasan.
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab ; tanda dan gejala; perilaku kekerasan
dan akibatnya yang belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang diharapkan adalah mengetahui
penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Formlir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 1: TAK
Simulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan psikologis
Memberi tanggapan tentang
No Nama Klien Penyebab PK Tanda& Gejala Perilaku Akibat
PK Kekerasan PK

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilakuk
kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1. TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasan. Klien mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan
tidak diberi uang), mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”),
perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan
dibawa ke rumah sakit jiwa). Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika semua
dirasakan selama dirumah sakit.

Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik

A. Tujuan:
1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan

B. Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.
2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat:
1. Kasur / kantong tinju/ gendang
2. Papan tulis/ flipchart/ witheboard
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader : Luthfi Firmanda
2. Co-leader : Muhammad Haikal Putrahadi
3. Observer : Muhammad Khoiri Akbar
4. Fasilitator : Eka Widia Sari
Rika Melia
Erwan Muhabibi
E. Metode:
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ stimulasi

F. Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis pada pasien
2. Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi /validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menyanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab; tanda dan
gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap Kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1) Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa dilakukan
klien
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan kemarahan
secara sehat : tarik napas dalam, menjemur/memukul kasur/bantal, menyikat kamar
mandi, main bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang.
c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
1) Terapis mempraktikan
2) klien melakukan redemonstrasi
e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran kemarahan
f. Upayakan semua klien berperan aktif

4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan
b. Tindak lanjut
1.Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika stimulus penyebab
perilaku kekerasan
2. Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari
3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1. Meyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang asertif
2. Meyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan Sesi 2, kemampuan yang di harapkan adalah 2 kemampuan
mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut :

Sesi 2
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik

Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara


No Nama Klien
yang pertama fisik yang kedua
1
2

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan dua cara fisik
untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda jika klien mampu dan tanda jika
klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2 TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien
mampu mempraktikkan tarik napas dalam, tetapi belum mampu mempraktikkan pukul kasus
dan bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).

Sesi 3: Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial

A. Tujuan:
1. Klien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa.
2. Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan.
B. Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.

C. Alat:
1. Papan tulis / flipchart/whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader : Luthfi Firmanda
2. Co-leader : Muhammad Haikal Putrahadi
3. Observer : Muhammad Khoiri Akbar
4. Fasilitator : Eka Widia Sari
Rika Melia
Erwan Muhabibi

E. Metode:
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran / simulasi

F. Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 2.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah serta perilaku
kekerasan.
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara sosial untuk mencegah perilaku
kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut.
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
terapis.
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari orang
lain.
b. Menuliskan cara-cara yang disampaikan klien.
c. Terapis mendemonstrasikan cara meninta sesuatu tanpa paksaan, yaitu “Saya
perlu / ingin/ minta ..., yang akan saya gunakan untuk...”.
d. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin
c.
e. Ulangi d. sampai semua klien mencoba.
f. Memberikan pujian pada peran serta klien.
g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati
pada orang lain, yaitu “Saya tidak dapat melakukan ...” atau “Saya tidak
menerima dikatakan ...” atau “Saya kesal dikatakan seperti ...”.\
h. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin
d.
i. Ulangi h sampai semua klien mencoba.
j. Memberikan pujian pada peran serta klien.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosil yang asertif ,
jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi.
2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dn interaksi sosial yang asertif secara
teratur.
3. Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan ibadah.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan Sesi 3, kemampuan klien yang diharapkan adalah mencegah
perilaku kekerasan secara sosial. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 3: TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan sosial

Memperagakan Memperagakan Memperagakan cara


No. Nama klien cara meminta cara menolak mengungkapkan
tanpa paksa yang baik kekerasan yang baik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikan pencegahan perilaku
kekerasan secara social : meminta tanpa paksa, menolak dengan baik , mengungkapkan
kekesalan dengan baik. Beri tanda centang jika klien mampu dan tanda silang jika klien
tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3, TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien
mampu memperagakan cara meminta tanpa paksa, menolak dengan baik dan mengungkapkan
kekerasan. Anjurkan klien mempraktikan di ruang rawat ( buat jadwal).

Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual


A. Tujuan:
Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur.

B. Setting:
1. Terapis dan k lien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.

C. Alat:
1. Papan tulis/flipchart/whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian:
5. Leader : Luthfi Firmanda
6. Co-leader : Muhammad Haikal Putrahadi
7. Observer : Muhammad Khoiri Akbar
8. Fasilitator : Eka Widia Sari
Rika Melia
Erwan Muhabibi

E. Metode:
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan Tanya jawab
3. Bermain peran /simulasi

F. Langkah Kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi
b. Menyiapkan alat dan tempat

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluas/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta perilaku
kekerasan
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi social yang asertif untuk mencegah
perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku
kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut.
a. Jika ada klien yang meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja
a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing masing klien.
b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing masing klien.
c. Menuliskan kegiatan ibadah masing masing klien.
d. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah.
e. Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
f. Memberikan pujian pada penampilan klien.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif, dan
kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi.
2) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi social yang asertif, dan
kegiatan ibadah secara teratur.
3) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan dating
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu minum obat teratur.
2) Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan Sesi 4, kemampuan klien yang diharapkan adalah perilaku 2
kegiatan ibadah untuk mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut:

Sesi 4 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan spiritual

Mempraktikkan Mempraktikkan
No Nama Klien
Kegiatan ibadah pertama Kegiatan ibadah kedua
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua kegiatan
ibadah pada saat TAK. Beri tanda centang jika klien mampu dan tanda silang klien
tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimilki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien.Contoh : klien mengikuti sesi 4 , TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien
mampu memperagakan dua cara ibadah. Anjurkan klien melakukannya secara teratur di
ruangan( buat jadwal).
Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi Obat

A. Tujuan :
1. Umum : Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh
mengkonsumsi obat.
2. Khusus :
a) Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat.
b) Klien dapat menyebutkan akibat/kerugian tidak patuh minum obat.
c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
B. Setting :
1. Terapis danKlien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.

C. Alat :
1. Papan tulis/flipchart/whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien
4. Beberapa contoh obat

E. Pengorganisasian :
1. Leader : Luthfi Firmanda
2. Co-leader : Muhammad Haikal Putrahadi
3. Observer : Muhammad Khoiri Akbar
4. Fasilitator : Eka Widia Sari
Rika Melia
Erwan Muhabibi

E. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab

F. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 4
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan.
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik, interaksi social yang asertif dan kegiatan
ibadah untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu patuh minum obat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut :
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien : nama dan warna (upayakan tiap
klien menyampaikan)
b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien.
c. Tuliskan di whiteboard hasil a dan b.
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat,
benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.
e. Menjelaskan tentang prinsip 5 benar dan meminta klien menyebutkan lima benar
cara minum obat, secara bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard)
h. Mendiskusikan peranan klien jika teratur minum obat (catat di whiteboard).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
perilaku kekerasan/kambuh.
j. Menjelaskan akibat/kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian perilaku
kekerasan/kambuh.
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian
tidak patuh minum obat.
l. Member pujian setiap kali klien benar.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menyanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi social asertif,
kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.
2) Memasukkan minum obat dalam jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan disepakati jika klien
perlu TAK yang lain.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap keraj. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui lima
benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
Formulir evaluasi sebagai berikut :

Sesi 5 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
Menyebutkan Menyebutkan
Nama Menyebutkan akibat
No lima benar keuntungan
Klien tidak patuh minum obat
minum obat minum obat

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima benar cara minum
obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Beri tanda v jika klien
mampu dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada cartatan proses keperawatan tiap
klien. Contoh : klien mengikuti sesi 5, TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien
mampu menyebutkan lima benar cara minum obat, belum dapat menyebutkan keuntungan
minum obat dan akibat tidak minum obat. Anjurkan klien mempraktikan lima benar cara
minum obat, bantu klien merasakan keuntungan minum obat, dan akibat tidak minum obat.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok.Jakarta:EGC
Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai