Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BPH (BENIGNA PROSTAT


HYPERPLASIA)

NAMA : SHELLY NUGRAHA

NIM : 22221099

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2021
1. Definisi BPH

BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar


prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013).
Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah
sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki
dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk, 2014 ).

2. Etiologi

Menurut (Haryono, 2013:114) penyebab pasti terjadinya BPH sampai sekarang


belum diketahui. Namun kelenjar prostat jelas sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan, ada
beberapa faktor yang memungkinkan menjadi penyebab antara lain:

a. Dehidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa redukase dan reseptor androgen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testosteron
Pada proses penuaan yang dialami pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosterone yang mengkibatkan hiperlasia stroma.
c. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblast growth faktor dan
penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hiperlpasia stroma dan
epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkatkan menyebabkan peningkatan yang lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus uregenital untuk berproliferasi dan membentuk jaringan prostat.
3. Manifestasi Klinis

Menurut (Haryono, 2013:116), gejala-gejala pembesaran prostat jinak


dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang dibedakan menjadi:

a. Gejala Obstruktif, yaitu:

1) Hesistansi yaitu memulai kecing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh otot detrusor buli-buli memerlukan waktu beberapa
lama untuk meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan dalam
uretra prostatika.

2) Intermintensi yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh


ketidakmampuan otot destrusor dalam mempertahankan tekanan intravesikal
sampai berakhirnya miksi.

3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.

4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran detrusor


memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. 5) Rasa tidak puas
setelah berakhirnya buang air kecil b. Gejala Iritasi:

1) Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nokturia) dan pada siang hari.

3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.


4. Komplikasi

Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :

a) Aterosclerosis

b) Infark jantung

c) Impoten

d) Haemoragik post operasi

e) Fistula

f) Struktur pasca operasi dan inconentia urin

g) Infeksi

5. Implementasi

Menurut Rosdahl & Kowalski (2017), penatalaksanaan yang di lakukan yaitu:

a. Pre- operasi

1) Premedikasi Adalah pemberian obat-obatan sebelum anastesi, untuk


mendapatkan kondisi yang diharapkan oleh anestesiologis (pasien tenang,
hemodinamik stabil, post anastesi baik, anastesi lancar). Diberikan pada malam
sebelum operasi dan beberapa jam sebelum anastesi 1-2 jam.

2) Tindakan umum

a) Memeriksa catatan klien dan program pre-operasi.

b) Klien di jadwalkan untuk berpuasa kurang lebih selama 8 jam sebelum dilakukan
pembedahan.

c) Memastikan klien sudah menandatangani lembar persetujuan bedah.


d) Memeriksa riwayat medis untuk mengetahui obat-obatan, pernafasan dan
jantung.

e) Memeriksa hasil catatan medis klien seperti hasil laboratorium, EKG


(elektrokardiogram) dan rontgen dada

f) Memastikan klien tidak memiliki alergi obat.

3) Sesaat sebelum operasi

a) Memeriksa klien apakah sudah menggunakan identitasnya.

b) Memeriksa tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, pernafasan tekanan darah.

c) Menyediakan stok darah klien pada saat persiapan untuk pembedahan.

d) Klien melepaskan semua pakaian sebelum menjalanin pembedahan, dan klien


menggunakan baju operasi.

e) Semua perhiasan, benda-benda berharga gigi palsu, jepit rambut lensa kontak,
alat bantu pendengaran dan kacamata harus dilepas.

f) Membantu klien berkemih sebelum pergi keruang operasi.

g) Membantu klien untuk menggunakan topi operasi.

h) Memastikan semua catatan pre-operasi sudah lengkap dan sesuai dengan


keadaan klien.

b. Intra operasi di lakukan di ruang operasi

c. Post operasi

1) Setelah dilakukan pembedahan klien akan di pantau di PACU untuk memantau


tanda- tanda vitalnya, sampai ia pulih dari anastesi dan bersih secara medis untuk
meninggalkan unit. Dilakukan pemantauan spesifik termasuk ABC yaitu airway,
breathing, circulation. Tindakan dilakukan untuk upaya pencegahan post-operasi,
ditakutkan ada tanda-tanda syok seperti hipotensi, takikardi, gelisah, susah
bernafas, sianosis, SpO2 rendah.
2) Membantu klien dalam latihan post-operasi yaitu membebat insisi berguna untuk
meredekan tekanan garis jahitan abdomen untuk meredakan nyeri. Teknik ini
membantu membuat batuk atau pernafasan dalam menjadi lebih nyaman dan
meningkatkan oksigenasi lebih baik.

3) Latihan tungkai (ROM).

4) Memberikan tindakan dukungan tambahan yaitu memberikan nutrsi yang


adekuat, untuk membentuk kembali jaringan setelah trauma pembedahan, klien
memerlukan nutrisi yang lebih dari kebutuhan tubuh normal, tinggi protein
diperlukan untuk membentuk kembali jaringan yang terluka dan mempercepat
proses penyembuhan luka operasi.

5) Irigasi luka harus dengan teknik steril atau teknik bersih. Pengantian balutan
harus dengan teknik aseptik.

6. Patofisilogi dan pathway

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,
dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi
testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon
ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan
kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih
sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan
itu (Presti et al, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini
diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang
lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah
satunya adalah TURP (Joyce, 2014) .

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra


menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy
menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan
saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Fase pre-operasi dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika


keputusan untuk intervensi bedah di buat dan berakhir ketika pasien
di kirim ke meja operasi. Lingkup aktifitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencangkup penetapan pengkajian dasar pasien
ditatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara pra-operasi, dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan
(Brunner & Suddart, 2002:426).
Menurut Rosdahl & Kowalski (2017), post-operasi adalah setelah
pembedahan (pemulihan dari pembedahan). Komplikasi post-operasi
menurut Rosdahl & Kowalski (2017):
a. Hemoragi

Terkadang terjadi post-operasi, oleh karena itu inspeksi balutan


luka klien dengan sering.
b. Mual

Jika klien mengeluh mual, berikan obat yang telah di programkan


untuk mencegah emesis.
c. Konstipasi

Gangguan diet normal dan jadwal eliminasi, obat pengering, obat


nyeri, dan kelambatan peristaltik menyebabkan konstipasi.
Menurut Purwanto (2016), untuk menegakan diagnosa BPH dilakukan
beberapa cara antara lain:

1. Pengkajian

Anamnesis yang dilakukan dengan cara menanyakan kumpulan


gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symtom) antara lain: hesistensi, pancaran urin lemah,
intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi,
frekuensi dan disuria.

Pemeriksaan Fisik dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah,


nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan
pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin
serta urosepsis sampai syok-septik.
Menurut Purwanto (2016), untuk menegakan diagnosa BPH dilakukan
beberapa cara antara lain:

2. Pengkajian
Anamnesis yang dilakukan dengan cara menanyakan kumpulan
gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symtom) antara lain: hesistensi, pancaran urin lemah,
intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi,
frekuensi dan disuria.

Pemeriksaan Fisik dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah,


nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan
pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin
serta urosepsis sampai syok-septik.

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk


mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis, pada daerah
supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol, pada saat di
palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa menonjol,
saat palpasi terasa ingin miksi, perkusi dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya residual urin.

Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,


striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis.

Recktal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk


menentukan konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan
besarnya prostat. Dengan rectal tocher dapat diketahui derajat
dari BPH yaitu: derajat 1 beratnya kurang lebih 20 gram, derajat 2
beratnya kurang lebih 20 – 40 gram, derajat 3 beratnya lebih
dari 40 gram.

3. Diagnosa keperawatan BPH


Menurut Purwanto (2016), diagnosa keperawatan yang mungkin
timbul adalah sebagai berikut :
a. Pre – operasi

1) Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik,


pembesaran prostat, dekompensasi otot detrusor dan
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi secara
adekuat.
2) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi
kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
pembedahan mayor
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur pembedahan
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
6) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung
kemih

7) Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan


induksi implus diatas arkus refleks
8) Inkontinensia urin stress berhubungan dengan kelemahan
instrinsik uretra, kekurangan estrogen, peningkatan tekanan intra
abdomen

b. Post – operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan


insisi sekunder pada TURP
2) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur kriteria: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
3) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

4) Risiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan


impoten akibat dari TURP
5) Defisit pengetahuan: tentang TURP berhubungan dengan
kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek
pembedahan

4. Perencanaan Rencana keperawatan Pre- operasi

Rencana asuhan keperawatan pasien dengan pre-operasi BPH


terdapat pada tabel berikut

Tabel 2.1

Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Pre-operasi


BPH
No. Diagnosa Tujua Rencana
Keperawata n Tindakan
n Keperawatan
1 2 3 4
1. Retensi urin Eliminasi urin Perawatan
berhubungan Setelah dilakukan Selang: Kateter
dengan obstruksi asuhan 1. Dorong pasien
mekanik, keperawatan untuk berkemih
pembesaran selama 3x24 jam tiap 2-4 jam dan
prostat, diharapkan klien bila tiba-tiba
dekompensasi dengan kriteria dirasakan
otot hasil:
detrusor dan berkemih dalam
1 2 3 4
dan jumlah yang 2. Observasi
ketidakmampuan cukup, tidak aliran urin,
kandung kemih teraba distensi perhatikan
untuk kandung kemih ukuran
berkontraksi kekuatan
secara adekuat pancaran urin
Awasi dan
catat waktu
sewaktu serta
jumlah setiap
kali berkemih
3. Berikan
cairan sampai
3000 ml
dalam sehari
toleransi jantu
ng
4. Berikan obat
sesuai indikasi
2. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri,
dengan iritasi asuhan perhatikan lok
mukosa buli- keperawatan asi, intensitas
buli, distensi selama 3x 24 jam (skala 0-10)
kandung kemih, diharapkan nyeri 2. Pertahankan
kolik ginjal, hilang atau patensi kateter
infeksi urinaria terkontrol dengan dan sistem
kriteria hasil: darinase,
1. Klien pertahankan
melaporkan selang
nyeri hilang/ bebas dari
terkontrol, lekukan dan
menunjukan bekuan
keterampilan 3. Pertahank
relaksasi dan an
aktifitas tirah barin
terapeutik ses g
uai indikasi 4. Berikan
untuk situasi kenyamanan
individu (sentuhan
tampak rileks, terapuetik,
tidur / pengubahan
istirahat posisi,
dengan tepat pijatan
punggung)
5. Berikan
lampu
penghangat b
ila
diindikasikan
6. Kolaborasi dal
am pemberian
antispamodik
1 2 3 4
3 Resiko Keseimbang Monitor Cairan
ketidakseimbang an Cairan 1. Awasi keluar
an cairan Hidrasi an tiap jam
berhubungan Keseimbanga bila
dengan prosedur n diindikasikan
pembedahan cairan tubuh 2. Perhatikan
mayor tetap keluaran100-
terpelihara den 200 ml
gan kriteria 3. Pantau
hasil : masukan dan
1. haluan cairan
Mempertahank 4. Awasi tanda-
an hidrasi tanda vital,
adekuat perhatikan
dengan: tanda- peningktan n
tanda vital adi dan
stabil, nadi pernafasan,
perifer teraba, penurunan
pengisian tekanan
perifer baik, darah,
kriteria lembab diaphoresis,
dan keluaran pucat
urin tepat 5. Tingkatkan tir
ah baring
dengan
kepala lebih
tinggi
6. Kolaborasi dal
am memantau
pemeriksaan
labolatorium
sesuai indikasi
4 Ansietas Tingkat Pengurangan
berhubungan Kecemasan Kecemasan
dengan Setelah dilakukan 1. Dampingi
perubahan status asuhan klien dan bina
kesehatan atau keperawatan hubungan sali
menghadapi selama 3x24 jam ng percaya
prosedur Pasien tampak 2. Memberikan
pembedahan rileks dengan informasi
kriteria hasil: tentang
1. Menyatakan prosedur tinda
pengetahuan kan yang akan
akurat tentang dilakukan
situasi, 3. Dorong pasi
menunjukan en atau
rentang yang orang
tepat tentang terdekat
perasaan dan untuk
penurunan rasa menyatakan
takut masalah ata
u
perasaan
1 2 3 4
5 Kurang Pengetahuan: Pengajaran
pengetahuan Proses Penyakit Preoperatif
tentang kondisi, Setelah dilakukan 1. Dorong
prognosis dan asuha pasien
kebutuhan keperawatan menyatakan r
pengobatan selama 3x24 jam asa takut
berhubungan pemahaman perasaan
dengan tentang proses dan perhatian
kurangnya penyakit dan 2. Kaji
informasi prognosisnya ulang proses
dengan kriteria penyakit
hasil: pengalaman
1. Melakukan pasien
perubahan pola
hidup/perilaku
dalam
pengobatan
6 Gangguan Eliminasi Urin Manajemen
eliminasi urin Setelah dilakukan Eliminasi
berhubungan asuhan Perkemihan
dengan iritasi keperawatan 1. Monitor elimin
kandung kemih selama 3x 24 jam asi urin
dapat melakukan termasuk
pembuangan urin frekunsi,
dengan kriteria konsistensi,
hasil: bau, volume
1. Warna dan warna
urin tidak 2. Pantau
pekat tanda-
2. Dapat tanda
mengosongkan gejala
kandung kemih retensi urin
3. Tidak ada 3. Anjurkan
darah pasien untuk
dalam urin mengosongkan
4. Tidak kandung
terjadi kemih
retensi uri sebelum prose
n dur
4. Catat waktu
berkemih
pertama setel
ah prosedur
7 Inkontinensia Kontinensia Urin Perawatan
urin refleks Setelah dilakukan Inkontinensia Uri
berhubungan asuhan n
dengan keperawatan 1. Identifikasi fak
kerusakan selama 3x24 jam tor apa saja
induksi implus dapat yang
diatas arkus mengendalikan menyebabkan
refleks untuk berkemih inkotinensia ur
dengan kriteria in
hasil: 2. Jelaskan
1. Dapat penyeba
mengenali b
keinginan untuk terjadin
ya
1 2 3 4
berkemih, dapat inkontinensia
mengosongkan urin
kandung kemih 3. Monitor elimin
asi urin
4. Batasi makanan
yang
mengiritasi
kandung kemih
8 Inkontinensia Kontinensia Urin Latihan Otot
urin stress Setelah dilakukan Pelvis
berhubungan asuhan 1. Kaji kemampu
dengan keperawatan an
kelemahan selama 3x24 jam urgensi berke
instrinsik uretra, dapat mih pasien
kekurangan mengendalikan 2. Instruksikan
estrogen, untuk berkemih pasien
peningkatan dengan kriteria menahan
tekanan hasil: otot-otot 
intrabdomen 1. Dapat mengen sekitar uretra
ali keinginan dan anus,
untuk kemudian
berkemih relaksasi
2. Dapat menahan
mengosongkan buang
kandung kemih air kecil,
3. Informasikan
pasien bahwa
latihan ini
akan efektif
jika
dilakukan sela
ma 6-
12 minggu
Perawatan
Inkontinensia Uri
n
1. Identifikasi fak
tor apa saja
yang
menyebabkan
inkotinensia ur
in
2. Jelaskan
penyebab
terjadinya
inkontinensia
urin
Rencana keperawatan Post- operasi

Rencana asuhan keperawatan pasien dengan post-operasi BPH


terdapat pada tabel berikut :
Tabel 2.2

Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Post-operasi BPH

No. Diagnosa Tujua Rencana


keperawata n Tindakan
n Keperawatan
1 2 3 4
1. Nyeri Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan 1. Klien 1. Jelaskan pada
dengan spasmus mengatakan ny klien tentang
kandung eri gejala dini
kemih dan insisi berkurang/ hila spasmus kandu
sekunder ng ng kemih
pada TURP 2. Ekspresi waj 2. Pemantuan
ah klien pada
klien tenang interval yang
3. Klien teratur selama
menujukan 48 jam, untuk
keterampilan mengenal
relaksasi gejala-gejala 
4. Klien akan dini dan
tidur/istirah spasmus
at kandung kemi
5. Tanda-tanda  h
vital dalam 3. Jelaskan pada
batas normal klien
intensitas,
frekuensi
akan
berkurang dal
am 24-48 jam
4. Beri
penyuluhan
pada klien
agar tidak
berkemih ke
seputar kateter
5. Anjurkan
pada klien
untuk tidak
duduk dalam
waktu
yang lama
sesudah tinda
kan TURP
6. Ajarkan
penggunaan
teknik relaks
asi
nafas dalam
1 2 3 4
7. Jagalah selang
drainase urin
tetap aman
untuk
mencegah
peningkatan
tekanan
pada
kandung
kemih
8. Irigasi katet
er jika
terlihat
bekuan
pada selang
9. Observasi tan
da- tanda vital
10. Kolaborasi
dengan
dokter untuk
memberi
obat-obatan
(analgesik at
au
anti spamodik
2 Risiko tinggi Keparahan Perlindungan
infeksi Infeksi Infeksi
berhubungan 1. Klien 1. Pertahankan
dengan prosedur tidak sistem kateter
invasif: alat mengala steril, berikan
selama mi perawatan kate
pembedahan, infeksi ter
kateter, irigasi 2. Dapat dengan steril
kandung kemih mecapai 2. Anjurkan inta
sering waktu ke cairan
penyembuhan yang cukup
tanda-tanda  (2500- 3000)
vital dalam sehingga
batas normal dapat
dan tidak ada menurunkan
tanda-tanda potensi infeks
shok i
3. Mempertahak
an posisi
urobag
dibawah
Observasi tan
da- tanda
vital, laporkan
tanda- tanda
shock dan
demam
4. Observasi urin:
warna,
jumlah dan
bau
1 2 3 4
5. Kolaborasi
dengan dokter
untuk
memberi
obat antibiotik
3 Risiko perdarahan Keparahan Pencegahan
Kehilangan Perdarahan
Darah 1. Jelaskan
1. Klien pada klien
tidak tentang
menunjuk sebab terjadi
an tanda- perdarahan d
tanda an tanda–
perdaraha tanda
n perdarahan
2. Tanda-tanda  2. Irigasi aliran
vital dalam kateter jika
batas normal terdeteksi
3. Urin gumpalan dal
lancar lewat am
kateter saluran katete
r
3. Sediakan
diet
makanan tin
ggi serat dan
memberi
obat
memudahka
n defekasi
4. Cegah pemaka
ian
termometer rek
tal
pemeriksaan
rektal atau
huknah, untuk
sekurang-
kurangnya satu
minggu
5. Pantau trak
si kateter:
catat
waktu
traksi
dipasang d
an
traksi dilep
as
6. Observasi: tan
da- tanda vital
tiap 4 jam,
masukan dan
haluaran dan
warna urin
1 2 3 4
4 Risiko disfungsi Identitas seksual Konseling seksual
seksual 1. Klien 1. Beri kesempat
berhubungan tampak an kepada
dengan rileks dan klien
ketakutan akan melaporka memperbinca
impoten akibat n ng kan
dari TURP kecemasan pengaruh
menurun TRUP
2. Klien terhadap
mengatakan seksual
pemahaman 2. Jelaskan
situasi individ tentang:
ual kemungkinan
3. Klien kembali keting
menunjuka kat tinggi
n seperti semula
keterampil kejadian
an ejakulasi
pemecahan retrograde (air
masalah kemih seperti
4. Klien susu)
mengerti mencegah
tentang pengar hubungan seks
uh TURP pada ual 3-4 minggu
seksual setelah operasi
3. Dorong klien
mananyakan
ke dokter saat
dirawat
di rumah
sakit
5 Kurang Pengetahuan: Pengajaran:
pengetahuan: Pengobatan Prosedur/
tentang TURP 1. Klien ak perawatan
berhungan an 1. Beri
dengan kurang melakuk penjelasan
informasi an untuk
perubaha mencegah
n aktifitas berat
perilaku selama 3-4
2. Klien minggu
berpartisipas 2. Beri
i penjelasan
dalam progr untuk
am mencegah
pengobatan mengedan wa
3. Klien ktu BAB
mengatakan selama 4-6
pemahaman p minggu; dan
ada pantangan memakai
kegiatan dan pelumas tinja
kebutuhan untuk laksatif
berobat lanjuta sesuai kebutu
n han
3. Pemasukan
cairan
sekurang-
kurangnya 25
00-
3000 ml/hari
1 2 3 4
4. Anjurkan bero
bat lanjutan
pada dokter
5. Kosongkan
kandung
kemih apabila
kandung
kemih sudah
penuh
6 Gangguan pola Tidur Peningkatan
tidur berhungan 1. Klien mampu Tidur
dengan nyeri beristirahat / 1. Jelaskan pada
sebagai efek tidur dalam klien dan
pembedahan waktu keluarga
yang cukup penyebab
2. Klien gangguan tidur
mengungkapk dan kemungki
an sudah nan cara untuk
bisa tidur menghindari
3. Klien mampu 2. Ciptakan
menjelaskan suasana
faktor yang menduku
penghambat ti ng, tenang,
dur mengurangi
kebisingan
3. Beri kesempat
an untuk
mengungkapk
an penyebab
gangguan tidu
r
4. Kolaborasi
dengan dokter
pemberian
obat yang
dapat
mengurangi ny
eri
(analgesik)
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta : DIVA Ekspres
Ariani, D Wahyu. 2010. Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Rineka Cipta

Deswani. 2009. Proses keperawatan dan berpikir kritis. Jakarta:Selemba Medika

Fransisca, baticaca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
perkemihan. Jakarta : salemba medika

Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta :rapha


publishing

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016. Edisi 10.
Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz alimul.2009. Pengantar kebutuhan dasar manusia dan aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Hidayat,Alimul. 2011. Aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta:Selemba Medika


Jitowiyono, sugeng. 2010. Asuhan keperawatan post operasi. Yogyakarta : nuha medika

Joyce dkk. 2014. Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta : Salemba Medika

Judha,M. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan nyeri persalinan.Yogyakarta.Nuha Medika

Mangku G dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Anastesi dan reanimasi. Jakarta : Indeks

Nugroho, taufan. 2011. Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, penyakit dalam.
Yogyakarta:nuha medika

Anda mungkin juga menyukai