Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan

Disleksia

A. Pengertian
Dyslexia berasal dari kata yunani (Greek), “dys” berarti kesulitan,
“lexis” berarti kata-kata. Disleksia merupakan kesulitan belajar yang primer
berkaitan dengan masalah bahasa tulisan seperti membaca, menulis, mengeja,
dan pada beberapa kasus kesulitan dengan angka, karena adanya kelainan
neurologis yang kompleks - kelainan struktur dan fungsi otak (Abigail
Masrhall, 2014).
Definisi Disleksia Menurut Critchley (1970) adalah “Kesulitan belajar
membaca, menulis dan mengeja (disorografi), tanpa ada gangguan sensorik
perifer, intelegensi yang rendah, lingkungan yang kurang menunjang (di
sekolah, di rumah), problema emosional primer atau kurang motivasi”

B. Proses Belajar Membaca


Anak dapat belajar secara spontan dari lingkungannya, sedangkan
untuk belajar membaca dan menulis anak perlu diajar atau di bimbing.
Membaca merupakan proses yang kompleks yang melibatkan kedua belahan
otak (hemisfer). Persyaratan khusus untuk dapat memebaca adalah:
1. Tidak ada gangguan penglihatan dan pendengaran yang berat.
2. Pemahan bahasa tutur/verbal yang cukup.
3. Pergerakan bola mata untuk mengikuti barisan huruf tulisan (scanning
letters in the correct order) cukup baik. Untuk tulisan penutur bahasa Indo-
Eropa  termasuk Indonesia di butuhkan gerakan mata dari sisi kiri ke
kanan, sedangkan untuk tulisan sinistral (tulisan dari kana ke kiri seperti
bahasa Arab), dibutuhkan gerakan bola mata dari sisi kanan ke kiri
(Kusumoputro, 2015, William Feldman, 2017).
4. Tidak ada gangguan motorik atau koordinasi motorik untuk berbicara
(kelumpuhan atau praksis mulut).
5. Perlu faktor-faktor seperti lingkungan pendidikan anak yang menunjang,
dan harus ada perhatian dan motivasi dari anak untuk membca
(Njiokiktjien,2016).

C. Penyebab dan Patogenesis


Patogenesis disleksia terletak pada struktur dan fungsi otak, pada
umumnya pada belahan otak (hemisfer) kiri, sebagian pada belahan otak
kanan, korus kolosum, dan dalam kepustakaan disebutkan adanya gangguan
dalam fungsi antar belahan otak (interhemisferik). Penyebab gangguan fungsi
belahan otak kiri dikaitkan dengan gangguan perkembangan morfologis atau
kerusakan otak karena kurang oksigen pada saat atau setelah lahir (iskemia
atau asfiksia perinatal). (Geswind yang kutip oleh Njiokiktjien, 2017). Juga
beberapa peneliti mengaitkan dengan faktor keturunan (genetik, constitutional
origin) dan hormon seks pada laki-laki.(Njiokiktjien, 2015).
Penyebab disleksia itu bisa dikelompokkan menjadi tiga kategori
factor utama, yaitu faktor pendidikan, psikologis, dan biologis, namun
penyebab utamanya adalah otak (Dardjowidjojo, 2014). Faktor-faktor tersebut
antara lain:
1. Faktor Pendidikan
Disleksia  disebabkan  oleh  metode  yang  digunakan  dalam 
mengajarkan membaca,  terutama  metode  “whole-word”  yang 
mengajarkan  kata-kata  sebagai  satu kesatuan daripada mengajarkan  kata
sebagai bentuk  bunyi  dari  suatu  tulisan. Contoh, Jika anak dalam tahap
belum bisa membedakan huruf-huruf yang mirip seperti b dan d,  maka 
cara  pengajaran  yang  perlu  dilakukan  adalah  mempelajari  hurufnya 
satu  persatu. Misalnya fokuskan pengajaran kali ini pada huruf b. Tulislah
huruf b dalam ukuran yang besar kemudian mintalah anak untuk
mengucapkan sembari tangannya mengikuti alur huruf b atau membuat
kode tertentu oleh tangan. Anak dilatih terus menerus sampai ia bisa
menguasainya, setelah itu mulailah beranjak ke huruf d. Mereka berpikir
bahwa metode  fonetik,  yang  mengajarkan  anak  nama-nama  huruf 
berdasarkan  bunyinya, memberikan fondasi yang baik untuk membaca.
Mereka mengklaim bahwa anak yang belajar membaca dengan metode
fonetik akan lebih mudah dalam mempelajari kata-kata baru. Dan untuk
mengenali kata-kata asing secara tertulis sebagaimana mereka mengeja
tulisan kata itu setelah mendengar pelafalannya. Sementara  ahli  lain 
meyakini  bahwa  dengan  mengkombinasikan metode  fonetik 
merupakan  cara  paling  efektif  dalam  pengajaran membaca. Dengan
menggunakan kedua metode tersebut, selain mengenali kata sebagai satu
kesatuan (unit) anak pun akan belajar cara menerapkan aturan fonetik pada
katakata baru.
2. Faktor Psikologis
Beberapa periset memasukkan disleksia ke dalam gangguan psikologis
atau emosional sebagai akibat dari tindakan kurang disiplin, tidak
memiliki orangtua, sering pindah sekolah, kurangnya kerja sama dengan
guru, atau penyebab lain. Memang, anak yang  kurang  ceria,  sedang 
marah-marah,  atau  memiliki  hubungan  yang  kurang  baik dengan
orangtua atau dengan anak lain kemungkinan memiliki masalah belajar.
Stress mungkin  juga  mengakibatkan  disleksia,  namun  yang  jelas 
stress  dapat  memperburuk masalah belajar.
3. Faktor Biologis
Sejumlah  peneliti  meyakini  bahwa  disleksia  merupakan  akibat  dari
penyimpangan fungsi bagian-bagian dari otak. Diyakini bahwa area-area
tertentu dari otak anak disleksia perkembangannya lebih lambat
dibandingkan anak-anak normal.
Di  samping  itu  kematangan  otaknya  pun  lambat.  Teori  memang  dulu 
banyak diperdebatkan, namun bukti-bukti mutakhir mengindikasikan
bahwa teori ini memiliki validitas.  Teori  lainnya  menyatakan  bahwa 
disleksia  disebabkan  oleh  gangguan  pada struktur otak. Beberapa 
peneliti menerima bahwa teori ini masih diyakini sampai saat diadakan
penelitian penelaahan otak manusia disleksia yang meninggal. Penelaahan
otak ini telah menyingkap karakteristik perkembangan otak. Dari situ 
diperoleh  gambaran  bahwa  gangguan  struktur  otak  mungkin 
mengakibatkan sejumlah kasus penting disleksia berat. Faktor genetik juga
diperkirakan turut berperan. Beberapa  penelitian  mengungkapkan 
bahwa  50  persen  atau  lebih  anak  disleksia memiliki riwayat orangtua
yang disleksia atau gangguan lain yang berkaitan. Ternyata,  lebih 
banyak  anak  laki-laki  yang  disleksia  daripada  anak perempuan.
4. Kecelakaan
Gangguan kemampuan membaca atau mengenali huruf serta symbol huruf
akibat.
Gangguan  kemampuan  membaca  atau  mengenali  huruf  serta  simbol 
huruf akibat  kerusakan  saraf  otak  atau  selaput  otak,  sehingga  otak  kiri 
korteks  oksipital (bagian belakang) terganggu. Kerusakan ini disebabkan
infeksi atau kecelakaan. Karena kerusakan ini, otak tidak berfungsi mengenali
semua citra (image) yang ditangkap indra penglihatan  karena  ada  gangguan 
sambungan  otak  kiri  dan  kanan.  Ada  yang
berpendapat  gangguan  itu  disebut  disleksia,  ada  juga  yang  berpendapat 
gangguan  itu disebut aleksia.
D.    Klasifikasi
Untuk dapat belajar membaca, diperlukan persepsi visuospasial (bentuk huruf dan
arah), mengenal urutan (urutan huruf dan kata), dapat mentransfer urutan huruf
kedalam otak, mengingat kata-kata dilihat dan di dengar (memori visual dan
auditoris) dan mengintergrasikan tulisan yang di baca dengan bahasa tutur
(koneksi visual-auditoris), menggunakan bahasa tutur (sintaks, morfologi,
penemuan kata) dan semantik (Pemahaman bahasa).
Gangguan dalam proses tersebut dapat menimbulakan disleksia. Pada anak
dengan disleksia, hambatan utama adalah membuat hubungan antara kelompok
huruf yang dilihatnya dan kata yang dikenal dengan bunyi yang didengarnya.
Klasifikasia jenis disleksia penting untuk penanganannya. Diagnosis yang kurang
tepat dapat menyebabkan kegagalan dalam penanganan atau penanganan yang
tidak optimal. Banyak klasifikasi disleksia, salah satu adlah yang diajukan
berdasarkan makanisme serebral (Njiokiktjien, 1986, 1988, 1989).
1.      Disleksia dan gangguan visual
Gangguan fungsi otak bagian belakang dapt menimbulkan gangguan dalam
presepsi visual (pengenalan visual tidak optimal,membuat kesalahan dalam
membaca dan mengeja visual), defisit dalam memori visual. Adanya rotasi dalam
bentuk huruf-huruf atau angka yang hampir mirip bentuknya, bayangan cermin
(b-d, p-q, 5-2, 3-E) atau huruf, angak terbaik (inversion) seperti m-w, n-u,6-9. Hal
ini terlihat nyata dalam tulisannya.
Gangguan dalam urutan dapt berupa urutan huruf dalam kata sebagian atau
seluruhnya seperti bapak -> bakpa, ibu->ubi, atau terbaliknya suku-kata  dalam
kata seperti mata->tama. Anak dengan gangguan memori ringan atau mengulang
(preseverasi) huruf (gembira->gembbira) atau suku kata seperti baru->baruru,
angin->angingin. Analisis dan sintesis visual seperti menyusun puzzel sulit.
Kemampuan aktivitas auditoris seperti mengingat cerita baik. Disleksia jenis ini
disebut disleksia diseidetis atau disleksia visual (Helmer Myklebust). Kelainan ini
jarang, hanya didapat pada 5% kasus disleksia (Gobin,1980 yang dikutip
Njiokoktjien,1986).
Perlu diingat bahwa problema visuo-spesial dapat terjadi pada anak-anak
prasekolah atau prmulaan kelas satu SD, dalam hal ini masih di anggap normal.

2.      Disleksia dan Gangguan Bahasa


Dalam dua dekade terakhir disleksia tidak dikaitkandengan gangguan visual tetapi
dikaitkan dengan gangguan linguistik(bahasa).Disleksia ini di sebut disleksia
verbal atau linguistik.Berapa penulis menyebutkan prevalensi yang cukup besar
yaitu 50%-80%.Limapuluh persen dari jenis ini mengalami keterlambatan
berbicara (disfasia perkembangan)pada massabelita atau prasekolah
(Njiokiktjien,1986)Legein dan Bouma (1987)menyebut kelainan ini didapat kan
padapada sekitar 4% dari semua anak laki-laki dan 1% pada anak
perempuan.Gejala berupa kesulitan dalam diskriminasi atau persepsi auditoris
(disleksia disfonemis) seperti p-t,b-g,td,t-k; kesulitan kesulitan mengejar secara
auditoris,kesulitan menyebut atau menemukan kata atau kalimat,urutan auditoris
yang kacau (sekolah-sekolah).Halini berdampak pada imbla atau membuat
karangan.

3.      Disleksia dengan Diskoneksi visual audituris


Jenis disleksia ini disebut sebagai disleksia auditoris (Myklebust).Ada gangguan
dalam koneksi vissual auditoris (grafem-grafem)anak membaca lambat.Dalam hal
ini bahasa verbal dan persepsi visoalnya baik.Apa yang dilihat tidak dapat
dinyatakan dalam bunyi bahasa.redapa gangguan dalam”crossmodal (visual
auditory)memory retrieval”
Bakker,et al,(1987) membagi disleksia dalam 2 tipologi,yaitu:L-Type dyslexia
(linguistic) dan P-Type Dylexia (Perceptive).
Pada L-Type dyslexia anak membaca relatif cepat namun dengan membuat
kesalahan seperti penghilangan (addition) atau penggantian huruf (substitution)
dan kesalahan mutilasi  kata lainnya.
Pada P-Type dyslexia anak cendrung membaca lambat dan membuat kesalahan
seperti frakmentasi (membaca terputus putus)dan mengulang ulang (repetisi).
Jarang terdapat satu jenis disleksia yang murni (“pure dyslexia”),kebanyakan
gabungan dari berbagai jenis dialeksia,dimana terdapat gangguan dalam masalah
wicara bahasa,membaca,bahasa tulisan.
Diagnosis disleksia ditegak kan bila anak telah berusia 7 tahun atau akhir kelas 1
SD atau setelahnya.Beberapa penulis menemukan prediktor disleksia pada usia
prasekolah yaitu bila ada riwayat disleksia dalam keluarga atau adanya
keterlambatan perkembangan wicara bahasa.Kendala diaknusis di indonesia
adalah karena belum adanya tes membaca yang baku yang sesuai dgn usia
kronologis anak.Cuntoh anak kelas satu SD mengalamikesulitan membaca kata
kata yang terdiri dari konsonan ganda awal,tengah atau akhir,seperti
nyanyi,angguk,gunung.
Beberapa fakor yang dapat menyebabkan anak mengalami keterlambatan
perkembangan membaca atau kesulitan membaca,yaitu:
a.       Anak yang lahir prematur dengan berat lahir rendah dapat mengalami
kerusakan otak sehingga mengalami kesulitan belajar atau gangguan pemusatan
perhatian.
b.      Anak dengan kelainan fisik seperti gangguan penglihatan,gangguan
pendengaran atau anak dengan cerebral palsy (c.p)akan mengalami kesulitan
belajar membaca.
c.       Anak kurang memahami perintah karena lingkungan di rumah atau di
sekolah menggunakan beberapa bahasa (bi-atau multilingual).Namun perlu
disadari bahwa anak dengan lingkungan tersebut dapat pula mengalami disleksia.
d.      Anak yang sering pindah sekolah karna tugas orang tuanya yang pindah-
pindah kota dengan sistem mengajar membaca yang berbeda.
e.       Anak yang serimg apsen karena sakit atau ada masalah dalam keluarga.
f.       Anak yang pandai dan berbakat tidak jarang merasa bosan atau tidak tertarik
dengan pembelajaran bahasa sehinga kurang konsentrasi dan banyak membuat
kesalahan.

E.     Gejala Disleksia
Anak  disleksia  memiliki  perbedaan gejala satu  sama  lain.  Satu-satunya  sifat
yang  sama  pada  mereka  adalah  kemampuan  membacanya  yang  sangat 
rendah  dilihat dari  usia  dan  inteligensi  yang  dimilikinya.  Setiap  anak 
memiliki kecenderungan disleksia,  dan  ada  pula  anak  yang  tidak  disleksia 
tetapi  mempunyai  pengalaaman kesulitan membaca.
Anak  disleksia  yang  kidal  dapat  menggunakan  kedua  belah  tangan,  misalnya
saat menulis, namun mereka sering kali membaca dari kanan ke kiri. Adapun
gejala disleksia ini antara lain:
1.      Ragu-ragu dan lambat dalam berbicara
2.      Kesulitan  memilih kata  yang  tepat  untuk  menyampaikan  maksud  yang
diucapkannya  Bermasalah  dalam  menentukan  arah  (atas – bawah)  dan  waktu
(sebelum – sesudah, sekarang-kemarin)
3.      Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus, seperti misalnya kata
”gajah” ducapkan  menjadi  ”gagah”. kata  ”ibu”  ducapkan  menjadi  ”ubi”,  
kata  ”pipa” menjadi ”papi”
4.      Membaca kata demi kata secara lamban dan intonasi naik turun
5.      Membalikkan  huruf,   kata,   dan  angka  yang  mirip,   misalnya  b  dengan 
p,  u dengan n, kata kuda dengan daku, palu dengan lupa, 2 – 5, 6 – 9
6.      Kesulitan dalam menulis, misalnya menuliskan namanya sendiri “Rosa”
menjadi  Ro5a,  menuliskan  kata  “Adik”  menjadi  4dik  (huruf  S  dianggap 
sama dengan angka 5, huruf A dianggap sama dengan angka 4).

F.     Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan diperlukan riwaya lengkap  yaitu riwayat
kehamilan ibu, saat kelahiran, setelah bayi lahir, riwayat perkembangan anak,
adanya disleksia dalam keluarga, dan lingkungan anak.
Pemeriksaan klinis umum melibatkan spesialis dari berbagai disiplin ilmu seperti
dokter spesialis anak , dokter spesialis mata ( menyingkirkan gangguan
penglihatan) dan THT ( menyingkirkan gangguan pendengaran ),
psikiater ( menyingkirkan adanya gangguan jiwa, emosional primer), psikolog
( untuk evaluasi inteligensi anak) dan spesialis saraf ( neurolog, untuk
menyingkirkan adanya kelainan struktur  dan fungsi otak yang nyata).
Pemeriksaan neurologis lengkap meliputi neurologi perkembangan, ada tidaknya
kelainan neurologis nyata ( kelumpuhan / paresis pada otot – otot wicara ),
neurologis samar ( minor neurogical signs ), dan pemeriksaan fungsi  luhur otak  (
bigber cerebral function 0. Pemeriksaan fungsi luhur untuk menentukan jenis
disleksia meliputi : perhatian ( atensi ), domonasi tangan dan mata, membedakan
kanan-kiri, arah, fungsi visual-spasial, praksis , pemahaman dan curah bahasa,
penelusuran visual huruf ( visual scanning and tracking), memori  visual dan
auditoris, membaca ( kelancaran membaca, kesulitan mengeja, membuat banyak
keselahan), menulis ( bahasa tulisan ). Di indonesia belum ada tes kemampuan
membaca yang baku sehingga sulit untuk menentukan berat-ringannya disleksia.
G.    Penanganan
Ada beberapa pendekatan remidial unuk disleksia. Program remidiasi lebih
ditekankan pada kekuatan kemampuan anak, apakah pada kemampuan persepsi
visual atau persepsi auditorisnya. Pada anak dengan kemampuan auditoris  yang
kuat dan lemah dalam kemampuan auditoris dilatih membaca visual dengan
teknik kata-utuh / whole-word tecniques ( Dr. Boder ). Keberhasilan penanganan
disleksia bergantung pada ketepatan diagnosis dan pemberian program remediasi
yang tepat.

H.    Upaya Penyembuhan
Di Amerika Serikat (AS), telah dikembangan suatu metode untuk membantu
penyandang disleksia, yang dikembangkan oleh Dore Achievement Centers.
(www.halalguide.info/content/view/720/70/)
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa anak disleksia memiliki kekurangan
aktivitas  pada  otak  di  bagian  kanan  yang  dinamakan  serebelum,  yang hanya
mengandung  50  persen  saraf  otak.  Dengan  metode  ini,  anak  distimuli  di 
bagian  otak tesebut, dengan sejumlah pembelajaran.
Pelatihan  dapat  diberikan  kepada  anak  disleksia,  dengan  cara  menyisihkan
waktu  untuk  mengajarinya  membaca.  Tetapi, pelatihan  ini tidak  boleh
dipaksakan apabila anak sedang dalam kondisi tidak sehat sehinga rentan terhadap
emosi negatif. Pelatihan dilakukan secara bertahap, yakni hendaknya bersikap
positif dan memberikan apresiasi ketika anak bisa membaca dengan benar.
Kemudian, diajarkan membaca pada anak dan membantunya untuk menghayati
setiap pelafalan kata dari mulutnya. Dalam pelatihan ini dapat digunakan buku
cerita dan mulai dibaca terlebih dulu dengan suara keras untuk menarik minat
anak. Pembacaan cerita tersebut dilakukan menjelang anak tidur di malam hari,
untuk membantu pengendapan verbal di memorinya, dan membuat aktivitas ini
semenarik mungkin.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam upaya penyembuhan sebagai
berikut (www.halalguide.info/content/view/720/70/)
1.      Educational  approach dan phonic  lessons. Apabila  orangtua  dan  guru 
mulai mencurigai  bahwa  anak  mengidap  disleksia,  hendaknya  segera 
berkonsultasi dengan psikolog  atau  klinik/  sekolah  pengajaran  khusus (special 
education) untuk  mendapatkan  informasi  mengenai  cara  penangan  yang 
sebaiknya dilakukan  untuk  membantu  anak  dalam  meningkatkan 
perkembangan membacanya.  Anak  disleksia  tidak  selamanya  tidak  mampu 
membaca  dan menulis.  Apabila  mendapat  penanganan  yang  tepat  dan 
intensif,anak  disleksia akan  dapat  membaca  sama  seperti  anak  normal 
lainnya.  Bahkan  bisa  ber-IQ lebih tinggi dari anak mormal.
2.      Metode multi-sensory. Dengan  metode  yang  terintegrasi,  anak  akan 
diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan
kembali, tetapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan)
serta  taktil (sentuhan).  Cara  ini  dilakukan  untuk  memungkinkan  terjadinya 
asosiasi  antara pendengaran,  penglihatan  dan  sentuhan  sehingga 
mempermudah  otak  bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
3.      Pengobatan  terbaik  untuk  mengenali  kata  adalah  pengajaran  langsung 
yang memasukkan pendekatan multisensori. Pengobatan jenis ini terdiri dari
mengajar dengan bunyi-bunyian dengan isyarat  yang bervariasi, biasanya secara
terpisah dan, bila memungkinkan,sebagai bagian dari program membaca.
Pengajaran  tidak  langsung  untuk  mengenali  kata  juga  sangat  membantu.
Pengajaran  ini  biasanya  terdiri  dari  latihan  untuk  meningkatkan  pelafalan 
kata atau  pengertian  membaca.  Anak-anak  diajarkan  bagaimana  memproses 
suarasuara  dengan  menggabungkan  suara-suara  ke  dalam  bentuk  kata-kata, 
dengan memisahkan  kata-kata  ke  dalam  bagian-bagian,  dan  dengan 
mengenali  letak suara pada kata.
4.      Pengobatan  tidak  langsung,  selain  untuk  mengenali  kata,  kemungkinan
digunakan  tetapi  tidak  dianjurkan.  Pengobatan  tidak  langsung  bisa  termasuk
penggunaan lensa diwarnai yang membuat kata-kata dan huruf-huruf bisa dibaca
dengan lebih mudah, latihan gerakan mata, atau latihan penglihatan perseptual.
Manfaat  pengobatan  tidak  langsung  tidak  terbukti  dan  bisa  menghasilkan
harapan tidak realistis dan menhambat pengajaran yang dibutuhkan.

Daftar Pustaka

Sidiarto, L.D. (2010) perkembangan otak dan kesulitan belajar pada anak.


Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Lidwana, Soeisniwati, 2012, Disleksia Berpengaruh pada Kemampuan Membaca

Anda mungkin juga menyukai