Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat,
2018). Bronkopneumonia adalah radang pada paru-paru yang
menggambarkan pneumonia yang mempunyai penyebaran berbercak,
teratur, dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan
meluas ke parenkim paru (Wijayaningsih, 2013). Bronkopneumonia
adalah suatu peradangan pada parenkim paru dimana peradangan tidak
saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli (Ringel, 2012).

2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri
seperti diplococus pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus
aureus, haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni),
mycobacterium tuberculosis, disebabkan oleh virus seperti respiratory
syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik, dan disebabkan oleh
jamur seperti citoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices
dermatides, aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma pneumonia
dan aspirasi benda asing (Wijayaningsih, 2013).

3. TANDA DAN GEJALA


Menurut Ringel, 2012 tanda-gejala dari Bronkopneumonia yaitu :
1. Gejala penyakit datang mendadak namun kadang-kadang didahului
oleh infeksi saluran pernapasan atas.
2. Pertukaran udara di paru-paru tidak lancar dimana pernapasan agak
cepat dan dangkal sampai terdapat pernapasan cuping hidung.
3. Adanya bunyi napas tambahan pernafasan seperti ronchi dan

1
wheezing.
4. Dalam waktu singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang-
kadang terjadi kejang.
5. Anak merasa nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan
bernapas.
6. Batuk disertai sputum yang kental.
7. Nafsu makan menurun.

4. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat,
2018). Suhu tubuh meningkat sampai 39-40oC dan dapat disertai kejang
karena demam yang sangat tinggi. Anak yang mengalami
bronkopneumonia sangat gelisah, dipsnea, pernafasan cepat, dan dangkal
disertai pernapasan cuping hidung, serta sianosis disekitar hidung dan
mulut, merintih dan sianosis (Riyadi & Sukarmin, 2019). Bakteri yang
masuk ke paru-paru menuju ke bronkioli dan alveoli melalui saluran napas
yang menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan
edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial (Riyadi &
Sukarmin, 2019). Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema
yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga
kapiler alveoli menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat
berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat
pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan.
Perubahan tersebut akan berdampak pada pada penurunan jumlah oksigen
yang dibawa oleh darah. Sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja
jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnia.
Penurunan itu yang secara klinis menyebabkan penderita mengalami pucat
sampai sianosis.

2
5. KOMPLIKASI
Bronkopneumonia adalah penyakit yang memengaruhi sistem
pernapasan. Oleh sebab itu, jika tidak diobati atau telanjur parah, penyakit
ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi bahkan kematian. Pneumonia
jenis apa pun dapat menyebabkan komplikasi, termasuk
bronkopneumonia. Berikut beberapa komplikasi yang mungkin terjadi
akibat penyakit ini adalah:
a. Infeksi aliran darah atau sepsis
b. Abses paru
c. Penumpukan cairan di sekitar paru-paru, yang dikenal sebagai efusi
pleura
d. Gagal napas
e. Gagal ginjal
f. Gagal jantung, serangan jantung, dan ritme jantung yang tidak normal

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan
cara:
a. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta
tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk

3
mendeteksi antigen mikroba.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
2) Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan
nafas tersumbat oleh benda padat.

7. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen 1-2 liter per menit
b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melaui selang nasogastrik dengan feeding drip
c. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transport muskusilier
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.

8. PENCEGAHAN
Dalam banyak kasus, infeksi ini sebenarnya dapat dicegah.
Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan agar tak terkena penyakit ini
adalah dengan pemberian vaksin serta menghindari berbagai faktor risiko
dari penyakit ini.
Beberapa cara paling umum untuk mencegah penyakit
bronkopneumonia adalah:
a. Vaksinasi. Bronkopneumonia pada anak juga dapat dicegah dengan
cara vaksin. Biasanya vaksin yang diberikan pada anak yang berusia di
bawah 2 tahun dengan anak yang berusia 2-5 tahun berbeda.
b. Menerapkan pola hidup yang bersih. Bronkopneumonia adalah
penyakit infeksi. Untuk mengurangi risiko, Anda harus menjaga
kebersihan diri, keluarga, dan lingkungan. Sering-seringlah cuci tangan

4
dengan sabun dan air bersih yang mengalir agar bakteri dan virus tak
menempel di permukaan kulit.
c. Jauhi rokok. Kebiasaan ini hanya akan membuat saluran pernapasan
Anda terinfeksi, termasuk organ paru.
d. Menjalani pola hidup yang sehat. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kesehatan Anda secara menyeluruh. Selain itu, dengan mengonsumsi
makanan yang sehat dan berolahraga rutin, Anda akan memiliki sistem
kekebalan yang kuat dan mampu menangkal berbagai zat asing masuk
ke dalam tubuh.

9. PATHWAY

10. DIAGNOSA MEDIS

5
Bronkopneumonia

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGEKAJIAN
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh
sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat
bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut- turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih/ kuning) dan banyak
sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada
terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas
krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat
penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu
riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya
debu/ asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan
merupakan faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang
tidak sehat seperti merokok.
f. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun

6
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan
banyak sekali.
Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/
iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret),
debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk
gergaji).
Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya : meninggikan bahu,
retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk barel), gerakan difragma mini mal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu
keseluruhan.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung / takikardi Berat, disritmia Distensi
vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan
dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane
mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat
menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, Nafsu makan buruk / anoreksia (
emfisema) Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk, Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat

7
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise
Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit
bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum /
kehilangan masa otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
melakukan aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor
lingkungan, adanya infeksi berulang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial. Pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anorexia, distensi abdomen
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas sehari- hari.

8
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka bersihan jalan
napas dapat mampu membersihkan secret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten, pertukaran gas dalam
oksigenasi atau eliminasi karbohidioksida pada membrane alveolus
kapiler dalam batas normal.
Kriteria hasil : dispnea menurun, gelisah menurun, frekuensi
pernapasan membaik, pola napas membaik.
Intervensi :
1) Manajemen jalan nafas.
Rasional : pemantauan respirasi.
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
2) Monitor bunyi napas tambahan (misalnya gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering).
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
4) Posisikan semi-Fowler atau Fowler.
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 menit.
6) Berikan oksigen jika perlu.
7) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

b. Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan


dengan perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan

9
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk
memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada
indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau
respon tubuh terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun
telinga, membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan
hipoksemia sistemik.
3) Awasi frekuensi jantung / irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi.
Tetapi juga dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
4) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktifitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan/ konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan
infeksi.
5) Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
6) Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
Jawab pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai
indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi
sesuai dengan respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian
keyakinan dan peningkatan rasa aman dapat menurunkan
komponen psikologis, sehingga menurunkan kebutuhan oksigen

10
dan efek merugikan dari respon fisiologi.

7) Berikan terapi oksigen dengan benar.


Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang
memberikan pengiriman dengan tepat dalam toleransi pasien.

c. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anorexia, distensi abdomen.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan,
mempertahankan / meningkatkan berat badan
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya:
Sputum banyak, pengobatan, atau nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
2) Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase
postural dan sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari
lingkungan pasien yang dapat menurunkan mual.
3) Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering
dan makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali.

4) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.


Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme)
atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon
terhadap terapi.

11
d. Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
insufisiensi oksigen untuk aktivitas hidup sehari- hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda
vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan
memudahkan dalam pemilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas dengan respon individual
pasien terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau
tidur di kursi.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A. (2018). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan


Proses Keperawatan (2 ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Kartika Sari Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM.
Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih
Bahasa:dr.Elfiawati Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2,
Yogyakarta : Graha Ilmu.

13

Anda mungkin juga menyukai