Anda di halaman 1dari 37

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

PENGARUH CHEST THERAPY DAN INFRA RED PADA


BRONCHOPNEUMONIA PADA AN. K
DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKHOPNEUMONIA
DI RUANG NAKULA 4 RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO
SEMARANG

DISUSUN OLEH :
DESILVA SETIA ANGGRAENI
G3A018083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di tengah munculnya new-emerging disease, penyakit infeksi tetap
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh belahan
dunia.Penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama kesakitan dan
kematian, khususnya pada anak-anak. Insidensi penyakit infeksi meningkat
pada usia 1-5 tahun.
Di Indonesia sendiri berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional
tahun 2005, 28% kematian anak masih disebabkan oleh infeksi yakni infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001
juga menyebutkan bahwa 23% penyebab kematian balita Indonesia
disebabkan oleh ISPA yakni penyakit infeksi pneumokokus. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa penyakit infeksi Pneumonia merupakan salah satu
masalah kesehatan dan penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di
balita (bawah lima tahun) (Depkes RI, 2008).
Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain
apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih
dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara
berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak
nomor satu (the number one killer of children). Di negara berkembang
pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the neglegted disease) atau
penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak
yangmeninggal karena pneumonia, namun sangat sedikit perhatian yang
diberikan kepada masalah pneumonia(Kemenkes RI,2010). khususnya ISPA
masih menjadi permaslahan serius (Depkes RI, 2002).
Menurut WHO tahun 2008, insidens pneumonia anak-balita di
negara berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia setiap tahun, 10%
diantaranya merupakan pneumonia berat dan perlu perawatan di rumah sakit.
Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total insidens
pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak balita setiap
tahun. Terdapat 15 negara dengan insidens pneumonia anak balita paling
tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih
dari setengahnya terdapat di 6 negara, mencakup 44% populasi anak-balita di
dunia (Kemenkes RI, 2010).
Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas
penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdes
2007 pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5%
di antara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar
setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Pneumonia balita merupakan salah satu
indikator keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan seperti tertuang dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan
tahun 2010-2014.Ditargetkan presentase penemuan dan tata laksana penderita
pneumonia balita pada tahun 2014 adalah sebesar 100% (Kemenkes RI,
2010).
Sehubungan dengan tingginya angka kejadian Broncho Pneumonia,
maka penulis merasa tertarik untuk membahas secara spesifik mengenai
masalah ini dengan menggunakan asuhan keperawatn pada An “K” Dengan
Broncho Pneumonia di Ruang Nakula 4 RSUD KRMT Wongsonegoro
Semarang.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan Bersihan jalan
nafas tidak efektif dengan fisioterapi dada pada An. K Nakula 4 RSUD
KRMT Wongsonegoro Semarang.
Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien
Bronkopneumonia
b. Mahasiswa mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan
pada pasien Bronkopneumonia
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada
pasien Bronkopneumonia
d. Mahasiswa mampu menjelaskan implementasi keperawatan pada
pasien Bronkopneumonia
e. Mahasiswa mampu memaparkan tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan
f. Mahasiswa mampu mengaplikasikan intervensi non-farmakologi
fisioterapi dada untuk membantu mengeluarkan atau memperlancar
secret pada pasien Bronkopneumonia
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang terdapat di daerah
bronkus kanan maupun kiri atau keduanya. Bronkopneumonia
(pneumonia lobularis) adalah peradangan pada parenkim paru yang
awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan juga dapat mengenai alveolus
sekitarnya. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi
dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang
lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
Bronkopneumonia sering disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. (Smetlzer & Suzanne C,
2002).

2. Klasifikasi
a. Berdasarkan Sumber Infeksi
1) Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community acquired
pneumonia.)
a) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada
orang dewasa
b) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering
pada anak-anak
c) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak &
dewasa)
2) Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
a) Terutama disebabkan kerena kuman gram negative
b) Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired
pneumonia.)
c) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
3) Pneumonia aspirasi
a) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
b) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
4) Pneumonia Immunocompromise host
a) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman
sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
b) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat
rendahnya pertahanan tubuh
b. Berdasarkan Kuman Penyebab
1) Pneumonia bacterial
a) Sering terjadi pada semua usia
b) Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka,
misal; Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus
menyerang pasca influenza
2) Pneumonia Atipikal
a) Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
b) Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
3) Pneumonia yang disebabkan virus
a) Sering pada bayi dan anak-anak
b) Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan
pertahanan tubuh yang lemah
4) Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
a) Seringkali merupakan infeksi sekunder
b) Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh
yang rendah
c. Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
1) Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
a) Sering pada pneumonia bacterial
b) Jarang pada bayi dan orang tua
c) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan
dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing
pada anak atau proses keganasan pada orang dewasa
2) Bronchopneumonia
a) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
b) Dapat disebabkan bakteri maupun virus
c) Sering pada bayi dan orang tua
d) Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
3) Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia
a) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli
atau bronki
b) Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik
(Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii).

3. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan
yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan
silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral
setempat.
a. Faktor Infeksi
b. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1) Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi
selama penelanan muntah atau pemasangan selang NGT ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2) Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat
yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
3) Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon
imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

4. Manifestasi klinik
a. Demam mendadak, disertai menggigil, baik pada awal penyakit atau
selama sakit
b. Batuk, mula-mula mukoid lalu purulen dan bisa terjadi hemoptysis
c. Nyeri pleuritik, ringan sampai berat, apabila proses menjalar ke
pleura (terjadi pleuropneumonia)
d. Tanda & gejala lain yang tidak spesifik : mialgia, pusing, anoreksia,
malaise, diare, mual & muntah.

5. Patofisiologi
Proses bronchopneumonia dimulai dari akibat inhalasi mikroba
yang ada diudara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran
hematogen. Selain itu juga berhasilnya kuman pathogen seperti virus,
bakteri, jamur, mycoplasma dan benda asing masuk kesaluran pernafasan
yaitu ke bronkus sehingga terserap ke paru perifer yang menyebabkan
reaksi jaringan berupa udema, yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman. Bagian par u yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadinya serbukan sel PMN (poli morfonuklear), fibrin, eritrosit,
cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam stadium
hepatisasi merah, sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan
proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan
pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang
cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel
makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibr in, serta
menghilangnya kuman (Mansjoer, 2000).

6. Pathway
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi / palpasi : sisi hemitoraks yg sakit tertinggal
2) Palpasi / Perkusi / Auskultasi
tanda-tanda konsolidasi : Redup, fremitus raba / suara
meningkat, suara napas bronkovesikuler – bronchial, suara bisik,
krepitasi
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan dahak
2) Pemeriksaan darah
a) Umumnya lekositosis ringan sampai tinggi
b) Hitung jenis bergeser ke kiri ( shift to the left)
c) LED dapat juga tinggi
d) Kultur darah dapat positif 20-25 % pada penderita yang
tidak diobati
4) Foto thorax PA/lateral
a) Abnormalitas radiologis pada pneumonia disebabkan
karena pengisian alveoli oleh cairan radang berupa :
opasitas / peningkatan densitas (konsolidasi ) disertai
dengan gambaran air bronchogram
b) Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran
radiologis negatif, maka ulangan foto toraks harus diulangi
dalam 24-48 jam untuk menegakkan diagnosis.
5) Pemeriksaan gas darah
a) Hipoksemia & hipokarbia
b) Asidosis respiratorik pada stadium lanjut

8. Kompikasi
Menurut Misnadiarly, (2008) komplikasi pada pendaerita
pneumonia maupun bronkopneumonia yaitu:
a. Abses paru
b. Emfisema
c. Gagal napas
d. Perikarditis
e. Meningitis
f. Atelektesi
g. Hipotensi
h. Delirium
9. Penetalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi
karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu secepatnya, maka
biasanya yang diberikan antara lain:
1) Pennicillin 50000 unit/kg/BB/hari ditambah klorqmfenikol 80-
90 mg/kg/BB/hari atau diberikan antibiotic yang mempunyai
spectrum uas seperti ampicillin, pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari.
2) Berikan oksigen dan cairan intravena.
3) Diberikan korelasi, sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
b. Penatalaksanaan terapeutik
1) Mnjaga kelancaran pernafasan.
2) Istirahat.
3) Nutrisi dan cairan.
4) Mengontrol suhu.
5) Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan
6) nyaman.(Ngastiyah, 1997:41-43)
c. Penatalaksanaan medis umum.
1) Farmakoterapi
- Antibiotik (diberikan secara intravena)
- Ekspektoran.
- Antipiretik.
- Analgetik.
2) Terapi O 2 dan nebulisasi aerosol.
3) Fisioterapi dada dengan postural (Engram, 1998).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Riyadi & Sukarmin, (2009, h. 71-72). Pengkajian riwayat
keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional menurut Gordon:
a. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orangtua berpersi meskipun anaknya batuk
masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya
orangtua menganggap anaknya benar-benar sakit apabila anaknya
sudah mengalami sesak nafas
b. Pola metabolik nutrisi
Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia (akibat
respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah
(karena peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan
toksik mikroorganisme)
c. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui prooses evaporasi karena demam.
d. Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur
karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap,
mata merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut.
e. Pola aktivitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digedong
orangtuanya atau bedrest
f. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada
otak. Pada saat dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang
hal-hal baru disampaikan.
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat,
tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.
h. Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya
maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersam
dengan orang terdekat orangtua.
i. Pola seksualitas-reproduktif
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang
sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi
pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan.
j. Pola toleransi stress-koping
k. Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak
sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah
mudah tersinggung dan suka marah.
l. Pola nilai-keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapatkan sumber kesembuhan dari Allah SWT.
Pemeriksaan fisik
Riyadi dan Sukarmin, (2009, h. 73-74). Pemeriksaan pada penyakit
bronkopneumonia yaitu:
a. Status penampilan kesehatan: lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan: kesadaran normal, latergi, strupor,
koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
c. Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi
2) Frekunsi pernapasan:
Takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan
otot bantu pernapasan, pelebaran nasal
3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus
4) Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan
d. Integumen
1) Kulit
Warna: pucat sampai sianosis
2) Suhu
Pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin,
3) Turgor: menurun pada dehidrasi
4) Kepala dan mata
Kepala: Perhatikan bentuk dan kesimetrisan, palpasi tengkorak
dan adanya modus atau pembengkakan yang nyata, periksa
hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,
perubahan warna.
e. Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada
Thorax dan paru-paru
1) Inspeksi: frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain: takipnea, disnea progresif, pernapasan dangkal,
pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada
burung), barrel chest
2) Palpasi: adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus
pada daerah yang terkena.
3) Perkusi: pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonasi
4) Auskultasi: suara pernafasan yang meningkat intensitasnya:
Suara bronkovesikuler atau bronkial pada daerah yang terkena.
Suara pernapasan tambahan ronki inspiratoir pada sepertiga
akhir inspirasi.

f. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah menunjukan leukositosis dengan
prodomianan PMN atau dapat ditemukan leukopenia yang
menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia sedang
atau buruk.
2) Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bervariasi:
a) Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
b) Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobari
c) Gambaran bronkopneumonia difusi atau infiltrat pad
pneumonia stafilokok
3) Pemeriksaan cairan pleura
4) Pemeriksaan mikrobiologik, dapat dibiak dari spesimen usap
tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum,
darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru.

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi
sputum meningkat
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya
sekresi dan akumulasi eksudat
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan
d. Resikotinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia
e. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus.

3. Perencanaan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi
sputum meningkat
Tujuan : Jalan nafas bersih.
Kriteria hasil: Menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas,
mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan ada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding
dada dan atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran
udara dan bunyi nafas adventisius, misal: mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area kons olidasi
dengan cairan.
3) Ajarkan batuk efektif.
Rasional: Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas
alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten.
4) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas
secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena
batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontra indikasi)
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat ), memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
6) Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesic.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret.
7) berikan cairan tambahan, misal : IV
Rasional Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk yang tak tampak) dan memobilisasikan sekret.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya
sekresi dan akumulasi eksudat
Tujuan : Pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan ventila si dan oksigenasi
jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala
distres pernafasan.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada
indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Awasi frekuensi jantung atau irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau
dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
3) Awasi suhu tubuh , sesuai indikasi, Bantu menurunkan demam
dan menggigil, misal : selimut tambahan atau
menghilangkannya, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau
dingin.
Rasional : Demam tinggi ( Umum pada pneumonia bakterial dan
influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolic dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
4) Dipertahankan istirahat tidur.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan
atau konsumsi oksigen untuki memudahkan perbaikan infeksi.
5) Kaji tingkat ansietas .
Rasional : Pemberian keyakinan dan meningkatkan rasa aman
dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari respon fisiologis.
6) Berikan terapi oksigen dengan benar , misal: masker, masker
ventori.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2
di atas 60 mmHg.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan ciran
berlebihan
Tujuan : Cairan seimbang.
Kriteria hasil : Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan
dengan parameter individual yang tepat, misal : membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital.
Rasional : Peningkatan suhu atau memanjangnya demam,
meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui
evaporasi.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah)
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena
nafas mulut dan oksigen tambahan.
3) Catat laporan mual atau muntah.
Rasional : Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4) Pantau masukan dan keluaran, hitung keseimbangan cairan.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian.
5) Tekankan cairan sedikitnya 2500ml/ hari atau sesuai kondisi
individual
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan
resiko dehidrasi
6) berikan obat sesuai indikasi, misal: antiseptik , antimetik
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan
7) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : Penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau
mencegah kekurangan
d. Resikotinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia.
Tujuan : Nafsu makan meningkat
Kriteria hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan
mempertahankan atau meningkatkan berat badan
Intervensi:
1) identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah , misal:
spuntum banyak , pengobatan aerosol , dispnea berat , nyeri.
2) Berikan wadah tertutup untuk spuntum dan buang sesering
mungkin
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari
lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
3) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun atau tak ada bila proses
infeksi berat atau memanjang
4) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering
dan atau makanan yang menarik untuk pasien
Rasional : Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
5) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional : Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan
dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
infeksi, dan atau lambatnya respons terhadap terapi.
e. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus.
Tujuan : Suhu tubuh menurun atau normal.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas
dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi:
1) Pantau suhu pasien.
Rasional: Suhu 38,9o -41,1o C menunujukan proses penyakit
infeksi akut.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat
tidur sesuai indikasi.
Rasional : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan
air es atau alkohol mungkin menyebabkan kedinginan,
peningkatan suhu secara aktual.
4) Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), Asetaminofen
(Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih
besar dari 39,5o- 40o C pada waktu terjadi kerusakan atau
gangguan pada otak.
BAB III
RESUME KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama anak : An. K
Tempat tgl lahir : 29 Agustus 2018
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal pengkajian : 11 Juni 2019
Tanggal Masuk Rs : 10 Juni 2019
2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anak sesak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan sebelum dibawa ke rs An.K mengalami batuk
dan demam selama 3 hari sejak jumat siang, kemudian oleh orang tua
An.K diperiksakan di puskesmas, namun setelah diperiksakan ke
puskesmas demam An.K tidak kunjung sembuh, anak tampak sesak
dan batuk disertai dengan dahak, anak di berikan paracetamol oleh ibu
dan demam anak turun sebentar kemudian demam lagi. Anak tampak
rewel, muntah 2x, dan sehari sebelum dibawa ke IGD An.K muntah
4x, anak susah makan, kemudian oleh orang tua An.K dibawa ke IGD
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang untuk diperiksakan pada
tanggal 10 Juni 2019 pukul 03.00 setelah mendapat penanganan di
IGD klien dibawa ke ruang Nakula 4 pada pukul 04.30.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
Ibu mengatakan anaknya tidak pernah mengalami sakit berat,
hanya batuk dan flu biasa.
b. Pengalaman dirawat di rumah sakit
Ibu klien mengatakan An.K tidak pernah dirawat di rs, ini adalah
kali pertama An.K dirawat di rs.
c. Riwayat operasi/pembedahan
Klien tidak pernah dilakukan tindakan operasi/pembedahan
d. Riwayat kehamilan / persalinan ibu yang berhubungan dengan
kondisi saat ini
Ibu klien mengatakan ketika melahirkan An. K persalinan ditolong
oleh dokter dan dilahirkan secara caessar dengan berat badan bayi
2900 gram.
e. Riwayat alergi
Ibu mengatakan anak tidak mempunyai alergi obat maupun
makanan
f. riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan anaknya sudah diimunisasi 4 dasar hepatitis
B, polio I, II, III, BCG, DPT I, II, III. Ibu klien mengatakan An.K
belum mendapatkan imunisasi campak karena sedang dirawat di rs.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit menular, kronis/genetic.
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah
Suhu : 38,3 0C
Nadi : 120 x/menit
RR : 40 x/menit SPO2: 94%
Auskultasi terdengar ronchi di paru kiri atas, Pernafasan cuping
hidung, terpasang nasal kanul 2 lpm.
7. Pemeriksaan diagnostic
Laboratorium klinik:
Tgl: 10 Juni 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Haemoglobin L 5,6 g/dL 11-15
Hematokrit L 29,20 25 -47
Jumlah Leukosit H 22,6 /uL 6.6 - 17
Jumlah Trombosit H 546 /uL 150,000-450.000
Pemeriksaan jumlah trombosit sudah dikonfirmasi secara manual
Kimia Klinik
Natrium L 132.0 mmol/L 135.0-147.0
Kalium 4.00 mmol/L 2.50 – 5.0
Calcium H 1,26 mmol/L 1.06 – 1,15
SEROLOGI
WIDAL
S Typhi O negatif negatif
S Typhi H negatif negatif

Foto thorax
COR : CTR = 51,67 %, bentuk dan letak normal
Pulmo : corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada kedua
perihiler dan pericardial kanan
Hillus kanan tampak membesar
Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan kiri normal
Tulang dan soft tissue baik
KESAN :
Cor konfigurasi normal
Gambaran bronkopneumonie DD TB Paru
Pembesaran hillus kanan  DD : Limfadenoapti, vaskuler
8. Terapi
Oral
- PCT syrup 3 x ½ cth
- Ambroxol 3 x ½ cth
- Zinc 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x 1 mg
Injeksi

- Dexa 3 x 1/3 amp


- Cefo 2 x 200 mg
Pamol suppose 80 mg
Infus

- RL 10 tpm (14 cc/jam)


Nebul combiven 1 resp / 12 jam
Flexotide / 6 jam

B. ANALISA DATA
NO DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
1. DS: ibu mengatakan anak Bersihan jalan Sekresi yang
sesak napas dan batuk disertai nafas tidak efektif tertahan
dengan dahak
DO:
 Keadaan umum lemah
 Pernafasan cuping hidung
 Batuk disertai suara grok
grok
S : 38°C
RR : 40 x/m

9. Pathway keperawatan kasus

Virus, bakteri, jamur

Invasi saluran nafas atas

Kuman berlebih di bronkus

Proses peradangan

Akumulasi secret di bronkus

BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
D. INTERVENSI
NO NOC NIC Rasional
DX
1. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji TTV (RR, Suhu, N) 1. Tanda-tanda vital
keperawatan selama 3x24 jam 2. Kaji frekuensi atau merupakan acuan
kedalaman pernafasan untuk mengetahui
diharapkan bersihan jalan nafas dan gerakan dada. keadaan umum
kembali efektif 3. Auskultasi area paru, klien.
Dengan kriteria hasil catat area penurunan 2. Untuk mengetahui
atau tak ada aliran adanya gangguan
 Mampu mengeluarkan
udara. pernafasan
sputum dan bernafas 4. Bantu klien latihan 3. Untuk
 Menunjukan jalan nafas nafas dan batuk secara mengetahui suara
efektif. Paru
yang paten (irama nafas,
5. Section sesuai indikasi 4. Agar dapat
frekuensi pernafasan dalam 6. Lakukan fisioterapi mengeluarkan
rentan normal dan tidak ada dada secret/sputum
7. Kolaborasi dalam 5. Untuk
suara nafas yang abnormal)
memberikan terapi mengeluarkan
 Mampu mengidentifikasi obat-obatan sputum
dan mencegas faktor bronkodilator dan 6. Untuk
mukolitik melalui membantu
penyebab.
inhalasi (nebulizer). mengeluarkan
8. Kolaborasi dengan secret/sputum
fisioterapi 7. Nebulizer
membantu
pemberian infra red
mengencerkan
dahak
8. Merelaksasi dan
menghangatkan
otot dada
E. IMPLEMENTASI

No.
Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon TTD
Dx
Selasa, 11-6-’19 1 Melakukan TTV (RR, S: ibu klien mengakatan
14.30 Suhu, N) anaknya batuk berdahak dan
sesak
O: RR : 40 x/mnt,
S :38,42 oC, N :122 x/menit
14.40 1 Mendengarkan area S: -
paru, catat area O: secret (+), ronchi (+)
penurunan atau tak
ada aliran udara
15.00 1 Melakukan S : ibu klien megerti dengan
fisioterapi dada penerapan yang di lakukan
O : ibu klien tampak
kooperatif

No.
Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon TTD
Dx
Rabu, 12-6-‘19 1 Mengkaji frekuensi S: -
atau kedalaman O : pernapasan ronchi
09.00 pernafasan dan pergerakan dada simetris
gerakan dada
09.05 1 Mendengarkan area S: Ibu klien mengatakan klien
paru, catat area masih sesak namun lendir
penurunan atau tak sudah berkurang
ada aliran udara O: suara nafas ronchi
10.00 1 Melakukan S : Ibu klien mengatakan
fisioterapi dada bersedia anaknya diberi
fisioterapi dada
O : Ibu kooperatif, anak
menangis dan rewel saat diberi
terapi fisioterapi dada
10.15 1 Berkolaborasi S : Ibu klien mengatakan
dengan ahli bersedia diberi terapi infra red
fisioterapi O : klien tidak rewel
pemberian infra
red
11.00 1 Berkolaborasi dalam S : Ibu klien mengatakan stelah
memberikan terapi diberi terapi uap lendir encer dan
dan nafas anak menjadi lebih
nebulizer. ringan
combiven 1 resp O : anak tampak menghirup uap
Flexotide nebul

No.
Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon TTD
Dx
Kamis, 13-6-‘19 1 Mengkaji frekuensi S: -
atau kedalaman O : pernapasan ronchi
09.00 pernafasan dan pergerakan dada simetris
gerakan dada
09.10 1 Mendengarkan area S: Ibu klien mengatakan
paru, catat area klien masih sesak namun
penurunan atau tak lendir sudah berkurang
ada aliran udara O: suara nafas ronchi
10.00 1 Melakukan fisioterapi S : Ibu klien mengatakan
dada bersedia anaknya diberi
fisioterapi dada
O : Ibu kooperatif, anak
menangis dan rewel saat diberi
terapi fisioterapi dada
10.10 1 Berkolaborasi dengan S : Ibu klien mengatakan
ahli fisioterapi bersedia diberi terapi infra red
pemberian infra red O : klien tidak rewel
10.15 1 Berkolaborasi dalam S : Ibu klien mengatakan stelah
memberikan terapi diberi terapi uap lendir encer
obat-obatan dan dan nafas anak menjadi
bronkodilator dan lebih ringan
O : anak tampak menghirup uap
mukolitik melalui
nebul
inhalasi (nebulizer).
Berkolaborasi dalam
memberikan terapi
nebulizer.
combiven 1 resp / 12
jam
Flexotide / 6 jam
F. EVALUASI

Hari/Tanggal/Jam No Evaluasi TTD


Dx
Selasa, 11/06/2019 S = Ibu klien mengatakan klien masih sesak, masih
21.00 batuk berdahak
O = klien terpasang nasal kanul, tampak akumulasi
sekret, batuk, ronchi (+), perkusi : redup, RR : 32
x/mnt, S :36,2 oC, N :122 x/menit
A = masalah bersihan jalan nafas belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
- Observasi ttv (RR, Suhu, N)
1 - Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan
dan gerakan dada.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan
atau tak ada aliran udara.
- Lakukan fisioterapi dada
- Kolaborasi dalam memberikan terapi obat-
obatan bronkodilator dan mukolitik melalui
inhalasi (nebulizer)
- Kolaborasi dengan fisioterapi pemberian
infra red

Hari/Tanggal/Jam No Evaluasi TTD


Dx
Rabu, 12/06/2019 S = S = Ibu klien mengatakan klien masih sesak,
14.00 masih batuk berdahak
O = klien terpasang nasal kanul, tampak akumulasi
sekret, batuk, ronchi (+), perkusi : redup, RR : 32
x/mnt, S :36,2 oC, N :122 x/menit
A = masalah bersihan jalan nafas belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
- Observasi ttv (RR, Suhu, N)
1 - Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan
dan gerakan dada.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan
atau tak ada aliran udara.
- Lakukan fisioterapi dada
- Kolaborasi dalam memberikan terapi obat-
obatan bronkodilator dan mukolitik melalui
inhalasi (nebulizer)
- Kolaborasi dengan fisioterapi pemberian
infra red
Hari/Tanggal/Jam No Evaluasi
Dx TTD
Kamis, 13/06/2019 S = Ibu klien mengatakan sesak berkurang, klien
14.00 sudah bisa tidur nyenyak tanpa terbangun, dahak
menjadi encer dan mudah keluar setelah diberi terapi
nebul dan fisioterapi dada
O = klien terpasang nasal kanul, secret berkurang,
perkusi : redup, RR : 28 x/mnt, S :36,2 oC, N :120
x/menit

A = masalah bersihan jalan nafas sudah teratasi


P = pertahankan intervensi
1 - Observasi ttv (RR, Suhu, N)
- Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan
dan gerakan dada.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan
atau tak ada aliran udara.
- Lakukan fisioterapi dada
- Kolaborasi dalam memberikan terapi obat-
obatan bronkodilator dan mukolitik melalui
inhalasi (nebulizer)
- Kolaborasi dengan fisioterapi pemberian
infra red
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. DATA FOKUS PASIEN


1. Identitas
Nama anak : An. K
Tempat tgl lahir : 29 Agustus 2018
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal pengkajian : 11 Juni 2019
Tanggal Masuk Rs : 10 Juni 2019
2. Analisa data
NO DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
1. DS: ibu mengatakan anak Bersihan jalan Sekresi yang
sesak napas dan batuk nafas tidak efektif tertahan
disertai dengan dahak
DO:
 Keadaan umum lemah
 Pernafasan cuping
hidung
 Batuk disertai suara grok
grok
S : 38°C
RR : 40 x/m

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


JURNAL
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

C. EVIDENCE BASED NURSING YANG DITERAPKAN PADA PASIEN


Dari data fokus yang diperoleh maka diambil diagnosa keperawatan Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Prosedur
invasif untuk evidence based nursing yang diterapkan yaitu bersihan jalan
nafas tidak efektif dengan terapi non-farmakologi fisioterapi dada.

D. ANALISA SINTESA
Virus, bakteri, jamur

Invasi saluran nafas atas

Kuman berlebih di bronkus

Proses peradangan

Akumulasi secret di bronkus

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Manajemen jalan nafas non Nebulizer


farmakologi fisioterapi dada

E. MEKANISME PENERAPAN EBN


Kriteria Klien: klien pada penerapan jurnal ini adalah anak dengan rentang
usia <12 bulan yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas di tandai
dengan RR > 40 x/menit pernafasan cuping hidung.

Mekanisme penerapan
1. Persiapkan alat
2. Auskultasi suara nafas tambahan dan lihat apakah ada penumpukan secret
di jalan nafas
3. Tempatkan pasien di ruang tertutup
4. Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, vibrasi, dan
perkusi punggung anak untuk membantuk mengeluarkan secret, terapi
diberikan selama 20-30 mnt.
5. Setelah tindakan selesai dengarkan kembali sura napas dengan
SOP Fisioterapi dada
TEKNIK FISIOTERAPI DADA
1. Postural Drainage (Clapping).
Dilakukan dengan cara kedua telapak tangan membentuk ”setengah bulan”
dengan jari-jari tangan saling merapat. Secara bergantian melakukan tepukan
dengan telapak tangan dipunggung klien, sampai klien merasakan adanya
rangsangan batuk. Posisi berbaring klien diatur secara spesifik untuk
memudahkan drainase mucus dan sekresi dari bidang paru.

2. Vibrasi Dada
Dilakukan dengan meletakkan telapak tangan dengan posisi rata didada klien
dan menggetarkannya.

NO TINDAKAN
I PENGKAJIAN
1. Mengkaji dengan auskultasi bunyi nafas klien.
2. Mengkaji pola nafas dan kualitas sekreri klien.
3. Mengkaji frekuensi dan pola irama jantung klien.
4. Mengkaji riwayat dan kondisi fisik klien : hipertensi, gagal jantung
kongestif, edema pulmonal, peningkatan TIK, serta adanya
komplikasi abdomen.
5. Mengkaji segmen paru yang memerlukan tindakan fisioterapi.
6. Mengkaji makan terakhir klien.

II INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1. Pot sputum dengan larutan desinfektan (Lysol 2%).
2. Bantal.
3. Gaun atau pakaian yang tidak mengiritasi.
4. Tempat tidur yang dapat diatur ketinggian dan posisinya (kalau
perlu).
5. Tissue.
6. Peralatan oral hygiene.
7. Nierbeken / bengkok.
8. Masker dan handscoen bersih (kalau perlu).
9. Oksigen dan suction (kalau perlu).

B. Persiapan Klien :
1. Menjelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya fisioterapi dada.
2. Menganjurkan klien untuk berkemih terlbih dahulu.
3. Menganjurkan kepada klien untuk memberitahu jika merasa mual,
nyeri, atau sesak nafas.
4. Memberikan medikasi yang akan membantu untuk mengencerkan
sekresi atau sputum (jika ada).
III IMPLEMENTASI
1. Mencuci tangan.
2. Menutup sampiran (jika perlu).
3. Mengenakan masker, gaun dan handscoen (jika ada indikasi).
4. Melakukan fisioterapi dada :
a. Postural Drainage (Clapping) :
1) Membantu klien untuk posisi duduk atau posisi tidur miring kiri /
kanan.
2) Memberikan tissue dan pot suptum kepada klien.
3) Melakukan clapping dengan cara kedua tangan menepuk punggung
klien secara bergantian sampai ada rangsangan untuk batuk.
4) Menganjurkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sekret / sputum
pada pot sputum.
b. Vibrasi Dada :
1) Menganjurkan klien untuk nafas dalam dan lambat melalui hidung
dan menghembuskannya melalui mulut.
2) Meletakkan telapak tangan secara datar diatas dada yang akan
divibrasi.
3) Meminta klien untuk nafas dalam dan ketika klien menghembuskan
nafas getarkan telapak tangan secara perlahan diatas dada klien.
4) Menganjurkan klien untuk batuk untuk mengeluarkan suputum dan
membuangnya pada pot sputum.
5. Mengulangi teknik fisioterapi dada untuk setiap segmen paru.
6. Dengan perlahan mengembalikan posisi klien apda posisi semula.
7. Melakukan oral hygiene.
8. Merapihkan klien dan peralatan.
9. Mencuci tangan.

IV EVALUASI
1. Mengevaluasi respon klien setelah dilakukan 3 – 4 kali fisioterapi
dada.
2. Mengevaluasi respon serta toleransi klien selama prosedur.
3. Mengevaluasi karakteristik sputum / sekret : jumlah, konsistensi,
warna (ada darah atau tidak).
4. Tindakan fisioterapi dada ini dihentikan jika keluhan nyeri dan sesak
nafas meningkat.

V DOKUMENTASI
1. Mencatat tanggal dan waktu fisioterapi dada.
2. Mencatat segmen dada yang difisioterapi.
3. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah
prosedur.
4. Mencatat karakteristik sputum / sekret : jumlah, konsistensi, warna
(ada darah atau tidak).
VI SIKAP
1. Sistematis.
2. Hati-hati.
3. Berkomunikasi.
4. Mandiri.
5. Teliti.
6. Tanggap terhadap respon klien.
7. Rapih.
8. Menjaga privacy.
9. Sopan.
BAB V
PEMBAHASAN APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING

A. HASIL YANG DICAPAI


Waktu Pre Post
Selasa, Sebelum dilakukan terapi Setelah dilakukan, suara
11-06-2019 terdengar suara nafas nafas tambahan masih
tambahan ronchi, terdapat terdengar, penumpukan
secret di jalan nafas, masih secret berkurang, batuk
batuk, RR 42 belum berkurang, RR 38
Rabu, Sebelum dilakukan terapi Setelah dilakukan suara
12-06-2019 terdengar suara nafas nafas tambahan masih
tambahan ronchi, terdapat terdengar, secret berkurang,
secret di jalan nafas, masih batuk efektif, RR 36
batuk, RR 39
Kamis, Sebelum dilakukan suara Setelah dilakukan terapi
13-06-2019 nafas tambahan terdengar, suara nafas tambahan
suara ronchi, terdapat secret, berkurang, secret di
masih batuk, RR 36 berkurang, batuk berkurang,
RR 30

B. MANFAAT
Kelebihan dari terapi non-farmakologi fisioterapi dada dalam
membantu mengeluarkan atau memperlancar secret, klien / orang tua klien
dapat dengan mudah mengerti dan memahami penerapan aplikasi evidence
based nursing practice non-farmakologi fisioterapi dada karena prosedur yang
mudah dipahami dan dilakukan.
C. KEKURANGAN DAN HAMBATAN
Kekurangan atau hambatan selama aplikasi evidance based nursing
terapi non-farmakologi fisioterapi dada ini yaitu pemberian terapi ini jika
terapi diberikan anak terkadang rewel dan terapi yang diberikan cukup lama
15-25 menit.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang
memiliki pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya, yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah
bronkus dan sekitar alveoli, yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran
pernafasan salah satunya kebersihan jalan nafas yang tidak efektif akibat
penumpukan sekret di jalan nafas sehingga membutuhkan tindakan untuk
membersihkan jlan nafas salah satunya dengan fisioterapi dada.
Dari pengaplikasian fisioterapi dada sesuai dengan jurnal penelitian
yang pernah di terapkan pada pasien yang mengalami keridakefektifan
bersihan jalan nafas sangat efektif untuk menghilangkan secret dan pemberian
infra red untuk memberikan efek relaksasi pada otot dada.

B. SARAN
1. Penulis
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada penderita bronkopneumonia
2. Rumah sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan RS Roemani Semarang
dapat memberikan pelayanan dan mempertahankan hubungan kerja sama
antar tim kesehatan.
3. Profesi keperawatan
Dapat digunakan sebagai refrensi dan pengetahuan yang mampu
dikembangkan untuk memberikan pelayanan pada pasien
bronkopneumonia yang lebih berkualitas dan mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit, Jakarta : EGC

Hidayat, A.A,.2004. “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia”. Jakarta :


EGC
Santosa, G. (2005), Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education
Anak.FKUNAIR.
Price S.A, (2005), Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Ed.6 Vol.2,
Jakarta : EGC, alih bahasa Dr. Peter Anugrah
Maidartati. 2014. ‘Pengaruh Fisioterapi Dada terhadap Bersihan Jalan Nafas pada
Anak Usia 1-5 Tahun yang mengalami Gangguan Bersihan Jalan Nafas di
Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung’. Available from:
http://eprints.ums.ac.id (diakses 11 Juni 2019)
Welly Setiawan.(2018). PENGARUH CHEST THERAPY DAN INFRA RED PADA
BRONCHOPNEUMONIA. AKADEMI FISIOTERAPI WIDYA HUSADA
SEMARANG. Available from:
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=988097&val=1
5114&title=PENGARUH%20CHEST%20THERAPY%20DAN%20INFR
A%20RED%20PADA%20BRONCHOPNEUMONIA (diakses pada 11
Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai