Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN BRONKIEKTASIS

DI SUSUN OLEH :
NAMA : KASIYATUN ROLIYAH
NIM : 106115041

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-ISYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
Tahun 2017-2018
A. Pengertian
Bronkiektasis adalah kondisi ketika saluran bronkus yang terdapat di
dalam paru-paru mengalami kerusakan, penebalan, atau pelebaran secara
permanen, dan dapat terjadi pada lebih dari satu cabang bronkus. Kerusakan
tersebut menyebabkan bakteri dan cairan mukus lebih mudah terkumpul di
dalam bronkus yang dapat memicu penyumbatan saluran udara dan infeksi
berulang. Penderita bronkiektasis akan lebih mudah terkena infeksi bakteri
yang dapat memperparah kerusakan bronkus.
Secara umum, penderita bronkiektasis tidak dapat disembuhkan.
Namun dengan perawatan yang baik, pasokan oksigen untuk tubuh melalui
paru-paru dapat terjaga dan kerusakan lebih lanjut pada paru-paru dapat
dicegah, sehingga kualitas hidup penderita dapat meningkat.
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat
penambahan diameter bronkus yang bersifat regular, lumen distal
bronkus tidak begitu melebar.
2. Bronkiektasis fusiform (Varikosa)
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindris dan bersifat irregular.
Gambaran garis irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah
gambaran khas pada bentuk Varikosa.
3. Bronkiektasis kistik atau sakular
Dilatasi bronkus sangat progresif menuju ke perifer bronkus. Pelebaran
bronkus ini terlihat seperti balon, kelainan ini biasanya terjadi pada
bronkus besar, pada bronkus generasi ke 4. Bentuk ini juga terdapat pada
BE congenital

2
B. Etiologi
Bronkiektasis terjadi akibat kerusakan jaringan bronkus yang
diperparah oleh infeksi. Infeksi bronkus pada penderita bronkiektasis
meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada paru-paru, yang akan membuat
bronkus semakin meradang dan melebar. Kedua hal tersebut terjadi secara
berputar dan berulang, sehingga kerusakan pada bronkus dan paru-paru
semakin parah.
Kerusakan bronkus dipicu oleh respons sistem imun yang berupaya
menghilangkan penyebab infeksi, seperti bakteri dan virus. Kerja sistem imun
tersebut memicu reaksi peradangan. Pada umumnya, reaksi peradangan akan
berhenti dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan. Namun,
pada bronkiektasis, reaksi peradangan menyebabkan kerusakan permanen
pada jaringan elastis dan jaringan otot bronkus. Kerusakan pada kedua
jaringan tersebut menyebabkan pelebaran bronkus yang justru makin
meningkatkan risiko terjadinya infeksi.

3
Berbagai kondisi dan penyakit yang dapat memicu kerusakan
permanen pada bronkus paru-paru antara lain:
1. Penyakit jaringan ikat. Beberapa penyakit dapat menyebabkan
terjadinya peradangan pada jaringan ikat di seluruh tubuh, termasuk di
bronkus, antara lain:
a. Rheumatoid arthritis.
b. Sindrom Sjogren.
c. Kolitis ulseratif.
d. Penyakit Crohn.
2. Aspergilosis bronkopulmoner alergika (ABPA). Penderita penyakit ini
memiliki alergi terhadap jamur Aspergillus yang aktif mengeluarkan
spora. Jika seorang penderita ABPA menghirup spora Aspergillus, spora
dapat memicu reaksi alergi dan peradangan, yang kemudian
menyebabkan bronkiektasis.
3. Cystis fibrosis. Ini merupakan penyakit genetik yang menyebabkan paru-
paru terganggu oleh cairan mukus yang menggumpal. Cairan mukus yang
ada di paru-paru dapat menjadi tempat yang ideal bagi bakteri untuk
berkembang biak dan menyebabkan infeksi serta memicu bronkiektasis
4. Penyakit paru-paru obstruktif kronis (PPOK). PPOK merupakan
golongan penyakit paru-paru progresif yang menyebabkan penderita sulit
bernapas akibat kerusakan pada alveoli dan bronki. Contoh penyakit yang
tergolong PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. Seperti
bronkiektasis, penyakit PPOK juga tidak dapat disembuhkan, namun
gejala dan perkembangan penyakitnya dapat dikontrol sehingga kualitas
hidup penderita dapat terjaga.
5. Infeksi paru-paru sewaktu kecil. Sekitar sepertiga dari kasus
bronkiektasis dapat dikaitkan dengan infeksi paru-paru semasa kecil,
seperti batuk rejan, tuberkulosis, dan penumonia berat.
6. Imunodefisiensi. Pada orang dengan kondisi sistem imun yang rendah
(imunodefisiensi), paru-paru lebih mudah terkena infeksi sehingga risiko

4
terkena bronkiektasis lebih tinggi. Imunodefisiensi dapat terjadi karena
penyakit genetik atau nongenetik, seperti infeksi HIV.
7. Aspirasi. Kondisi ini terjadi ketika isi lambung secara tidak sengaja
masuk ke dalam paru-paru. Dikarenakan paru-paru sangat sensitif terhadap
keberadaan benda asing, sekecil apa pun benda yang masuk dapat memicu
reaksi peradangan yang dapat merusak jaringan.
8. Kelainan silia. Silia merupakan rambut-rambut halus yang berada di
sekeliling permukaan saluran pernapasan. Fungsi silia adalah untuk
membantu mengeluarkan cairan mukus yang berlebih dari permukaan
saluran pernapasan. Jika fungsi silia terganggu, maka akan terjadi
penumpukan cairan mukus yang dapat menimbulkan sumbatan di saluran
pernapasan dan memudahkan terjadinya infeksi. Kondisi kelainan silia
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, di antaranya adalah primary
ciliary dyskinesia dan penyakit Young.

C. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang dapat diamati dari penderita bronkiektasis adalah
batuk berdahak yang tidak mereda meskipun diobati. Dahak yang dihasilkan
dari batuk akibat bronkiektasis dapat berwarna bening, kuning pucat, atau
kuning kehijauan. Gejala lainnya adalah:
1. Mengi.
2. Sesak napas.
3. Nyeri sendi.
4. Perubahan bentuk ujung-ujung jari yang dinamakan clubbing finger, di
mana kuku menebal dan bentuk ujung jari menjadi bulat.
5. Batuk mengeluarkan darah atau dahak dari batuk bercampur dengan
darah.
6. Mengalami infeksi saluran pernapasan berulang.
7. Kehilangan berat badan.
8. Lelah.

5
Jika penderita bronkiektasis mengalami infeksi sekunder akibat
kerusakan bronkus, gejala munculnya infeksi antara lain:
1. Tidak enak badan.
2. Nyeri menusuk di dada yang semakin terasa ketika bernapas.
3. Batuk yang semakin memburuk dengan dahak yang mengental, berubah
warna menjadi lebih kehijauan, dan meneluarkan bau tidak sedap.
4. Merasa sangat lelah.
5. Sesak napas yang semakin memburuk.
6. Batuk mengeluarkan darah.
Jika gejala-gejala berikut sudah muncul, berarti infeksi paru-paru yang
dipicu bronkiektasis sudah memburuk dan perlu dirawat di rumah sakit.
Gejala-gejala infeksi paru-paru yang perlu diperhatikan adalah:
1. Sianosis, yaitu kulit dan bibir dan bibir tampak kebiruan.
2. Bingung dan gangguan mental.
3. Napas lebih cepat, lebih dari 25 kali per menit.
4. Nyeri dada parah yang menyebabkan sulit bernapas dan sulit batuk untuk
mengeluarkan dahak.
5. Demam dengan suhu di atas 38 C.

D. Patofisiologi
Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah
proksimal bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot dan
jaringan elastik dinding bronkus yang dapat terjadi secara kongenital ataupun
didapat karena sebab infeksi kronik saluran napas. Bronkiektasis kongenital
terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabang-
cabang bronkus. Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding
bronkus merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi
yang melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil protease sehingga terjadi
kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya terjadi fibrosis
peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi
transmural sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini

6
biasanya ditemukan gangguan pembersihan sekresi (mucous clearance) pada
bronkus dan cabang-cabangnya. Kegagalan proses pembersihan sekresi
menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen
yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang purulen pada penderita
Bronkiektasis.

E. Pathways

7
F. Komplikasi
Komplikasi bronkiektasis antara lain bronkitis kronik, pneumonia
dengan atau tanpa atelektasis, pleuritis, efusi pleura atau empiema, abses
metastasis di otak, sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan, dan
amiloidosis. Komplikasi akibat bronkiektasis yang paling berbahaya adalah
batuk mengeluarkan darah yang sangat hebat (hemoptisis). Kondisi ini terjadi
akibat salah satu bagian pembuluh darah yang menyediakan darah bagi paru-
paru terbuka dan mengalami perdarahan. Gejala hemoptisis antara lain
adalah:
a. Batuk berdarah lebih dari 100 ml selama 24 jam.
b. Sulit bernapas yang disebabkan oleh darah menghalangi aliran udara di
paru-paru.
c. Kepala berkunang-kunang.
d. Pusing.
e. Kedinginan dan kulit terasa basah dan dingin akibat kehilangan darah
dalam jumlah banyak.
Hemoptisis masif yang terjadi pada penderita bronkiektasis merupakan
keadaan darurat medis yang harus segera ditangani. Untuk mengatasi
hemoptisis, dokter akan melakukan embolisasi arteri bronki (BAE) dengan
cara menyumbat sumber perdarahan di paru-paru yang dipandu dengan
pemindaian sinar-X.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna sputum sel
sel dan bakteri dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum
akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak
leukosit dan bakteri. Apabila di temukan sputum berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.

8
b. Pemeriksaan darah tepi, biasanya di temukan dalam batas normal.
Kadang di temukan adanya leukositosis menunjukkan adanya
supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang
menahun.
c. Pemeriksaan urin, di temukan dalam batas normal, kadang di
temukan adanya proteinuria yang bermakna yang di sebabkan oleh
amiloidosis, namun immunoglobulin serum biasanya dalam batas
normal kadang bisa meningkat atau menurun.
d. Biopsi bronkus dan mukosanasal (bronkopulmonal berulang)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan
batas batas corakan menjadi kabur, mengelompok, paling banyak
mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih
kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum, segmen lingual
lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
b. Pemeriksaan Bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi
di mana untuk mengevaluasi penderita yang akan di operasi
Bronkografi dilakukan stelah keadaan stabil stelah pemberian
antibiotic dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus
bersih dari secret.

H. Penatalaksanaan :
Penanganan bronkiektasis mencakup berbagai jenis pengobatan yang
dilakukan secara berkesinambungan. Karena kerusakan paru-paru yang
timbul akibat bronkiektasis bersifat permanen, maka tujuan pengobatan
bukan untuk menyembuhkan penyakit, melainkan untuk meringankan gejala,
mengurangi dan mencegah komplikasi, mencegah penyakit bertambah parah,
serta mengurangi angka kesakitan dan angka kematian.

9
Sangat penting untuk mengenali dan mendiagnosis bronkiektasis pada
tahap awal. Selain itu, mengobati penyakit yang menyebabkan bronkiektasis
juga menjadi tujuan pengobatan. Beberapa hal yang berkaitan dengan
penanganan bronkiektasis di antaranya adalah:
1. Meringankan gejala bronkiektasis. Perlu diingat bahwa bronkiektasis
tidak bisa disembuhkan, namun gejalanya dapat dikontrol sehingga tidak
memburuk. Beberapa langkah untuk meringankan gejala bronkiektasis
adalah:
1. Berhenti merokok.
2. Menghindari menjadi perokok pasif.
3. Mendapatkan vaksin cacar, rubella, dan batuk rejan.
4. Terapi oksigen untuk penderita bronkiektasis yang mengalami
hipoksemia dan komplikasi berat.
5. Pengobatan khusus (termasuk dari segi nutrisi dan psikologi) bagi
penderita bronkiektasis akibat cystis fibrosis.
6. Mendapatkan vaksin flu setiap tahun.
7. Mendapatkan vaksin pneumococcal untuk menghindari pneumonia.
8. Melakukan latihan fisik secara teratur.
9. Menjaga cairan tubuh.
10. Menjaga pola makan gizi seimbang.
2. Pemberian antibiotik. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk
mengobati infeksi bakteri pada penderita bronkiektasis yang dapat
memperburuk kondisi. Untuk menentukan antibiotik yang tepat, dokter
akan melakukan analisis dahak. Sementara menunggu hasil, dokter akan
memberikan antibiotik berspektrum luas. Beberapa jenis antibiotik yang
dapat diberikan bagi penderita bronkiektasis antara lain adalah:
clarithromycin, azithromycin, sulfamethoxazole, doxycycline,
levofloxacin, atau tobramycin.
3. Obat Anti inflamasi. Tujuan pemberian obat anti inflamasi adalah untuk
memodifikasi respons sistem imun pada saat terjadinya infeksi sehingga
mengurangi kerusakan jaringan. Beberapa obat anti inflamasi, seperti

10
beclomethasone, dapat diberikan melalui alat nebulasi. Contoh golongan
obat anti inflamasi yang dapat diberikan kepada penderita bronkiektasis
adalah:
1. Kortikosteroid.
2. Penghambat leukotriene.
3. Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAIDs).
4. Bronkodilator. Bronkodilator diberikan untuk meredakan gejala
bronkiektasis yang menyebabkan sulit bernapas. Bronkodilator akan
merelaksasi otot paru-paru sehingga penderita dapat bernapas lebih
mudah. Beberapa contoh obat jenis bronkodilator adalah:
1. Agonis beta2-adrenergik.
2. Antikolinergik.
3. Teofilin.
5. Latihan teknik siklus aktif bernapas (active cycle of breathing
technique/ACBT). Latihan ini berfungsi agar penderita bronkiektasis
dapat mengeluarkan cairan mukus dari dalam saluran pernapasan dengan
cara mengatur ritme napas. Mulai dari bernapas normal, menarik napas
dalam, kemudian mengeluarkan mukus melalui saluran pernapasan.
Latihan ACBT harus dibantu oleh fisioterapi untuk menghindari
kerusakan paru-paru.
6. Pembedahan. Pembedahan baru boleh direkomendasikan kepada pasien
bronkiektasis jika hanya satu lobus paru-paru yang mengalami
bronkiektasis, pasien tidak memiliki kondisi yang mendasari
bronkiektasis untuk kambuh, atau gejala bronkiektasis tidak mereda
setelah dilakukan berbagai macam pengobatan yang diberikan.
Pembedahan dilakukan dengan cara membuang lobus paru-paru yang
terkena bronkiektasis.

11
I. Masalah Keperawatan/ Kolaborasi
1. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret atau sekresi kental
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
dan kerusakan alveoli
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, produksi sputum, dispneu
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit
kronis, malnutrisi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan kerusakan pertukaran gas

J. Daftar Pustaka
http://www.alodokter.com/bronkiektasis
http://nursesharing.blogspot.co.id/2014/03/askep-pasien-bronkiektasis.html
http://www.klikparu.com/2013/01/bronkiektasis-be.html
http://himakeperawatan13.blogspot.co.id/2012/10/lp-dan-askep-
bronkiektasis.html

12

Anda mungkin juga menyukai