Anda di halaman 1dari 22

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang
biasanya disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan
cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. (Utama,
2018)
2. ETIOLOGI
a. Pneumonia oleh bakteri.
“S, pneumoniac” adalah jenis bakteri penyebab pneumonia pada anak-
anak di semua umur berdasarkan komunitas penyakit pneumonia.
Sedangkan M.pneumoniae dan Chlamydua pneumoniae adalah
penyebab utama pneumonia pada anak di atas umur 5 tahun. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh
jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Pneumonia yang dipicu oleh bakteri
bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi sampai usia lanjut. Pada
pencandu alkkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan penyakit
gangguan pernapasan, dan penurunan kekebalan tubuh adalah golongan
yang paling beresiko. Anak-anak juga termasuk kelompok yang rentan
terinfeksi penyakit ini karena daya tahan tubuh yang masih lemah.
b. Pneumonia oleh virus.
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Sebagian besar virus-virus ini menyerang saluran pernapasan bagian
atas (terutama pada anak). Namun, sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan dapat disembuhkan dalam waktu singkat. Bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan ini masuk ke
dalam tingkatan beraat dan kadang menyebabkan kematian. Virus yang
menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan
paru yang dipenuhi cairan.
c. Pneumonia oleh mikoplasma.
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri walaupun memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering
pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan ada orang yang tidak mengalami pengobatan. Pneumonia jenis
ini berbeda gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan dengan
pneumonia pada umumnya. Oleh karena itu, pneumonia yang diduga
disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering disebut
Atypical Pneumonia (pneumonia yang tidak tipikal). Pneumonia
mikoplasma mulai diidentifikasi saat perang dunia II.
d. Pneumonia jenis lainnya.
Pneumonia lain yang jarang ditemukan, yakni disebabkan oleh
masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Pneumocystitis
Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, adalah
salah satu contoh dari pneumonia jenis lainnya. PCP biasanya menjadi
tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP dapat
diobati pada banyak kasus. Namun, bisa saja penyakit ini muncul lafi
beberapa bulan kemudian, Rickettsia (golongan antara virus dan bakteri
yang menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan
psittacosis) juga menganggu fungsi paru. (Utama, 2018)
3. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya pelebaran
cuping hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering disebut tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing). Penyakit yang
sering terjadi pada anak-anak ini ditandai dengan ciri-ciri adanya demam,
batuk disertai nafas cepat (takipnea). Gejala dan tanda pneumonia
tergantung kuman penyebab, usia, status imunologis, dan beratnya
penyakit. Gejalal dan tanda dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non
spesifik), gejala pulmonal, pleural, dan ekstrapulmonal.
Gejala-gejala tersebut meliputi:
a. Demam
b. Mengigil
c. Sefalgia
d. Gelisah
e. Muntah, kembung, diare (terjadi pada pasien dengan gangguan
gastrointestinal)
f. Otitis media, konjungtivitas, sinusitis (pneumonia oleh streptococcus
pneumonia atau Haemophillus influenza). (Utama, 2018)
4. PATOFISIOLOGI
Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru
oleh mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi. Meskipun
lebih dari serratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
pneumonia, hanya sedikit dari mereka yang bertanggung jawab pada
sebagian besar kasus. Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan
bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah
fungsi dan parasite.
a. Virus
Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak. Biasanya
virus masuk ke dalam paru-paru bersamaan droplet udara yang terhirup
melalui mulut dan hidung setelah masuk virus menyerang jalan nafas
dan alveoli. Invasi ini sering menunjukkan kematian sel, sebagian virus
langsung mematikan sel atau melalui suatu tipe penghancur sel yang
disebut apoptosis. Ketika sistem imum (DL leukosit meningkat)
merespon terhadap infeksi virus, dapat terjadi kerusakan paru. Sel darah
putih, sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi sejenis sitokin yang
membuat cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak
dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke
dalam aliran darah (terjadi pertukaran gas). Sebagai tambahan dari
proses kerusakan paru, banyak virus merusak organ lain terganggu.
Virus juga dapat membuat tubuh rentan terhadap infeksi bakteri, untuk
alasan ini, pneumonia karena bakteri sering merupakan komplikasi dari
pneumonia yang disebabkan oleh virus. Pneumonia virus biasanya
disebabkan oleh virus seperti virus influenza, virus syccytial respiratory
(RSV), adenovirus dan metapneumovirus. Virus herpes simpleks jarang
menyebabkan pneumonia kecuali pada bayi baru lahir. Orang dengan
masalah pada sistem imun juga beresiko terhadap pneumonia yang
disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV).
b. Bakteri
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada
di udara dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui
aliran darah ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh. Banyak
bakteri hidup pada bagian atas dari saluran pernapasan atas seperti
hidung, mulut dan sinus dan dapat dengan mudah dihirup menuju
alveoli. Setelah memasuki alveoli, bakteri mungkin menginvasi
ruangan diantara sel dan diantara alveoli melalui rongga penghubung.
Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophir yang adalah
tipe dari pertahanan sel darah putih, menuju paru. Neutrophil menelan
dan membunuh organisme yang berlawanan dan mereka juga
melepaskan cytokine, menyebabkan aktivasi imun dari sistem imun.
Hal ini menyebabkan demam, menggigit dan mual umumnya pada
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Neutrophil, bakteri
dan cairan dari sekeliling pembuluh darah mengisi alveoli dan
menganggu transportasi oksigen. Bakteri sering berjalan dari paru yang
terinfeksi menuju aliran darah menyebabkan penyakit yang serius atau
bahkan fatal seperti septic syok dengan tekanan darah rendah dan
kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal dan jantung.
Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding
dada (cavitas pleura) menyebabkan komplikasi yang dinamakan
empyema. Penyebab paling umum dari pneumonia yang disebabkan
bakteri adalah Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negative dan
bakteri atipikal. Penggunaan istilah “Gram positif” dan “Gram
negative” merujuk pada warna bakteri (ungu atau merah) ketika
diwarnai menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.
Istilah “atipikal” digunakan karena bakteri atipikal umumnya
mempengaruhi orang yang lebih sehat, menyebabkan pneumonia yang
kurang hebat dan berespon pada antibiotic yang berbeda dari bakteri
yang lain. Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia
pada hidung atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus
pneumoniae, sering disebut “pneumococcus” adalah bakteri penyebab
paling umum dari pneumonia pada segala usia kecuali pada neonatus.
Gram positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah
Staphylococcus aureus. Bakteri Gram negative penyebab pneumonia
lebih jarang daripada bakteri gram positif. Beberapa dari bakteri gram
negative yang menyebabkan pneumonia termasuk Haemophilus
influenza, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa dan Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup pada
perut atau intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika muntahan
terhirup. Bakteri atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk
Chlamydophila pneumoniae, Myoplasma pneumoniae dan Legionella
pneumophila. (Utama, 2018)
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Sinar X mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis, Lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empyema
(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau teralokalisasi (bacterial); atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
b. BGA (Blood Gas Analysis). Tidak normal mungkin terjadi, tergantung
pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. JDL leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun.
d. LED meningkat.
e. Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas
meningkat dan complain menurun.
f. Elektrolit Na dan Cl mungki rendah.
g. Bilirubin meningkat.
h. Aspirasi/biopsy jaringan paru.
Alat diagnose termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan
tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia di sebabkan bakteri
dirawat dengan antibiotic. (Utama, 2018)
6. PENATALAKSANAAN
a. Indikasi MRS:
1) Ada kesukaran nafas, toksis
2) Sianosis
3) Umur kurang 6 bulan
4) Ada penyakit, misalnya: muntah-muntah, dehidrasi, empyema
5) Diduga infeksi oleh stafilokokus
6) Imunokompromais
7) Perawatan di rumah kurang baik
8) Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
b. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker,
monitor dengan pulse oximetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan
bantuan ventilasi mekanik.
c. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui pemberian kompres.
d. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral).
Jumlah sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
e. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet anteral bertahap
melalui selang nasogastric.
f. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal.
g. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi
h. Pemilihan antibiotic berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan
dugaan penyebab evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila
tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotic
sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotic
tergantung: kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan
jenis kuman penyebab:
1) Staphilococcus : perlu 6 minggu parenteral.
2) Haemophilus influenza/Streptococcus pneumonia : cukup 10-14
hari
Pada keadaan imunokomprimais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan kartikosteroid jangka
panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotic harus segera
dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotic :
sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
a. Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
b. Anti viral (Aziclovir, ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
c. Anti jamur (amphotericin B, katokenazol, flukanazol) pada pneumonia
karena jamur
d. Immunoglobulin. (Utama, 2018)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Terdapat secret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
b) Bunyi napas ronchi
2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
b) Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernapasan cuping
hidung
c) Kesulitan bernapas : lapar udara, diaphoresis dan sianosis
d) Pernapasan cepat dan dangkal
3) Circulation
a) Akral dingin
b) Adanya sianosis perifer
4) Disability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
b. Pengkajian Sekunder
1) Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama,
tanggal lahir, usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang
serta riwayat social klien.
b) Anamneses
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan
sesak nafas.
2) Pemeriksaan fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas
cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan
menurun. Gejala lain adalah dull (redup) pada perkusi, vocal
fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles
(ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu
inspirasi.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana
dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan
didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Inspeksi : perlu di perhatikan adanya takipnea, dispnea, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis abdomen,
batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada
saat menarik napas.
b) Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin
membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang
sakit dan nadi mungkin mengalami peningkatan (takikardia).
c) Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit.
d) Auskultasi : dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah
pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni,
kadang-kadang terdengar bising gesek pleura. (Mu'awanah,
2016)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
pneumonia adalah :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
mucus dalam jumlah yang berlebihan.
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
(Utama, 2018)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Dx : ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Intervensi :
1) Airway Management
a) Posisikan pasien dengan posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi.
b) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
c) Monitor respirasi dan status O₂.
d) Ajarkan pasien untuk nafas dalam.
2) Terapi Oksigen
a) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.
b) Pertahankan jalan nafas yang adekuat.
c) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.
d) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.
3) Status TTV
a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR.
b) Monitor suara paru.
c) Monitor pola pernafasan abnormal.
4) Tindakan Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian oksigen.
b) Kolaborasi untuk melakukan foto thorak.
b. Dx : ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
mucus dalam jumlah yang berlebihan.
Intervensi :
1) Airway Suction
a) Pastikan kebutuhan oral/trakeal suctioning.
b) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
c) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning.
d) Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
2) Airway Management
a) Posisikan pasien dengan posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi.
b) Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
c) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
d) Ajarkan klien untuk batuk efektif.
e) Monitor respirasi dan status O₂.
3) Tindakan Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat antibiotic, agen mukolitik dan
bronkodilator.
c. Dx : hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Intervensi :
1) Penanganan Demam
a) Monitor suhu sesering mungkin.
b) Monitor IWL.
c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR.
d) Berikan selimut pada klien.
e) Lakukan tepid sponge.
f) Lakukan kompres pada lipatan paha dan aksila.
g) Tingkatkan sirkulasi udara.
2) Regulasi Suhu
a) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
b) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi.
c) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
3) Tindakan Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan tim medis pemberian antibiotic dan
antipiretik. (Utama, 2018)
EFUSI PLEURA
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukan
cairan dalam rongga pleura. (Somantri, 2007)
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan
pleura viseralis. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang
mengganggu sistem pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu
dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi
dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat
cairan berlebihan di rongga pleura, jika kondisi ini jika dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderitanya. (Muttaqin, 2008)
2. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi
menjadi transudate, eksudat, dan hemoragi.
a. Transudate, dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis),
sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom meigs.
b. Eksudat, disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi, dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi, dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, dan tuberculosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan
pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosus sistemis, tumor, dan tuberculosis. (Muttaqin, 2008)
3. ETIOLOGI
a. Hambatan reasorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior.
b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan
berdarah dank arena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses
penyakit neoplastic, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini
disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar:
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah.
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural.
d. Adanya inflamasi atau neoplastic pleura. (Padila, 2012)
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritic (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberculosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadai
penumpukan cairan pleurak yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain,
pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. (Padila,
2012)
5. PATOFISIOLOGI
Di dalam rongga pleura terdapat ±5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan
ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini
diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viselaris, sebagian kecil
lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase
cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini
terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbs terganggu misalnya
pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic
(hypoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar
kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudate dan eksudat pleura.
Transudate misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanana hidrostatik, dan sirosis hepatic karena
tekanan osmotic koloid menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain
oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga
kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudate kadar proteinnya rendah
sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. (Padila, 2012)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan radiologic (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kastofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan
tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat
pergeseran di mediastinum.
b. Ultrasonografi
c. Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea
aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang
mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks)
atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudate
(hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
d. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenasi (LDH), protein),
analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH
e. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. (Padila, 2012)
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co : gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
b. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dipsneu.
c. Bila penyebab dasar malignasi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam
keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dan
drainase yang dihubungkan ke sistem drainase water-seal atau
pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
d. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan
mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
e. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi
dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
f. Water Seal Drainase (WSD)
1) Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
2) Indikasi
a) Pneumotoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b) Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan,
pasca bedah toraks
c) Torakotomi
d) Efusi pleura
e) Empyema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3) Tujuan Pemasangan
a) Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b) Unuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c) Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap
sebagian
d) Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada
4) Tempat pemasangan
a) Apikal
i. Letak selang pada interkosta III mid klavikula
ii. Dimasukkan secara antero lateral
iii. Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b) Basal
i. Letak selang pada intercostal V-VI atau intercostal VIII-IX
mid aksiller
ii. Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5) Jenis WSD
a) Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien dengan simple pneumotoraks
b) Sistem dua botol
Pada sistem ini, botol pertama mengumpulkan cairan drainase
dan botol kedua adalah botol water seal
c) Sistem tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke
sistem dua botol. Sistem tiga botol ini paling aman untuk
mengatur jumlah penghisapan. (Padila, 2012)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer (Primary Survey)
1) Airway
a) Ada atau tidak penumpukan secret
b) Reflex batuk menurun
c) Reflex menelan menurun
d) Wheezing
e) Edema tracheal/faringeal
2) Breathing
a) Sesak nafas
b) RR >20x/menit
c) Menggunakan otot bantu pernafasan
d) Retraksi dinding dada simitris
e) Irama nafas tidak teratur
f) Pernafasan cepat dan dangkal
3) Circulation
a) Nadi cepat
b) TD meningkat atau hipertensi
c) Distritmia
4) Disability
a) Kesadaran GCS
b) Pupil
c) Mual/muntah
d) Gelisah
e) Nyeri dada
b. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey) :
1) Akifitas/istrahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas maupun istrahat.
2) Sirkulasi
Tanda: takikardi, disritmia, irama jantung gallop,
hipertensi/hipotensi, DVJ.
3) Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4) Makanan/cairan
Adanya pemasangan infus intravena
5) Nyer/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : nyeri yang diperberat oleh
napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen.
Tanda: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi.
6) Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada/trauma.
Tanda : takipnea, pengguanaan otot aksesori pernapasan pada dada,
retraksi intercostal, bunyi napas menurun dan fremitus menurun
(pada sis terlibat), perkusi dada : hiper resonan diarea terisi udara
dan bunyi pekak diarea terisi cairan.
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksis)
bila trauma, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,
sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan. (Rosmini, 2017)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan efusi
pleura antara lain:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses
inflamasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma
jaringan) dan dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada).
c. Resiko tinggi trauma/henti napas berhubungan dengan proses cedera,
sistem drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
(Padila, 2012)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Dx : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas,
proses inflamasi.
Intervensi :
1) Identifikasi etiologic atau factor pencetus
2) Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda
vital)
3) Auskultasi bunyi napas
4) Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus
5) Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat
tidur
6) Bila selang dada dipasang:
a) Periksa pengontrol pengisap, batas cairan
b) Observasi gelembung udara botol penampung
c) Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi
kebocoran
d) Awasi pasang surutnya air penampung
e) Catat karakter/jumlah drainase selang dada
f) Berikan oksigen melalui kanul/masker
b. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma
jaringan) dan dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada).
Intervensi :
1) Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
2) Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan
relaksasi
3) Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari
iritasi
4) Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
5) Berikan analgetik sesuai indikasi
c. Dx : Resiko tinggi trauma/henti napas berhubungan dengan proses
cedera, sistem drainase dada, kurang pendidikan
keamanan/pencegahan.
Intervensi :
1) Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran
keamanan
2) Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas
rendah
3) Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti
ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
4) Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
5) Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak
lepas/tercabut. (Padila, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Mu'awanah. (2016). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Pada Pasien Dengan Pneumonia. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang. https://www.scribd.com/document/374847305/Lp-Igd-
Pneumonia
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
https://books.google.co.id/books?id=G3KXne15oqQC&pg=PA126&dq=
Efusi+pleura+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwidgOeW1aPeAhW
Mp48KHZz9BwkQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Efusi%20pleura%20adal
ah&f=false
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dilengkapi dengan asuhan
keperawatan pada sistem cardio, perkemihan, integumen, persarafan,
gastrointestinal, muskuloskeletal, reproduksi, dan repirasi. Yogyakarta:
Nuhamedia.
Rosmini. (2017). Laporan Pendahuluan Efusi Pleura. Jakarta: SCRIBD.
https://www.scribd.com/document/356049561/311190463-Askep-Gadar-
Efusi-Pleura
Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
https://books.google.co.id/books?id=C41PKn0SQMwC&pg=PA95&dq=
efusi+pleura+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi33dTT_qLeAhVaS
X0KHWMIAGgQ6AEIJDAC#v=onepage&q=efusi%20pleura%20adala
h&f=false
Utama, S. Y. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta: Penerbit Deepublish Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA.
https://books.google.co.id/books?id=2SJaDwAAQBAJ&pg=PA47&dq=
Etiologi+pneumonia+komunitas&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiMpIt5K
LeAhWILo8KHf6vAu8Q6AEIIzAB#v=onepage&q=Etiologi%20pneum
onia%20komunitas&f=false

Anda mungkin juga menyukai