Anda di halaman 1dari 111

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. P DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR


DI DESA MOTONGBANG KABUPATEN ALOR PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR
Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing : Suwarsi,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

ABY ORNAN DOLLU SERANG

20160024

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan dengan judul :


“Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. P Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular Di Desa Motongbang Kabupaten Alor
Provinsi Nusa Tenggara Timur

Laporan ini disusun oleh:

Nama : Aby Ornan Dollu Serang

NIM : 20160024

Telah diperiksa, disetujui, dan dipertanggungjawabkan kepada Dosen


Pembimbing Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Respati Yogyakarta, pada:

Hari :

Tanggal :

Waktu :

Tempat/Ruangan :

Pembimbing Mahasiswa

Suwarsi,S.Kep.,Ns.,M.Kep Aby Ornan Dollu Serang


NIK: NIM:20160024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul,
““Laporan Pendahuluan Dan Asuhankeperawatan Pada Tn. P Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular Di Desa Motongbang Kabupaten Alor
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Laporan ini tersusun atas upaya maksimal penulis dengan bimbingan,
arahan, serta dukungan dari bapak/ibu pembimbing dan berbagai pihak sehingga
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Suwarsi,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing lahan praktik


komunitas yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama stase
keperawatan gerontik.
2. Tn. P selaku responden yang telah berpartisipasi aktif sebagai penerima
asuhan keperawatan gerontik.
3. Semua pihak yang telah terlibat dan memberikan dukungan baik moral
maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
pembaca khususnya dalam ilmu keperawatan gerontik . Penulis memohon maaf
apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang tidak disengaja dalam penulisan
laporan ini.
Yogyakarta,

Aby Ornan Dollu Serang

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Tujuan........................................................................................................4

1. Tujuan Umum........................................................................................4

2. Tujuan Khusus.......................................................................................4

BAB II TINJAUANTEORI........................................................................6

A. Anatomi Fisiologi Sistem Terkait..............................................................6

B. Proes Menua.............................................................................................18

C. Penuaan Sistem Terkait............................................................................18

D. Faktor Resiko Yang Mempengarugi Sistem Terkait...............................19

E. Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait..................................................20

F. Macam-Macam Gangguan Sistem Terakait.............................................23

G. Pathway Penuaan Sistem Terkait.............................................................41

H. Asuhan Keperawatan (Teori)...................................................................42


iii
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................53

A. Pengkajian ...............................................................................................53

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................86

C. Rencana Tindakan....................................................................................89

D. Implementasi&Evaluasi ..........................................................................89

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................101

A. Gambaran TeknisIntervensi Pada Lansia..............................................101

B. Perubahan Kondisi Lansi Sebelum Dan Setelah Intervensi...................102

C. Dasar Teori Yang Digunakan Untuk Intervensi....................................104

D. Bukti Ilmiah Lain Yang Mendukung Intervensi....................................107

E. Hambatan Dan Kelemahan Aplikasi Intervensi.....................................112

BAB V PUNUTUP....................................................................................113

A. Kesimpulan............................................................................................113

B. Saran ......................................................................................................113

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. SLKI DAN SIKI

2. SAP Osteoartritis

3. Pre Planning Kompres Jahe Dan Terapi Musik Gamelan

4. Media (Lembar Balik Osteoartritis)

5. Dokumentasi (foto alat dan bahan Intervensi dan Foto Kegiatan

iiii
ivi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut usia perlu
mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar
selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 Pasal 19). Menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam Kholifah
Nur Siti, 2016).

Proses penuaan pada lansia merupakan proses akumulasi


perubahan yang kompleks. Disebut kompleks karena berkaitan dengan
perubahan proses multidimensional fisik. Ditinjau dari sisi biologis,
penuaan merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh akibat
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ
sehingga terjadi kemunduran fisiologis, psikologis, dan sosial seiring
meningkatnya usia (BPS, 2020).

Didunia proporsi lansia diperkirakan akan terus meningkat bahkan


penambahan lansia menjadi yang paling mendominasi apabila
dibandingkan dengan penambahan populasi penduduk pada kelompok usia
lainnya. Data World Health Organiation (WHO) didapatkan pada tahun
2015 ada 901 juta orang berusia 60 tahu atau lebih yang terdiri atas 12%

1
dari jumlah populasi global. Pada tahun 2015 dan tahun 2030, jumah orang
berusia 60 tahun atau lebih diproyeksi akan tumbuh sekitar 56% dari 901
juta menjadi 1,4 Milyar, dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksi
lebih dari dua kali lipat yaitu mencapai 2,1 Milyar (United Nations, 2015)
Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 524 juta penduduk dunia
yang berusia 65 tahun keatas atau sekitar 8 % dari seluruh jumlah populasi
dunia (WHO, 2016). Menurut data BPS Susenas Maret (2020) di
Indonesia terdapat 9,92 % atau 26,82 juta penduduk lansia dari total
jumlah penduduk Indonesia. Distribusi penduduk lansia berdasarkan jenis
kelamin yaitu 52,29 % lansia perempuan dan 47,71 % laki-laki,
berdasarkan kelompok usia yaitu lansia muda (60-69 tahun) 64,29 %,
lansia madya (70-79 tahun) 27,23 % , dan lansia tua (> 80 tahun) 8,49%.

Pada tahun 2020, hampir separuh lansia Indonesia mengalami


keluhan kesehatan, baik fisik maupun psikis (48,14 persen). Sementara itu,
persentase lansia yang mengalami sakit, besarannya hampir mencapai
seperempat lansia yang ada di Indonesia (24,35 persen) (BPS, 2020).
Secara umum, penyakit yang dialami para lansia merupakan penyakit tidak
menular yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor usia
misalnya penyakit jantung, diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera
(Kemenkes RI, 2019).

Lanjut usia atau yang sering disebut dengan akronim lansia


merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
keatas (PERMENKES Nomor 25 tahun 2016). Salah penyakit jantung
pada lansia adalah hipertensi. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan
darah diatas nilai normal. Menurut Nurarif A.H. & Kusuma H. (2016),
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sekitar 140 mmHg
atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg. Hipertensi merupakan masalah
yang perlu diwaspadai, karena tidak ada tanda gejala khusus pada penyakit
hipertensi dan beberapa orang masih merasa sehat untuk beraktivitas

2
seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai silent killer
(Kemenkes, 2018).
Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan diberbagai
negara. Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika
yang berusia diatas 20 tahun yang menderita hipertensi mencapai angka
74,5 jiwa dan hampir 90-95% tidak diketahui penyebabnya (Kemenkes,
2014). Menurut World Health Organiztion (WHO) pada tahun 2011
menunjukan satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, 2/3 penderita
hipertensi berada di negara berkembang. Prevalensi hipertensi akan terus
meningkat dan diprediksi tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di
seluruh dunia terkena hipertensi. Hipertensi telah menyebabkan banyak
kematian sekitar 8 juta orang setiap tahunnya, dan 1,5 juta kematian terjadi
di Asia Tenggara dengan 1/3 populasinya menderita hipertensi
(Kemenkes, 2017).
Menurut Riskesda tahun 2018 penderita hipertensi di Indonesia
mencapai 8,4% berdasarkan diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18
tahun, Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk
prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah sekita 34,1%,
sedangkan pada tahun 2013 hasil prevalensi penderita hipertensi di
Indonesia adalah sekitar 25,8%. Hasil prevalensi dari pengukuran tekanan
darah tahun 2013 hingga tahun 2018 dapat dikatakan mengalami
peningkatan yaitu sekitar 8,3%. Data dari Riskesda tahun 2018 juga
mengatakan bahwa prevalensi hasil pengukuran darah pada penderita
hipertensi terdapat pada provinsi Kalimantan Selatan dengan prevalensi
penderira sekitar 44,1% atau lebih tinggi dari rata-rata prevalensi hasil
pengukuran darah di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk yaitu
menempati posisi ke-13 dan prevalensi rata-rata penderita hiperensi berada
dibawah prevalensi penderita hipertensi di Indonesia (Kemenkes, 2019).

3
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa Profesi ners mampu melakukan Asuhan Keperawatan
Gerontik sesuai dengan masalah yang di alami.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi dari Sistem
Kardiovaskular
b. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Sistem Terkait
c. Untuk mengetahui Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait
d. Untuk mengetahui Macam-macam Gangguan Sistem Terkait
e. Untuk mengetahui Proses Perjalanan Penyakit Melalui Pathway
f. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan (Pengkajian – Evaluasi)
secara Teoritis
g. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan (Pengkajian – Evaluasi)
menggunakan SDKI,SLKI,SIKI

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Terkait


1. Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang
yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke
sebelah kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding
tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut
ventrikel (bilik) (Muttaqin, 2009). Jantung memiliki berat sekitar 300 gr,
meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat
badan, beratnya aktifitas fisik, dll. Jantung dewasa normal berdetak sekitar
60 sampai 80 kali per menit, menyemburkan sekitar 70 ml darah dari
kedua ventrikel per detakan, dan keluaran totalnya sekitar 5 L/ menit
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada
(thoraks), diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut
pericardium, yang terdiri atas 2 lapisan, yauitu pericardium parietalis,
merupakan lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
dan pericardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri,
yang juga disebut epicardium. Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat
cairan pericardium, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan yang
timbul akibat gerak jantung saat memompa. Dinding jantung terdiri dari 3
lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut pericardium, lapisan tengah atau

5
miokardium merupakan lapisan berotot, dan lapisan dalam disebut
endocardium.

2. Persyarafan Jantung
Jantung dipersyarafi oleh serabut simpatis, parasimpatis, da sistem
syaraf autonom melalui pleksus kardiakus. Syaraf simpatis berasal dari
trunkus simpatikus bagian servical dan torakal bagian atas dan syaraf
parasimpatis berasal dari nervous vagus. Sistem persyarafan jantung
banyak dipersyarafi oleh serabut sistem syaraf otonom (parasimpatis dan
simpatis) dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak
belakang untuk mempengaruhi perubahan pada denyut jantung, yang dapat
mempertinggi ketelitian pengaturan syaraf oleh sistem syaraf otot.
Serabut parasimpatis mempersyarafi nodus SA, otot-otot atrium,
dan nodus AV melalui nervus vagus. serabut simpatis menyebar
keseluruh sistem konduksi dan miokardium. Stimulasi simpatis
(adregenic) juga menyebabkan melepasnya epinefrin dan beberapa
norepinefrin dari medulla adrenal. Respon jantung terhadap stimulasi
simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan epinefrin kereseptor
adregenic tertentu; reseptor α terletak pada sel-sel otot polos pembuluh
darah, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, dan reseptor β yang
terletak pada nodus AV, nodus SA, dan miokardium, menyebabkan
peningkatan denyut jantung, peningkatan kecepatan hantaran melewati
nodus AV, dan peningkatan kontraksi miokardium (stimulasi reseptor ini
menyebabkan vasodilates). Hubungan sistem syaraf simpatis dan
parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan darah arteri dan curah
jantung untuk mengatur aliran darah sesuai kebutuhan tubuh (Kasron,
2011).

6
3. Elektrofisiologi Jantung
Di dalam otot jantung, terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang
khusus, yaitu :
a. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara
spontan
b. Irama : pembentukan impuls yang teratur
c. Daya konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls
d. Daya rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur
jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem
hantar untuk merangsang otot jantung dan dapat menimbulkan kontraksi
otot. Perjalanan impuls dimulai dari nodus SA, nodus AV, sampai ke
serabut purkinye.
4. Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung
dan awal dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode
sistole, dan diastole. Sistole adalah periode kontraksi dari ventrikel,
dimana darah dikeluarkan dari jantung. Diastole adalah periode relaksasi
dari ventrikel dan kontraksi atrium, dimana terjadi pengisian darah dari
atrium ke ventrikel
a. Periode Sistole (periode kontriksi)
Periode sistole adalah suatu keadaan jantung dimana bagian ventrikel
dalam keadaan menguncup. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam
keadaan tertutup, dan valvula semilunaris aorta dan valvula
semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel
kanan mengalir ke arteri pulmonalis, dan masuk kedalam paru-paru
kiri dan kanan. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke aorta dan
selanjutnya beredar keseluruh tubuh
b. Periode Diastole (periode dilatasi)

7
Periode diastole adalah suatu keadaan dimana jantung mengembang.
Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan terbuka sehingga
darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri, dan darah dari atrium
kanan masuk ke ventrikel kanan. Selanjutnya darah yang datang dari
paru-paru kiri kanan melalua vena pulmonal kemudian masuk ke
atrium kiri. Darah dari seluruh tubuh melalui vena cava superior dan
inferior masuk ke atrium kanan.

c. Periode Istirahat
Adalah waktu antara periode diastole dengan periode systole dimana
jantung berhenti kira-kira sepersepuluh detik.
5. Sistem Peredaran Darah
Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dalam setiap organ ataupun jaringan
maupun sel tubuh melalui sistem peredaran darah. Sistem aliran darah
tubuh, secara garis besar terdiri dari tiga sistem, yaitu:
a. Sistem peredaran darah kecil
Dimulai dari ventrikel kanan, darah mengalir ke paru-paru melalui
arteri pulmonal untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbon
dioksida kemudian masuk ke atrium kiri. Sistem peredaran darah kecil
ini berfungsi untuk membersihkan darah yang setelah beredar ke
seluruh tubuh memasuki atrium kanan dengan kadar oksigen yang
rendah antara 60-70% serta kadar karbon dioksida tinggi antara 40-
45%. Setelah beredar melalui kedua paru-paru, kadar zat oksigen
meningkat menjadi sekitar 96% dan sebaliknya kadar zat karbon
dioksida menurun. Proses pembersihan gas dalam jaringan paru-paru
berlangsung di alveoli, dimana gas oksigen disadap oleh komponen
Hb. Sebaliknya gas karbon dioksida dikeluarkan sebagian melalui
udara pernafasan.
b. Sistem peredaran darah besar

8
Darah yang kaya oksigen dari atrium kiri memasuki ventrikel kiri
melalui katup mitral/ atau bikuspidal, untuk kemudian dipompakan ke
seluruh tubuh melalui katup aorta, dimana darah tersebut membawakan
zat oksigen serta nutrisi yang diperlukan oleh tubuh melewati
pembuluh darah besar/ atau arteri, yang kemudian di supplai ke seluruh
tubuh.

c. Sistem peredaran darah coroner


Sistem peredaran darah koroner berbeda dengan system peredaran
darah kecil maupun besar. Artinya khusus untuk menyuplai darah ke
otot jantung, yaitu melalui pembuluh coroner dan kembali melalui
pembuluh balik yang kemudian menyatu serta bermuara langsung ke
dalam ventrikel kanan. Melalui sistem peredaran darah koroner ini,
jantung mendapatkan oksigen, nutrisi, serta zat-zat lain agar dapat
menggerakkan jantung sesuai dengan fungsinya (Soeharto, 2002).

B. Proses Menua
Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya
pemeliharaan kesehatan bagi lansia (lanjut usia) harus di tujukan untuk
menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonimis.
Selain itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan
produktif (Kemenkes RI, 2015).
Dalam periode kehidupan manusia ada rangkaian tahapan yang harus
dilalui oleh setiap manusia. Tahapan tersebut dinamakan daur hidup atau
siklus hidup manusia. Siklus hidup manusia dimulai dari masa kehamilan,
menyusui, bayi anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia sampai meninggal

9
dunia. Jadi dapat dikatakan bahwa lansia merupakan tahap akhir
perkembangan daur hidup manusia (Miller, 2012).

C. Penuaan Sistem Terkait


Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia:
a. Pra Lansia (45 -59 tahun)
b. Lansia (60 – 69 tahun)
c. Lansia risti (> 70 tahun / 60 tahun dengan masalah kesehatan)
(Kemenkes RI, 2014)
Klasifikasi usia lanjut usia menurut WHO 2018
a. Usia lanjut dikategorikan dalam usia 60-70 tahun
b. Usia tua memiliki perkisaran usia 75-89 tahun
c. Usia sangat lanjut yaitu usia lebih dari 90 tahun

D. Faktor Resiko yang mempengaruhi fungsi system terkait


Faktor risiko yang mempengaruhi sistem kardiovaskular ada yang tidak
dapat dimodifi kasi dan ada yang dapat dimodifi kasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifi kasi, antara lain: usia, jenis kelamin, riwayat penyakit
keluarga, dan ras. Sedangkan, faktor risiko penyakit kardiovaskular yang
dapat dimodifi kasi, antara lain: hipertensi, lipid yang buruk, merokok,
kurangnya aktivitas fisik, obesitas, diabetes melitus, konsumsi makanan
berlemak, dan konsumsi alkohol berlebih. Faktor risiko penyakit

10
kardiovaskular bersifat kumulatif, artinya semakin banyak faktor risiko yang
dimiliki, maka risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular semakin
tinggi.
Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor risiko tersebut diuraikan
dengan jelas oleh studi Framingham dan beberapa penelitian lainnya.
Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko itu
bersifat aditif. Jadi jumlah faktor risiko total seseorang ditentukan oleh
keseluruhan faktor risiko yang dimilikinya.
Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa makanan merupakan salah satu
faktor risiko penyakit kardiovaskular di Indonesia. Mayoritas (93,6%)
masyarakat Indonesia berisiko terkena penyakit kardiovaskular karena
konsumsi buah dan sayur yang tidak cukup, terutama pada masyarakat
berusia lebih dari 10 tahun. Selain itu, konsumsi makanan manis juga
berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular.

E. Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait


Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia, perubahan fisiologis
umum yang diantisipasi pada lansia. Perubahan fisiologis ini bukan proses
patologi. Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang
berbeda dan bergantung keadaan dalam kehidupan.
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh
faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan pada sistem
kardiovaskuler meliputi : Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung
untuk memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat
mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk
ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.

11
F. Macam-Macam Gangguan Pada Sistem Terkait
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah yang meliputi: penyakit jantung koroner (coronary heart
disease), penyakit serebrovaskular (cerebro-vascular disease), penyakit arteri
perifer (peripheral arterial disease), penyakit jantung rematik (rheumatic heart
disease), penyakit jantung bawaan (congenital heart disease), trombosis vena
dalam (deep vein thrombosis) dan emboli pulmonal (pulmonary embolism).
a. Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner seringkali dikaitkan dengan
aterosklerosis. Aterosklerosis digambarkan sebagai penumpukan bahan
lemak dan kolesterol yang berkonsistensi lunak dan/ atau kalsium yang
mengeras di sepanjang dinding arteri. Bentukan inilah yang dikenal
dengan plak aterosklerosis. Plak ini akan menyumbat sebagian atau
seluruh lumen arteri. Arteri yang tersumbat biasanya arteri yang berukuran
sedang dan/atau besar. Pada dasarnya aterosklerosis adalah proses
penyempitan perlahanlahan lumen arteri akibat penumpukan lemak,
proliferasi sel-sel otot polos, pembentukan kolagen yang meningkat, serta
kalsifi kasi.
Proses aterosklerosis ditandai dengan terbentuknya fatty streak.
Fatty streak akan berkembang sejalan dengan usia. Progresivitas fatty
streak untuk berkembang menjadi aterosklerosis, sangat dipengaruhi oleh
ada tidaknya faktor-faktor risiko yang menyertainya. Semakin banyak
faktor risiko yang mendasarinya akan menyebabkan semakin beratnya
proses aterosklerosis. Plak aterosklerosis yang kecil, yaitu dengan
penyumbatan/ stenosis kurang dari 50% dan bersifat stabil (tidak mudah
ruptur), tidak menyebabkan gangguan aliran darah koroner sehingga tidak
menyebabkan gangguan kebutuhan oksigen otot jantung (miokard). Hal ini
dikenal dengan penyakit jantung koroner subklinis.

12
Pada kondisi ini belum terjadi proses iskemia miokard. Plak
aterosklerosis yang bertambah besarnya akan membentuk trombus
intrakoroner yang berakibat rupturnya plak tersebut. Dengan demikian,
akan terjadi gangguan pada aliran darah koroner yang dikenal dengan
proses iskemia miokard (penyakit jantung iskemik). Ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen dan pemakaian oksigen miokard akan
menimbulkan keluhan angina.
Berkurangnya oksigen secara absolut akan menyebabkan keluhan
angina saat istirahat (angina pektoris tidak stabil) dan bila disertai dengan
nekrosis miokard yang mendadak disebut infark miokard akut (IMA).
Sementara itu, berkurangnya pasokan oksigen yang relatif akan
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard dan
menimbulkan keluhan hanya pada saat beraktivitas (angina pektoris
stabil), tanpa disertai nekrosis miokard
Faktor risiko penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan
menjadi faktor risiko major-independent, kondisional, dan pencetus.
Faktor-faktor risiko major-independent penyakit jantung koroner (PJK)
adalah hipertensi, diabetes mellitus (DM), kebiasaan merokok, tingginya
kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, serta rendahnya kadar kolesterol
HDL serum; sedangkan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan
peningkatan risiko PJK adalah faktor risiko kondisional (conditional risk
factors) dan faktor risiko pencetus (predisposing risk-factors). Faktor-
faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan risiko PJK,
walaupun kontribusinya terhadap faktor risiko PJK belum jelas dibuktikan.
Faktor-faktor risiko pencetus adalah faktor-faktor yang jelas memperburuk
pengaruh faktor-faktor risiko major-independent. Dua di antaranya yaitu:
obesitas sentral dan aktifitas fisik yang rendah. Akan tetapi, American
Heart Association memasukkan obesitas sentral dan aktivitas fi sik yang
rendah sebagai faktor risiko major independent. Hubungan kuantitatif
antara faktor-faktor risiko tersebut diuraikan dengan jelas oleh studi

13
Framingham dan beberapa penelitian lainnya. Berbagai penelitian tersebut
menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko itu bersifat aditif. Jadi jumlah
faktor risiko total seseorang ditentukan oleh keseluruhan faktor risiko yang
dimilikinya. Sebagian faktor risiko di atas telah menjalani evaluasi melalui
penelitian klinis sampai diketahui responnya terhadap pengobatan.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan sindroma akibat terganggunya regulasi
vaskular karena tidak berfungsinya mekanisme kontrol tekanan arteri
(melalui: sistem saraf pusat, sistem renin-angiotensin-aldosteron, volume
cairan ekstraselular). Hipertensi adalah tekanan darah meningkat saat
terjadi peningkatan curah jantung dan peningkatan tahanan vaskular
perifer sebagian besar hipertensi tidak dapat diketahui sebabnya. Sampai
saat ini hipertensi tidak dapat disembuhkan, pengobatan hipertensi
bertujuan untuk mengendalikan tekanan darah sampai pada target dengan
tujuan mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran (otak, jantung, ginjal,
mata dan pembuluh darah perifer.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemberian
obat anti-hipertensi pertama kali, antara lain: tekanan darah dan faktor
risiko penyakit kardiovaskular. Seseorang dikatakan memiliki faktor risiko
kardiovaskular tinggi apabila memiliki beberapa kondisi, seperti: riwayat
penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 1 atau 2, atau kerusakan organ.
Faktor risiko kardiovaskular ini dapat dihitung dengan beberapa metode,
misalnya: Framingham risk score, PROCAM study atau SCORE.7 Pada
pedoman terapi European Society of Cardiovascular nilai tekanan darah
dan faktor risiko kardiovaskular digunakan dalam menentukan dimulainya
pemberian terapi obat antihipertensi diharapkan dapat membantu klinisi
dalam menentukan kapan diperlukannya terapi antihipertensi
c. Dislipidemia
Dislipidemia didefi nisikan sebagai peningkatan kadar kolesterol
dan/atau trigliserida dalam plasma, atau rendahnya kadar kolesterol HDL

14
(High-Density Lipoprotein Cholesterol, HDL-C), yang berperan pada
terjadinya aterosklerosis. Gangguan metabolisme lipid menyebabkan
perubahan fungsi dan/atau kadar lipoprotein plasma. Gangguan
metabolisme lipid ini, secara tunggal dan melalui interaksi dengan faktor
risiko kardiovaskular lainnya, mempengaruhi terbentuknya aterosklerosis.
Peningkatan kadar kolesterol total dan LDL (Low-Density Lipoprotein)
mendapat banyak perhatian terutama karena dapat dimodifi kasi dengan
perubahan gaya hidup dan obat.
d. Stroke
WHO (World Health Organization) mendefi nisikan stroke sebagai
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Menurut Kelompok Studi Serebrovaskuler dan
Neurogeriatri Perdossi (1999), stroke adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.

15
16
17
G. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Subjektif :
1) Bagaimana pendapat lansia tentang kesehatan dirinya saat ini ?
2) Apakah lansia merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi
kesehatannya ?
3) Apa yang dilakukan secara rutin ?
4) Bagaimana cara lansia mengatasi penyakitnya ?
5) Perihal apakah di dalam agama/ kepercayaan lansia terkait dengan
pemeliharaan kesehatan ?
6) Seberapa sering lansia berkunjung ke dokter umum, dokter gigi,
atau tenaga kesehatan yang lain ?
7) Apakah lansia mengkonsumsi makanan-makanan yang
mengandung tinggi purin seperti, kacang-kacangan, daging sapi,
daging babi, ikan teri, dan jeroan ?
8) Apakah lansia mempunyai sumber yang cukup untuk memelihara
kesehatannya ?
9) Apakah lansia mempunyai pengetahuan yang cukup untuk
mengambil keputusan tentang pemeliharaan kesehatan ?
Objektif :
Bagaimana kebersihan diri lansia (rambut, kulit, mulut dan geligi, gigi
palsu, genitalia, dan anus)

b. Pola Nutrisi-Metabolik
Subjektif :
1) Apa jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi lansia
dalam sehari?

18
2) Apakah ada makanan suplemen, vitamin atau obat-obatan yang
terkait dengan nutrisi?
3) Jenis makanan yang disukai?
4) Bagaimana nafsu makan lansia?
5) Apakah ada kesulitan makan (nyeri menelan, mual, kembung, sulit
menelan, dan lainlain)?
6) Apakah ada diet?
7) Bagaimana kecukupan intake/output cairan?
8) Bagaimana berat badan: normal/over/underweight?
9) Apakah ada perubahan berat badan dalam waktu dekat?
Objektif :
1) Bagaimana kondisi: rambut, kulit, conjungtiva, palpebrae, sclera,
gigi geligi, rongga mulut, gusi, lidah, kelenjar getah bening, status
hidrasi?
2) Bagaimana hasil pemeriksaan abdomen?
3) Apakah ada edema, asites?
4) Bagaimana kemampuan mengunyah makanan (mastikasi)?
5) Apakah menggunakan gigi palsu?
6) Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang terkait dengan
kecukupan nutrisi lansia?
7) Berat badan, tinggi badan dan IMT?

c. Pola Eliminasi
Subjektif :
1) Bagaimana pola BAB ; frekuensi, kontinen/inkontinen, konsistensi,
warna, apakah ada nyeri ?
2) Apakah ada kesulitan BAB ?
3) Apakah menggunakan obat-obatan yang terkait dengan BAB
(laksantia, supositoria, dan lain-lain) ?

19
4) Bagaimana pola BAK: frekuensi, kontinen/inkotinen, warna,
oliguri, anuria, jumlah, dan apakah ada nyeri?
5) Apakah mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin atau
tertawa
Objektif :
1) Bagaimana kondisi abdomen, anus, mulut uretra, dan adanya nyeri
ketuk ginjal?
2) Apakah lansia terlihat memegang perutnya?
3) Hasil pemeriksaan/medik/laboratorium yang dilakukan terkait
dengan eliminasi

d. Pola Aktivitas-Latihan
Subjektif :
1) Bagaimana pola aktivitas/latihan lansia: jenis aktivitas, frekuensi,
lamanya?
2) Apakah teratur dalam melakukan latihan pergerakan sendi?
3) Adakah keluhan ketika beraktivitas (nyeri sendi, kekakuan sendi,
sakit kepala) ?
4) Apakah ada hambatan fisik dalam melakukan aktivitas dan berupa
apa hambatan tersebut?
5) Alat bantu apa yang diperlukan lansia pada saat beraktifitas, apakah
lansia merasa nyaman dengan alat tersebut?
6) Apakah lansia mengalami gangguan keseimbangan?
7) Adakah keluhan sesak, lelah, lemah?
8) Seberapa jauh dapat melalui aktivitas?
9) Adakah keluhan nyeri dada, batuk? Bagaimana dengan produksi
slym ?
Objektif :
1) Apakah lansia tampak memerlukan bantuan orang lain atau alat
bantu untuk beraktifas?

20
2) Apakah lansia tampak mampu melakukan perubahan posisi atau
ambulasi?
3) Apakah lingkungan aman bagi lansia untuk melakukan aktifitas?
4) Bagaimana dengan uji kekuatan otot, Indeks KATZ atau
ADL/IADL, tes keseimbangan?
5) Adakah tanda-tanda hipotensi orthostatik?
6) Bagaimana dengan postur dan gaya jalan lansia?
7) Apakah klien tampak mampu memenuhi kebutuhan hariannya?
8) Adakah tanda-tanda sianosis, takikardi, diaphoresis?
9) Bagaimana hasil pemeriksaan thoraks dan jantung, serta lengan dan
tungkai, Range of Motion?
10) Hasil observasi: P, N, TD, JVP, kapilary refill, edema perifer.
Laboratorium, EKG, dan pemeriksaan diagnostik lainnya.

e. Pola Istirahat dan Tidur


Subjektif
1) Apakah lansia merasa segar setelah tidur pada malam hari?
2) Kebiasaan tidur berapa jam/hari, pukul berapa memulai tidur,
siang/malam?
3) Apakah tidur dapat berlangsung lama atau sering terbangun?
4) Apakah ada laporan tentang lansia: pernapasan yang abnormal,
mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu
tidur?
5) Apa yang dilakukan lansia sebagai ritual tidur atau upaya untuk
menigkatkan kualitas tidurnya?
6) Apa yang menyebabkan lansia sering terbangun pada waktu tidur
(rasa sakit, berisik, atau hal lain)?
7) Adakah lansia mengalami gangguan tidur?
Objektif :

21
1) Apakah lansia terlihat capai/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain
(lingkar hitam pada kelopak)?
2) Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?
3) Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?

f. Pola Kognitif –Perseptual


Subjektif
1) Apakah lansia menggunakan alat bantu dengar,penglihatan?
2) Apakah ada gangguan persepsi sensori?
3) Apakah lansia mengatakan adanya perubahan-perubahan dalam
memori?
4) Apakah ada kesulitan dalam mengingat kejadian jangka waktu
dekat atau yang sudah lama terjadi?
5) Apakah mengalami disorientasi tempat/waktu/orang?
6) Bagaimana kemampuan dalam pengambilan keputusan
(mandiri/dibantu)?
7) Apakah ada perubahan dalam konsentrasi?
8) Apakah ada perubahan perilaku (hiperaktif/hipoaktif)?
9) Apakah gelisah, tidak kooperatif, marah, menarik diri, depresi,
halusinasi, delusi?
10) Adakah riwayat stroke?
11) Adakah ketidaknyamanan/nyeri yang dialami lansia
Objektif
1) Hasil MMSE/SPMSQ/HVLT, pemeriksaan medik, laboratorium.
2) Apakah lansia tampak bingung dan sulit konsentrasi?
3) Bagaimana dengan fungsi penglihatan, pendengaran, pengecapan?
4) Bagaimana hasil pengkajian uji saraf kranial?

g. Pola Persepsi Diri-Konsep Diri


Subjektif

22
1) Apakah lansia mengatakan ketakutan atau kekhawatiran?
2) Apakah sumber ketakutan/kekhawatiran tersebut diketahui?
3) Apakah lansia mengatakan tidak dapat menguasai hidupnya?
Kegagalan/keputusasaan?
4) Apakah lansia kehilangan sesuatu yang berarti/pindah
tempat/berpisah dengan seseorang yang dicintai?
5) Bagaimana penampilan umum, postur tubuh, mau/menolak kontak
mata?
6) Apakah berkomentar negatif tentang dirinya?
7) Apakah klien tidak mau melihat pada bagian tubuh yang rusak?
Objektif
1) Apakah menunjukkan sikap agresif, marah, menuntut?
2) Adakah gejala stimulasi sistem saraf otonom (peningkatan denyut
nadi, jumlah pernapasan, tekanan darah, diaphoresis)?

h. Pola Peran-Hubungan
Subjektif
1) Apakah lansia mengikuti organisasi kemasyarakatan atau kegiatan
sosial lainnya?
2) Bagaimana interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya?
3) Apakah ada perubahan peran akibat proses penuaan?
Objektif :
Observasi interaksi antara anggota keluarga atau dengan lingkungan
sekitar

i. Pola Seksual-Reproduksi
Subjektif :
1) Adakah perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksualitas
lansia?

23
2) Kapan lansia mengalami menopause? Keluhan apa yang dirasakan
setelah mengalami menopause?
3) Kapan lansia mengalami andropouse; keluhan yang dirasakan
setelah mengalami andropouse (laki-laki)?
4) Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah akibat
menopause/andropause?
5) Masihkah ada minat dalam melakukan hubungan intim dengan
pasangan? Bagaimana dengan frekuensi dan adakah kesulitan?
6) Adakah keluhan dengan prostat atau hernia?

j. Pola Koping-Toleransi Stres


Subjektif :
1) Bagaimana status emosi lansia?
2) Adakah masalah/stress psikologis akhir-akhir ini seperti: depresi,
kehilangan, pasangan hidup, minder, dan lain-lain?
3) Bagaimana upaya pengelolaan stress? Apakah upaya tersebut
membantu lansia mengatasi masalahnya?
4) Apakah lansia dapat menceritakan ketakutan terhadap kematian?
Objektif :
1) Catat perilaku atau manifestasi psikologis dari mood, afek,
kecemasan, dan stress 2.
2) Apakah lansia tampak ketakutan atau khawatir?
3) Hasil GDS; DASS

k. Pola Nilai dan Kepercayaan


Subjektif :
1) Sistem nilai, tujuan dan keyakinan apa yang dimiliki lansia?
2) Apakah lansia teratur melaksanakan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya?

24
3) Apakah lansia teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan?
4) Apa latar belakang yang dimiliki lansia (agama, filosofi, kultur)?
5) Apakah sistem tersebut mempengaruhi semua aspek baik kesehatan
atau koping terhadap stress?
Objektif :
Observasi adanya alat-alat untuk ibadah.

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


a. Nyeri Kronis (D.0078)
b. Resiko Jatuh (D.0143)
c. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

3. Rencana Tindakan (SLKI dan SIKI)

NO Diagnosa SLKI SIKI


1 Nyeri Kronis a. Tingkat Nyeri a. Manajemen Nyeri
(D.0078) (L.08066) (I.08238)
b. Kontrol Nyeri b. Terapi Relaksasi
(L.08063) (I.09326)
c. Tingkat Ansietas c. Perawatan
(L.09093) Kenyamanan
(I.08245)

2 Resiko Jatuh a. Tingkat jatuh a. Pencegahan Jatuh


(D.0143) (L.14138) (I.14540)
b. Ambulasi b. Dukungan
(L.05038) Ambulasi
c. Keamanan (I.06171)
Lingkungan Rumah c. Manajemen

25
(L.14126) Keselamatan
Lingkungan
(I.14513)

3 Gangguan a. Mobilitas Fisik a. Dukungan


Mobilitas Fisik (L.05042) mobilisasi
(D.0054) b. Status Nutrisi (I.05173)
(L.03030) b. Manajemen energi
c. Toleransi Aktivitas (I.05178)
(L.05047) c. Terpi Aktivitas
(I.05186)

BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian Asuhan Keperawatan Lansia Sebagai Individu

Perawat Pengkaji : Aby Ornando

26
Tanggal Pengkajian : Agustus 2021

A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Tn. P
2. Umur : 74 Tahun
3. Status Perkawinan : Menikah
4. Agama/Suku/Bangsa : Kristen
5. Bahasa yang digunakan : Alor
6. Pendidikan : SMA
7. Pekerjaan : Pensiunan
8. Alamat : Motongbang
B. Penanggung Jawab
1. Nama :
2. Alamat :
3. Hubungan dengan Klien :
C. Alasan Dikunjungi :-
D. Diagnosa Medik : Nyeri lutut dan bahu
(proses penuaan/osteoartritis)
E. Terapi : Kompres Jahe dan Terapi Musik
Gamelan

F. Genogram :

(Asma) (Asma)

60 64

65 5
Nyeri bahu, nyeri lutut
9

39 273
3
4
2
1 1 1
4 2 0

Deskripsi :
1. Tn. A tinggal bersama anak
2. Anak kedua Tn. A tinggal di Jakarta
3. Tn. A mengatakan ayahnya dulu meninggal karena asma, kalau ibu tidak
tahu karena apa, mungkin karena sudah tua dan penyakitnya sudah campur-
campur (komplikasi)
4. Tn. A mengatakan pernah menjalani pengobatan karena bagian atas mata
terkena kawat dan harus di bawa Ke RS sekitar 9 bulan yang lalu (pada
bulan November), tetapi sudah tidak ada gejala dan tidak ada bekas. Tn. A
juga sudah tidak mengkonsumsi obat-obatan terkait sakitnya.

28
5. Tn. A mengatakan istri nya mempunyai hipertensi dan rutin minum obat
turun tensi, dikeluarga Tn A tidak ada yang mempunyai penyakit-penyakit
tertentu.
6. Tn. A mengatakan sering merasa pegel dan nyeri pada area bahu sebelah
dan kedua lutut jika selesai melakukan pekerjaan berat
7. Nyeri yang di rasakan setelah bangun tidur, sehingga harus diam atau
memijat-mijat ringan terlebih dahulu kurang lebih 5 menit kemudian
memulai aktivitas

G. Pengkajian Pola Gordon


a. Pola Persepsi Kesehatan dan pemeliharan Kesehatan

Subjektif :
1) Tn. P mengatakan sering kaku kuduk daan pusing jika terlalu capek
saat beraktivitas.
2) Tn. P mengatakan pemeriksaan tekanan darah terakhir yaitu 180/90
mmHg
3) Tn P mengatakan setiap 2 minggu rutin melakukan pemeriksaan ke
dokter pribadi di berikan obat anti hipertensi. Tn P mengatakan lupa
dengan nama obat namun rutin mengkonsumsi obat yang diberikan
4) Tn. P mengatakan
menit
Objektif :
1) Penampilan Tn. A terlihat rapi dan bersih
2) Warna kulit sawo matang, dengan kulit mulai keriput
3) Rambut Tn. A tampak masih ada dan berwarna putih
b. Pola Nutrisi-Metabolik

Subjektif :

29
1) Menurut Tn. P mengatakan pola makannya 3 kali sehari. Menu
makan pagi yaitu bubur dan the panas, makan siang dan malam yaitu
nasi, sayur dan ikan
2) Tn. P mengatakan pola minumnya untuk pagi hari yaitu teh dan
untuk air putih 1 liter/hari bisa lebih.
3) Tn. P mengatakan nafsu makan nya tidak ada masalah
4) Tn. P mengatakan tidak ada masalah atau keluhan saat makan dan
minum
5) Tn. P mengatakan tidak melakukan diet apapun
6) Tn. P mengatakan sudah lama tidak mengukur berat badan nya

Objektif :
1) Rambut Tn. P tampak uban berwarna putih
2) Konjungtiva non ananemis, Sklera anikterik
c. Pola Eliminasi
Subjektif :
1) Tn. P mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat dan
berwarna kuning
2) Tn. P mengatakan BAK 8 kali sehari berwarna putih namun kadang
berwarna kuning.
Objektif :
1) Tidak terkaji
d. Pola Aktivitas-Latihan
Subjektif :
Mengurus aktivitaas desa… menyapu disekitar rumah
1) Tn. P mengatakan saat ini sudah berstatus pensiunan PNS namun
masih beraktivitas sebagai pengurus desa karena diangkat menjadi
ketua BPD Motongbang. Aktivitas sehari-hari yaitu dari pagi pergi
bekerja di kantor desa hingga jam 4 sore. Untuk aktivitas sore hari
jika tidak capek biasanya menyapu di halaman rumah.

30
2) Tn. P mengatakan sering kaku kuduk jika terlalu capek saat
beraktifitas
3) Tn. A tidak ada keluhan sesak nafas, batuk, dan nyeri dada

4) ADL (Instrumen Activity Daily Living)


Aspek Kriteria Sebelum sakit Selama sakit
(2 Tahun yang (2 Tahun
lalu) terakhir)
Makan/minum 0 : Tidak mampu 2 2
1 :Butuh bantuan memotong,
menyuap
2 : mandiri
Mandi 0:Tergantug orang lain 1 1
1 : Mandiri
Perawatan diri 0 :Membutuhkan bantuan 1 1
(Grooming) orang lain
1 : Mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan
bercukur
Berpakaian/ber 0 :  Tergantung 2 2
dandan orang lain
1 : Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)

31
2  :  Mandiri
BAK 0  : inkontinensia 2 2
atau pakai kateter
dan tidak
terkontrol
1  : Kadang Inkontinensia
(maks, 1x24 jam)
2 :   Kontinensia (teratur
untuk lebih dari 7 hari)
Buang air 0  : Inkontinensia (tidak 2 2
besar teratur atau perlu enema)
(Bladder) 1: Kadang
Inkontensia (sekali
seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
Penggunaan 0 : Tergantung 2 2
toilet bantuan orang
lain
1 : Membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 :  Mandiri
Berpindah 0 : Tidak mampu 3 3
1 : Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2 : Bantuan kecil (1orang)
3 :Mandiri
Berjalan/mobil 0 : Immobile (tidak mampu) 3 3
itas 1  :Menggunakan kursi roda
2  : Berjalan dengan bantuan
satu orang
3  : Mandiri (meskipun
32
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
Naik turun 0 : Tidak mampu 2 2
tangga 1 :Membutuhkan bantuan
1 (alat bantu)
2 : Mandiri
TOTAL 20 20

Keterangan :
Interpretasi hasil Nilai
Ketergantungan total 0–4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20
Hasil interpretasi Penilaian pasien: 20 (mandiri)

Instrumental Activities Of Daily Living (IADL)


No Aktivitas Nilai Keterangan Bila ada yang
membantu siapa
yang mengerjakan
1 Menyampaikan 0 Tidak mampu menyampaikan
pesan/menggunakan pesan (termasuk tidak
telepon (besok rapat di memiliki telpon)
rumah pak RT jam 10) Sebagian tersampaikan
1 (mampu menjawab telepon,
tetapi tidak dapat
mengoperasikan telepon)

33
2 Mampu mengoperasikan
telepon/semua pesan
tersampaikan
2 Belanja 0 Tidak mampu
1 Mampu bebelanja sendiri
untuk sejumlah keperluan
tebatas (3 buah/kurang),
selebihnya perlu batuan
orang lain
2 Mandiri
3 Menyiapkan makanan 0 Tidak mampu
1 Mampu menyiapkan
makanan bila telah disiapkan
bahan-bahannya atau
menghangatkan makanan
yang telah dimasak
2 Mandiri
4 Mengurus rumah 0 Tidak mampu
1 Mampu mengerjakan bagian Anak-anak
yang ringan (menyapu,
merapikan tempat tidur)
lainnya perlu bantuan orang
lain
2 Mandiri (mampu mengurus
rumah sendiri termasuk
mengepel dan mencuci baju)
5 Mencuci pakaian 0 Tidak mampu
1 Mampu mencuci/menyetrika
jenis pakaian yang ringan,

34
lainnya perlu bantuan orang
lain
2 Mandiri (termasuk
menggunakan mesin cuci)
6 Menggunakan alat 0 Tidak mampu berpergian
transportasi dengan suasana transportasi
apapun
1 Berpergian dengan sarana Anak-anak
transportasi umum/taksi atau
mobil pribadi bila
dibantu/ditemani orang lain
2 Mandiri
7 Tanggung jawab 0 Butuh pertolongan orag lain
pengobatan/menyiapkan untuk menyiapkan dan
obat sendiri mengkonsumsi obat-obatan
1 Mampu bila obat-obatan
yang sudah disiapkan
sebelumnya
2 Mandiri (mampu menyiapkan
obat sendiri sesuai dengan
dosis dan waktu yang sudah
ditentukan)
8 Mengatur keuangan 0 Tidak mampu
1 Mampu mengatur belanja
harian, tetapi butuh
pertolongan dalam urusan
bank/pembelian jumlah besar
2 Mampu mengatur masalah
keuangan (anggaran rumah

35
tangga, membayar sewa,
kualitas, urusan bank) atau
mmantau penghasilan
Total 14

Keterangan :
9-16 : Mandiri/tak perlu bantuan
1-8 : Perlu bantuan
0 : Tidak dapat melakukan apa-apa

Interpretasi hasil: 14 (Mandiri)

Objektif :

1) Tn P tampak berkomunikasi dengan lancer


2) Tn P saat mau dilakukan pengkajian diantar oleh anaknya
3) Intrumen Resiko Jatuh Penilaian Resiko Jatuh Pada Lansia Tinetti
Balance And Gate

NO INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI SKOR SKOR


BALANCE) PASIEN
1. Posisi duduk

Belajar atau slide di kursi 0 1

Stabil dan aman 1


2. Berdiri dari kursi

Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0

Mampu, tapi menggunakan kekuatan lengan 1 2

Mampu berdiri spontan, tanpa menggunakan lengan 2

36
3. Usaha untuk berdiri

Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0

Mampu, lebih dari 1 upaya 1 2

Mampu dalam 1 kali upaya 2


4. Berdiri dari kursi (segera dalam 5 detik
pertama)
0
Tidak kokoh (Goyah, terhuyun-huyun, tidak stabil)
1 2
Kokoh, tapi dengan alat bantu (walker atau tongkat,
pegangan sesuatu)
2
Berdiri tegak, jarak kaki berdekatan, tanpa alat
bantu/pegangan
5. Keseimbangan berdiri

Tidak kokoh (Goyah, tidak stabil) 0

Berdiri dengan kaki melebar (jarak antara kedua 1 2


kaki > 4 inchi) atau mengunakan alat bantu (walker
atau tongkat, pegangan sesuatu)

Berdiri tegak, jarak kak berdekatan, tanpa alat


bantu/pegangan 2

6. Subyek dalam posisi maksimum dengan kaki


sedekat mungkin, kemudian pemeriksa
mendorong perlahan tulang dada subyek 3x
dengan telapak tangan

Mulai terjatuh 0

Goyah/sempoyongan, tapi dapat mengendalikan diri 1 2

37
Kokoh berdiri (stabil) 2
7. Berdiri dengan mata tertutup (dengan posisi
seperti no.6)

Tidak kokoh (goyah, sempoyongan)


0 1
Kokoh berdiri (stabil)
1
8. 8.1 Berbalik 3600

Tidak mampu melanjutkan langkah (berputar) 0 1

Dapat melanjutkan langkah (berputar) 1


8.2 Berbalik 360 0

Tidak kokoh (Goyah, sempoyongan) 0 1

Berdiri kokoh (stabil) 1


9 Duduk ke kursi

Tidak aman (kesalahan mempersepsikan jarak , 0 2


langsung menjatuhkan diri ke kursi)

Menggunakan kekuatan lengan atas, tidak secara


1
perlahan

Aman, gerakan perlahan-lahan


2
TOTAL 16
NO INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI GAIT) SKOR SKOR
PASIEN
10 Melakukan perintah untuk berjalan

Ragu-ragu mencari objek untuk dukungan 0 1

Tidak ragu-ragu, mantap, aman 1


11 11.1 Ketinggian kaki sat melangkah

38
Kaki kanan :

Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau 0


mengangkat kak terlalu tinggi>5cm

Konstan dan tinggi langkah normal


1 1
Kaki kiri

Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau


0
mengangkat kak terlalu tinggi>5cm

Konstan dan tingi langkah normal


1 1
11.2 Panjang langkah kaki:

Kaki Kanan
0
Langkah pendek tidak melewati kaki kiri
1 1
Melewati kaki kiri

Kaki Kiri
0
Langkah pendek tidak melewati kaki kanan
1 1
Melewati kaki kanan
12 Kesimetrisan langkah

Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri tidak 0


sama
1 1
Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri sama
13 Kontinuitas langkah kaki

Menghentikan langkah kaki diantara langkah 0


(langkah- berhenti- langkah)

Langkah terus menerus/berkesinambungan


1 1

39
14 Berjalan pada jalur yang ditentukan atau
koridor
0
Penyimpangan jalur yang terlalu jauh
1 2
Penyimpangan jalur ringan/sedang/butuh alat bantu
2
Berjalan lurus sesuai jalur tanpa alat bantu
15 Sikap tubuh saat berdiri

Terhuyun-huyun, butuh alat bantu 0

Tidak terhuyun-huyuntapi lutut fleksi/kedua tangan 1 2


dilebarkan

Tubuh stabil, tanpa lutut fleksidan meregangkan


2
tangan
16 Sikap berjalan

Tumit tidak menempel lantai sepenuhnya 0

Tumit menyentuh lantai 1 1


TOTAL SKOR 12
Tinetti balance+ Tinetti gait = 16 +12 28

Interpetasi hasil:

≤18 = Resiko jatuh tinggi

40
19-23 = Resiko jatuh sedang

≥24 = Resiko jatuh rendah

Kesimpulan interpretasi skor Tn.E = 28 (Resiko jatuh rendah)

e. Pola Istirahat-Tidur

Subjektif :
Tidur malam jm 9 bangun 4
1) Tn. P dan mengatakan tidur malam mulai pukul 9 dan bangun jam 4
pagi.
2) Tn. P mengatakan kadang tidur siang jika ada waktu libur kerja
dalam sehari
3) Tn. P mengatakan tidak ada masalah atau gangguan saat berisirahat..
4) Tn. P selalu membaca koran terlebih dahulu sebelum tidur
Objektif :
1) Tn. P tampak focus dan aktif saat dilakukaan pengkajian
2) Tn. P tidak menguap selama proses pengkajian
3) Mata Tn. P tidak ada berwarna kemerahan dan tidak terlihat lesu
f. Pola Kognitif-Perseptual

Subjektif :
1) Tn. P mengatakan masih bisa melihat walaupun ketika membaca
tulisan kecil tanpa bantuan kaca mata.
2) Tn. P mengatakan masih bisa mendengar suara dengan baik
3) Tn. P mengatakan masih merasakan rasa pedas, manis, asam, asin.
Hanya sekarang sudah tidak menyukai makanan yang rasanya aneh2
(terlalu pedas, asam,asin).

41
4) Tn P mengatakan tidak mendengar suara-suara tidak nyata atau
melihat bayangan tidak nyata.
5) Tn P mengatakan masih bisa mengingat kejadian yang berkesan,
contohnya : saat SD Tn P bersekolah di luar pulau Alor.
6) Tn P mengatakan sekarang tinggal dengan anak dan cucu di desa
motongbang
7) Tn P mengatakan tidak ada masalah atau perasaan gelisah atau
marah yang mengganggu.
Objektif :
1) Tn. P masih ingat nama orang tuanya, saudara kandung, anak-
anaknya dan cucunya
2) Tn. P bisa menentukan orientasi tempat yaitu berada di desa
motongbang.
3) Pasien tampak rileks, fokus dan memberi jawaban sesuai dengan
pertanyaan
4) Tidak ada rabun jauh, rabun dekat.
Subjektif :
1) Gambaran diri : Tn. P mengatakan menyukai badannya yang
sekarang, dan bersyukur masih di beri umur yang panjang.

2) Identitas : Tn. P mengatakan ia sebagai ayah, suami, dan


kakek di keluarganya. Pasien mengatakan tinggal bersama anak
dan cucunya karena istrinya telah meninggal.

3) Peran : Tn. P mengatakan sebagai ayah, suami, dan tulang


punggung, keluarga sekaligus mengambil peran istrinya yang telah
meninggal.

4) Ideal diri : Tn. P mengatakan sekarang dan seterusnya hanya


ingin sehat dan berkumpul dengan keluarga, jika nanti usia sudah
tua dan tidak bisa bekerja lagi, Tn. P ingin menikmati hari tua
dengan senang dan tenang, bersama anak, cucu dan cicitnya kelak.
42
5) Harga diri : Tn. P mengatakan tidak ada pandangan negatif
terhadap dirinya, orang-orang di sekitarnya juga tetap baik dan
memperhatikanya.

Objektif :
1) Tn. P kooperatif dan aktif menjawab pertanyaan saat dilakukannya
pengkajian.
2) Tn. P memberikan respon baik saat menjawab pertanyaan dan saat
berinteraksi
g. Pola Peran- Hubungan

Subjektif :
1) Tn. A mengatakan hubungannya dengan keluarga didalam rumah
baik-baik saja.
2) Tn. A mengatakan hubungannya dengan tetangga baik-baik saja.
3) Tn. A sering mengikuti kegiatan organisasi di desanya
Objektif :
1) Tampak Tn. P mengobrol dengan keluarganya berkomunikasi
dengan baik baik dengan istri dan cucunya
h. Pola Seksual-Reproduksi

Subjektif :
1) Tn. P mengatakan tidak ada keluhan dibagian alat kelamin.
Objektif : Tidak terkaji
i. Pola Koping- Toleransi Stres

Subjektif :
1) Menurut Tn. P saat ini dirinya tidak merasa cemas dan tidak merasa
stres terhadap penyakitnya maupun lingkungannya

43
2) Menurut Tn. P dirinya jarang marah, dan jika marah Tn. A hanya
diam, kemudian pergi ketetangga untuk berkumpul atau makan
bersama, lalu akan diskusi atau bicara jika suasana sudah mulai
mereda.
Objektif :
1) Tn. A tidak terlihat cemas
2) Tn. A tampak tersenyum ramah, sembari menjawab pertanyaan
saat dikaji.
j. Pola Nilai-Kepercayaan

Subjektif :
1) Tn. P mengatakan yakin akan sehat selalu yang penting rajin
ibadah.
2) Tn P mengatakan sering beribadah di Gereja setia hari minggu. Tn
P juga sering ikut ibadah di setiap tetanggaa
3) Tn. P mengatakan beragama kristen dari lahir karena orangtua dan
seluruh keluarganya kristen dan asli orang NTT.
4) Tn P mengatakan apapun sakit yang di alami adalah cobaan dari
Tuhan, dan karena kurang berhati-hati di tambah sudah tua,
sehingga harus di terima dengan ikhlas serta berobat agar bisa
sembuh
5) Tn. A mengatakan tidak mengalami kesulitan menjalankan ibadah
baik di rumah maupun di Gereja.
Objektif :
1) Terdapat sajadah dan peci di dalam kamar Tn. A

ANALIS DATA
No Tanggal Data Diagnosa keperawatan
1. 13 Agustus DS : Kode: D.0017
2021
1 Tn. P mengatakan sering pusing Diagnosa: Risiko Perfusi

44
dan kaku kuduk saat kecapean Serebral Tidak Efektif
dalam beraktivitas
Hal : 51
2 Tn P mengatakan mengalami
penyakit hipertensi sejak tahun Definisi:
2019 Beresiko mengalami
DO : penurunan sirkulasi darah
1. TD terakhir 180/90 ke otak.

Penyebab : Hipertensi
2. Data Mayor : Kode: D.0112

DS : Tn. P mengatakan sekarang Diagnosa: Kesiapan


dan seterusnya hanya ingin sehat Peningkatan Manajemen
dan berkumpul dengan keluarga Kesehatan

DO: Hal: 249

Tn. P tampak antusias dan aktif saat Definisi: Pola pengaturan


dilakukan pengkajian dan pengintegrasian
program kesehatan
Data Minor
kedalam kehidupan
DS : sehari-hari yang cukup

1. Tn. P mengatakan setiap 2 untuk memenuhi tujuan


minggu sekali rutin ke dokter kesehatan dan dapat
pribadi untuk mengecek kondisi ditingkatkan
kesehatan

2. Tn. P mengatakan kaku kuduk


dan pusing jika kelelahan saat
beraktifitas

DO :

Tidak ada tanda gejala selain


45
pnyakit hipertensi pada Tn P

PRIORITAS DIAGOSA
1. Kesiaan peningkatan manajemen kesehatan (D.0112)
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)

RENCANA KEPERAWATAN GERONTIK


NO Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1 Kesiapan Peningkatan 1. Tingkat pengetahuan 1. Edukasi proses penyakit
Manajemen Kesehatan (L.12111) (I.12443)
(D.0112)
2 Resiko Perfusi Serebral 1. Kontrol Risiko 1. Edukasi prosedur
Tidak Aktif (D.0017) (L.14128) tindakan (I.12442)

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI

NO Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD

1. 14 Juni 19.00- “Melakukan Edukasi Proses S:


2021 19.40 Penyakit (I.12443)”
Tn. P mengatakan paham dan Aby
(Memberikan penyuluhan terkait
akan mengingat penjelasan-
Hipertensi akibat dari proses
penjelasan yang di berikan.
penuaan)
O:
DS : Tn. P mengatakan paham
mengenai penyuluhan yang di 1. Tn. P tampak memperhatikan

berikan, Tn. P mengatakan serta mendengarkan

penjelasanya mudah diingat dan penjelasan dengan baik,

sangat sesuai dengan yang di kooperatif, dan aktif selama

46
alaminya sekarang. penyluhan berlangsung.

DO : Tn. P tampak 2. Tn P menjawab pertanyaan


memperhatikan serta evaluasi denga benar
mendengarkan penjelasan
A : Tujuan Tercapai
dengan baik, kooperatif, dan
aktif selama penyuluhan (Tingkat Pengetahuan

berlangsung. meningkat dari skala 3 (sedang)


ke skala 4 (cukup meningkat)

P : Hentikan intervensi

2. 15 Juni 19.30- “Edukasi prosedur tindakan S:


2021 20.10 (I.12442)” (Mengajarkan serta
1. Tn. P mengatakan senang Aby
melakukan cara melakukan
karena ada cara lain untuk
terapi non farmakologi rendam
mengatasi tekanan darah tinggi.
kaki dengan air hangat dan
Istri Tn. P mengatakan dapat
terapi nafas dalam).
melakukan terapi ini karena alat
DS : Tn. P mengatakan senang dan bahan yang di guanakan di
karena ada cara lain untuk rumah ada serta caranya juga
mengatasi tekanan darah tinggi. mudah.
Istri Tn. P mengatakan dapat 2. Tn P mengaatakan belum
melakukan terapi ini karena alat sempat menyiapkan alat daan
dan bahan yang di guanakan di bahan
rumah ada serta caranya juga O:
mudah.
1. Tn. P mendengarkan
DO : penjelasan dengan baik dan aktif
bertanya atau menjawab
Tn. P mendengarkan penjelasan
pertanyaan yang di berikan.
dengan baik dan aktif bertanya
atau menjawab pertanyaan yang 2. Tn P masih mendengar dan

47
di berikan. belum menerapkan edukasi
prosedur yang di berikan

A : Tujuan belum tercapai

P : Lanjutkan intervensi

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Teknis Pemberian Intervensi-Intervensi Kepada Lansia


Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. A
ditemukan 2 masalah atau diagnosa keperawatan yaitu; Nyeri Kronis dan
Kesiapan Peningkatan Pengetahuan. Kedua masalah keperawatan tersebut
telah diselesaikan dengan intervensi keperawatan kurang lebih selama 4
minggu. Berikut merupakan teknis pemberian intervensi dari masing-
masing diagnosa keperawatan :
1. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan
Berdasarkan data dari diagnosa Kesiapan Peningkatan
Pengetahuan, dimana Tn. A mengetahui nyeri yang muncul karena
dirinya sudah tua dan bekerja berat dari masih muda, Tn. A juga
mengatakan ingin lebih mengetahui mengapa lutut dan bahunya sakit
dan apakah ada cara laian yang aman dan mudah untuk menangani hal
tersebut, sehingga lebih nyaman pada saat beraktivitas. Tn. A
mengeluh Nyeri yang di rasakan pada skala 4 (sedang). Intervensi
pertama di lakukan adalah pengajaran proses penyakit terkait dengan
osteoarthritis, dan pengajaran prosedur penangan nyeri dengan
kompres jahe merah dan terapi musik gamelan. Pengajaran proses
penyakit diberikan selama 1 kali dengan waktu kurang lebih selama 30
menit begitu pula pada pengajaran prosedur penanganan.
48
2. Nyeri Kronis
Setelah mahasiswa melakukan manajemen nyeri secara
komprehensif, Tn. A diberikan intervensi terapi kombinasi kompres
jahe dan terapi musik gamelan untuk menangani keluhan nyeri pada
lutut dan bahu kanan. Terapi kombinasi tersebut diberikan selama 5
hari dengan estimasi waktu pemberian selama 15 menit di bagian lutut
dan bahu kanan. Pemberian terapi diberikan oleh mahasiswa pada hari
pertama kemudian pada hari kedua hingga ke lima terapi dilakukan
oleh istri lansia sendiri, mahasiswa melakukan evaluasi setiap selesai
melakukan intervensi dan evaluasi hasill pada hari ke lima.

B. Perubahan Data Subjektif dan Objektif atau Kondisi Lansia Antara


Sebelum dan Setelah Diberikan Asuhan Keperawatan
Masalah keperawatan yang dialami oleh Tn. A telah diatasi dengan
intervensi keperawatan sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh Tn. A.
Berikut merupakan masing-masing perubahan data subjektif dan objektif
dari Ny. N antara sebelum dan sesudah diberikan asuhan keperawatan :
1. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan
Intervensi yang diberikan pada Tn. A untuk mengatasi masalah
keperawatan Kesiapan Peningkatan Pengetahuan yang pertama adalah
dengan memberikan pengajaran proses penyakit terkait osteoarthritis,
sebelum diberikan pengajaran proses penyakit Ny. A tidak mengetahui
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan
osteoartriti, sedangkan setelah diberikan pengajaran proses penyakit
Ny. A sudah lebih paham terkait dengan pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, pengobatan dan pencegahan osteoartriti. Dilihat dari hal
tersebut Tn. A mengalami peningkatan antara sebelum dan sesudah
diberikan pengajaran proses penyakit pada status pengetahuan proses
penyakitnya meningkat dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4
(cukup meningkat).

49
Pada Pengajaran Proses Penyakt Terkait Osteoartriris, mahasiswa
juga mengajarkan prosedur atau perawatan terapi kombinasi kompres
jahe dan terapi musik gamelan. Sebelum diberikan pengajaran
prosedur atau perawatan terapi kombinasi kompres jahe dan terapi
musik gamelan Tn.A belum paham terkait dengan manfaat, alat dan
bahan, prosedur serta waktu terapi. Setelah diberikan pengajaran
prosedur atau perawatan Ny. A sudah lebih paham terkait dengan
manfaat, alat dan bahan, prosedur serta waktu terapi. Dilihat dari hal
tersebut Tn. A mengalami peningkatan pada status pengetahuan
rejimen penanganan dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup
meningkat).

2. Nyeri Kronis
Intervensi pada diagnosa Nyeri Kronis, mahasiswa menangani
terkait dengan keluhan nyeri yang dirasakan oleh Tn. A adalah
manajemen nyeri berupa pemberian terapi kombinasi kompres jahe
dan terapi musik gamelan. Dimana sebelum diberikan terapi Tn. A
mengalami keluhan nyeri pada skala 4 (sedang), sedangkan setelah
diberikan terapi selama 5 hari Tn.A mengalami penurunan skala nyeri
yaitu berada di skala nyeri 3 (ringan). Dilihat dari hal tersebut setelah
diberikan manajemen nyeri Ny. A mengalami penurunan tingkat
nyerinya, yaitu dari skala 3 (sedang) ke level 4 (cukup menurun).

C. Dasar Teori yang Digunakan dalam Menentukan Intervensi Asuhan


Keperawatan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2004 dalam Kemenkes RI (2017), lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan data proyeksi
penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk
lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun

50
2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan
tahun 2035 (48,19 juta). Proses penuaan akan berdampak pada berbagai
aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Ditinjau dari
aspek kesehatan dengan semakin bertambahnya usia maka lansia lebih
rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun
karena penyakit.
Osteoarthritis (OA) merupakan kondisi kronis yang dapat dapat
memengaruhi sendi manapun, yang paling sering adalah terjadi pada sendi
lutut, pinggul, punggung bawah dan leher, sendi kecil jari, dan pangkal ibu
jari dan jari kaki yang besar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi OA
diantaranya adalah usia lanjut, obesitas, genetika, jenis kelamin, kepadatan
tulang, trauma dan tingkat aktivitas fisik yang buruk bisa menyebabkan
timbulnya dan berkembangnya OA (Arthritis Foundation, 2020).
Pada mulanya sebagian besar arthritis menyebabkan timbulnya
keluhan nyeri pada sendi yang dapat mengganggu lansia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Hal tersebut tentunya harus mendapatkan perhatian
khusus dalam penanganannya. Penatalaksanaan nyeri sendi pada arthritis
ada dua yaitu dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Cara
farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian OAINS (Obat Anti
Inflamasi Non Steroid), DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid
Drugs), dan juga dengan pembedahan. Cara non-farmakologi dapat
dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan, terapi relaksasi,
hipnosis, distraksi, bimbingan antisipasi dan kompres (Yuli, 2014; Stanley,
2006).
Menurut Stanley (2006) kompres merupakan metode pemeliharaan
suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat
menimbulkan rasa hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Pada umunya panas cukup berguna untuk pengobatan. Air
hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga otot menjadi
elastis atau tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang

51
terkena dampak erosi, sehingga akan menurunkan persepsi nyeri. Terapi
hangat merupakan teknik yang sangat sederhana untuk menurunkan rasa
nyeri dan teknik ini bisa dilakukan secara mandiri di rumah tanpa
menimbulkan efek samping sehingga keluarga dan klien bisa mengontrol
rasa nyeri secara mandiri (Potter& Perry, 2006; Stanley, 2006).
Selain dengan kompres hangat, jahe juga bermanfaat dalam
menurunkan nyeri, dimana Jahe (Zingiber officinale) mempunyai
kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri,
pemberi aroma, ataupun sebagai obat (Bartley & Jacobs, 2000). Jahe
merah, memiliki kandungan minyak atsiri lebih besar yaitu sekitar 2,58-
2,72% jika dilihat dari ukuran rimpang yang agak kecil, ruas rata dan
sedikit mengembung. Pemberian kompres jahe merah hangat bertujuan
untuk menurunkan skala nyeri dimana jahe merah sendiri memiliki efek
farmakologis dan fisiologi seperti memberikan efek rasa panas, anti
inflamasi, analgesik, antioksidan antitumor, antimikroba, antidiabetik,
antiobesitas, antiemetik. Selain jahe tanaman serai juga memiliki khasiat
yang tidak jauh berbeda dengan jahe merah.
Kompres jahe dapat menurunkan nyeri sendi, karena jahe dapat
meningkatkan kemampuan kontrol terhadap nyeri. Jahe memiliki rasa
pedas dan bersifat hangat. Beberapa kandungan dalam jahe diantaranya
gingerol, limonene, a-linolenic acid, aspartic, β-sitosterol, tepung kanji,
caprylic acid, capsaicin, chlorogenic acid dan farnesol. Efek farmakologis
yang dimiliki jahe diantaranya, merangsang ereksi penghambat keluarnya
enzim 5- lipooksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin
(Padila, 2013 dalam Noviyanti & Azwar, 2021)
Untuk memaksimalkan penanganan nyeri yang di alami lansia bisa
juga di kombinasi dengan distraksi atau relaksasi, salah satunya terapi
musik. Campbell, (2006) dalam Widyastuti, (2016) menjelaskan bahwa
musik bisa menyentuh individu secara fisik, psikososial, emosional dan
spiritual. Mekanisme musik adalah dengan menyesuaikan pola getar dasar

52
tubuh manusia. Vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar
tubuh atau pola getar dasar dapat memiliki efek penyembuhan yang sangat
hebat bagi tubuh, pikiran dan jiwa manusia (Andrzej, 2009). Salah satu
jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi adalah musik gamelan
dengan nada gamelan laras slendro yang memiliki tempo kurang lebih 60
ketukan/ menit. Terapi musik sebagai terapi non farmakologi diharapkan
dapat menurunkan nyeri, mengurangi penggunaan analgesia dan efek
sampingnya, kepuasan pasien meningkat serta dapat menurunkan biaya
(Widyastuti, 2016).

D. Bukti Ilmiah Lain yang Mendukung Keputusan Penggunaan


Intervensi
Intervensi yang diberikan kepada Tn. A selain di dukung dengan dasar
teori juga didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah ada, berikut
beberapa hasil-hasil penelitian yang digunakan dalam mendukung
pemberian intervensi kepada Tn. A berdasarkan masing-masing masalah
keperawatan :

1. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan

Dalam mengatasi keterbatasan pengetahuan Tn. A terkait


dengan osteoarthritis mahasiswa memberikan pengajaran proses
penyakit osteoarthritis pada Tn. A meliputi pengertian, penyebab,
tanda dan gejala serta pengobatan dan pencegahan. Dimana Tn. A
mengalami peningkatan antara sebelum dan sesudah diberikan
pengajaran proses penyakit (pendidikan kesehatan) pada status
pengetahuan proses penyakitnya dari pengetahuan terbatas menjadi
pengetahuan banyak. Selain itu Tn.A juga diberikan pengajaran
prosedur atau perawatan terkait dengan terapi kombinasi kompres
jahe dan terapi musik gamelan yang diberikan kepada Tn.A, dimana
Tn. A mengalami peningkatan pada status pengetahuan
53
penanganan/pengobatan non farmakologi dari pengetahuan terbatas
menjadi pengetahuan banyak. Hal diatas sejalan dengan penelitian
Endang Yuswatiningsih, (2017) tentang “Pengaruh Penyuluhan
Kesehatan Terhadap Sikap Lansia Tentang Perawatan Osteoarthritis”
menunjukan bahwa adanya peningkatan pengetahuan lansia, dimana
dari yang sebelumnya hanya 11 lansia (34%) memiliki sikap positif
dan 21 (66%) memiliki sikap negatif menjadi 22 (69%) orang
mempunyai tentang perawatan osteoarthritis dan 16 lansia
mempunyai sikap negatif (31%) dari 31 responden.
Simamora & Saragih, (2019) tentang Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat : Penatalaksanaan Perawatan Penderita Asam Urat
Menggunakan Media Audiovisual yang menunjukkan terjadinya
peningkatan pengetahuan masyarakat, dimana pada data pre test dari
60 responden sebanyak 34 orang kategori kurang, 23 orang kategori
cukup dan 3 orang kategori baik, sedangkan pada data post test
sebanyak 0 orang kategori kurang, 7 orang ketgori cukup dan 53 orang
kategori baik. Penelitian lainnya yang juga sejalan oleh Livana,
Yulianto & Hermanto (2018) tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Personal Hygiene Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat menunjukkan terjadinya peningkatan tingkat pengetahuan
masyarakat, dimana dengan data pre test dari 34 responden sebanyak
61,8% kategoti baik dan 38,2% cukup, sedangkan data post test
sebanyak 85,7% kategori baik dan 14,7% cukup.

Keluhan nyeri Tn. A diberikan intervensi kompres jahe dan terapi


musik gamelan dimana sebelum diberikan terapi Ny. A mengalami
keluhan nyeri pada skala 4 (sedang), sedangkan setelah diberikan
terapi selama 5 hari Tn. A mengalami penurunan skala nyeri yaitu
berada di skala nyeri 2 (ringan). Dilihat dari hal tersebut Tn. A
mengalami penurunan pada tingkat nyerinya dari level 3 (sedang) ke
level 4 (cukup menurun).
54
Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Penelitian lainnya
juga dilakukan dalam penelitian Siwi, Tri. (2016) tentang Pemberian
Kompres Jahe Dalam Mengurangi Nyeri Sendi Pada Lansia Di Upt
Pstw Khusnul Khotimah Pekanbaru yang menunjukan hasil bahwa
mayoritas responden sebelum diberikan kompres jahe berada pada
kategori skala nyeri sedang sebanyak 56,3% atau sebanayk 9 orang
dari 16 responden, sedangkan setelah di berikan intervensi/kompres
jahe mayoritas berada pada kategori nyeri ringan sebanyak 56,3%
orang dari 16. Selawati, dkk. (2016) tentang “Kompres Hangat Jahe
Atau Tanpa Jahe Menurunkan Nyeri Sendi Lutut Lansia di desa
Bulugede Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal” menunjukan hasil
bahwa sebelum diberikan intervensi kompres hangat rebusan jahe
didapatkan bahwa mayoritas responden berada pada tingkat nyeri 4
hingga 6 dengan jumlah 15 responden (75 %). Setelah diberikan
intervensi didapatkan bahwa mayoritas responden berada pada
tingkat nyeri 3 dengan jumlah 7 responden (35 %). Pada penelitian H.
W. Lem* and A. C. Lee, (2017) tentang “Theeffectiveness Of Ginger
Compress On Non-Specific Low Back Pain” dan menunjukan hasil
bahwa penelitian tentang jahe yang di oleskan/di kompreskan secara
eksternal terutama pada daerah punggung bawah masih terbatas.
Temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa kompres jahe efektif
dalam meredakan nyeri pinggang non-spesifik dan mengurangi
kecacatan fungsional akibat nyeri punggung bawah. Oleh karena itu,
ini mungkin sebagai pilihan perawatan untuk praktik profesional
kesehatan untuk pasien dengan nyeri punggung bawah non-spesifik.
Pasien nyeri punggung bawah non spesifik disarankan untuk
menggunakan kompres jahe sebagai metode pengobatan sendiri karena
persiapan dan aplikasi kompres jahe mudah, sederhana dan biaya
paling murah.

55
Pada penelitian Marlina & Veronica, (2021) tentang “The Effect Od
Knee Exercise and Param Jahe Gingger to Reduce Knee Pain In Elderly”
menjelaskan hasil bahwa tingkat nyeri partisipan sebelum diberikan
jahe param adalah 3,9 ± 2,025, sedangkan setelah menerima intervensi
menurun menjadi rata-rata 2,5 ± 2,273. Hasil ini menunjukkan
perbedaan yang signifikan p<0,05 (p=0,006). Evaluasi tingkat nyeri
pada lansia dilakukan melalui pengukuran skala nyeri numerik.
Penurunan tingkat nyeri yang signifikan dipengaruhi oleh penggunaan
jahe param (Zingiber officinale Rs). Jahe param dikompres pada lutut
yang sakit. Jahe ini mengandung zingerone, gingerol, dan shagaol yang
berguna untuk meredakan nyeri.

Windyastuti, Erlina & Setiyawan. (2016) tentang “Pengaruh Terapi


Musik Gamelan Untuk Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Dengan
Osteoartritis Di Panti Wredha Aisyiyah Surakarta” menunjukan hasil
bahwa Sebelum diberikan terapi musik, responden yang mengalami
nyeri berat sebanyak 62,5% dan nyeri sedang 37,5%. Sesudah
diberikan terapi musik, responden dengan nyeri sedang 87,5% dan
nyeri ringan 12,5%.

E. Hambatan dan Kelemahan Aplikasi Intervensi Berdasarkan Kondisi


dan Situasi yang Dihadapi
Dilihat dari kondisi dan situasi saat ini atau pada pandemi Covid-
19 ini tidak ada hambatan yang terlalu berarti dalam pengaplikasian
intervensi yang diberikan pada Tn. A. Terapi atau intervensi yang
diberikan kepada Tn. A sudah bisa dilakukan oleh Tn. A secara mandiri
atau di bantu oleh istri, alat dan bahan yang digunakan mudah didapatkan

56
serta cara melakukanya yang sangat mudah, sehingga tidak ada hambatan
atau kelemahan dalam pengaplikasian intervensi yang diberikan kepada
Tn. A.

57
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Setelah diberikan terapi kompres jahe dab terapi musik gamelan status
tingkat nyeri lansia menurun dari level 3 (sedang) ke level 4 (cukup
menurun).
2. Setelah diberikan terapi selama 2 kali Lanisa dan Istri lansia dapat
melakukan dapat membantu Tn. A melakukan kompres jahe dan terapi
usik secara mandiri.
3. Setelah diberikan terapi kompres jahe merah dan serai hangat selama 5
hari Tn. A merasa nyeri nya mulai berkrang dan lebih ringan saat
beraktivitas.
4. Setelah di berikan pendidikan kesehatan dan terpai kompres hangat
dengan terapi musik Tn. A merasa lebih mengerti dengan kondisinya dan
lebih mengurangi aktivitas berat

B. Saran
1. Universitas Respati Yogyakarta
Mahasiswa menyarankan agar pihak kampus agar kompres jahe dan terapi
musik dapat di bahan kebijakan yang dapat diaplikasikan ke masyarakat
saat melakukan pengabdian masyarakat pada lansia yang mengalami
keluhan nyeri.

2. Lansia
a. Menjadikan terapi kompres jahe dan terapi musik gamelan sebagai
salah satu terapi yang dapat diterapkan dalam secara rutin saat
mengalami keluhan nyeri, dan juga dapat diterapkan pada
keluarganya.

58
59
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistika Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Badan
Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Elsevier.
Ernawati. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Arthritis Gout pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang.Jurnal Kesehatan., Vol 6(2) 2020.
Fadlilah Dan Sucipto. (2016).Judul: Pengaruh Kompres Jahe Dan Kompres Air
Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Sendi Pada Lansia Di Dusun Banjeng
Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta.

Guyton, & Hall. (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Elsevier.

H. W. Lem* and A. C. Lee, (2017) tentang “Theeffectiveness Of Ginger


Compress On Non-Specific Low Back Pain”. Journal Fundamental
Applied Scencei. 2017, 9(6S), 1173-1186.
http://dx.doi.org/10.4314/jfas.v9i6s.87

Kemenkes RI. (2015). Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Retrieved from
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
osteoporosis.pd

Kemenkes RI. (2019). Proyeksi Penduduk Lansia. Berita Dan Informasi


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam
https://www.kemenkes.go.id
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisi Lanjut Usia. Pusat dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI. Retrieved from
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
lansia.pdf

Kholifah Nur Siti. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI


Layman, DK. & NR. Rodriguez. 2009. Egg as a Source of Power, Strength, and
Energy. Nutrition Today . 44: 43-48.

Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius

Marlina & Veronica, (2021) tentang. The Effect Od Knee Exercise and Param Jahe
Gingger to Reduce Knee Pain In Elderly. The Malaysian jurnal Of Nursing. Vol 12
(04)
Miller, A. Carol. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults Sixth
Edition.China: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data
Noviyanti. (2015). Hidup Sehat Tanpa Asam Urat(1st ed.). Yogyakarta:
Perpustakaan Nasional RI.

Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, T. (2017). Gout: An old disease in new
perspective –A review. Journal of Advanced Research, 8(5), 495–511.
https://doi.org/10.1016/j.jare.2017.04.008

Ramayulis, Rita. (2013). Buku Makanan Sehat Atasi Berbagai Penyakit. Jakarta :
Transmedia Pustaka

Siwi, Tri. (2016). Pemberian Kompres Jahe Dalam Mengurangi Nyeri Sendi Pada
Lansia Di Upt Pstw Khusnul Khotimah Pekanbaru. Vol 06 (2).
Https://Jurnal.Photon.Com

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar keperawatan
Gerontik Edisi 2.Jakarta: EGC
Swales, C., & Bulstrode, C. (2015). At a Glance Reumatologi, Ortopedi, dan
Trauma. Jakarta: Erlangga.

The Health of The Peaople: What Works. Bulleting of The World Health
Organization. www.who.int

Widiyastuti & Setyawan. (2016). Pengaruh Terapi Musik Gamelan Untuk


Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Dengan Osteoartritis Di Panti
Wredha Aisyiyah Surakarta. http://Jurnal.KesMaSka.co.id
William, & Wilkins. (2011). NURSING Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta: Lipincott, Jurnal Nursing .

Yuswatiningsih, Endang. (2017). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Sikap


Lansia Tentang Perawatan Osteoarthritis. Vol 06 (01).
Http://Jurnal.insan.cendkia.co.id
LAMPIRAN

Lampiran SLKI Tingkat Pengetahuan

INSTRUMENT EVALUASI KRITERIA HASIL

(Tingkat Pengetahuan/L12111)

Definisi:

Kecukupan informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu


Ekspektasi: Meningkat dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup meningkat)

Indikator/ Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun Meningkat
Kriteria Hasil

Perilaku sesuai 1 2 3 4 5
anjuran

Verbalisasi minat 1 2 3 4 5
dalam belajar

Kemampuan 1 2 3 4 5
menjelaskan
pengetahuan tentang
suatu topik

Kemampuan 1 2 3 4 5
menggambarkan
pengalaman
sebelumnya yang
sesuai dengan topik

Perilaku sesuai 1 2 3 4 5
dengan pengetahuan

Alat ukur dan kunci jawaban penkes osteoartritis

No Pernyataan Benar Salah


1 Osteoartritis adalah gangguan pada
sendi baik biasanya akan beraktivitas
atau saat bergerak.
2 Osteoarthritis adalah penyakit
degenerative yang penyebab
umumnya adalah usia >60 tahun,
aktifitas berat atau terlalu sering
mengangkat beban berat.
3 Tanda gejala osteoarthritis
diantaranya; nyeri sendi, hamatan
gerakan sendi, kaku pagi,
pembekakan, gangguan gaya
berjalan.
4 Pengobatan non farmakologi
osteoartritis diantaranya;

1. Edukasi pada pasien dan keluarga


mengenai penyakit

2. Memberi informasi mengenai

3. berat badan

4. Fisioterapi dan rehabilitasi

5. Mengurangi aktivitas yang


membebani sendi

6. Kompres bagian sendi OA


dengan air hangat

7. Kompres jahe dan relaksasi


music
5 Cara Pencegahan Osteoarthritis
Mengurangi mengangkat beban berat,
mengurangi aktifitas fisik yang
terlalu berat dan melelahkan,
elakukan olahraga ringan yang
teratur.

Nilai % = skor yang di dapatkan/skor tertinggi x 100 = ….%

Penjelasan / penjabaran Level SDKI

1 2 3 4 5
Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di
dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh
klien 0 % klien 1-30 % klien 31-60 % klien 61-90 % klien >90 %
Lampiran SIKI

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PENGAJARAN : PROSES PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

Definisi : Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan


dengan proses penyakit secara spesifik.
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan materi yang akan di presentasikan, dan media yang akan
digunakan (Lembar Balik dan Leaflet)
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait dengan proses penyakit
9 Mereview pengetahuan klien mengenai kondisinya
10 Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11 Memberikan informasi pada pasien mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
12 Memberikan ketenangan terkait kondisi klien
13 Menjelaskan mengenai proses penyakit sesuai kebutuhan :
a. Menjelaskan definisi penyakit
b. Menjelaskan penyebab penyakit
c. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
kebutuhan
d. Menginstruksikan klien mengenai tindakan untuk mencegah/
meminimalkan efek samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
e. Mendiskusikan pilihan terapi/ penanganan/ pengobatan
f. Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan
14 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau mengontrol
proses penyakit
15 Mengeksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, sesuai kebutuhan
TAHAP TERMINASI
19 Mengevaluasi pengetahuan klien
20 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
22 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan
Lampiran SLKI

INSTRUMENT EVALUASI KRITERIA HASIL

(TINGKAT NYERI/L.08066)

Definisi:

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konstan

Ekspektasi: Menurun dari skala 3 (sedang) ke skala 4 (cukup meningkat)

Indikator/ Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Menurun Menurun
Kriteria Hasil

Keluhan Nyeri 1 2 3 4 5

Meringis 1 2 3 4 5

Ketegangan otot 1 2 3 4 5

Alat ukur Instrumen Tingkat Nyeri Skala Numerik :

No Skala Nyeri Numerik Keterangan


1 0 Tidak ada nyeri
2 1-3 Nyeri ringan
3 4-6 Nyeri sedang
4 7-9 Nyeri berat terkontrol
5 10 Nyeri berat tidak terkontrol
Penjelasan / penjabaran Level SLKI

1 2 3 4 5
Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang
dirasakan klien 10 dirasakan klien dirasakan klien dirasakan klien 1-3 dirasakan klien 0
(Nyeri berat 7-9 (Nyeri 4-6 (Nyeri (Nyeri ringan) (Tidak ada
tidak terkontrol) berat sedang) nyeri)
terkontrol)
Lampiran SIKI

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PENGAJARAN : PROSES PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

Definisi : Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan


dengan proses penyakit secara spesifik.
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan materi yang akan di presentasikan, dan media yang akan
digunakan (Lembar Balik dan Leaflet)
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait dengan proses penyakit
9 Mereview pengetahuan klien mengenai kondisinya
10 Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11 Memberikan informasi pada pasien mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
12 Memberikan ketenangan terkait kondisi klien
13 Menjelaskan mengenai proses penyakit sesuai kebutuhan :
a. Menjelaskan definisi penyakit
b. Menjelaskan penyebab penyakit
c. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
kebutuhan
d. Menginstruksikan klien mengenai tindakan untuk mencegah/
meminimalkan efek samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
e. Mendiskusikan pilihan terapi/ penanganan/ pengobatan
f. Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan
14 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau mengontrol
proses penyakit
15 Mengeksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, sesuai kebutuhan
TAHAP TERMINASI
19 Mengevaluasi pengetahuan klien
20 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
22 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan
Lampiran SIKI

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

MANAJEMEN NYERI

Definisi : Pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyanan yang dapat
diterima oleh pasien
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan alat dan bahan
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
9 Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
10
Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya.,
farmakologis, nonfarmakologis, interpersonal) untuk memfasilitasi
penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
11
Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
12
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurunan
nyeri
13
Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan
tepat
14 Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis (terapi kompres jahe
merah dan serai hangat)
15 Gali penggunaan metode farmakologi yang dipakai pasien saat ini untuk
menurunkan nyeri
16 Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi, sesuai kebutuhan
17 Evaluasi ke efektifan dari tindakan pengontrol nyeri yang dipakai
selama pengkajian nyeri dilakukan
18 Mulai dan modifikasi tindaakan pengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
19 Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri, sesuai
kebutuhan
20 Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap pengalaman nyeri
21 Libatkan keluarga dalam modilitas penurunan nyeri, jika memungkinkan
22 Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam interval yang
spesifik
TAHAP TERMINASI
23 Mengevaluasi kondisi klien
24 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
25 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan

Lampiran SIKI
STANDAR OPERATING PROCUDURE
KOMPRES JAHE DAN TERAPI MUSIK GAMELAN

No Aspek yang Dilakukan

Tahap pra interaksi


1 Cuci tangan
2 Siapkan alat dan bahan
1. Alat
a. Parutan
b. Baskom atau plastik
c. Handuk kecil
d. Speaker
e. Handphone (music)
f. Kasur atau tikar
2. Bahan
a Jahe
3 Siapkan tempat yang nyaman
Tahap orientasi
4 Berikan salam, panggil pasien dengan nama yang disukainya
5 Memperkenalkan diri
5 Jelaskan prosedur tujuan dan lamanya tindakan yang akan diberikan
6 Lakukan kontrak waktu
7 Berikan waktu untuk klien bertanya
8 Jaga privasi klien
Tahap kerja
9 Memposisikan klien sesuai dengan keinginan klien
10 Menanyakan keluhan nyeri yang dirasakan klien
11 Jaga privasi klien
12 Menggunakan sarung tangan
13 Menginspeksi dan palpasi kedua lutut dan bahu kanan klien yang terasa sakit
14 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dengan skala numerik
15 Menyiapkan alat untuk terapi musik, music dipilih sesuai kesukaan klien
16 Menempelkan jahe yang sudah di blender atau diparut secara halus lalu di
tempelkan di tempat yang nyeri (kedua lutut kemudian di bahu kanan) lalu ditutup
handuk kecil tunggu selama 15 menit
17 Memainkan music gamelan
18 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dangan skala numerik setelah dilakukan
perlakuan kompres jahe
19 Merapikan alat dan bahan
20 Melepas sarung tangan
21 Cuci tangan
Tahap terminasi
22 Evaluasi kegiatan
23 Beri reinforcement postif
24 Kontrak pertemuan selanjutnya
25 Mengakhiri pertemuan dengan baik
26 Dokumentasi

Sumber: (Adopsi dari Fadlilah dan Sucipto, (2018) dan Widyastuti, (2016)
PRE PLANNING

PEMBERIAN TERAPI KOMBINASI KOMPRES JAHE DAN TERAPI


MUSIK GAMELAN

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan
Gerontik

Dosen Pembimbing: Rizky Erwanto, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

Desy Kurnia Sari, S. Kep


20160039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2021

A. Latar Belakang

Proses penuaan pada lansia merupakan proses akumulasi perubahan yang


kompleks. Disebut kompleks karena berkaitan dengan perubahan proses
multidimensional fisik. Ditinjau dari sisi biologis, penuaan merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh akibat perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ sehingga terjadi kemunduran fisiologis, psikologis,
dan sosial seiring meningkatnya usia (BPS, 2020).

Didunia proporsi lansia diperkirakan akan terus meningkat bahkan


penambahan lansia menjadi yang paling mendominasi apabila dibandingkan
dengan penambahan populasi penduduk pada kelompok usia lainnya. Data
World Health Organiation (WHO) didapatkan pada tahun 2015 ada 901 juta
orang berusia 60 tahu atau lebih yang terdiri atas 12% dari jumlah populasi
global. Pada tahun 2015 dan tahun 2030, jumah orang berusia 60 tahun atau
lebih diproyeksi akan tumbuh sekitar 56% dari 901 juta menjadi 1,4 Milyar,
dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksi lebih dari dua kali lipat yaitu
mencapai 2,1 Milyar (United Nations, 2015)
Menurut data BPS Susenas Maret (2020) di Indonesia terdapat 9,92 % atau
26,82 juta penduduk lansia dari total jumlah penduduk Indonesia. Distribusi
penduduk lansia berdasarkan jenis kelamin yaitu 52,29 % lansia perempuan
dan 47,71 % laki-laki, berdasarkan kelompok usia yaitu lansia muda (60-69
tahun) 64,29 %, lansia madya (70-79 tahun) 27,23 % , dan lansia tua (> 80
tahun) 8,49%. Pada tahun 2020, hampir separuh lansia Indonesia mengalami
keluhan kesehatan, baik fisik maupun psikis (48,14 persen). Sementara itu,
persentase lansia yang mengalami sakit, besarannya hampir mencapai
seperempat lansia yang ada di Indonesia (24,35 persen) (BPS, 2020). Secara
umum, penyakit yang dialami para lansia merupakan penyakit tidak menular
yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor usia misalnya penyakit
jantung, diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera (Kemenkes RI, 2019).

Lanjut usia atau yang sering disebut dengan akronim lansia merupakan
seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas
(PERMENKES Nomor 25 tahun 2016). Penduduk lanjut usia terus mengalami
peningkatan seiring kemajuan di bidang kesehatan yang ditandai dengan
meningkatnya angka harapan hidup dan menurunnya angka kematian. Pada
lansia sistem muskuloskeletal akan mengalami beberapa perubahan seperti
perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), berkurangnya
kemampuan kartilago untuk beregenerasi, kepadatan tulang berkurang,
perubahan struktur otot, dan terjadi penurunan elastisitas sendi. Hal ini yang
menyebabkan sebagian besar dari lansia mengalami gangguan sistem
muskuloskeletal, yang menyebabkan nyeri sendi (Ernawati, 2016).
Ada beberapa penyakit yang di sebabkan oleh penurunan ata gangguan
pada sistem muskuloskeletal diantaranya osteoartritis, osteoporosis, atau gout
artritis. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronis yang
menyerang tulang rawan artikular. Penyakit ini erat kaitannya dengan proses
penuaan dan sebagian besar berlokasi di sendi lutut, pinggul, jari, dan daerah
vertebra lumbal oleh karena proses penekanan yang terus menerus selama
beberapa tahun (Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular Kemenkes, 2016). Sendi lutut merupakan sendi di ekstrimitas bawah
yang paling sering mengalami osteoartritis (Soeryadi et al., 2017).

Guna mencegah terjadinya komplikasi dan gangguan rasa nyaman yang


di alami oleh lansia makan peran perawat sanngat penting dalam multimodal
terapi farmakologi dengan kombinasi terapi nonfarmakologi. Beber- apa
teknik nonfarmakologis direkomendasikan sebegai modalitas seperti
stimulasi dan massasse, terapi es dan panas, stimulasi syaraf elektris, dis-
traksi, relaksasi, teknik distraksi seperti musik, guided imaginary, dan
hipnotis ( Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002 dalam Widyastuti, 2016).
Kompres jahe dapat menurunkan nyeri sendi, karena jahe dapat
meningkatkan kemampuan kontrol terhadap nyeri. Jahe memiliki rasa pedas
dan bersifat hangat. Beberapa kandungan dalam jahe diantaranya gingerol,
limonene, a-linolenic acid, aspartic, β-sitosterol, tepung kanji, caprylic acid,
capsaicin, chlorogenic acid dan farnesol. Efek farmakologis yang dimiliki
jahe diantaranya, merangsang ereksi penghambat keluarnya enzim 5-
lipooksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin (Padila, 2013
dalam Noviyanti & Azwar, 2021)

Untuk memaksimalkan penanganan nyeri yang di alami lansia bisa juga


di kombinasi dengan distraksi atau relaksasi, salah satunya terapi musik.
Campbell, (2006) dalam Widyastuti, (2016) menjelaskan bahwa musik bisa
menyentuh individu secara fisik, psikososial, emosional dan spiritual.
Mekanisme musik adalah dengan menyesuaikan pola getar dasar tubuh
manusia. Vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar tubuh atau
pola getar dasar dapat memiliki efek penyembuhan yang sangat hebat bagi
tubuh, pikiran dan jiwa manusia (Andrzej, 2009). Salah satu jenis musik
yang dapat digunakan untuk terapi adalah musik gamelan dengan nada
gamelan laras slendro yang memiliki tempo kurang lebih 60 ketukan/ menit.
Terapi musik sebagai terapi non farmakologi diharapkan dapat menurunkan
nyeri, mengurangi penggunaan analgesia dan efek sampingnya, kepuasan
pasien meningkat serta dapat menurunkan biaya (Widyastuti, 2016).
B. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan intervensi kompres jahe dan Terapi musik
gamelan di harapkan lansia dapat melakukan secara mandiri dan nyeri yang di
rasakan dapat berkurang.

C. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan intervensi kompres jahe dan Terapi musik
gamelan di harapkan lansia dapat :
1. Mengetahui manfaat kompres jahe dan terapi musik gamelan bagi
pengurangan nyeri
2. Menjelaskan alat dan bahan yang di gunakan untuk terapi
3. Menjelaskan kembali cara atau langkah-langkah melakukan terapi
4. Melakukan secara mandiri terapi yang telah di berikan dan nyeri yang di
rasakan dapat berkurang.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang di ambil adalah Nyeri Kronis (D.0078)

E. Sasaran
Sasaran pemberian intervensi adalah Tn. A dan istri

F. Hari/tanggal
Hari dan tanggal pelaksaanaan pada 16 Juni 2021

G. Waktu dan Tempat


Waktu dan tempat pelasanaan pada pukul 19.30-20.00 WIB, di rumah Tn. A di
Dusun Kledokan, Caturtunggal, Depok Sleman, Yogyakarta.

H. Metode
Metode yang di gunakan adalah ceramah, diskusi dan demonstrasi
I. Alat Dan Bahan
1. Parutan
2. Jahe
3. Baskom/piring
4. Handuk
5. Speaker
6. Handphone/Musik

J. Setting Tempat

Keterangan :
: Perawat
: Tn. A
: Perawat berada di samping pasien
1. jika kompres di bahu kanan, pasien tengkurap
2. jika kompres di lutut, pasien duduk selonjor/baring
terlentang

K. Kegiatan Pembelajaran

KEGIATAN Metode, Alat


NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN
PESERTA dan Bahan

1 3 menit Pembukaan:

1. Memberi Salam 1. Menjawab Ceramah


2. Menyebutkan intervensi yang salam
akan disampaikan 2. Mendengarkan
dan
memperhatikan

Pelaksanaan: Parutan jahe,


baskom,
a. Memberikan intervensi kompres Mengikuti instruksi
handuk, musik
jahe dan terapi musik gemelan pada selama tindakan
dan speaker
kedua lutut dan bahu kanan gamelan
dengan waktu 15 menit.

2. 30 menit b. Mengevaluasi respon Ny. A setelah Menjawab


dilakukan tindakan. pertanyaan

c. Mengevaluasi nyeri yang dirasakan


Tn. A setelah dilakukan tindakan
Menjawab
kompres jahe dan terapi musik
pertanyaan
gemelan pada kedua lutut dan bahu
kanan gamelan dengan waktu 15
menit.

Evaluasi:

Meminta Tn. A menjelaskan kembali Menjawab Diskusi


mengenai manfaat, alat dan bahan untuk Pertanyaan
melakukan terapi, serta cara melakukan
Kompres jahe dan terapi musik gamelan.
3 10 menit

Memberikan pujian atas keberhasilan


dalam menjelaskan pertanyaan dan
memperbaiki kesalahan, serta
menyimpulkan.
4 2 menit Penutup :

Mengucapkan terimakasih atas Memperhatiakan


kerjasamanya dan menjawab
pertanyaan
Kontrak waktu selanjutnya
Salam Penutup Menjawab salam

Mengakhiri pertemuan dengan pasien

L. EVALUASI (STRUKTUR,PROSES,HASIL)
1. Evaluasi Struktural :
a) Mempersiapkan laporan pendahuluan, pre planning dan melakukan
konsul dengan pembimbing.
b) Perawat menyiapkan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung
proses pelaksanaan tindakan keperawatan.
c) Perawat melakukan kontrak dengan klien atau keluarga untuk
pertemuan atau kunjungan
2. Evaluasi Proses :
a) Tn. A dan istri mengikuti kegiatan terapi dengan kooperatif dan sesuai
instruksi
b) Tindakan yang di lakukan atau di ajarkan sesuai dengan SOP
c) Tn. A dan istri mengikuti kegiatan terapi sampai selesai sesuai kontrak
waktu yang telah ditentukan.
d) Tn. A dan istri dapat melakukan kembali tindakan kompres jahe dan
terapi musik sesuai yang diajarkan

3. Evaluasi Hasil :
a) Setelah dilakukan tindakan kompres jahe dan terapi musik gamelan
nyeri yang dirasakan Tn. A berkurang dari skala 5 (sedang) ke skala 3
(ringan)

M. Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistika Penduduk Lanjut Usia. Jakarta :
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
Ernawati. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Arthritis Gout pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang.Jurnal Kesehatan., Vol 6(2) 2020.
Kemenkes RI. (2019). Proyeksi Penduduk Lansia. Berita Dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam
https://www.kemenkes.go.id
Kholifah Nur Siti. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI

The Health of The Peaople: What Works. Bulleting of The World Health
Organization. www.who.int

Noviyanti & Yessi Azwar. (2021). Efektifitas Kompres Jahe Terhadap


Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Dengan Arthritis Remathoid.
Jurnal Stikes Kendal Vol 11 (1).

Widyastuti & Setiyawan. (2016). Pengaruh Terapi Musik Gamelan Untuk


Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Osteoartritis Do Panti Wredha
Aisyiyah Surakarta. Jurnal KesMaDaKa juli 2016
Lampiran SOP

STANDAR OPERATING PROCUDURE


KOMPRES JAHE DAN TERAPI MUSIK GAMELAN

No Aspek yang Dilakukan


Tahap pra interaksi
1 Cuci tangan
2 Siapkan alat dan bahan
3. Alat
a. Parutan
b. Baskom atau plastik
c. Handuk kecil
d. Speaker
e. Handphone (music)
f. Kasur atau tikar
4. Bahan
a. Jahe

3 Siapkan tempat yang nyaman


Tahap orientasi
4 Berikan salam, panggil pasien dengan nama yang disukainya
5 Memperkenalkan diri
5 Jelaskan prosedur tujuan dan lamanya tindakan yang akan diberikan
6 Lakukan kontrak waktu
7 Berikan waktu untuk klien bertanya
8 Jaga privasi klien
Tahap kerja
9 Memposisikan klien sesuai dengan keinginan klien
10 Menanyakan keluhan nyeri yang dirasakan klien
11 Jaga privasi klien
12 Menggunakan sarung tangan
13 Menginspeksi dan palpasi kedua lutut dan bahu kanan klien yang terasa sakit
14 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dengan skala numerik
15 Menyiapkan alat untuk terapi musik, music dipilih sesuai kesukaan klien
16 Menempelkan jahe yang sudah di blender atau diparut secara halus lalu di
tempelkan di tempat yang nyeri (kedua lutut kemudian di bahu kanan) lalu ditutup
handuk kecil tunggu selama 15 menit
17 Memainkan music gamelan
18 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dangan skala numerik setelah dilakukan
perlakuan kompres jahe
19 Merapikan alat dan bahan
20 Melepas sarung tangan
21 Cuci tangan
Tahap terminasi
22 Evaluasi kegiatan
23 Beri reinforcement postif
24 Kontrak pertemuan selanjutnya
25 Mengakhiri pertemuan dengan baik
26 Dokumentasi

Sumber: (Adopsi dari Fadlilah dan Sucipto, (2018) dan Widyastuti, (2016)
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PADA TN. A DENGAN MASALAH MUSKULOSKELETAL

Topik : Gangguan Sistem Muskuloskeletal


Sub Pokok Bahasan : Osteoartritis

a. Pengertian Osteoartritis
b. Penyeban Osteoartritis
c. Tanda dan Gejala Osteoartritis
d. Pengobatan Osteoartritis
e. Pencegahan Osteoartritis
Sasaran : Pasien dan Istri

Hari/tanggal : 15 Juni 2021

Waktu : 30 menit

Tempat : Rumah Tn. A

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah di berikan penyuluhan selama 30 menit di harapkan Pasien dan
istri mengetahui dan memahami apa itu osteoartritis.

B. Pokok Materi

1. Pengertia Osteoartritis

2. Penyebab Osteoartritis

3. Tanda dan Gejala Osteoartritis

4. Pengobatan Osteoartritis

5. Pencegahan Osteoartritis

C. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi / Tanya jawab

D. Media
a. Lembar Balik
b. Leaflat

E. Setting Tempat
Keterangan :
: Perawat
: Tn. A
: Istri Tn. A
: Saling berhadapan

F. Kegiatan Penyuluhan

Metode dan Alat


Tahapan Waktu Kegiatan Pendidik Respon Peserta Didik
Pengajaran
Pembuka 5 menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam.
an 2. Memperkenalkan diri 2. Berkenalan.
Ceramah
3. Kontrak waktu 3. Menyetujui kontrak
4. Menjelaskan tujuan waktu
pembelajaran 4. Memperhatikan dan
5. Menyebutkan materi mendengarkan.
yang akan di 5. Memperhatikan dan
sampaikan mendengarkan.
6. Melakukan apersepsi 6. Menjawab
(menanyakan sampai pertanyaan
di mana tingkat
pengetahuan pasien
dan keluarganya)
tentang materi yang
akan di sampaikan
Pelaksanaan20 menit 1. Menjelaskan 1. Memperhatikan dan Ceramah dan
pengertian mendengarkan. Lembar balik
Osteoartritis 2. Memperhatikan dan
2. Menjelaskan penyebab mendengarkan.
Osteoartritis 3. Memperhatikan dan
3. Menjelaskan tanda mendengarkan.
dan gejala 4. Memperhatikan dan
Osteoartritis mendengarkan.
4. Menjelaskan 5. Memperhatikan dan
pengobatan mendengarkan
Osteoartritis 6. Memperhatikan dan
5. Menjelaskan mendengarkan
pencegahan 7. Mengajukan
Osteoartritis pertanyaan
6. Memberikan
kesempatan pada
peserta untuk bertanya

Evaluasi 5 Menit 1. Memberikan per- 1. Menjawab


/ penutup tanyaan berkaitan pertanyaan
Ceramah dan
dengan materi yang 2. Bertanya pada
leaflat
sudah dijelaskan dan penyuluh
mengevaluasi 3. Bertanya pada
bersama dengan penyuluh
meminta pasien dan 4. Mendengarkan dan
keluarganya untuk memperhatikan
menjelaskan kembali 5. Mendengarkan dan
materi yang sudah memperhatikan
disampaikan. 6. Mengucapkan salam
Diantaranya : penutup
Meminta audience
menjelaskan
pengertian
osteoartritis,
penyebab
osteoartritis,pengobat
an osteoarthritis,
tanda dan gejala
osteoarthritis,
pencegahan
osteoartritis.
2. Menanyakan Perasaan
audience
3. Memberikan
kesempatan audience
bertanya
4. Menyimpulan dari
pembelajaran
5. Memberikan lefleat
6. Mengucapkan salam
penutup

G. Kriteria Evaluasi

1. Kriteria Struktur :

a) Tn. A dan istri hadir dalam pendidikan kesehatan.

b) Penyelenggara penyuluhan dilakukan Di rumah Tn. A.

c) Persiapan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan kesehatan dengan


sesuai pada saat sebelum dan saat pendidikan kesehatan

2. Kriteria Proses :

a) Audience antusias terhadap materi pendidikan kesehatan.

b) Audience konsentrasi mendengarkan pendidikan kesehatan.

c) Audience mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara


benar.
3. Kriteria Hasil :
Audience mampu menjawab kurang lebih 4 dari 6 pertanyaan diantaranya ;

a) Menyebutkan pengertian osteoartritis

b) Menyebutkan tanda dan gejala osteoartritis

c) Menyebutkan penyebab osteoartritis

d) Menyebutkan cara pencegahan terhadap osteoarthritis

e) Menyebutkan cara pengobatan osteoartritis


Lampiran Materi

MATERI OSTEOARTRITIS

a. Definisi
Oseteoartiritis adalah ganguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini
bersifat kronik, berjalan progesif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh
adanya deteroirasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru
pada permukaan persendiaan. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling
umum, dengan jumlah pasiennya artitis. Gangguan ini lebih banyak pada
perempuan dari pada lelaki dan terutama ditemukan pada orang- orang yang
berusia lebih dari 45 tahun (Price & Wilson, 2006).
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan
yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya
usia, penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46 tahun tetapi lebih
sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley & Bare, 2006).
Jadi, osteoartritis merupakan gangguan sendi yg ditandai dengan adanya
penurunan dan abrasi rawan sendi, dimana menjadi penyebab tertinggi
terjadinya kecacatan pada lansia.
b. Etiologi
Osteoartritis adalah penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46
tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley & Bare,
2006). Penyebab primer atau yang paling umum pada osteoartritis adalah
denegeratif (Soeroso et all, 2014).
Price & Wilson, (2006) menjelaskan bahwa penyebab osteoartiritis yang
sebenarnya tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses penuaan ada
hubungannya dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit (sel normal
yang terdapat dalam tulang rawan sendi dan bertanggung jawab untuk sintesis
dan integritas matriks ekstraseluler tulang rawan sendi yang menimbulkan
perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan
osteoartritis. Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk
osteoartritis. Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang distal tangan
(nodus heberden) dipengaruhi oleh jenois kelamin dan lebih dominan pada
perempuan. Nodus heberdens sepuluh kali lebih sering di temukan pada
perempuan di bandingkan laki-laki. Hormon seks dan faktor-faktor hormonal
lain juga kelihatannya berkaitan dengan perkembangan osteoartritis. Hubungan
antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi osteoartritis pada
perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam
perkembangan dan progresivitas penyakit ini.
c. Manifestasi Klinik
Tanda gejala osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi terutama saat sendi
bergerak atau menanggung beban. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah
sendi tersebut tidak di gerakan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan
menghilang setelah sendi di gerakkan. Spasme otot atau tekanan pada saraf di
daerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri. Ada beberapa orang yang
mengeluh sakit kepala sebagai akibat langsung dari osteoartritis pada tulang
belakang bagian leher (Price & Wilson, 2006).
Nyeri, kekakuan, hilang gerakan, penurunan fungsi, dan deformitas sendi
secara khas di hubungkan dengan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan,
pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif mempunyai riwayat
trauma, penggunaan sendi berlebihan, atau penyakit sendi sebelumnya (Stanley
& Bare, 2006).
Tanda Gejala osteoarthritis diantaranya adalah ;

a. Nyeri Sendi

Gejala ini merupakan gejala utama yang seringkali membawa pasien ke


dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah
bentuknya). Nyeri sendi bertambah saat beraktivitas dan berkurang dengan
istirahat (Soeroso et al., 2014). Carter, (2002) Sumber nyeri berasal dari
spasme otot atau tekanan pada saraf di daerah sendi yang terganggu. Nyeri
pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya
pada OA servikal dan lumbal. Pada OA lumbal yang menimbulkan
stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa
disebut dengan klaudikasio intermitten (Soeroso et al., 2014)

b. Hambatan Gerakan Sendi

Gangguan ini disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau
iregularitas permukaan sendi. Saat sendi digerakkan dapat ditemukan atau
didengar adanya krepitasi (Rasjad, 2007). Akibat nyeri yang dirasakan,
penderita OA akan takut bergerak dan terjadi gangguan range of motion
(ROM) (Rosani dan Isbagio, 2014)

c. Kaku Pagi

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah sendi
tersebut tidak digerakkan beberapa lama, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Soeroso
et al., 2014). Kekakuan yang terjadi pada pagi hari berlangsung dalam
waktu kurang dari 30 menit (Setiyohadi, 2003 dalam azizah,2019).
d. Pembengkakan

Pada inspeksi didapatakan pembengkakan sendi yang asimetris akibat


adanya efusi (cairan dalam sendi pada stadium akut) dan osteofit
(pembengkakan pada tulang) (Rosani dan Isbagio, 2014). Pembengkakan
sendi tampak lebih menonjol karena atrofi otot-otot sekelilingnya (Hilmy,
2002). Pembengkakan tulang (osteofit) dapat berkembang dan
mengganggu pergerakan normal sendi lutut (Adnan, 2009 dalam azizah,
2019).
e. Perubahan Gaya Berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua


pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang
menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang
umumnya tua (Soeroso et al., 2014).
d. Cara Pengobatan Osteoarthritis

Terapi non-farmakologis yang dapat dilakukan untuk kasus osteoartritid


diantaranya;

1) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit

Memberi informasi mengenai penyakit osteoartritis dan bagaimana


caranya agar penyakit OA yang dialami tidak bertambah parah serta
persendiannya tetap dapat dipakai.

2) Mengurangi berat badan

Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25
(IRA, 2014).

3) Fisioterapi dan rehabilitasi

Terapi ini ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan


kekuatan otot serta ROM (Carter, 2002). Latihan yang dianjurkan
adalah latihan ROM pada sendi yang terlibat dan latihan isometrik
untuk membantu membentuk otot-otot yang mendukung sendi tersebut.
Pada latihan-latihan isotonik sebaiknya tidak dilakukan dengan tahanan
karena dapat memberatkan sendi (Carter, 2002).

4) Mengurangi aktivitas yang membebani sendi

Penderita OA dianjurkan untuk istirahat yang teratur untuk mengurangi


penggunaan beban pada sendi (Rasjad, 2007).

5) Kompres bagian sendi OA dengan air hangat

Pemakaian terapi panas berguna untuk mengurangi nyeri, mengurangi


spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas
tendon (Pertiwi et al., 2006).

6) Kompres jahe dan relaksasi music


Terapi ini berguna untuk relaksasi otot sendi yang kaku, mengurangi
nyeri, spasme otot, dan meningkatkan rasa nyaman pada pasien.
e. Cara Pencegahan Osteoarthritis
1. Mengurangi mengangkat beban berat
2. Mengurangi aktifitas fisik yang terlalu berat dan melelahkan
3. Melakukan olahraga ringan yang teratur (Azizah, 2019)

Lampiran SOP

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PENGAJARAN : PROSES PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

Definisi : Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan


dengan proses penyakit secara spesifik.
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan materi yang akan di presentasikan, dan media yang akan
digunakan (Lembar Balik dan Leaflet)
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait dengan proses penyakit
9 Mereview pengetahuan klien mengenai kondisinya
10 Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11 Memberikan informasi pada pasien mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
12 Memberikan ketenangan terkait kondisi klien
13 Menjelaskan mengenai proses penyakit sesuai kebutuhan :
g. Menjelaskan definisi penyakit
h. Menjelaskan penyebab penyakit
i. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
kebutuhan
j. Menginstruksikan klien mengenai tindakan untuk mencegah/
meminimalkan efek samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
k. Mendiskusikan pilihan terapi/ penanganan/ pengobatan
l. Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan
14 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau mengontrol
proses penyakit
15 Mengeksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, sesuai kebutuhan
TAHAP TERMINASI
19 Mengevaluasi pengetahuan klien
20 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
22 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan
MEDIA

LEMBAR BALIK
DOKUMENTASI

A. Alat Dan Bahan Yang Di Gunakan Untuk Intervensi

Jahe 2 Handuk Kecil


baskom/piring plastik untuk parutan
Parutan
jahe

B. Kegiatan Keperawatan Gerontik


1. Melakukan Pengkajian Keperawatan Pada Lansia

2. Melakukan Pendidikan Kesehatan Pada Lansia


3. Melakukan Implementasi Terapi Kombinasi Kompres Jahe Dan Terapi Musik
4. Mengajarkan dan mengarahkan Istri Tn. A (Simbah) dalam melakukan terapi
kompres jahe dan musik gamelan secara mandiri

Anda mungkin juga menyukai