Disusun Oleh :
20160024
NIM : 20160024
Hari :
Tanggal :
Waktu :
Tempat/Ruangan :
Pembimbing Mahasiswa
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul,
““Laporan Pendahuluan Dan Asuhankeperawatan Pada Tn. P Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular Di Desa Motongbang Kabupaten Alor
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Laporan ini tersusun atas upaya maksimal penulis dengan bimbingan,
arahan, serta dukungan dari bapak/ibu pembimbing dan berbagai pihak sehingga
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................4
1. Tujuan Umum........................................................................................4
2. Tujuan Khusus.......................................................................................4
BAB II TINJAUANTEORI........................................................................6
B. Proes Menua.............................................................................................18
A. Pengkajian ...............................................................................................53
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................86
C. Rencana Tindakan....................................................................................89
D. Implementasi&Evaluasi ..........................................................................89
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................101
BAB V PUNUTUP....................................................................................113
A. Kesimpulan............................................................................................113
B. Saran ......................................................................................................113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2. SAP Osteoartritis
iiii
ivi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut usia perlu
mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar
selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 Pasal 19). Menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam Kholifah
Nur Siti, 2016).
1
dari jumlah populasi global. Pada tahun 2015 dan tahun 2030, jumah orang
berusia 60 tahun atau lebih diproyeksi akan tumbuh sekitar 56% dari 901
juta menjadi 1,4 Milyar, dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksi
lebih dari dua kali lipat yaitu mencapai 2,1 Milyar (United Nations, 2015)
Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 524 juta penduduk dunia
yang berusia 65 tahun keatas atau sekitar 8 % dari seluruh jumlah populasi
dunia (WHO, 2016). Menurut data BPS Susenas Maret (2020) di
Indonesia terdapat 9,92 % atau 26,82 juta penduduk lansia dari total
jumlah penduduk Indonesia. Distribusi penduduk lansia berdasarkan jenis
kelamin yaitu 52,29 % lansia perempuan dan 47,71 % laki-laki,
berdasarkan kelompok usia yaitu lansia muda (60-69 tahun) 64,29 %,
lansia madya (70-79 tahun) 27,23 % , dan lansia tua (> 80 tahun) 8,49%.
2
seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai silent killer
(Kemenkes, 2018).
Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan diberbagai
negara. Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika
yang berusia diatas 20 tahun yang menderita hipertensi mencapai angka
74,5 jiwa dan hampir 90-95% tidak diketahui penyebabnya (Kemenkes,
2014). Menurut World Health Organiztion (WHO) pada tahun 2011
menunjukan satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, 2/3 penderita
hipertensi berada di negara berkembang. Prevalensi hipertensi akan terus
meningkat dan diprediksi tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di
seluruh dunia terkena hipertensi. Hipertensi telah menyebabkan banyak
kematian sekitar 8 juta orang setiap tahunnya, dan 1,5 juta kematian terjadi
di Asia Tenggara dengan 1/3 populasinya menderita hipertensi
(Kemenkes, 2017).
Menurut Riskesda tahun 2018 penderita hipertensi di Indonesia
mencapai 8,4% berdasarkan diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18
tahun, Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk
prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah sekita 34,1%,
sedangkan pada tahun 2013 hasil prevalensi penderita hipertensi di
Indonesia adalah sekitar 25,8%. Hasil prevalensi dari pengukuran tekanan
darah tahun 2013 hingga tahun 2018 dapat dikatakan mengalami
peningkatan yaitu sekitar 8,3%. Data dari Riskesda tahun 2018 juga
mengatakan bahwa prevalensi hasil pengukuran darah pada penderita
hipertensi terdapat pada provinsi Kalimantan Selatan dengan prevalensi
penderira sekitar 44,1% atau lebih tinggi dari rata-rata prevalensi hasil
pengukuran darah di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk yaitu
menempati posisi ke-13 dan prevalensi rata-rata penderita hiperensi berada
dibawah prevalensi penderita hipertensi di Indonesia (Kemenkes, 2019).
3
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa Profesi ners mampu melakukan Asuhan Keperawatan
Gerontik sesuai dengan masalah yang di alami.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi dari Sistem
Kardiovaskular
b. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Sistem Terkait
c. Untuk mengetahui Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait
d. Untuk mengetahui Macam-macam Gangguan Sistem Terkait
e. Untuk mengetahui Proses Perjalanan Penyakit Melalui Pathway
f. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan (Pengkajian – Evaluasi)
secara Teoritis
g. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan (Pengkajian – Evaluasi)
menggunakan SDKI,SLKI,SIKI
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
miokardium merupakan lapisan berotot, dan lapisan dalam disebut
endocardium.
2. Persyarafan Jantung
Jantung dipersyarafi oleh serabut simpatis, parasimpatis, da sistem
syaraf autonom melalui pleksus kardiakus. Syaraf simpatis berasal dari
trunkus simpatikus bagian servical dan torakal bagian atas dan syaraf
parasimpatis berasal dari nervous vagus. Sistem persyarafan jantung
banyak dipersyarafi oleh serabut sistem syaraf otonom (parasimpatis dan
simpatis) dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak
belakang untuk mempengaruhi perubahan pada denyut jantung, yang dapat
mempertinggi ketelitian pengaturan syaraf oleh sistem syaraf otot.
Serabut parasimpatis mempersyarafi nodus SA, otot-otot atrium,
dan nodus AV melalui nervus vagus. serabut simpatis menyebar
keseluruh sistem konduksi dan miokardium. Stimulasi simpatis
(adregenic) juga menyebabkan melepasnya epinefrin dan beberapa
norepinefrin dari medulla adrenal. Respon jantung terhadap stimulasi
simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan epinefrin kereseptor
adregenic tertentu; reseptor α terletak pada sel-sel otot polos pembuluh
darah, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, dan reseptor β yang
terletak pada nodus AV, nodus SA, dan miokardium, menyebabkan
peningkatan denyut jantung, peningkatan kecepatan hantaran melewati
nodus AV, dan peningkatan kontraksi miokardium (stimulasi reseptor ini
menyebabkan vasodilates). Hubungan sistem syaraf simpatis dan
parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan darah arteri dan curah
jantung untuk mengatur aliran darah sesuai kebutuhan tubuh (Kasron,
2011).
6
3. Elektrofisiologi Jantung
Di dalam otot jantung, terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang
khusus, yaitu :
a. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara
spontan
b. Irama : pembentukan impuls yang teratur
c. Daya konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls
d. Daya rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur
jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem
hantar untuk merangsang otot jantung dan dapat menimbulkan kontraksi
otot. Perjalanan impuls dimulai dari nodus SA, nodus AV, sampai ke
serabut purkinye.
4. Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung
dan awal dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode
sistole, dan diastole. Sistole adalah periode kontraksi dari ventrikel,
dimana darah dikeluarkan dari jantung. Diastole adalah periode relaksasi
dari ventrikel dan kontraksi atrium, dimana terjadi pengisian darah dari
atrium ke ventrikel
a. Periode Sistole (periode kontriksi)
Periode sistole adalah suatu keadaan jantung dimana bagian ventrikel
dalam keadaan menguncup. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam
keadaan tertutup, dan valvula semilunaris aorta dan valvula
semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel
kanan mengalir ke arteri pulmonalis, dan masuk kedalam paru-paru
kiri dan kanan. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke aorta dan
selanjutnya beredar keseluruh tubuh
b. Periode Diastole (periode dilatasi)
7
Periode diastole adalah suatu keadaan dimana jantung mengembang.
Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan terbuka sehingga
darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri, dan darah dari atrium
kanan masuk ke ventrikel kanan. Selanjutnya darah yang datang dari
paru-paru kiri kanan melalua vena pulmonal kemudian masuk ke
atrium kiri. Darah dari seluruh tubuh melalui vena cava superior dan
inferior masuk ke atrium kanan.
c. Periode Istirahat
Adalah waktu antara periode diastole dengan periode systole dimana
jantung berhenti kira-kira sepersepuluh detik.
5. Sistem Peredaran Darah
Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dalam setiap organ ataupun jaringan
maupun sel tubuh melalui sistem peredaran darah. Sistem aliran darah
tubuh, secara garis besar terdiri dari tiga sistem, yaitu:
a. Sistem peredaran darah kecil
Dimulai dari ventrikel kanan, darah mengalir ke paru-paru melalui
arteri pulmonal untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbon
dioksida kemudian masuk ke atrium kiri. Sistem peredaran darah kecil
ini berfungsi untuk membersihkan darah yang setelah beredar ke
seluruh tubuh memasuki atrium kanan dengan kadar oksigen yang
rendah antara 60-70% serta kadar karbon dioksida tinggi antara 40-
45%. Setelah beredar melalui kedua paru-paru, kadar zat oksigen
meningkat menjadi sekitar 96% dan sebaliknya kadar zat karbon
dioksida menurun. Proses pembersihan gas dalam jaringan paru-paru
berlangsung di alveoli, dimana gas oksigen disadap oleh komponen
Hb. Sebaliknya gas karbon dioksida dikeluarkan sebagian melalui
udara pernafasan.
b. Sistem peredaran darah besar
8
Darah yang kaya oksigen dari atrium kiri memasuki ventrikel kiri
melalui katup mitral/ atau bikuspidal, untuk kemudian dipompakan ke
seluruh tubuh melalui katup aorta, dimana darah tersebut membawakan
zat oksigen serta nutrisi yang diperlukan oleh tubuh melewati
pembuluh darah besar/ atau arteri, yang kemudian di supplai ke seluruh
tubuh.
B. Proses Menua
Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya
pemeliharaan kesehatan bagi lansia (lanjut usia) harus di tujukan untuk
menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonimis.
Selain itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan
produktif (Kemenkes RI, 2015).
Dalam periode kehidupan manusia ada rangkaian tahapan yang harus
dilalui oleh setiap manusia. Tahapan tersebut dinamakan daur hidup atau
siklus hidup manusia. Siklus hidup manusia dimulai dari masa kehamilan,
menyusui, bayi anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia sampai meninggal
9
dunia. Jadi dapat dikatakan bahwa lansia merupakan tahap akhir
perkembangan daur hidup manusia (Miller, 2012).
10
kardiovaskular bersifat kumulatif, artinya semakin banyak faktor risiko yang
dimiliki, maka risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular semakin
tinggi.
Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor risiko tersebut diuraikan
dengan jelas oleh studi Framingham dan beberapa penelitian lainnya.
Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko itu
bersifat aditif. Jadi jumlah faktor risiko total seseorang ditentukan oleh
keseluruhan faktor risiko yang dimilikinya.
Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa makanan merupakan salah satu
faktor risiko penyakit kardiovaskular di Indonesia. Mayoritas (93,6%)
masyarakat Indonesia berisiko terkena penyakit kardiovaskular karena
konsumsi buah dan sayur yang tidak cukup, terutama pada masyarakat
berusia lebih dari 10 tahun. Selain itu, konsumsi makanan manis juga
berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular.
11
F. Macam-Macam Gangguan Pada Sistem Terkait
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah yang meliputi: penyakit jantung koroner (coronary heart
disease), penyakit serebrovaskular (cerebro-vascular disease), penyakit arteri
perifer (peripheral arterial disease), penyakit jantung rematik (rheumatic heart
disease), penyakit jantung bawaan (congenital heart disease), trombosis vena
dalam (deep vein thrombosis) dan emboli pulmonal (pulmonary embolism).
a. Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner seringkali dikaitkan dengan
aterosklerosis. Aterosklerosis digambarkan sebagai penumpukan bahan
lemak dan kolesterol yang berkonsistensi lunak dan/ atau kalsium yang
mengeras di sepanjang dinding arteri. Bentukan inilah yang dikenal
dengan plak aterosklerosis. Plak ini akan menyumbat sebagian atau
seluruh lumen arteri. Arteri yang tersumbat biasanya arteri yang berukuran
sedang dan/atau besar. Pada dasarnya aterosklerosis adalah proses
penyempitan perlahanlahan lumen arteri akibat penumpukan lemak,
proliferasi sel-sel otot polos, pembentukan kolagen yang meningkat, serta
kalsifi kasi.
Proses aterosklerosis ditandai dengan terbentuknya fatty streak.
Fatty streak akan berkembang sejalan dengan usia. Progresivitas fatty
streak untuk berkembang menjadi aterosklerosis, sangat dipengaruhi oleh
ada tidaknya faktor-faktor risiko yang menyertainya. Semakin banyak
faktor risiko yang mendasarinya akan menyebabkan semakin beratnya
proses aterosklerosis. Plak aterosklerosis yang kecil, yaitu dengan
penyumbatan/ stenosis kurang dari 50% dan bersifat stabil (tidak mudah
ruptur), tidak menyebabkan gangguan aliran darah koroner sehingga tidak
menyebabkan gangguan kebutuhan oksigen otot jantung (miokard). Hal ini
dikenal dengan penyakit jantung koroner subklinis.
12
Pada kondisi ini belum terjadi proses iskemia miokard. Plak
aterosklerosis yang bertambah besarnya akan membentuk trombus
intrakoroner yang berakibat rupturnya plak tersebut. Dengan demikian,
akan terjadi gangguan pada aliran darah koroner yang dikenal dengan
proses iskemia miokard (penyakit jantung iskemik). Ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen dan pemakaian oksigen miokard akan
menimbulkan keluhan angina.
Berkurangnya oksigen secara absolut akan menyebabkan keluhan
angina saat istirahat (angina pektoris tidak stabil) dan bila disertai dengan
nekrosis miokard yang mendadak disebut infark miokard akut (IMA).
Sementara itu, berkurangnya pasokan oksigen yang relatif akan
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard dan
menimbulkan keluhan hanya pada saat beraktivitas (angina pektoris
stabil), tanpa disertai nekrosis miokard
Faktor risiko penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan
menjadi faktor risiko major-independent, kondisional, dan pencetus.
Faktor-faktor risiko major-independent penyakit jantung koroner (PJK)
adalah hipertensi, diabetes mellitus (DM), kebiasaan merokok, tingginya
kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, serta rendahnya kadar kolesterol
HDL serum; sedangkan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan
peningkatan risiko PJK adalah faktor risiko kondisional (conditional risk
factors) dan faktor risiko pencetus (predisposing risk-factors). Faktor-
faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan risiko PJK,
walaupun kontribusinya terhadap faktor risiko PJK belum jelas dibuktikan.
Faktor-faktor risiko pencetus adalah faktor-faktor yang jelas memperburuk
pengaruh faktor-faktor risiko major-independent. Dua di antaranya yaitu:
obesitas sentral dan aktifitas fisik yang rendah. Akan tetapi, American
Heart Association memasukkan obesitas sentral dan aktivitas fi sik yang
rendah sebagai faktor risiko major independent. Hubungan kuantitatif
antara faktor-faktor risiko tersebut diuraikan dengan jelas oleh studi
13
Framingham dan beberapa penelitian lainnya. Berbagai penelitian tersebut
menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko itu bersifat aditif. Jadi jumlah
faktor risiko total seseorang ditentukan oleh keseluruhan faktor risiko yang
dimilikinya. Sebagian faktor risiko di atas telah menjalani evaluasi melalui
penelitian klinis sampai diketahui responnya terhadap pengobatan.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan sindroma akibat terganggunya regulasi
vaskular karena tidak berfungsinya mekanisme kontrol tekanan arteri
(melalui: sistem saraf pusat, sistem renin-angiotensin-aldosteron, volume
cairan ekstraselular). Hipertensi adalah tekanan darah meningkat saat
terjadi peningkatan curah jantung dan peningkatan tahanan vaskular
perifer sebagian besar hipertensi tidak dapat diketahui sebabnya. Sampai
saat ini hipertensi tidak dapat disembuhkan, pengobatan hipertensi
bertujuan untuk mengendalikan tekanan darah sampai pada target dengan
tujuan mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran (otak, jantung, ginjal,
mata dan pembuluh darah perifer.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemberian
obat anti-hipertensi pertama kali, antara lain: tekanan darah dan faktor
risiko penyakit kardiovaskular. Seseorang dikatakan memiliki faktor risiko
kardiovaskular tinggi apabila memiliki beberapa kondisi, seperti: riwayat
penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 1 atau 2, atau kerusakan organ.
Faktor risiko kardiovaskular ini dapat dihitung dengan beberapa metode,
misalnya: Framingham risk score, PROCAM study atau SCORE.7 Pada
pedoman terapi European Society of Cardiovascular nilai tekanan darah
dan faktor risiko kardiovaskular digunakan dalam menentukan dimulainya
pemberian terapi obat antihipertensi diharapkan dapat membantu klinisi
dalam menentukan kapan diperlukannya terapi antihipertensi
c. Dislipidemia
Dislipidemia didefi nisikan sebagai peningkatan kadar kolesterol
dan/atau trigliserida dalam plasma, atau rendahnya kadar kolesterol HDL
14
(High-Density Lipoprotein Cholesterol, HDL-C), yang berperan pada
terjadinya aterosklerosis. Gangguan metabolisme lipid menyebabkan
perubahan fungsi dan/atau kadar lipoprotein plasma. Gangguan
metabolisme lipid ini, secara tunggal dan melalui interaksi dengan faktor
risiko kardiovaskular lainnya, mempengaruhi terbentuknya aterosklerosis.
Peningkatan kadar kolesterol total dan LDL (Low-Density Lipoprotein)
mendapat banyak perhatian terutama karena dapat dimodifi kasi dengan
perubahan gaya hidup dan obat.
d. Stroke
WHO (World Health Organization) mendefi nisikan stroke sebagai
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Menurut Kelompok Studi Serebrovaskuler dan
Neurogeriatri Perdossi (1999), stroke adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
15
16
17
G. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Subjektif :
1) Bagaimana pendapat lansia tentang kesehatan dirinya saat ini ?
2) Apakah lansia merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi
kesehatannya ?
3) Apa yang dilakukan secara rutin ?
4) Bagaimana cara lansia mengatasi penyakitnya ?
5) Perihal apakah di dalam agama/ kepercayaan lansia terkait dengan
pemeliharaan kesehatan ?
6) Seberapa sering lansia berkunjung ke dokter umum, dokter gigi,
atau tenaga kesehatan yang lain ?
7) Apakah lansia mengkonsumsi makanan-makanan yang
mengandung tinggi purin seperti, kacang-kacangan, daging sapi,
daging babi, ikan teri, dan jeroan ?
8) Apakah lansia mempunyai sumber yang cukup untuk memelihara
kesehatannya ?
9) Apakah lansia mempunyai pengetahuan yang cukup untuk
mengambil keputusan tentang pemeliharaan kesehatan ?
Objektif :
Bagaimana kebersihan diri lansia (rambut, kulit, mulut dan geligi, gigi
palsu, genitalia, dan anus)
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Subjektif :
1) Apa jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi lansia
dalam sehari?
18
2) Apakah ada makanan suplemen, vitamin atau obat-obatan yang
terkait dengan nutrisi?
3) Jenis makanan yang disukai?
4) Bagaimana nafsu makan lansia?
5) Apakah ada kesulitan makan (nyeri menelan, mual, kembung, sulit
menelan, dan lainlain)?
6) Apakah ada diet?
7) Bagaimana kecukupan intake/output cairan?
8) Bagaimana berat badan: normal/over/underweight?
9) Apakah ada perubahan berat badan dalam waktu dekat?
Objektif :
1) Bagaimana kondisi: rambut, kulit, conjungtiva, palpebrae, sclera,
gigi geligi, rongga mulut, gusi, lidah, kelenjar getah bening, status
hidrasi?
2) Bagaimana hasil pemeriksaan abdomen?
3) Apakah ada edema, asites?
4) Bagaimana kemampuan mengunyah makanan (mastikasi)?
5) Apakah menggunakan gigi palsu?
6) Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang terkait dengan
kecukupan nutrisi lansia?
7) Berat badan, tinggi badan dan IMT?
c. Pola Eliminasi
Subjektif :
1) Bagaimana pola BAB ; frekuensi, kontinen/inkontinen, konsistensi,
warna, apakah ada nyeri ?
2) Apakah ada kesulitan BAB ?
3) Apakah menggunakan obat-obatan yang terkait dengan BAB
(laksantia, supositoria, dan lain-lain) ?
19
4) Bagaimana pola BAK: frekuensi, kontinen/inkotinen, warna,
oliguri, anuria, jumlah, dan apakah ada nyeri?
5) Apakah mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin atau
tertawa
Objektif :
1) Bagaimana kondisi abdomen, anus, mulut uretra, dan adanya nyeri
ketuk ginjal?
2) Apakah lansia terlihat memegang perutnya?
3) Hasil pemeriksaan/medik/laboratorium yang dilakukan terkait
dengan eliminasi
d. Pola Aktivitas-Latihan
Subjektif :
1) Bagaimana pola aktivitas/latihan lansia: jenis aktivitas, frekuensi,
lamanya?
2) Apakah teratur dalam melakukan latihan pergerakan sendi?
3) Adakah keluhan ketika beraktivitas (nyeri sendi, kekakuan sendi,
sakit kepala) ?
4) Apakah ada hambatan fisik dalam melakukan aktivitas dan berupa
apa hambatan tersebut?
5) Alat bantu apa yang diperlukan lansia pada saat beraktifitas, apakah
lansia merasa nyaman dengan alat tersebut?
6) Apakah lansia mengalami gangguan keseimbangan?
7) Adakah keluhan sesak, lelah, lemah?
8) Seberapa jauh dapat melalui aktivitas?
9) Adakah keluhan nyeri dada, batuk? Bagaimana dengan produksi
slym ?
Objektif :
1) Apakah lansia tampak memerlukan bantuan orang lain atau alat
bantu untuk beraktifas?
20
2) Apakah lansia tampak mampu melakukan perubahan posisi atau
ambulasi?
3) Apakah lingkungan aman bagi lansia untuk melakukan aktifitas?
4) Bagaimana dengan uji kekuatan otot, Indeks KATZ atau
ADL/IADL, tes keseimbangan?
5) Adakah tanda-tanda hipotensi orthostatik?
6) Bagaimana dengan postur dan gaya jalan lansia?
7) Apakah klien tampak mampu memenuhi kebutuhan hariannya?
8) Adakah tanda-tanda sianosis, takikardi, diaphoresis?
9) Bagaimana hasil pemeriksaan thoraks dan jantung, serta lengan dan
tungkai, Range of Motion?
10) Hasil observasi: P, N, TD, JVP, kapilary refill, edema perifer.
Laboratorium, EKG, dan pemeriksaan diagnostik lainnya.
21
1) Apakah lansia terlihat capai/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain
(lingkar hitam pada kelopak)?
2) Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?
3) Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?
22
1) Apakah lansia mengatakan ketakutan atau kekhawatiran?
2) Apakah sumber ketakutan/kekhawatiran tersebut diketahui?
3) Apakah lansia mengatakan tidak dapat menguasai hidupnya?
Kegagalan/keputusasaan?
4) Apakah lansia kehilangan sesuatu yang berarti/pindah
tempat/berpisah dengan seseorang yang dicintai?
5) Bagaimana penampilan umum, postur tubuh, mau/menolak kontak
mata?
6) Apakah berkomentar negatif tentang dirinya?
7) Apakah klien tidak mau melihat pada bagian tubuh yang rusak?
Objektif
1) Apakah menunjukkan sikap agresif, marah, menuntut?
2) Adakah gejala stimulasi sistem saraf otonom (peningkatan denyut
nadi, jumlah pernapasan, tekanan darah, diaphoresis)?
h. Pola Peran-Hubungan
Subjektif
1) Apakah lansia mengikuti organisasi kemasyarakatan atau kegiatan
sosial lainnya?
2) Bagaimana interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya?
3) Apakah ada perubahan peran akibat proses penuaan?
Objektif :
Observasi interaksi antara anggota keluarga atau dengan lingkungan
sekitar
i. Pola Seksual-Reproduksi
Subjektif :
1) Adakah perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksualitas
lansia?
23
2) Kapan lansia mengalami menopause? Keluhan apa yang dirasakan
setelah mengalami menopause?
3) Kapan lansia mengalami andropouse; keluhan yang dirasakan
setelah mengalami andropouse (laki-laki)?
4) Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah akibat
menopause/andropause?
5) Masihkah ada minat dalam melakukan hubungan intim dengan
pasangan? Bagaimana dengan frekuensi dan adakah kesulitan?
6) Adakah keluhan dengan prostat atau hernia?
24
3) Apakah lansia teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan?
4) Apa latar belakang yang dimiliki lansia (agama, filosofi, kultur)?
5) Apakah sistem tersebut mempengaruhi semua aspek baik kesehatan
atau koping terhadap stress?
Objektif :
Observasi adanya alat-alat untuk ibadah.
25
(L.14126) Keselamatan
Lingkungan
(I.14513)
BAB III
TINJAUAN KASUS
26
Tanggal Pengkajian : Agustus 2021
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Tn. P
2. Umur : 74 Tahun
3. Status Perkawinan : Menikah
4. Agama/Suku/Bangsa : Kristen
5. Bahasa yang digunakan : Alor
6. Pendidikan : SMA
7. Pekerjaan : Pensiunan
8. Alamat : Motongbang
B. Penanggung Jawab
1. Nama :
2. Alamat :
3. Hubungan dengan Klien :
C. Alasan Dikunjungi :-
D. Diagnosa Medik : Nyeri lutut dan bahu
(proses penuaan/osteoartritis)
E. Terapi : Kompres Jahe dan Terapi Musik
Gamelan
F. Genogram :
(Asma) (Asma)
60 64
65 5
Nyeri bahu, nyeri lutut
9
39 273
3
4
2
1 1 1
4 2 0
Deskripsi :
1. Tn. A tinggal bersama anak
2. Anak kedua Tn. A tinggal di Jakarta
3. Tn. A mengatakan ayahnya dulu meninggal karena asma, kalau ibu tidak
tahu karena apa, mungkin karena sudah tua dan penyakitnya sudah campur-
campur (komplikasi)
4. Tn. A mengatakan pernah menjalani pengobatan karena bagian atas mata
terkena kawat dan harus di bawa Ke RS sekitar 9 bulan yang lalu (pada
bulan November), tetapi sudah tidak ada gejala dan tidak ada bekas. Tn. A
juga sudah tidak mengkonsumsi obat-obatan terkait sakitnya.
28
5. Tn. A mengatakan istri nya mempunyai hipertensi dan rutin minum obat
turun tensi, dikeluarga Tn A tidak ada yang mempunyai penyakit-penyakit
tertentu.
6. Tn. A mengatakan sering merasa pegel dan nyeri pada area bahu sebelah
dan kedua lutut jika selesai melakukan pekerjaan berat
7. Nyeri yang di rasakan setelah bangun tidur, sehingga harus diam atau
memijat-mijat ringan terlebih dahulu kurang lebih 5 menit kemudian
memulai aktivitas
Subjektif :
1) Tn. P mengatakan sering kaku kuduk daan pusing jika terlalu capek
saat beraktivitas.
2) Tn. P mengatakan pemeriksaan tekanan darah terakhir yaitu 180/90
mmHg
3) Tn P mengatakan setiap 2 minggu rutin melakukan pemeriksaan ke
dokter pribadi di berikan obat anti hipertensi. Tn P mengatakan lupa
dengan nama obat namun rutin mengkonsumsi obat yang diberikan
4) Tn. P mengatakan
menit
Objektif :
1) Penampilan Tn. A terlihat rapi dan bersih
2) Warna kulit sawo matang, dengan kulit mulai keriput
3) Rambut Tn. A tampak masih ada dan berwarna putih
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Subjektif :
29
1) Menurut Tn. P mengatakan pola makannya 3 kali sehari. Menu
makan pagi yaitu bubur dan the panas, makan siang dan malam yaitu
nasi, sayur dan ikan
2) Tn. P mengatakan pola minumnya untuk pagi hari yaitu teh dan
untuk air putih 1 liter/hari bisa lebih.
3) Tn. P mengatakan nafsu makan nya tidak ada masalah
4) Tn. P mengatakan tidak ada masalah atau keluhan saat makan dan
minum
5) Tn. P mengatakan tidak melakukan diet apapun
6) Tn. P mengatakan sudah lama tidak mengukur berat badan nya
Objektif :
1) Rambut Tn. P tampak uban berwarna putih
2) Konjungtiva non ananemis, Sklera anikterik
c. Pola Eliminasi
Subjektif :
1) Tn. P mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat dan
berwarna kuning
2) Tn. P mengatakan BAK 8 kali sehari berwarna putih namun kadang
berwarna kuning.
Objektif :
1) Tidak terkaji
d. Pola Aktivitas-Latihan
Subjektif :
Mengurus aktivitaas desa… menyapu disekitar rumah
1) Tn. P mengatakan saat ini sudah berstatus pensiunan PNS namun
masih beraktivitas sebagai pengurus desa karena diangkat menjadi
ketua BPD Motongbang. Aktivitas sehari-hari yaitu dari pagi pergi
bekerja di kantor desa hingga jam 4 sore. Untuk aktivitas sore hari
jika tidak capek biasanya menyapu di halaman rumah.
30
2) Tn. P mengatakan sering kaku kuduk jika terlalu capek saat
beraktifitas
3) Tn. A tidak ada keluhan sesak nafas, batuk, dan nyeri dada
31
2 : Mandiri
BAK 0 : inkontinensia 2 2
atau pakai kateter
dan tidak
terkontrol
1 : Kadang Inkontinensia
(maks, 1x24 jam)
2 : Kontinensia (teratur
untuk lebih dari 7 hari)
Buang air 0 : Inkontinensia (tidak 2 2
besar teratur atau perlu enema)
(Bladder) 1: Kadang
Inkontensia (sekali
seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
Penggunaan 0 : Tergantung 2 2
toilet bantuan orang
lain
1 : Membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 : Mandiri
Berpindah 0 : Tidak mampu 3 3
1 : Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2 : Bantuan kecil (1orang)
3 :Mandiri
Berjalan/mobil 0 : Immobile (tidak mampu) 3 3
itas 1 :Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan
satu orang
3 : Mandiri (meskipun
32
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
Naik turun 0 : Tidak mampu 2 2
tangga 1 :Membutuhkan bantuan
1 (alat bantu)
2 : Mandiri
TOTAL 20 20
Keterangan :
Interpretasi hasil Nilai
Ketergantungan total 0–4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20
Hasil interpretasi Penilaian pasien: 20 (mandiri)
33
2 Mampu mengoperasikan
telepon/semua pesan
tersampaikan
2 Belanja 0 Tidak mampu
1 Mampu bebelanja sendiri
untuk sejumlah keperluan
tebatas (3 buah/kurang),
selebihnya perlu batuan
orang lain
2 Mandiri
3 Menyiapkan makanan 0 Tidak mampu
1 Mampu menyiapkan
makanan bila telah disiapkan
bahan-bahannya atau
menghangatkan makanan
yang telah dimasak
2 Mandiri
4 Mengurus rumah 0 Tidak mampu
1 Mampu mengerjakan bagian Anak-anak
yang ringan (menyapu,
merapikan tempat tidur)
lainnya perlu bantuan orang
lain
2 Mandiri (mampu mengurus
rumah sendiri termasuk
mengepel dan mencuci baju)
5 Mencuci pakaian 0 Tidak mampu
1 Mampu mencuci/menyetrika
jenis pakaian yang ringan,
34
lainnya perlu bantuan orang
lain
2 Mandiri (termasuk
menggunakan mesin cuci)
6 Menggunakan alat 0 Tidak mampu berpergian
transportasi dengan suasana transportasi
apapun
1 Berpergian dengan sarana Anak-anak
transportasi umum/taksi atau
mobil pribadi bila
dibantu/ditemani orang lain
2 Mandiri
7 Tanggung jawab 0 Butuh pertolongan orag lain
pengobatan/menyiapkan untuk menyiapkan dan
obat sendiri mengkonsumsi obat-obatan
1 Mampu bila obat-obatan
yang sudah disiapkan
sebelumnya
2 Mandiri (mampu menyiapkan
obat sendiri sesuai dengan
dosis dan waktu yang sudah
ditentukan)
8 Mengatur keuangan 0 Tidak mampu
1 Mampu mengatur belanja
harian, tetapi butuh
pertolongan dalam urusan
bank/pembelian jumlah besar
2 Mampu mengatur masalah
keuangan (anggaran rumah
35
tangga, membayar sewa,
kualitas, urusan bank) atau
mmantau penghasilan
Total 14
Keterangan :
9-16 : Mandiri/tak perlu bantuan
1-8 : Perlu bantuan
0 : Tidak dapat melakukan apa-apa
Objektif :
36
3. Usaha untuk berdiri
Mulai terjatuh 0
37
Kokoh berdiri (stabil) 2
7. Berdiri dengan mata tertutup (dengan posisi
seperti no.6)
38
Kaki kanan :
Kaki Kanan
0
Langkah pendek tidak melewati kaki kiri
1 1
Melewati kaki kiri
Kaki Kiri
0
Langkah pendek tidak melewati kaki kanan
1 1
Melewati kaki kanan
12 Kesimetrisan langkah
39
14 Berjalan pada jalur yang ditentukan atau
koridor
0
Penyimpangan jalur yang terlalu jauh
1 2
Penyimpangan jalur ringan/sedang/butuh alat bantu
2
Berjalan lurus sesuai jalur tanpa alat bantu
15 Sikap tubuh saat berdiri
Interpetasi hasil:
40
19-23 = Resiko jatuh sedang
e. Pola Istirahat-Tidur
Subjektif :
Tidur malam jm 9 bangun 4
1) Tn. P dan mengatakan tidur malam mulai pukul 9 dan bangun jam 4
pagi.
2) Tn. P mengatakan kadang tidur siang jika ada waktu libur kerja
dalam sehari
3) Tn. P mengatakan tidak ada masalah atau gangguan saat berisirahat..
4) Tn. P selalu membaca koran terlebih dahulu sebelum tidur
Objektif :
1) Tn. P tampak focus dan aktif saat dilakukaan pengkajian
2) Tn. P tidak menguap selama proses pengkajian
3) Mata Tn. P tidak ada berwarna kemerahan dan tidak terlihat lesu
f. Pola Kognitif-Perseptual
Subjektif :
1) Tn. P mengatakan masih bisa melihat walaupun ketika membaca
tulisan kecil tanpa bantuan kaca mata.
2) Tn. P mengatakan masih bisa mendengar suara dengan baik
3) Tn. P mengatakan masih merasakan rasa pedas, manis, asam, asin.
Hanya sekarang sudah tidak menyukai makanan yang rasanya aneh2
(terlalu pedas, asam,asin).
41
4) Tn P mengatakan tidak mendengar suara-suara tidak nyata atau
melihat bayangan tidak nyata.
5) Tn P mengatakan masih bisa mengingat kejadian yang berkesan,
contohnya : saat SD Tn P bersekolah di luar pulau Alor.
6) Tn P mengatakan sekarang tinggal dengan anak dan cucu di desa
motongbang
7) Tn P mengatakan tidak ada masalah atau perasaan gelisah atau
marah yang mengganggu.
Objektif :
1) Tn. P masih ingat nama orang tuanya, saudara kandung, anak-
anaknya dan cucunya
2) Tn. P bisa menentukan orientasi tempat yaitu berada di desa
motongbang.
3) Pasien tampak rileks, fokus dan memberi jawaban sesuai dengan
pertanyaan
4) Tidak ada rabun jauh, rabun dekat.
Subjektif :
1) Gambaran diri : Tn. P mengatakan menyukai badannya yang
sekarang, dan bersyukur masih di beri umur yang panjang.
Objektif :
1) Tn. P kooperatif dan aktif menjawab pertanyaan saat dilakukannya
pengkajian.
2) Tn. P memberikan respon baik saat menjawab pertanyaan dan saat
berinteraksi
g. Pola Peran- Hubungan
Subjektif :
1) Tn. A mengatakan hubungannya dengan keluarga didalam rumah
baik-baik saja.
2) Tn. A mengatakan hubungannya dengan tetangga baik-baik saja.
3) Tn. A sering mengikuti kegiatan organisasi di desanya
Objektif :
1) Tampak Tn. P mengobrol dengan keluarganya berkomunikasi
dengan baik baik dengan istri dan cucunya
h. Pola Seksual-Reproduksi
Subjektif :
1) Tn. P mengatakan tidak ada keluhan dibagian alat kelamin.
Objektif : Tidak terkaji
i. Pola Koping- Toleransi Stres
Subjektif :
1) Menurut Tn. P saat ini dirinya tidak merasa cemas dan tidak merasa
stres terhadap penyakitnya maupun lingkungannya
43
2) Menurut Tn. P dirinya jarang marah, dan jika marah Tn. A hanya
diam, kemudian pergi ketetangga untuk berkumpul atau makan
bersama, lalu akan diskusi atau bicara jika suasana sudah mulai
mereda.
Objektif :
1) Tn. A tidak terlihat cemas
2) Tn. A tampak tersenyum ramah, sembari menjawab pertanyaan
saat dikaji.
j. Pola Nilai-Kepercayaan
Subjektif :
1) Tn. P mengatakan yakin akan sehat selalu yang penting rajin
ibadah.
2) Tn P mengatakan sering beribadah di Gereja setia hari minggu. Tn
P juga sering ikut ibadah di setiap tetanggaa
3) Tn. P mengatakan beragama kristen dari lahir karena orangtua dan
seluruh keluarganya kristen dan asli orang NTT.
4) Tn P mengatakan apapun sakit yang di alami adalah cobaan dari
Tuhan, dan karena kurang berhati-hati di tambah sudah tua,
sehingga harus di terima dengan ikhlas serta berobat agar bisa
sembuh
5) Tn. A mengatakan tidak mengalami kesulitan menjalankan ibadah
baik di rumah maupun di Gereja.
Objektif :
1) Terdapat sajadah dan peci di dalam kamar Tn. A
ANALIS DATA
No Tanggal Data Diagnosa keperawatan
1. 13 Agustus DS : Kode: D.0017
2021
1 Tn. P mengatakan sering pusing Diagnosa: Risiko Perfusi
44
dan kaku kuduk saat kecapean Serebral Tidak Efektif
dalam beraktivitas
Hal : 51
2 Tn P mengatakan mengalami
penyakit hipertensi sejak tahun Definisi:
2019 Beresiko mengalami
DO : penurunan sirkulasi darah
1. TD terakhir 180/90 ke otak.
Penyebab : Hipertensi
2. Data Mayor : Kode: D.0112
DO :
PRIORITAS DIAGOSA
1. Kesiaan peningkatan manajemen kesehatan (D.0112)
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
46
alaminya sekarang. penyluhan berlangsung.
P : Hentikan intervensi
47
di berikan. belum menerapkan edukasi
prosedur yang di berikan
P : Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
49
Pada Pengajaran Proses Penyakt Terkait Osteoartriris, mahasiswa
juga mengajarkan prosedur atau perawatan terapi kombinasi kompres
jahe dan terapi musik gamelan. Sebelum diberikan pengajaran
prosedur atau perawatan terapi kombinasi kompres jahe dan terapi
musik gamelan Tn.A belum paham terkait dengan manfaat, alat dan
bahan, prosedur serta waktu terapi. Setelah diberikan pengajaran
prosedur atau perawatan Ny. A sudah lebih paham terkait dengan
manfaat, alat dan bahan, prosedur serta waktu terapi. Dilihat dari hal
tersebut Tn. A mengalami peningkatan pada status pengetahuan
rejimen penanganan dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup
meningkat).
2. Nyeri Kronis
Intervensi pada diagnosa Nyeri Kronis, mahasiswa menangani
terkait dengan keluhan nyeri yang dirasakan oleh Tn. A adalah
manajemen nyeri berupa pemberian terapi kombinasi kompres jahe
dan terapi musik gamelan. Dimana sebelum diberikan terapi Tn. A
mengalami keluhan nyeri pada skala 4 (sedang), sedangkan setelah
diberikan terapi selama 5 hari Tn.A mengalami penurunan skala nyeri
yaitu berada di skala nyeri 3 (ringan). Dilihat dari hal tersebut setelah
diberikan manajemen nyeri Ny. A mengalami penurunan tingkat
nyerinya, yaitu dari skala 3 (sedang) ke level 4 (cukup menurun).
50
2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan
tahun 2035 (48,19 juta). Proses penuaan akan berdampak pada berbagai
aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Ditinjau dari
aspek kesehatan dengan semakin bertambahnya usia maka lansia lebih
rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun
karena penyakit.
Osteoarthritis (OA) merupakan kondisi kronis yang dapat dapat
memengaruhi sendi manapun, yang paling sering adalah terjadi pada sendi
lutut, pinggul, punggung bawah dan leher, sendi kecil jari, dan pangkal ibu
jari dan jari kaki yang besar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi OA
diantaranya adalah usia lanjut, obesitas, genetika, jenis kelamin, kepadatan
tulang, trauma dan tingkat aktivitas fisik yang buruk bisa menyebabkan
timbulnya dan berkembangnya OA (Arthritis Foundation, 2020).
Pada mulanya sebagian besar arthritis menyebabkan timbulnya
keluhan nyeri pada sendi yang dapat mengganggu lansia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Hal tersebut tentunya harus mendapatkan perhatian
khusus dalam penanganannya. Penatalaksanaan nyeri sendi pada arthritis
ada dua yaitu dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Cara
farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian OAINS (Obat Anti
Inflamasi Non Steroid), DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid
Drugs), dan juga dengan pembedahan. Cara non-farmakologi dapat
dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan, terapi relaksasi,
hipnosis, distraksi, bimbingan antisipasi dan kompres (Yuli, 2014; Stanley,
2006).
Menurut Stanley (2006) kompres merupakan metode pemeliharaan
suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat
menimbulkan rasa hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Pada umunya panas cukup berguna untuk pengobatan. Air
hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga otot menjadi
elastis atau tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang
51
terkena dampak erosi, sehingga akan menurunkan persepsi nyeri. Terapi
hangat merupakan teknik yang sangat sederhana untuk menurunkan rasa
nyeri dan teknik ini bisa dilakukan secara mandiri di rumah tanpa
menimbulkan efek samping sehingga keluarga dan klien bisa mengontrol
rasa nyeri secara mandiri (Potter& Perry, 2006; Stanley, 2006).
Selain dengan kompres hangat, jahe juga bermanfaat dalam
menurunkan nyeri, dimana Jahe (Zingiber officinale) mempunyai
kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri,
pemberi aroma, ataupun sebagai obat (Bartley & Jacobs, 2000). Jahe
merah, memiliki kandungan minyak atsiri lebih besar yaitu sekitar 2,58-
2,72% jika dilihat dari ukuran rimpang yang agak kecil, ruas rata dan
sedikit mengembung. Pemberian kompres jahe merah hangat bertujuan
untuk menurunkan skala nyeri dimana jahe merah sendiri memiliki efek
farmakologis dan fisiologi seperti memberikan efek rasa panas, anti
inflamasi, analgesik, antioksidan antitumor, antimikroba, antidiabetik,
antiobesitas, antiemetik. Selain jahe tanaman serai juga memiliki khasiat
yang tidak jauh berbeda dengan jahe merah.
Kompres jahe dapat menurunkan nyeri sendi, karena jahe dapat
meningkatkan kemampuan kontrol terhadap nyeri. Jahe memiliki rasa
pedas dan bersifat hangat. Beberapa kandungan dalam jahe diantaranya
gingerol, limonene, a-linolenic acid, aspartic, β-sitosterol, tepung kanji,
caprylic acid, capsaicin, chlorogenic acid dan farnesol. Efek farmakologis
yang dimiliki jahe diantaranya, merangsang ereksi penghambat keluarnya
enzim 5- lipooksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin
(Padila, 2013 dalam Noviyanti & Azwar, 2021)
Untuk memaksimalkan penanganan nyeri yang di alami lansia bisa
juga di kombinasi dengan distraksi atau relaksasi, salah satunya terapi
musik. Campbell, (2006) dalam Widyastuti, (2016) menjelaskan bahwa
musik bisa menyentuh individu secara fisik, psikososial, emosional dan
spiritual. Mekanisme musik adalah dengan menyesuaikan pola getar dasar
52
tubuh manusia. Vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar
tubuh atau pola getar dasar dapat memiliki efek penyembuhan yang sangat
hebat bagi tubuh, pikiran dan jiwa manusia (Andrzej, 2009). Salah satu
jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi adalah musik gamelan
dengan nada gamelan laras slendro yang memiliki tempo kurang lebih 60
ketukan/ menit. Terapi musik sebagai terapi non farmakologi diharapkan
dapat menurunkan nyeri, mengurangi penggunaan analgesia dan efek
sampingnya, kepuasan pasien meningkat serta dapat menurunkan biaya
(Widyastuti, 2016).
55
Pada penelitian Marlina & Veronica, (2021) tentang “The Effect Od
Knee Exercise and Param Jahe Gingger to Reduce Knee Pain In Elderly”
menjelaskan hasil bahwa tingkat nyeri partisipan sebelum diberikan
jahe param adalah 3,9 ± 2,025, sedangkan setelah menerima intervensi
menurun menjadi rata-rata 2,5 ± 2,273. Hasil ini menunjukkan
perbedaan yang signifikan p<0,05 (p=0,006). Evaluasi tingkat nyeri
pada lansia dilakukan melalui pengukuran skala nyeri numerik.
Penurunan tingkat nyeri yang signifikan dipengaruhi oleh penggunaan
jahe param (Zingiber officinale Rs). Jahe param dikompres pada lutut
yang sakit. Jahe ini mengandung zingerone, gingerol, dan shagaol yang
berguna untuk meredakan nyeri.
56
serta cara melakukanya yang sangat mudah, sehingga tidak ada hambatan
atau kelemahan dalam pengaplikasian intervensi yang diberikan kepada
Tn. A.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Setelah diberikan terapi kompres jahe dab terapi musik gamelan status
tingkat nyeri lansia menurun dari level 3 (sedang) ke level 4 (cukup
menurun).
2. Setelah diberikan terapi selama 2 kali Lanisa dan Istri lansia dapat
melakukan dapat membantu Tn. A melakukan kompres jahe dan terapi
usik secara mandiri.
3. Setelah diberikan terapi kompres jahe merah dan serai hangat selama 5
hari Tn. A merasa nyeri nya mulai berkrang dan lebih ringan saat
beraktivitas.
4. Setelah di berikan pendidikan kesehatan dan terpai kompres hangat
dengan terapi musik Tn. A merasa lebih mengerti dengan kondisinya dan
lebih mengurangi aktivitas berat
B. Saran
1. Universitas Respati Yogyakarta
Mahasiswa menyarankan agar pihak kampus agar kompres jahe dan terapi
musik dapat di bahan kebijakan yang dapat diaplikasikan ke masyarakat
saat melakukan pengabdian masyarakat pada lansia yang mengalami
keluhan nyeri.
2. Lansia
a. Menjadikan terapi kompres jahe dan terapi musik gamelan sebagai
salah satu terapi yang dapat diterapkan dalam secara rutin saat
mengalami keluhan nyeri, dan juga dapat diterapkan pada
keluarganya.
58
59
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistika Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Badan
Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Elsevier.
Ernawati. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Arthritis Gout pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang.Jurnal Kesehatan., Vol 6(2) 2020.
Fadlilah Dan Sucipto. (2016).Judul: Pengaruh Kompres Jahe Dan Kompres Air
Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Sendi Pada Lansia Di Dusun Banjeng
Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta.
Guyton, & Hall. (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Elsevier.
Kemenkes RI. (2015). Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Retrieved from
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
osteoporosis.pd
Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius
Marlina & Veronica, (2021) tentang. The Effect Od Knee Exercise and Param Jahe
Gingger to Reduce Knee Pain In Elderly. The Malaysian jurnal Of Nursing. Vol 12
(04)
Miller, A. Carol. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults Sixth
Edition.China: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data
Noviyanti. (2015). Hidup Sehat Tanpa Asam Urat(1st ed.). Yogyakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC
Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, T. (2017). Gout: An old disease in new
perspective –A review. Journal of Advanced Research, 8(5), 495–511.
https://doi.org/10.1016/j.jare.2017.04.008
Ramayulis, Rita. (2013). Buku Makanan Sehat Atasi Berbagai Penyakit. Jakarta :
Transmedia Pustaka
Siwi, Tri. (2016). Pemberian Kompres Jahe Dalam Mengurangi Nyeri Sendi Pada
Lansia Di Upt Pstw Khusnul Khotimah Pekanbaru. Vol 06 (2).
Https://Jurnal.Photon.Com
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar keperawatan
Gerontik Edisi 2.Jakarta: EGC
Swales, C., & Bulstrode, C. (2015). At a Glance Reumatologi, Ortopedi, dan
Trauma. Jakarta: Erlangga.
The Health of The Peaople: What Works. Bulleting of The World Health
Organization. www.who.int
(Tingkat Pengetahuan/L12111)
Definisi:
Perilaku sesuai 1 2 3 4 5
anjuran
Verbalisasi minat 1 2 3 4 5
dalam belajar
Kemampuan 1 2 3 4 5
menjelaskan
pengetahuan tentang
suatu topik
Kemampuan 1 2 3 4 5
menggambarkan
pengalaman
sebelumnya yang
sesuai dengan topik
Perilaku sesuai 1 2 3 4 5
dengan pengetahuan
3. berat badan
1 2 3 4 5
Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di
dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh
klien 0 % klien 1-30 % klien 31-60 % klien 61-90 % klien >90 %
Lampiran SIKI
(TINGKAT NYERI/L.08066)
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konstan
Keluhan Nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang
dirasakan klien 10 dirasakan klien dirasakan klien dirasakan klien 1-3 dirasakan klien 0
(Nyeri berat 7-9 (Nyeri 4-6 (Nyeri (Nyeri ringan) (Tidak ada
tidak terkontrol) berat sedang) nyeri)
terkontrol)
Lampiran SIKI
MANAJEMEN NYERI
Definisi : Pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyanan yang dapat
diterima oleh pasien
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan alat dan bahan
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
9 Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
10
Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya.,
farmakologis, nonfarmakologis, interpersonal) untuk memfasilitasi
penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
11
Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
12
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurunan
nyeri
13
Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan
tepat
14 Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis (terapi kompres jahe
merah dan serai hangat)
15 Gali penggunaan metode farmakologi yang dipakai pasien saat ini untuk
menurunkan nyeri
16 Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi, sesuai kebutuhan
17 Evaluasi ke efektifan dari tindakan pengontrol nyeri yang dipakai
selama pengkajian nyeri dilakukan
18 Mulai dan modifikasi tindaakan pengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
19 Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri, sesuai
kebutuhan
20 Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap pengalaman nyeri
21 Libatkan keluarga dalam modilitas penurunan nyeri, jika memungkinkan
22 Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam interval yang
spesifik
TAHAP TERMINASI
23 Mengevaluasi kondisi klien
24 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
25 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan
Lampiran SIKI
STANDAR OPERATING PROCUDURE
KOMPRES JAHE DAN TERAPI MUSIK GAMELAN
Sumber: (Adopsi dari Fadlilah dan Sucipto, (2018) dan Widyastuti, (2016)
PRE PLANNING
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan
Gerontik
Disusun Oleh :
2021
A. Latar Belakang
Lanjut usia atau yang sering disebut dengan akronim lansia merupakan
seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas
(PERMENKES Nomor 25 tahun 2016). Penduduk lanjut usia terus mengalami
peningkatan seiring kemajuan di bidang kesehatan yang ditandai dengan
meningkatnya angka harapan hidup dan menurunnya angka kematian. Pada
lansia sistem muskuloskeletal akan mengalami beberapa perubahan seperti
perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), berkurangnya
kemampuan kartilago untuk beregenerasi, kepadatan tulang berkurang,
perubahan struktur otot, dan terjadi penurunan elastisitas sendi. Hal ini yang
menyebabkan sebagian besar dari lansia mengalami gangguan sistem
muskuloskeletal, yang menyebabkan nyeri sendi (Ernawati, 2016).
Ada beberapa penyakit yang di sebabkan oleh penurunan ata gangguan
pada sistem muskuloskeletal diantaranya osteoartritis, osteoporosis, atau gout
artritis. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronis yang
menyerang tulang rawan artikular. Penyakit ini erat kaitannya dengan proses
penuaan dan sebagian besar berlokasi di sendi lutut, pinggul, jari, dan daerah
vertebra lumbal oleh karena proses penekanan yang terus menerus selama
beberapa tahun (Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular Kemenkes, 2016). Sendi lutut merupakan sendi di ekstrimitas bawah
yang paling sering mengalami osteoartritis (Soeryadi et al., 2017).
C. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan intervensi kompres jahe dan Terapi musik
gamelan di harapkan lansia dapat :
1. Mengetahui manfaat kompres jahe dan terapi musik gamelan bagi
pengurangan nyeri
2. Menjelaskan alat dan bahan yang di gunakan untuk terapi
3. Menjelaskan kembali cara atau langkah-langkah melakukan terapi
4. Melakukan secara mandiri terapi yang telah di berikan dan nyeri yang di
rasakan dapat berkurang.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang di ambil adalah Nyeri Kronis (D.0078)
E. Sasaran
Sasaran pemberian intervensi adalah Tn. A dan istri
F. Hari/tanggal
Hari dan tanggal pelaksaanaan pada 16 Juni 2021
H. Metode
Metode yang di gunakan adalah ceramah, diskusi dan demonstrasi
I. Alat Dan Bahan
1. Parutan
2. Jahe
3. Baskom/piring
4. Handuk
5. Speaker
6. Handphone/Musik
J. Setting Tempat
Keterangan :
: Perawat
: Tn. A
: Perawat berada di samping pasien
1. jika kompres di bahu kanan, pasien tengkurap
2. jika kompres di lutut, pasien duduk selonjor/baring
terlentang
K. Kegiatan Pembelajaran
1 3 menit Pembukaan:
Evaluasi:
L. EVALUASI (STRUKTUR,PROSES,HASIL)
1. Evaluasi Struktural :
a) Mempersiapkan laporan pendahuluan, pre planning dan melakukan
konsul dengan pembimbing.
b) Perawat menyiapkan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung
proses pelaksanaan tindakan keperawatan.
c) Perawat melakukan kontrak dengan klien atau keluarga untuk
pertemuan atau kunjungan
2. Evaluasi Proses :
a) Tn. A dan istri mengikuti kegiatan terapi dengan kooperatif dan sesuai
instruksi
b) Tindakan yang di lakukan atau di ajarkan sesuai dengan SOP
c) Tn. A dan istri mengikuti kegiatan terapi sampai selesai sesuai kontrak
waktu yang telah ditentukan.
d) Tn. A dan istri dapat melakukan kembali tindakan kompres jahe dan
terapi musik sesuai yang diajarkan
3. Evaluasi Hasil :
a) Setelah dilakukan tindakan kompres jahe dan terapi musik gamelan
nyeri yang dirasakan Tn. A berkurang dari skala 5 (sedang) ke skala 3
(ringan)
M. Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistika Penduduk Lanjut Usia. Jakarta :
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
Ernawati. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Arthritis Gout pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang.Jurnal Kesehatan., Vol 6(2) 2020.
Kemenkes RI. (2019). Proyeksi Penduduk Lansia. Berita Dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam
https://www.kemenkes.go.id
Kholifah Nur Siti. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI
The Health of The Peaople: What Works. Bulleting of The World Health
Organization. www.who.int
Sumber: (Adopsi dari Fadlilah dan Sucipto, (2018) dan Widyastuti, (2016)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
a. Pengertian Osteoartritis
b. Penyeban Osteoartritis
c. Tanda dan Gejala Osteoartritis
d. Pengobatan Osteoartritis
e. Pencegahan Osteoartritis
Sasaran : Pasien dan Istri
Waktu : 30 menit
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah di berikan penyuluhan selama 30 menit di harapkan Pasien dan
istri mengetahui dan memahami apa itu osteoartritis.
B. Pokok Materi
1. Pengertia Osteoartritis
2. Penyebab Osteoartritis
4. Pengobatan Osteoartritis
5. Pencegahan Osteoartritis
C. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi / Tanya jawab
D. Media
a. Lembar Balik
b. Leaflat
E. Setting Tempat
Keterangan :
: Perawat
: Tn. A
: Istri Tn. A
: Saling berhadapan
F. Kegiatan Penyuluhan
G. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur :
2. Kriteria Proses :
MATERI OSTEOARTRITIS
a. Definisi
Oseteoartiritis adalah ganguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini
bersifat kronik, berjalan progesif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh
adanya deteroirasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru
pada permukaan persendiaan. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling
umum, dengan jumlah pasiennya artitis. Gangguan ini lebih banyak pada
perempuan dari pada lelaki dan terutama ditemukan pada orang- orang yang
berusia lebih dari 45 tahun (Price & Wilson, 2006).
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan
yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya
usia, penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46 tahun tetapi lebih
sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley & Bare, 2006).
Jadi, osteoartritis merupakan gangguan sendi yg ditandai dengan adanya
penurunan dan abrasi rawan sendi, dimana menjadi penyebab tertinggi
terjadinya kecacatan pada lansia.
b. Etiologi
Osteoartritis adalah penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46
tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley & Bare,
2006). Penyebab primer atau yang paling umum pada osteoartritis adalah
denegeratif (Soeroso et all, 2014).
Price & Wilson, (2006) menjelaskan bahwa penyebab osteoartiritis yang
sebenarnya tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses penuaan ada
hubungannya dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit (sel normal
yang terdapat dalam tulang rawan sendi dan bertanggung jawab untuk sintesis
dan integritas matriks ekstraseluler tulang rawan sendi yang menimbulkan
perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan
osteoartritis. Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk
osteoartritis. Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang distal tangan
(nodus heberden) dipengaruhi oleh jenois kelamin dan lebih dominan pada
perempuan. Nodus heberdens sepuluh kali lebih sering di temukan pada
perempuan di bandingkan laki-laki. Hormon seks dan faktor-faktor hormonal
lain juga kelihatannya berkaitan dengan perkembangan osteoartritis. Hubungan
antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi osteoartritis pada
perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam
perkembangan dan progresivitas penyakit ini.
c. Manifestasi Klinik
Tanda gejala osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi terutama saat sendi
bergerak atau menanggung beban. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah
sendi tersebut tidak di gerakan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan
menghilang setelah sendi di gerakkan. Spasme otot atau tekanan pada saraf di
daerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri. Ada beberapa orang yang
mengeluh sakit kepala sebagai akibat langsung dari osteoartritis pada tulang
belakang bagian leher (Price & Wilson, 2006).
Nyeri, kekakuan, hilang gerakan, penurunan fungsi, dan deformitas sendi
secara khas di hubungkan dengan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan,
pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif mempunyai riwayat
trauma, penggunaan sendi berlebihan, atau penyakit sendi sebelumnya (Stanley
& Bare, 2006).
Tanda Gejala osteoarthritis diantaranya adalah ;
a. Nyeri Sendi
Gangguan ini disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau
iregularitas permukaan sendi. Saat sendi digerakkan dapat ditemukan atau
didengar adanya krepitasi (Rasjad, 2007). Akibat nyeri yang dirasakan,
penderita OA akan takut bergerak dan terjadi gangguan range of motion
(ROM) (Rosani dan Isbagio, 2014)
c. Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah sendi
tersebut tidak digerakkan beberapa lama, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Soeroso
et al., 2014). Kekakuan yang terjadi pada pagi hari berlangsung dalam
waktu kurang dari 30 menit (Setiyohadi, 2003 dalam azizah,2019).
d. Pembengkakan
Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25
(IRA, 2014).
Lampiran SOP
LEMBAR BALIK
DOKUMENTASI