DISUSUN OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada An MG Dengan Diagnosa Medis Dispepsia Di Puskesmas Kayon
Palangkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik
Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan II.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
ii
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN....................................................................1
1.1 Konsep Dasar Dispepsia................................................................................1
1.1.1 Definisi....................................................................................................1
1.1.2 Anatomi Fisiologi lambung....................................................................1
1.1.3 Etiologi....................................................................................................3
1.1.4 Klasifikasi...............................................................................................4
1.1.5 Patofisiologi............................................................................................5
1.1.6 WOC.......................................................................................................6
1.1.7 Manifestasi Klinis...................................................................................8
1.1.8 Komplikasi..............................................................................................8
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................8
1.1.10 Penatalaksanaan Medis.........................................................................9
1.2 Konsep Keperawatan Anak............................................................................9
1.2.1 Pengertian Anak......................................................................................9
1.2.2 Kedudukan Anak Di Indonesia...............................................................9
1.2.3 Filosofi Keperawatan Anak....................................................................9
1.2.4 Prinsip Keperawatan Anak....................................................................10
1.2.5 Paradigma Keperawatan Anak..............................................................10
1.2.6 Peran Perawat dalam Keperawatan Anak.............................................12
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan...............................................................13
1.3.1 Pengkajian.............................................................................................13
1.3.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................................13
1.3.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................14
1.3.4 Implementasi Keperawatan...................................................................16
1.3.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................16
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................17
iv
BAB III PENUTUP................................................................................................32
3.1 Kesimpulan..................................................................................................32
3.2 Saran.............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
v
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Dasar Dispepsia
1.1.1 Definisi
Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu
hati. Kondisi ini dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi
tubuh terhadap lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan
ketidakseimbangan metabolisme dan seringkali menyerang individu usia
produktif, yakni usia 30-50 tahun (Ida, 2016).
Kondisi ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada
seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari
segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Dispepsia dapat menimbulkan
beberapa dampak yang dapat mengakibatkan gangguan pada penderita
antara lain, pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus
peptikus (Purnamasari, 2017).
Diperkirakan sekitar 15-40 populasi di dunia memiliki keluhan
dispepsia kronis atau berulang: sepertiganya merupakan dispepsia organik
(struktural). Etiologi terbanyak dispepsia organik yaitu ulkus peptikus
lambung atau duodenum, penyakit refluks gastroesofagus, dan kanker
lambung (Purnamasari, 2017).
Masalah keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan
dispepsia yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan dan Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (Ida, 2016).
Gambar 1. Lambung
Lambung adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak
diantara esophagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi tiga
bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi, yaitu :
1
a. Fundus, adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang
esophagus.
b. Korpus, adalah bagian tengan atau utama lambung
c. Antrum, adalah bagian lapisan otot yang lebih tebal dibagian
bawah lambung (Guyton, 2016).
2. Fisiolofi lambung
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrient, air,
dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan
internal tubuh. Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan
dasar, yaitu motilitas, sekresi, digesti, dan absorbs (Guyton, 2016).
Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan
yang besar, disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada
saat terisi makananm rugae menghilang dengan lancar seperti alat
music akordion dimainkan. Mukosa lambung terdiri dari tiga sel
sekresi : sel chief, sel parietal, dan sel mukus. Sel chief menyekresikan
enzim pepsinogen, sel parietal menyekresikan asam klorida yang
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, dan sel mukus menyekresi
mukus untuk melindungi gaster.
Gaster bekerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi
larutan yang dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut mengandung
fragmen molekul protein dan polisakarida, butiran lemak, garam, air,
dan berbagai molekul kecil lain yang masuk bersama makanan. Tidak
ada molekul-molekul tersebut yang dapat melewati epitel gaster
kecuali air. Absorbsi paling banyak terjadi diusus halus (Guyton,
2016)
Faktor dilambung yang memengaruhi laju pengosongan gaster
yaitu volume kimus dan derajat fluiditas. Faktor diduodenum yang
memengaruhi laju pengosongan lambung antara lain :
a. Respon saraf melalui pleksus saraf intrinsic dan saraf autonomy
b. Respon hormone dikenal dengan enterogastron yang dibawa
darah dari mukosa usus halus ke gaster tempat mereka
menghambat kontraksi antrum. Enterogastron tersebut yang
penting adalah sekretin (dihasilkan sel S) dan kolesistokinin
(dihasilkan sel I).
c. Lemak paling efektif dalam memperlambat pengosongan
lambung karena lemak memiliki nilai kalori yang tinggi. Selain
itu, pencernaan dan penyerapan lemak memiliki nilai kalori
yang tinggi. Selain itu, pencernaan dan penyerapan lemak
hanya berlangsung diusus halus. Trigliserida sangat
merangsang duodenum untuk melepaskan kolesistokmin
(CCK). Hormone ini menghambat kontraksi antrum dan
2
menginduksi kontraksi sfingter pylorus, yang keduanya
memperlambat pengosongan lambung.
d. Asam dari kimus yang didalamnya terdapat HCl dinetralkan
oleh natrium bikarbonat didalam lumen duodenum. Asam yang
belum dinetralkan akan menginduksi pelepasan sekretin, yaitu
suatu hormone yang akan memperlambat pengosongan lebih
lanjut isi gaster yang asam hingga netralisasi selesai.
e. Hipertonisitas. Pengosongan gaster secara refleks jika
osmolaritas isi duodenum mulai meningkat.
f. Peregangan. Kimus yang terlalu banyak diduodenum akan
menghambat pengosongan isi lambung
Emosi juga dapat memengaruhi motilitas lambung. Meskipun tidak
berhubungan dengan pencernaan, emosi dapat mengubah motilitas
lambung dengan bekerja melalui saraf autonomy untuk memengaruhi
derajat eksistabilitas otot polos lambung. Efek emosi pada motilitas
lambung bervariasi dari orang ke orang lain dan tidak selalu dapat
diperkirakan, rasa sedih dan takut umumnya mengurangi motilitas,
sedangkan kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya. Selain
emosi, nyeri hebat dari bagian tubuh manapun cenderung menghambat
motilitas, tidak hanya dilambung tetapi diseluruh saluran cerna.
Respon ini ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis (Guyton,
2016).
1.1.3 Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang
bersifat organik (struktual) dan fungsional. Penyakityang bersifat organik
antara lain karena terjadinya gangguan disaluran cerna atau disekitar saluran
cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit
yang bersifat fungsionaldapatdipicukarena faktor psikologis dan factor
intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Purnamasari,
2017).
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang
bersifat organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain
karena terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna,
seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang
bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran
terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu. Faktor-faktor yang
menyebabkan dispepsia adalah:
1. Bakteri Helicobacter pylori.
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir sendiri
adalah untuk melindungi kerusakan dinding lambung akibat
3
produksi asam lambung. Infeksi yang diakibatkan bakteri
helicobacter menyebakan peradangan pada dinding lambung.
2. Merokok
Rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena
itu orang yang merokok lebih sensitive terhadap dispepsia
maupun ulser.
3. Stres
Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam
tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung
yang kemudian memproduksi asam secara berlebihan. Asam
yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih dan
kembung.
4. Efek samping obat-obatan tertentu
Konsumsi obat penghilang rasa nyeri seperti obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuproven
yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik
itu gastritis akut maupun kronis.
5. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti
kopi dapat meningkatkan produksi asam lambung berlebihan
hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan
fungsi dinding lambung.
6. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
permukaan lambung.
7. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam.
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan cafein seperti
kopi dan mengkonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan
produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi
iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
1.1.4 Klasifikasi
Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:
1) Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan
organik sebagai penyebabnya. Sindrom dyspepsia organik
terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya
tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach cancer,
gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity.
4
2) Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional,
atau Dispepsia Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (Ida, 2016).
1.1.5 Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stress,
pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.
5
1.1.6 WOC
6
B2 B3 B4 B5
Kelemahan otot
Intoleransi
aktivitas
7
1.1.7 Manifestasi Klinis
Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol,
cepat kenyang, mual, tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa
penuh, cepat keyang, kembung setalah makan, mual muntah, sering
bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan dada atau regurgitas
asam lambung ke mulut. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan
jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati, perih,
mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas dan
depresi (Purnamasari, 2017).
1.1.8 Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu
adanya komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain, pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus
peptikus (Purnamasari, 2017).
8
1.1.10 Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan non farmakologis
Non Farmakologi tindakan-tindakan keperawatan dalam perawatan
pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien,
hipnoterapi, terapi relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku.
2. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Farmakologis Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa obat, yaitu:
Antasida, Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus,
karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Obat yang
termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin, dan famotidine.
Pemasangan cairan pariental, pemasagan Naso Gastrik Tube (NGT)
jika diperlukan (Amelia, 2018).
9
sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta tetap dalam kehidupan anak
yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak.
Sedangkan maksud dari atraumatic care adalah semua tindakan
keperawatan yang ditujukan kepada anak tidak menimbulkan trauma pada
anak dan keluarga dengan memperhatikan dampak dari setiap tindakan yg
diberikan. Prinsip dari atraumatic care adalah menurunkan dan mencegah
dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua
dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah dan mengurangi cedera (
injury ) dan nyeri ( dampak psikologis ), tidak melakukan kekerasan pada
anak dan modifikasi lingkungan fisik
10
Terdapat perbedaan dalam memberikan pelayanan keperawatan antara
orang dewasa dan anak sebagai sasarannya. Perbedaan itu dapat dilihat
dari struktur fisik, dimana secara fisik anak memiliki organ yang belum
matur sepenuhnya. Sebagai contoh bahwa komposisi tulang pada anak
lebih banyak berupa tulang rawan, sedangkan pada orang dewasa sudah
berupa tulang keras.
Proses fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak dalam
membentuk zat penangkal anti peradarangan belum sempurna sehingga
daya tahan tubuhnya masih rentan dan mudah terserang penyakit. Pada
aspek kognitif, kemampuan berfikir anak serta tanggapan terhadap
pengalaman masa lalu sangat berbeda dari orang dewasa, pengalaman
yang tidak menyenangkan selama di rawat akan di rekam sebagai suatu
trauma, sehingga pelayanan keperawatan harus meminimalisasi dampak
traumatis anak.
2) Konsep Sehat Sakit
Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik
fisik, mental, sosial, dan tidak semata-mata hanya bebas dari penyakit
atau cacad. Konsep sehat & sakit merupakan suatu spektrum yang lebar
& setiap waktu kesehatan seseorang bergeser dalam spektrum sesuai
dengan hasil interaksi yang terjadi dengan kekuatan yang
mengganggunya.
3) Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya suatu kondisi sehat maupun
sakit serta status kesehatan. Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan berupa lingkungan Internal dan lingkungan
external . Lingkungan Internal yang mempengaruhi kesehatan seperti
tahap perkembangan, latar belakang intelektual, persepsi terhadap fungsi
fisik, faktor Emosional, dan spiritual. SEdangkan lingkungan external
yang mempengaruhi status kesehatan antara lain keluarga, sosial
ekonomi, budaya
4) Keperawatan
Merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif
meliputi biologi, psikologis, social dan spiritual yang ditujukan pada
individu, keluarga, masyarakat dan kelompok khusus yang
mengutamakan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang diberikan dalam kondisi sehat maupun sakit.
Anak sebagai individu maupun salah satu anggota keluarga merupakan
sasaran dalam pelayanan keperawatan Sehingga perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan harus memandang anak sebagai individu yang unik
yang memiliki kebutuhan tersendiri sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangannya.
11
1.2.6 Peran Perawat dalam Keperawatan Anak
1) Pemberi Perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai
dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai pemberi
perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar
seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini.
2) Sebagai Advokat Keluarga
Sebagai client advokat, perawat bertanggung jawab untuk memebantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan informasi yang diperlukan untuk mengambil
persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapt ditunjukkan
dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi yang akan di
lakukan sebelum pasien melakukan operasi.
3) Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu
keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan
lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan
adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku merupakan
salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa
berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan diare
merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik (health
educator).
4) Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi
ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan.
Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan
masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku
hidup sehat (perubahan pola interaksi).
5) Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain
berupaya mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai professional
pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak dengan
nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk
12
menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak
yang menderita infeks.
6) Peneliti
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator) dalam
ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap
terhadap rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat diperoleh
diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah
melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan
mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah
diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang lain
untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan
aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu
perawat dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan memanfaatkan
media massa atau media informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu
perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka mengembagkan ilmu
keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan.
13
1.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung
Goal : pasien dapat mengontrol nyeri selama dalam proses
keperawatan
Objektif : Nyeri pasien akan berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
b. Frekuensi nyeri berkurang
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah saat nyeri
e. Posisi tubuh melindungi
Intervensi :
14
b. Pasien tidak mengalami hidrasi
c. Berat badan mengalami peningkatan
d. Asupan makanan tercukupi
Intervensi:
15
d. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan cairan optimal, misalnya jadwal masukan cairan
Rasional : melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil
e. Berikan/awasi hiperalimentasi IV
Rasional : tindakan darurat untuk memperbaiki ketidakseimbangan
cairan elektrolit
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Goal : klien tidak merasakan cemas selama dalam proses perawatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang
dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dalam tindakan
selanjutnya
b. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan
pikiran dan dengankan semua keluhannya
Rasional : klien ada yang memperhatikan sehingga klien merasa
aman dalam segala hal tundakan yang diberikan
c. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
Rasional : klien memahami dan mengerti tentang prosedur
sehingga mau bekerjasama dalam perawatannya
d. Berikan dorongan spiritual
Rasional : bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya, masih ada yang maha berkuasa
menyembukannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
16
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnesa
2.1.1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An MG (3,8 Tahun)
TTL : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : -
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Pendidikan : -
Alamat : Jl. Kencana III
Diagnosa Medis : Dispepsia
2.1.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.G
TTL : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : -
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Pendidikan : -
Alamat : Jl. Kencana III
Hubungan Keluarga : Kepala Keluarga
17
Demam, muntah, pusing, berkeringat terus.
2.1.1.4 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan sekarang
Klien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan demam sejak 2 hari
yang lalu, disertai muntah cair 5x, makan dan minum kurang, berkeringat
terus. BAB normal, BAK kurang, pasien rewel, BB: 12kg, PB: 95cm.
Serta obat yang sudah diminum: paracetamol syr.
2) Riwayat Kesehatan lalu
Keluarga klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti
sekarang.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan klien, dan tidak ada penyakit keturunan dan menular.
4) Susunan Genogram
KET :
= Laki-Laki
= Perempuan
= Meninggal
= Pasien
= Tinggal Serumah
Gambar. 2.1 Genogram keluarga
18
2.1.2.3 Leher dan Tenggorokan
Pada leher tidak teraba tyroid, dan tidak ada pembesaran kelenjar.
Keadaan tenggorokan baik.
2.1.2.4 Mulut dan Faring
Mulut pasien bersih, mulkosa lembab, tidak ada secret. Bentuk bibir
normal, warna gigi putih dan bersih.
2.1.2.5 Dada
Bentuk dada normal, tidak ada kelainan, system respirasi pasien normal,
jenis pernafasan normal, irama nafas teratur, pasien tidak menggunakan
alat bantu pernafasan, pada saat diperkusi tidak ada cairan dan tidak
terdapat masa, pada saat auskultasi inspirasi dan ekspirasi normal.
2.1.2.6 Abdomen
Ispeksi pada abdomen perut Nampak datar, tidak membuncit/membusung,
tidak Nampak bekas luka.
2.1.2.7 Eliminasi
Kebiasaan dalam sehari BAK pasien normal berwarna kuning. Sedangkan
semenjak sakit menjadi berkurang. Untuk BAB pasien normal.
2.1.2.8.Ekstremitas
tangan tidak ada edema dan bentuk normal. Kaki bentuk normal dan tidak
ada edema sendi tidak nyeri.
2.1.2.7 Genetalia
Laki-laki, tidak ada kelainan.
19
Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit
hari
Nutrisi
a. Frekuensi
a. 1.125kkal/hari
20
b. Nafsu Makan/selera b. Baik dan tidak pilih-pilih makan
c. Jenis Makanan c. Nasi, Sayur, Lauk pauk
Eliminasi
a. BAB
a. 1 x/hari
b. BAK
b. 4 x/hari.
Istirahat dan tidur
a. Siang/jam a. 2 jam
b. Malam/jam b. 12 jam
Personal Hyigene
a. Mandi
a. 2 x/hari
b. Oral Hygene
b. 2 x/hari
Mahasiswa,
21
Rista Bela
22
ANALISA DATA
Mual, muntah
DS:
-Demam 2 hari
-muntah cair 5x
-Pusing sejak malam
-klien rewel
-makan dan minum kurang
DO:
-BB: 12kg
-PB: 95cm
-S: 38,2°C
23
PRIORITAS MASALAH
24
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien: MG
Ruang Rawat: Puskesmas Kayon Palangkaraya
Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Hipertermia Setelah dilakukan 1. Monitor suhu 1. untuk mengetahui
tindakan keperawatan tubuh
kenaikan suhu tiba-
selama 2 x kunjungan 2. Monitor kadar
diharapkan suhu tubuh elektrolit tiba.
pada klien tetap berada 3. Monitor
2. elektrolit sebagai
pada rentang normal haluaran elektrolit
KRITERIA HASIL: 4. Berikan cairan indikator keadaan
1. Suhu tubuh membaik oral
status cairan dalam
5. Kolaborasi
cairan dan tubuh.
elektrolit intravena,
3.membantu dalam
jika perlu
menganalisa
keseimbangan cairan
dan derajat
kekurangan cairan
4. untuk
Setelah dilakukan
mempertahankan
tindakan keperawatan
selama 2 x kunjungan 1. monitor status cairan
maka keseimbangan hidrasi
5.untuk menjaga
cairan meningkat 2. Monitor berat
dengan badan harian asupan cairan yang
KRITERIA HASIL: 3. Berikan asupan
dibitihkan tubuh.
Resiko (1) Asupan cairan cairan, sesuai
ketidakseimban meningkat kebutuhan
gan elektrolit (2) Tidak ada dehidrasi 4. Berikan cairan
1. perubahan status
intravena, jika
perlu hidrasi, membrane
mukosa, turgor kulit,
menggambarkan berat
ringannya kekurangan
cairan.
2. penurunan berat
Setelah dilakukan badan terjadi dengan
tindakan keperawatan
25
selama 2 x kunjungan 1. identifikasi skala kehilangan cairan
diharapkan nyeri pada nyeri
yang berlebihan.
klien berkurang 2. identifikasi
KRITERIA HASIL: faktor yang 3. untuk memberikan
(1) klien tidak memperingan dan
hidrasu cairan tubuh
mengeluh nyeri memperberat nyeri
(2) klien tampak tenang 3. kontrol secara parental
(3) Nyeri berkurang lingkungan yang
4. meningkatkan
memperberat nyeri
(missal: suhu jumlah cairan tubuh.
ruangan,
5. untuk menjaga
Nyeri akut b.d pencahayaan, dan
dyspepsia kebisingan). asupan nutrisi yang
dibutuhkan tubuh.
1. untuk mengetahui
seberapakah rasa
nyeri yang dialami
oleh klien.
2. untuk mengetahui
apa saja yang
memperburuk dan
memperingan keadaan
nyerinya.
3. untuk mengurasi
rasa nyeri yang
dirasakan klien dan
memberikan
kenyamanan.
26
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
A: Masalah teratasi
1. memonitor status hidrasi
P: Interensi dihentikan
2. Memonitor berat badan harian
3 Rista Bela
4. Memberikan cairan intravena, jika perlu
27
Sabtu, 4
september
2021
4
A: Masalah teratasi
4. Memberikan cairan oral
P: Intervensi dihentikan
28
Minggu, 5
september S:
6 2021 Rista Bela
-Ayah klien mengatakan klien sudah tidak nyeri
lagi dan tidak rewel
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Rista Bela
Minggu, 5 S:
september
-Ayah klien mengatakan suhu tubuh sudah
2021
kembali normal.
29
rewel lagi.
O:
-PB: 95cm
3. mengontrol lingkungan yang memperberat nyeri
(missal: suhu ruangan, pencahayaan, dan -S: 36,5°C
kebisingan).
A: Masalah teratasi
P: Interensi dihentikan
S:
30
-Ayah klien mengatakan klien sudah tidak
berkeringat dan muntah cair
O:
-BB: 12kg
-PB: 95cm
-S: 36,5°C
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
S:
31
-Ayah klien mengatakan klien sudah tidak nyeri
lagi dan tidak rewel
O:
-BB: 12kg
-PB: 95cm
-S: 36,5°C
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
32
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari nyeri
rasa tidak nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau
cepat kenyang dan sering bersendawa. Boiasanya berhubungan dengan pola
makan yang tidak teratur, makan makanan yang pedas, asam, minuman
bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu
misalnya stress. Dengan pola makan yang teratur dan memilih makanan yang
seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar tinggi, cabai, alcohol dan pantang
merokok. Bila harus makan obat karna sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala maka minum obat secara wajar dan tidak menggangu fungsi lambung.
3.2 Saran
1. Bagi Institusi
Sebagai tempat pembelajaran atau sekolah yang bergerak dibidang
kesehatan, hendaknya dapat memberi pendidikan yang lebih baik lagi
kepada mahasiswa dalam paraktik pelayanan kesehatan dan
menyediakan buku-buku penunjang sebagai acuan dalam melakukan
asuhan keperawatan maupun kebidanan.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik,
mempertahankan serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
yang ada dengan baik dan tepat.
3. Bagi Pasien
Dalam proses asuhan keperawatan, sangat diperlukan kerjasama
keluarga dan pasien itu sendiri guna memperoleh data yang bermutu
untuk menentukan tindaka sehingga dapt memperoleh hasil yang
diharapkan
32
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Rina. (2018). Hubungan Perilaku Perawatan Kaki dengan Terjadinya
Komplikasi Luka Kaki Diabetes pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Puskesmas Tuntungan Kota Medan. Talenta Conference Series.
01(2018), Page 124-131.
Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM, Wagner CM. 2016. Nursing
Interventions Classification. Edisi Keenam. Indonesia.
Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.; 2016.
33