Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT

GADAR DAN KRITIS DI RUANG IGD RS HERMINA


PURWOKRTO

NNNAMA : JUNA PURNAWAN


NIM : 200104042

PPRAKTIK PROFESI NERS STASE GADAR KRITIS PROFESI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Pengertian.
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh
virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2012). Pada diare
infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal
ileum. Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan
sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya
meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat
agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong
yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang
penting untuk membebaskan traktus intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik
perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus
kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon.
Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi
maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit
dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan
atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak
dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul secara mendadak
dan berlangsung terus secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).
Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada
masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang
hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai diare
(Andrianto, 1995 dalam Nurmasarim 2010).

B. Epidemiologi/insiden kasus
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5
tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di
Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak.
Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara
7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan
ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula.
(Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan
bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk
untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan
umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita
(Ratnawati, 20010).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80%
terutama pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24
bulan (Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya.
Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan
kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono,
2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa
penduduk Indonesia, dan dua pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak
kurang dari 600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan
bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat
pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali
tidak spesifik. Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut:
adanya travelling (domestik atau internasional), kontak personal dan adanya
sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan
adanya proses mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2016).

C. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh: Infeksi virus, kuman-kuman
patogen dan apatogen
a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
b) Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
c) Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan,
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi.
3. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
a) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral)
b) KKP (Kekurangan Kalori Protein).
c) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono
dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)

D. Patofisiologi Penyakit
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi
karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi
pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia
coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita
ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa
(Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.

E. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh
bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare
karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15%
yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui
bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih
(Sunoto, 1990).

F. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik.  Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan
bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH
dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.  Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik
menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang
lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis
sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
a. Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus
kemerahan.
b. Perkusi : adanya distensi abdomen.
c. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
d. Auskultasi : terdengarnya bising usus.

H. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

I. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu
dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan,
sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi
antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara
parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011).
Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
1. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
a. jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL
(Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang
melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).
b. cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung
CWL (Concomitant water losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono,
2011)
2. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti
biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk
diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x
sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin
500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari  oral atauIV).
3. Obat anti diare
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara
luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat
enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
b. Kelompok opiate
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius
atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
J. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Malnutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis.

K. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Identitas klien.
a. Riwayat keperawatan.
Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit
berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat penyakit keluarga.
d. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi
intravena, dan antibiotic.
2. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas
pasien sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena
kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada
fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
i. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
3. Pemerikasaan fisik.
a. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir
kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
b. Perkusi : adanya distensi abdomen.
c. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
d. Auskultasi : terdengarnya bising usus.

L. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


a. Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia
d. Ketidak seimbangan cairan berhunbungan dengan muntah

M. Fokus intervensi

NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN SLKI SIKI

1 Nyeri akut berhubngan dengan agen  Tingkat Nyeri  Menejemen Nyeri


pencedera kimiawi Setelah dilakukan Observasi
perawatan sealama
(D.0077) 3x6 jam diharapkan 1. Identifikasi
tinggat nyeri menurun lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik,
durasi,
1. Frekuensi nadi frekuensi,
menurun dari 3 kualitas,
menjadi 5 intensitas
2. Pola nafas nyeri.
menurun dari 3 2. Identifikasi
menjadi 5 sekala nyeri
3. Keluhan nyeri 3. Identifikasi
menurun dari 3 respon nyeri
menjadi 5 non verbal
4. Meringis 4. Identifikasi
menurun dari 3 faktor yang
menjadi 5 memberat
5. Gelisah menurun memperingan
dari 3 menjadi 5 nyeri
6. Kesulitan tidur 5. Identifikasi
menurun dari 3 pengetahuan
menjadi 5 dan keyakinan
Keterangan : tentang nyeri
1. Memburuk 6. Identifikasi
2. Cukup pengaruh
memburuk nyeri pada
3. Sedang kualitas hidup
4. Cukup 7. Monitor efek
membaik samping
5. membaik penggunaan
analgetik
Trapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmokolo
gi untuk
mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
4. Pertimbangka
n jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihsn
strategi
meredakan
nyeri

Edukasi
1. Jeleskan
penyebab,
priode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan
strategi
meredakan
byeri
3. Ajarkan
teknik non
farmakologi
untuk
menguranggi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik jika
perlu

2 Resiko defisit nutrisi berhubungan  Status nutrisi  Menejemen


dengan ketidakmampuan menelan Setelah dilakukan Nutrisi
makanan tindakan keperawatan Observasi
selama 3x6 jam status
(D.0032) nutrisi terpenuhi 2. Identifikasi
dengan kriteria hasil : status nutrisi
3. Identifikasi
1. Porsi makan alergi dan
yang intoleransi
dihabiskan makanan
dari 3 menjadi 4. Identifikasi
5 perlunya
2. Berat badan pengunaan
atau imt dari3 selang
mrenjadi 5 nasogastric
3. Frekuensi 5. Monitor
makan dari 3 asupan makan
menjadi 5 6. Monitor
4. Nafsu makan adanya mual
dari 3 menjadi muntah
5 7. Monitor berat
5. Perasaan cepat badan
kenyang dari Trapeutik
3 menjadi 5 1. Lakukan oral
Keterangan : hygiene
1. Menurun sebelum
2. Cukup makan, jika
menurun perlu
3. Sedang 2. Sajikan
4. Cukup makanan yang
meningkat menarik dan
5. Meningkat suhu yang
sesuai
3. Hentikan
pemberian
makanan
melalui selang
jika asupan
oral dapat di
toleransi
Edukasi
1. Anjurkan
posisi duduk
jika mampu
2. Anjurkan diet
yang di
program
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
di butuhkan

3 Hipertermia berhubungan dengan  Termoregulasi  Menejemen


proses penyakit Setelah dilakukan Hipertermia
tindakan keperawatan Obsevasi
(D.0130) selama 3x6 jam 1. Identifikasi
diharapkan suhu penyebab
tunuh tetap berada hipertermia
pada rentang normal 2. Monitor suhu
dengan keriteria tubuh
hasil : 3. Monitor kadar
1. Mengigil elektrolit
menurun dari 3 4. Monitor
menjadi 5 haluan urine
2. Suhu tubuh 5. Monitor
membaik dari 3 komplikasi
menjadi 5 akibat
3. Suhu kulit hipertermia
membaik dari 3 Terapeutik
menjadi 5 1. Sediakan
Keterangan : lingkungan
1. Meningkat yang dingin
2. Cukup 2. Longgarkan
meningkat atau lepaskan
3. Sedang pakian
4. Cukup 3. Basahi dan
menurun kipasi
5. Menurun permukaan
tubuh
4. Berikan cairan
oral
5. Hindari
pemberian
antipiretik
atau aspirin
6. Berikan
oksigen jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
cairan
elektrolit
intravenaa,jika
perlu

4 Ketidak seimbangan cairan  Keseimbangan  menejemen cairan


berhubungan dengan muntah cairan Observasi
Setelah di lakukan 1. monitor
(D.0036) tindakan setatus hidrasi
keperaawatan selama 2. monitor berat
3x 6 jam di harapkan badan harian
keseimbangan cairan 3. monitor berat
meningkat dengan badan
keriteria hasil: sebelum dan
1. Asupan cairan sesudah
meningkat dialysis
dari 3 menjadi 4. monitor hasil
5 pemeriksaan
2. Haluaran laboraturium
urine 5. monitor status
meningkat di namik
dari 3 menjadi Trapeutik
5 1. catat intake
Keterangan output dan
1. Menurun balance cairan
2. Cukup 2. berikan
menurun asupan cairan
3. Sedang sesuai
4. Cukup sedang kebutuhan
5. meningkat 3. berikan cairan
intravena jika
perlu
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
dieuretik jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of
America : Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United
States of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis
Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega. 2010.  Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut
(GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12
Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
T55V
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di
Bangsal Anggrek RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(Diakses 12 Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut
Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009.
Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember
2011 : etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan
Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses 12
Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan
Bakteri. Sumatra Utara. Universitas Sumatra Utara. . (Diakses 12 Desember
2011 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).

Anda mungkin juga menyukai