Anda di halaman 1dari 13

NAMA : SAVIRA RAHMA ANGGELITA

NIM : P27824118074

KELAS : D3 KEBIDANAN SUTOMO SEMESTER 6 / REG B

MATERI KETUBAN PECAH DINI (KPD)

1. DEFINISI
KPD adalah bocornya selaput air ketuban (likuor amnii) secara spontan dari rongga
amnion di mana janin di tampung. Cairan keluar dari selaput ketuban yang mengalami
kerobekan, muncul setelah usia kehamilan 28 minggu dan setidaknya sebelum 1 jam
sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya(Gehwagi et al, 2015).
Sedangkan menurut (Sagita, 2017) ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya
cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat
dinyatakan pecah dini terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Cairan keluar
melalui selaput ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan
mencapai 28 minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang
sebenarnya. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
KPD. Jadi ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan.
Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten atau dengan
sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang mengukur Lag Period,
diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum, dan diatas 6 jam setelah ketuban
pecah. Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi
infeksi pada ibu dan juga bayi (Fujiyarti, 2016).

2. ETIOLOGI/KLASIFIKASI
- Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban yang berasal dari vagina
atau infeksi cairan ketuban yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
- Jumlah paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka akan lebih beresiko tinggi
mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. Kehamilan yang terlalu sering dapat
mempengaruhi embryogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah
sebelum waktunya dan semakin banyak paritas semakin mudah terjadi infeksi
amnion karena rusaknya struktur serviks pada persalinan sebelumnya. Wanita
dengan paritas kedua dan ketiga pada usia reproduktif biasanya relatif memilii
keadaan yang lebih aman untuk hamil dan melahirkan karena pada keadaan
tersebut dinding uterus lebih kuat karena belum banyak mengalami perubahan,
dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik. Wanita yang telah melahirkan beberapa
kali akan lebih beresiko pada mengalami KPD, karena jaringan ikat selaput
ketuban mudah rapuh yang diakibatkan oleh vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan akhirnya selaput ketuban mengalami pecah
spontan.
- Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka yang di sebabkan
karna kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curatage).
Tekanan pada intera uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus), misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
- Trauma yang di dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya di sertai infeksi.
- Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD karena kelainan
letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim meningkat sehingga dapat
menyebabkan KPD. Besar kecinya janin dan posisi janin yang dikandung tidak
menyebabkan peregangan pada selaput ketuban seperti pada keadaan normal,
sungsang ataupun melintang, karena sebenarnya yang dapat mempengaruhi KPD
adalah kuat lemahnya selaput ketuban menahan janin (Budi, Ayu Novita, 2017).

3. TANDA GEJALA

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma
air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat, cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang.
Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah capat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sunarti, 2017).

4. PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah ketuban benar sudah pecah atau
belum. Apalagi bila pembukaan kanalis servikal belum ada atau kecil. Penegakkan
diagnosis KPD dapat dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi :
1. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina.
2. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa, rambut lanugo
dan kadang-kadang bau jika ada infeksi.
3. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan servikalis.
4. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa) bila
ketuban sudah pecah.
5. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu dalam
menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta serta jumlah air
ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit esterase, bila leukosit darah
lebih dari 15.000/mm3, kemungkinan adanya infeksi (Sarwono, 2014).

5. ASUHAN YANG BIDAN BERIKAN


Menurut Manuaba (2008) :
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat
b. Hindari terjadi infeksi dalam rahim (korioamnionitis) yang menjadi pemicu
sepsis, maningitis janin dan persalinan prematuritas.
c. Perkiraan janin yang cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru
janin dapat terjamin.
d. Umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin
cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan
kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
e. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga
terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan
janinnya.
f. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan kematangan paru.Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat
dianjurkan selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan.
6. TERAPI/TINDAKAN

Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut (Prawirohardjo, 2014).


1. Pastikan Diagnosis
2. Tentukan umur kehamilan
3. Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin.
4. Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang
kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya
cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil
sekitar 4,5. Bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1 – 7,3. Antiseptik yang alkalin
akan menaikkan pH vagina.
Dengan pemerikaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat
dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion. Bila ada air ketuban normal
agaknya ketuban pecah dapat diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini harus diperiksa lebih
lanjut. Bila terdapat pada persalinan kala aktif, korioamnitis, gawat janin, persalinan
harus diterminasi.

Rencana tindakan yang bisa diberikan:


a. Ukur suhu dan nadi ibu setiap empat jam.
b. Setelah pemantauan janin elektronik, cek DJJ setiap empat jam ketika sudah di
rumah sakit.
c. Hitung sel darah putih dengan hitung jenis setiap hari atau setiap dua hari.
d. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur.
e. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang waktu 6 jam
sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan.
f. Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat berat janin cukup, perlu
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin
tidak dapat diselamatkan.
g. Jika persalinan menuju ke prematur maka dilakukan seksio sesarea.
h. Pemeriksaan USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan
aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru melalui
perbandingan.
Menurut Taufan Nugroho (2012), dalam menghadapi ketuban pecah dini harus
dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Fase Laten:
a. Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
b. Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
c. Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis : Abdomen terasa tegang, Pemeriksaan laboratorium
terjadi leukositosis, Kultur cairan amnion positif.
Desiduitis : Infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
2. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin,
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan
terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
3. Presentasi janin intrauterin
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi kehamilan.
Pada letak lintang atau bokong harus dilakukan dengan jalan seksio sesarea.
a. Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan maternal
terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
b. Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin lebih matur. Semakin
lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan
membahayakan janin serta situasi maternal.

Sumber : digilib.ukh.ac.id
Abdullah, dkk. 2012. Faktor determinan ketuban pecah dini di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa. AKBID Muhammadiyah Makassar.

MATERI OLIGOHIDRAMNION
1. DEFINISI
Oligohidramnion adalah suatu kondisi yang memiliki cairan ketuban terlalu
sedikit. Dokter bisa mengukur jumlah cairan ini melalui beberapa metode, dan
yang paling sering adalah melalui indeks cairan ketuban (Amniotic Fluid
Index/AFI). Jika volume cairan kurang dari 500 ml pada usia kehamilan 32-36
minggu, maka akan dicurigai mengalami oligohidramnion. Kondisi ini bisa terjadi
selama masa kehamilan, tapi yang paling umum adalah saat trimester ketiga.
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apa pun akan berpengaruh buruk
kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru,
deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium pada
masa intrapartum, dan kematian janin ( Sarwono, 2014).
2. ETIOLOGI/KLASIFIKASI
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin.
Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik
pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.
3. TANDA GEJALA
1.      Ibu merasakan nyeri saat janin melakukan gerakan di dalam Rahim
2.      Ketika ketuban pecah maka cairan yang keluar sangat sedikit atau bahkan
tidak ada sama sekali serta merasa sangat sakit pada saat kontraksi.
3.      Ibu merasa nyeri setiap gerakan yang ditimbulkan janin.
4.      Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih
jelas seiring berjalannya usia kehamilan.
5.      Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
6.      Sering berakhir dengan partus prematurus.
7.      Persalinan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
8.      Saat ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
9.      Ibu merasa sakit yang amat sangat saat kontraksi.

4. PENEGAKAN DIAGNOSA
5. ASUHAN YANG BIDAN BERIKAN
6. TERAPI/TINDAKAN
1.      Beritahu hasil pemeriksaan dan ibu mengerti hasil pemeriksaan.
2.      Anjurkan kepada ibu untuk tidak melakukan perkerjaan yang terlalu berat.
3.      Anjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang mengandung zat besi dan
makan dilakukan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.
4.      Anjurkan kepada ibu untuk tidak melakukan perjalanan jauh.
5.      Anjurkan kepada ibu untuk melakukan konsumsi vitamin setiap hari 1 tablet.
6.      Anjurkan kepada ibu untuk minum obat zat besi dan asam sulfat.
7.      Anjurkan kepada ibu untuk olahraga ringan di pagi hari sebelum melakukan
aktivitas.
8.      Anjurkan kepada ibu untuk periksa laboratorium untuk mengetahui apakah
Hbnya sudah naik atau belum.
9.      Anjurkankepada ibu untuk kontrol ulang 2 minggu lagi.
10.  Ibu bersedia melaksanakan semua anjuran dari bidan.
11.  Mendokumentsaikan dalam bentuk SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Ayue,2011.Polihidramnion Dan Oligohidramnion.http://xpressionq.blogspot.com


Diar, 2010. Makalah Patologi.http://diar13-midyuin08.blogspot.com
Free Blog Template, 2006. umat, 15 September 2006.Kelainan Air Ketuban Oligohidramnion
http://askepasbid.blogspot.com
Riyan, 2009. Oligohidramnion.http://tutorialkuliah.wordpress.com
Sayuti, 2010. Oligohidramnion.http://Senyumperawat.Blogspot.Com
http://ayumarthasari.blogspot.com/2010/02/contoh-dokumentasi-menggunakan-metode.html

MATERI POLIHIDRAMNION
1. DEFINISI
Hidramnion adalah Suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak
dari normal, biasanya lebih dari 2 liter (Amriewibowo, 2010). Hidramnion adalah
suatu jumlah cairan amnion yang berlebihan (lebih dari 2000 ml). Normal volume
cairan amnion meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai
puncaknya kira-kira 1000 ml antara 34 sampai 36 minggu (Admin,  2011).

2. ETIOLOGI/KLASIFIKASI
- Hidramnion kronis
Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu
atau bulan,dan  biasanya terjadi pada kehamilan lanjut
- Hidramnion Akut
Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu
beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke-4
atau ke-5 (Amriewibowo, 2010).

3. TANDA GEJALA

1. Pembesaran uterus, lingkar abdomen, dan tinggi fundus jauh di bawah usia
kehamilan yang seharusnya.
2. Tekanan dinding uterus yang membuat terasa sulit atau tidak mungkin untuk:
a. Auskultasi denyut jantung janin.
b. Palpasi gambaran dan bagian-bagian janin.
3. Saat auskultasi terdengar getaran cairan uterus
4. Bila berat, terdapat , masalah mekanik seperti:
a. Dispnea berat
b. Edema ekstremitas bawah dan vulva
c. Nyeri tekan pada punggung, abdomen, dan/atau paha.
d. Mual dan muntah

4. PENEGAKAN DIAGNOSA

1. Anamnesis
a. Ibu merasa perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
b. Ibu merasa nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah
c. Ibu merasa oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut
d. Pada proses akut Ibu merasa, sesak (Amriewibowo, 2010).
2. Inspeksi
a. Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit jelas
dan kadang-kadang umbilicus mendatar
b. Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah membawa
kandungannya  (Amriewibowo, 2010).
3. Palpasi
a. Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut, vulva dan
tungkai
b. Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya
c. Bagian janin sukar dikenali
d. Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka  balotement jelas sekali
e. Karena bebasnya janin bergerak dan tidak terfiksir maka dapat terjadi kesalahan-
kesalahan letak janin (Manuaba, 2007; Amriewibowo, 2010).
4. Auskultasi
a. DJJ sukar didengar dan jika terdengar hanya sekali
5. Rontgen foto abdomen
a. Nampak bayangan terselubung kabut, karena banyaknya cairan kadang bayangan
janin tidak jelas
b. Foto rongtgen pada hidramnion berguna untuk disgnostik dan untuk menentukan
etiologi (Amriewibowo, 2010).
6. Pemeriksaan dalam
a. Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar his (Amriewibowo,
2010).

5. ASUHAN YANG BIDAN BERIKAN

1. Peran bidan dalam komunitas


a. Melakukan KIE pada waktu pemeriksaan kehamilan tentang asupan nutirsi selama
hamil dan meninjau ulang status pekerjaan dan membantu membuat keputusan
mengenai persalinan.
b. Apabila telah dilakukan pemeriksaan,siapkan rujukan untuk merujuk ibu ke
fasilitas kesehatan yang lebih memadai,karena resiko terjadinya komplikasi lebih
besar.
2. Peran bidan di rumah sakit
a. Penanganan lebih awal untuk mendeteksi polihidramnion secara dini , untuk
menanggulangi terjadinya kelainan pada bayi dan kelainan persalinan.
b. Diharapkan penangan khusus, dan intensif untuk melakukan perawatan pada pasien
penderita polihidramnion.
c. Kolaborasi Bidan dan nakes yang lain yang lebih berkompeten (dokter obgyn)
,dapat membantu menangani terjadinya kelainan pada kehamilan.

6. TERAPI/TINDAKAN

Terapi hidramnion dibagi menjadi 3 fase:


1. Pada masa kehamilan
Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan
beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai
persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas atau
nyeri pada abdomen, terapi khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air serta diet
rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa digunakan untuk mengatasi
gejala-gejala yang timbul menyertai hidramnion. Kramer dan koleganya (1994)
melalui beberapa hasil penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin mengurangi
produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi, menurunkan produksi
urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam membran amnion. Dosis yang
boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi padahidramnion berat maka penderita
harus dirawat dan bila keluhan terlalu hebat dapat
dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel cairan ketuban melalui dinding
abdomen).Prinsip dilakukan amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu.
Selain itu, cairan amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-paru
janin.
1. Pada masa persalinan
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah menunggu. Jika pada
waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air
ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan jari tangan kedalam vagina sebagai
tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah
supaya tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau
perdarahan postpartum karena atonia uteri.
2. Pada masa nifas
Observasi perdarahan postpartum
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.1984.Obstetri Patologi.Elstar Offset;Bandung


Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S.2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
Saifudin.2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
YBP-SP.
Varney, H. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Jakarta : EGC

MATERI IUGR
1. DEFINISI

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) ialah janin dengan berat badan di bawah
presentil ke-10 pada standard intrauterine growth chart of low birth weight untuk
masa kehamilan, dan mengacu kepada suatu kondisi dimana janin tidak dapat
mencapai ukuran genetik yang optimal. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90
% dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada
umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (at
term, >37 minggu).Bila berada di bawah presentil ke-7 maka disebut small for
gestational age(SGA), di mana bayi mempunyai berat badan kecil yang tidak
menimbulkan kematian perinatal. 
2. ETIOLOGI/KLASIFIKASI
Menurut Harper, T (2004) penyebab terjadinya IUGR terbagi pada tiga kategori
mayor yaitu pengaruh dari martenal , janin dan plasenta. PJT merupakan hasil dari
suatu kondisi ketika ada masalah atau abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan
untuk tumbuh atau menyebabkan ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi
ketika janin tidak cukup mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meskipun
beberapa bayi kecil karena genetik (orang tuanya kecil), kebanyakan PJT disebabkan
oleh sebab lain.
3. TANDA GEJALA
Gangguan pertumbuhan pada janin dibagi menjadi dua tipe klinis, yaitu tipe I atau
tipe simetris dan tipe II atau tipe asimetris. Kedua tipe ini kemungkinan terjadi akibat
perbedaan saat mula timbul dan lama kejadian yang menyebabkan pertumbuhan
tersebut mengalami retardasi. Tipe I atau tipe simetris, gangguan pada fase
hiperplasia, kemungkinan terjadi akibat cedera toksik yang sangat dini, yaitu pada
saat pertumbuhan janin terutama berasal dari hipoplasia.

4. PENEGAKAN DIAGNOSA
Faktor Ibu
Adanya faktor risiko, termasuk riwayat PJT sebelumnya meningkatkan
kemungkinan terjadinya PJT berulang. Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
meningkatkan terjadinya PJT hingga 15-20 kali lipat. Faktor risiko lain meliputi
penyakit ginjal, penyakit jantung paru dan kehamilan kembar. Pada wanita dengan
faktor risiko disarankan untuk menjalani USG serial untuk melihat perkembangan
bayi.

Tinggi Fundus Uteri


Cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada kehamilan
kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan dari simpisis
pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di dapat panjang
fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran normal untuk masa
kehamilan itu maka kita dapat mencurigai bahwa janin tersebut mengalami
hambatan pertumbuhan.
USG Fetomaternal
DBP. Memiliki variasi fisiologi yang sangat tinggi dengan semakin
bertambahnya usia kehamilan,sehingga bukan merupakan penentu yang ideal. Hal
ini disebabkan oleh lambatnya penurunan pertumbuhan tulang tengkorak karena
malnutrisi dan adanya berubah bentuk tengkorak oleh kekuatan luar
(oligohidramnion, presentasi bokong). Campbell (1972) 3, mengenali dua pola
teknik pemeriksaan. Pada pola low-profile, pertumbuhan kepala terus rendah di
sepanjang kehamilan dan keadaan ini berkaitan dengan anomali kongenital,infeksi
serta abnormalitas kromosom, sedangkan pada pola late-flattening ditandai
dengan pertumbuhan kepala janin yang sebelumnya normal diikuti dengan
perlambatan pada trimester ketiga.

5. ASUHAN YANG BIDAN BERIKAN


Menurut POGI (2011)
1. Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutsisi, mengurangi rokok dan atau
narkotik
2. Istirahat tidur miring
3. Di rawat di rumah sakit jika : AFI , 2,5 presentil dengan doppler velocimetry arteri
umbilikasi normal atau doppler velocimetry umbikalis hilang (AEDE) atau
terbalik (REDF).

6. TERAPI/TINDAKAN
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah
membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah
ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-
pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil,
diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu
dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu
diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk
menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang
didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia
gestasinya.Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut
mengandung janin PJT.
Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling
efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi
terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu.

Anda mungkin juga menyukai