Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKSITIS

A. DEFINISI
a. Apendiksitis adalah inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non-
fungsional terletak dibagian interior sekum ( Ester Monica , 2002 : 63).
b. Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik periformis
merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan
panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup
iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.
b. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks verniformis dan merupakan
penyebab akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Klasifikasi Appendisitis
a) Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding
apendiks, fekalit, benda asing, dan tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada
dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b) Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks

1
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
c) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang
satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d) Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.

B. ETIOLOGI

a. Fekalit / massa keras dari feses

2
b. Benda Asing (biji cabai, lebih jarang dengan biji tomat atau jambu biji)
c. Bakteri (enterococci, proteus atau bakteri E. coli)

C. PATOFISIOLOGI

Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh


fekalit, benda asing dan infeksi bakterial yang dapat menyebabkan obstruksi.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga dapat menekan dinding
appendik. Tekanan mengakibatkan edema pada appendik yang menimbulkan
demam, appendik yang meradang menimbulkan nyeri tekan perut kuadran kanan
bawah (titik Mc. Burney) dengan 4 regio, nyeri tekan dan lepas (tanda rovsing
dan tanda blumberg), tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di
kuadran kanan bawah. Apabila kumam telah menyebar ke usus dapat
mengiritasi usus sehingga terjadi peningkatan produk sekretonik termasuk
mucus, iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi
penurunan peristaltik usus dan menyebabkan konstipasi. Apabila kuman
menyebar ke umbilikus dan dan menimbulkan ransangan nyeri hebat sehingga
dapat meransang pusat muntah, anoreksia dan perasaan enek. Appendik yang
meradang harus segara dilakukan prosedur pembedahan agar infeksi tidak
menyebar. Apabila appendik yang meradang tidak ditanggulangi dapat
menyebabkan komplikasi yaitu appendik supuratif akut dimana sekresi mukus
berlanjut, tekanan terus meningkat, obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
dapat menembus dinding. Apabila aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding appendik yang diikuti dengan ganggren dan dikatakan pada stadium
appendiksitis ganggrenosa. Dan bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan
terjadi appendiksitis perforasi sampai akhirnya terjadi peritonitis.

D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan apendik biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2- 12 jam nyeri akan

3
beralih ke kuadran kanan bawahyang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, mual dan muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal perkusi ringan pada pada kuadran kanan bawah dapat membantu
menentukan lokasi nyeri. Nyeri tekan dan spasme biasanya juga muncul. Bila
tanda Roving, akan meyakinkan diagnose klinis. Tanda Rovsing dapat timbul
dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks
telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat
ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.
Appendiksitis timbul gejala kombinasi yang khas yang terdiri dari :
mual, muntah dan nyeri yang hebat, diperut kanan bagian bawah. Nyeri bisa
dating secara mendadak dimulai diperut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu
timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri
berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika menekan daerah ini, penderika
merasakan nyeri tumpul dan bila penekanan ini dilepaskan nyeri bisa bertambah
tajam. Demam bisa mencapai 37,80 C- 38,80C.
Pada bayi dan anak- anak, nyerinya bersifat menyeluruh, disemua bagian
perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu beratdan di daerah
ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam
bisa menjadi bera. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Manifestasi Klinis menurut Brunner & Suddarth :
 Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
 Mual, muntah
 Anoreksia, malaise
 Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
 Spasme otot
 Konstipasi, diare
(Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol.2. hal. 1098.
Jakarta: EGC)

E. KOMPLIKASI
a. Perforasi dengan pembentukan abses
b. Peritonitis

4
c. Pieloflebitis dan abses hati
d. Appendik suporatif akut
e. Appendik ganggrenosa

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK


a) Pemeriksaan fisik.
1) Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan
dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum akan lebih menonjol.
b) Pemeriksaan diagnostik
1) Jumlah leukosit yang lebih besar dari 16.000 /ul atau jumlah leukosit lebih tinggi
dari 1000/mm3, normalnya 5000-10.000 /mm3. Tetapi bahkan pada perforasi
apendisitis, jumlahnya mungkin normal. Hematuria mungkin berkaitan dengan
apendiksitis.
2) Pemeriksaan urin rutin.
3) Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75 %.
4) Radiografi abdomen, yang besarnya dilakukan tetapi jarang memberikan banyak
manfaat akan menunjang secara kuat diagnosis apendisitis apabila ditemukan
fekalit. Fekalit ditemukan pada hampr 25 % pasien apendisitis. Jika gejala klinis
dan nilai laboratorium sudah khas untuk apendisitis, maka tidak diperlukan
konfirmasi radiologis. Gambaran foto polos abdomen yang paling sering
ditemukan tapi bukan diagnostik untuk apendisitis yaitu scoliosis dari Vertebra ,
cekung (concave) ke kanan. Kadang dapat ditemukan gambaran caecum yang
dilatasi dengan air fluid level. Kalsifikasi fecolith dapat ditemukan pada 10- 15
% kasus , tapi adanya gambaran fecolith tidak patognomonis untuk apendisitis
karena banyak apendiks normal yang telah diangkat terdapat fecolith. Oleh

5
karena itu foto polos abdomen tidak menolong dalam menegakkan diagnosa
apendisitis.
5) Pemeriksaan USG dapat dilakukan bila telah terjadi inflitrat apendikularis.
Ultrasonografi sudah luas digunakan dalam mengevaluasi penderita kecurigaan
apendisitis. Gambaran ultrasonografi pada apendisitis non perforasi yaitu:
diameter apendiks > 6 mm, dinding yang hipoechoic dengan tebal > 2 mm,
fecolith atau cairan yang terlokalisir. Gambaran pada apendisitis perforasi yaitu
target sign dan struktur tubular dengan adanya lapisan dinding yang hilang
(inhomogen), cairan bebas perivesical atau pericaecal
6) Skor Alvarado
Skor Alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendiagnosis
appendisitis akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2 komponen
laboratorium dengan total skor poin 10. Skor ini dikemukakan oleh Alfredo
Alvarado dalam laporannya pada tahun 1986.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dasar terapi apendisitis yaitu: rehidrasi, antibiotik dan apendektomi.
Dipasang infus dan resusitasi dengan cairan isotonik untuk mencapai tujuan dari
rehidrasi yaitu produksi urine minimal 1 cc/kg BB/jam. Pipa lambung dipasang
untuk dekompresi. Antibiotik diberikan untuk mengurangi infeksi luka operasi
dan pembentukan abses intra peritoneal. Sebagai obat pilihan yaitu: ampicillin,
gentamisin, klindamicin. Teknik operasi yang digunakan, apendektomi terbuka
atau laparoskopik apendektomi disesuaikan dengan ketrampilan operator dan
kondisi penderita. Bila sudah terjadi peritonitis maka dilakukan laparotomi.
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks.
Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam
posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak
merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan
bawah.
a) Tindakan pre operatif :
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiks
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.

6
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta
pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik.
Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan
adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
2) Intubasi bila perlu.
3) Antibiotik.
b) Tindakan operatif : Apendiktomi
1) Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau splitting incision)
Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus
pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai
kutis, subkutis, dan fasia.Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul
menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal
(mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya
untuk meluksasi caecum. Caecum dikenali dari ukurannya yang besar,
mengkilat, lebih kelabu atau putih, mempunyai haustra dab tinea coli,
sedangkan ileum lebih kecil,lebih merah, dan tidak mempunyai haustrae
atau tinea coli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga tinea coli.
Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak
terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi
minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih
pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan
operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan
operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.
c) Tindakan post operatif :
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

7
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari
kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

H. TINJAUAN ASKEP
a) PENGKAJIAN
a. Anamnesa
- Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam

masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat,

umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku

bangsa.
- Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang

disebabkan insisi abdomen.


- Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi,

operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit,

obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi

dan imunisasi apa yang pernah diderita.


- Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,

hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang

dilakukan dan bagaimana genogramnya .

b. Pengumpulan data
a.Pre Operatif

8
Data Subjektif
- Pasien mengeluuh nyeri pada perut kanan bawah seperti ditusuk- tusuk

skala nyeri sedang sampai berat, nyeri bertambah saat bergerak


- Pasien mengatakan merasa mual, muntah dan enek
- Pasien mengatakan tidak bisa BAB
- Pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaannya, terlebih lagi akan

dilakukan tindakan operasi


- Pasien mengatakan badannya panas
Data Objektif
- Pasien terlihat meringis, sering memegang perut saat bergerak
- Pasien tampak lemas dan muntah
- Eksperesi wajah pasien tegang, cemas dan gelisah
- Terjadi peningkatan suhu tubuh lebih dari 37, 50 C
- Peristaltic usus menurun atau tidak ada
b. Intra operatif
Data Subjektif
- Pasien mengeluh kedinginan
- Pasien mengeluh pusing
Data Objektif
- Terjadi penurunan tekanan darah, nadi serta suhu
- Akral terasa dingin dan terlihat pucat (sianosis)
- Mukosa bibir terlihat kering
c.Post operatif
Data Subjektif
- Pasien mengatakan nyeri pada daerah bekas pembedahan
- Pasien mengatakan tidak bisa menggerakan kak, terasa kebas dan terbatas

dalam melakukan gerakan


Data Objektif
- Pasien terlihat meringis
- Terdapat peningkatan tanda- tanda vital
- Terdapat luka post operasidi daerah perut bagian kanan bawah
- Terjadi peningkatan WBC
- Luka tertutup gaas kering dan plester
- Pasien tidak mampu menggerakan ekstremitas bawah
- Pasien terbatas dalam melalukan pergerakan

b) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik
2) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
dan muntah.
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus akibat dari
peningkatan produk mucus dan secret di usus.

9
4) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
5) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik.
6) Ansietas berhubungan dengan keadaan pasien sekarang dan tindakan
operasi.
7) Kurang pengetahuan berhubungan mengenai kondisi,prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan krangnya informasi.
b) Intra Operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan tidak kuatnya system
sirkulasi
2) Risiko hipotermi berhubungan dengan pajanan suhu dingin inaktifiktas
(efek anastesi)

c) Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy)
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi dan tindakan
invasive.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akibat luka post operasi
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan insisi

c) PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Prioritas Masalah
- Pre operasi
1. Ansietas
2. Nyeri akut
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Konstipasi
5. Hipertermi
- Intra operasi
1. Resiko syok hipovolemik
2. Resiko hipotermi
- Post operasi
1. Nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Kerusakan integritas kulit

10
4. Resiko infeksi
Intervensi
Pre Operasi
a) DX : Ansietas berhubungan dengan keadaan pasien sekarang dan
tindakan operasi.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan cemas pasien berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien melaporkan cemas yang dirasakan berkurang
- Pasien terlihat releks dan tenang
- Tanda- tanda vital dalam rentang normal (TD :
110/70- 120/80 mmHg, N: 60-100 x/ mnt, RR: 16-24
x/ mnt
Intervensi
a) Kaji tingkat dan penyebab ansietas seta kesiapan untuk menjalanmi
operasi
R/: Memberikan informasi dasar, ansietas memperberat persepsi
nyeri mempengaruhi penggunaan teknik koping dan menstimulasi
peningkatan pelepasan aldosteron yang meningkatan kecemasan
b) Observasi tanda- tanda vital
R/ : Ansietas mempengaruhi pada keadaan fisik/ fisiologi pasien
dengan memonitor tanda- tanda vital sekaligus dapat memonitor
keadaan psikologis pasien
c) Anjurkan pasien untuk mengunggkapkan perasaan dan rasa takut
yang dirasa
R/: Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi dan
memperjelas kesalahan konsep dan menawarkan dukungan emosi
d) Berikan gambaran/ informasi mengenai proses pembedahan yang
akan dijalani seperti tindakan anastesi dan lama dari efek anastesi
R/: Pendidikan atau pengetahuan dapat menurunkan stress dan
ansietas serta meningkatkan kesiapan kesiapan untuk menjalani
operasi
e) Ajarkan teknik relaksasi, meditasi dan bimbingan imajinasi

11
R/: Memberi kesempatan pada pasien untuk menangani ansietasnya
sendiri

b) DX : Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik


Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang atau
terkontrol
Kriteria hasil :
- Skala nyeri yang dirasakan berkurang (1-3) dari 10
skala nyeri yang diberikan
- Pasien terlihat rileks
- Tanda- tanda vital dalam rentang normal (TD :
110/70- 120/80 mmHg, N: 60-100 x/ mnt, RR: 16-24
x/ mnt
Intervensi
a) Kaji skala nyeri yang dirasakan pasien dengan metode PQRS
R/ : Skala nyeri diperlukan agar kita dapat mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakn, lokasi, kapan nyeri timbul, intensitas nyeri sehingga bisa
memberikan intervensi yang tepat
b) Observasi tanda- tanda vital
R/: Peningkatan rasa nyeri dapat mempengaruhi respon fisiologis seperti
peningkatan tekanan darah, nadi serta respirasi
c) Beri posisi yang dirasakan nyaman oleh pasien
R/: Meningkatkan rasa nyaman serta mengurangi nyeri
d) Ajarkan teknik distraksi relaksasi
R/: Relaksasi dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Distraksi memfokuskan
perhatian paisen pada suatu hal yang menyenangkan sehingga dapat
menjauhkan rasa nyeri
e) Anjurkan pasien untuk menggunakn kompres air hangat
R/: Kompres hangat dapt memvasodilatasi pembuluh darah pada lokasi
nyeri sehingga nyeri dapt berkurang

f) Kolaborasi dalam pemberian analgetik


R/: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri dengan menekan susunan
saraf pusat pada thalamus dan korteks serebri

12
c) DX : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi perubahn
nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria hasil :
- Pasien tidak mual dan muntah
- Pasien tidak lemas
- BB pasien meningkat
- Nafsu makn pasien meningkat
Intervensi
a. Timbang BB pasien
R/: Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi
b. Berikan makanan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dengan
makanan tinggi kalori dan protein
R/: Memaksimalkan masukan nutrisi
c. Awasi masukan dan keluaran
R/: Berguna dalam mengurus keefektifan nutrisi
d. Ajarkan kebersihan oral
R/: Mulut yang bersih dapt meningkatkan nafsu makan
e. Kolaborasi dalam pemberiaan antiemetic
R/: Antiemeti dapat berguna untuk mengurangi rasa mual
d) DX : Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus akibat
dari peningkatan produk mucus dan secret di usus.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapakn BAB pasien kembali normal

Kriteria Hasil :
- Frekuensi BAB normal (1-2x/sehari) konsistensi
lembek
- Bising usus normal
- Lingkar abdomen normal

13
e) DX : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan suhu tubuh pasien kembali
normal
Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh kembali normal (36,5-37,40C)
- Kulit tidak kemerahan
- Mukosa bibir lembab
Intervensi
a. Observasi TTV terutama suhu
R/: Menentukan intervensi selanjutnya
b. Kaji keadaan kulit dan mukosa bibir
R/: Menetukan intervensi selanjutnya
c. Anjurkan pasien menggunakn pakaian tipis
R/: Mencegah kehilangan cairan akibat penguapan berlebih
d. Anjurkan pasien meminum banyak air putih
R/: Mengganti cairan yang hilang
e. Anjurkan pasien untuk kompres air hangat
R/: Untuk menurunkan suhu tubuh pasien
f. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/: Mengurangi demam pasien yang berpusat di hipotalamus

Intra Operatif
1. DX : Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan tidak kuatnya system
sirkulasi
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria Hasil :

14
- Tanda- tanda vital dalam rentang normal (TD : 110/70-
120/80 mmHg, N: 60-100 x/ mnt, RR: 16-24 x/ mnt
- Tidak ada sianosi
- CRT < 3 detik
- Pendarahan < 500cc
Intervensi
a. Monitor TTV, kesadaran, perfusi dan balance cairan
R/: Dengan pemantaun sedini mungkin dapat diambil tindakan secar
tepat dan cepat
b. Kaji warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku
R/: Pucat mungkin dapt diambil sebagai data yang menunjukan
vasokontriksi, sianosis mungkin menunjukan kegagalan sirkulasi
c. Bila sudah diperbolehkan minum anjurkan minum yang banyak
R/: Peningkatan cairan dapat meningkatkan metabolism sehingga
kebutuhan caitan terpenuhi
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan infuse atau transfuse
R/: Menggantikan cairan yang hilang atau tidak terpenuhi
e. Kolaborasi dalm pemberian obat untuk meningkatkan cardiac output
misalnya efedri
R/: Efedrin merupakn agois reseptor alfa dan beta dan beta 1 dan beta
2dan dapat merangsang pelepasan norefrinefrin dari neuron simpatis,
efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan
endogen yang mentsimulaisi detak jantung dan cardiac output sehingga
sehingga dapat menaikan tekanan darah.

2. Resiko hipotermi berhubungan dengan pajanan suhu dingin inaktifiktas (efek


anastesi)
Tujuan : Setelah diber ikan askep diharapkan hipotermia tidak terjadi
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5-37,50C
- Pasien tidak mengeluh kedinginan
- Akral tidak dingin dan tidak terjadi sianosis
Intervensi
a. Obsservasi tanda- tanda vital terutama suhu

15
R/: Memantau tanda- tanda vital pasien secara dini sehingga dapat mengetahui
keadaan pasien secara dini
b. Observasi pasien jika menggigil
R/: Kompensasi produksi panas distimulasi melalui konstriksi otot volunteer
dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam
mencegah pengeluaran tambahan panas, tubuh mulai menggigil
c. Observasi kulit, hidung dan bibir
R/: Unntuk mengetahui adanya sianosis
d. Sediakan selimut ektra tebal
R/: Menurunkan kehilangan panas melalui radiasi
e. Pertahankan kepala tetap tertutup
R/: Untuk mencegah pengeluaran panas
Post Operasi
1. DX : Nyeri akut berhubungan dengan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy)
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri
Kriteria hasil :
- Pasien melaporkan nyeri yang dirasakannya berkurang atau
terkontrol
- Pasien terlihat rileks
- TTV dalam batas normal (TD : 110/70- 120/80 mmHg, N:
60-100 x/ mnt, RR: 16-24 x/ mnt

Intervensi
a. Kaji skala nyeri yang dirasakan pasien dengan metode PQRS
R/: Skala nyeri diperlukan agar kita dapat mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakn, lokasi, kapan nyeri timbul, intensitas nyeri sehingga bisa memberikan
intervensi yang tepat
b. Observasi tanda- tanda vital
R/: Peningkatan rasa nyeri dapat mempengaruhi respon fisiologis seperti
peningkatan tekanan darah, nadi serta respirasi
c. Beri posisi yang dirasakan nyaman oleh pasien
R/: Meningkatkan rasa nyaman serta mengurangi nyeri
d. Ajarkan teknik distraksi relaksasi
R/: Relaksasi dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Distraksi memfokuskan perhatian paisen
pada suatu hal yang menyenangkan sehingga dapat menjauhkan rasa nyeri
e. Anjurkan pasien untuk menggunakn kompres air hangat

16
R/: Kompres hangat dapt memvasodilatasi pembuluh darah pada lokasi nyeri
sehingga nyeri dapt berkurang
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri dengan menekan susunan saraf pusat
pada thalamus dan korteks serebri
2. DX : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akibat luka post
operasi
Tujuan : Setelah diberkan askep diharapkan mampu melakukan dan tidak
mengalami hambatan mobilitas fisik
Kriteria Hasil :
- Kekuatan otot

- Pasien mampu melakukan aktivitas ringan seperti makan

Intervensi
a. Observasi kekuatan otot
R/: Untuk mengetahui kekuatan otot pasien
b. Tinggikan kaki sejajar jantung
R/: Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya
edema
c. Setelah efek anastesi hilang mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas, anjurkan melakukan latihan mengerakan jari kaki
dan tangan
R/: Meminimalkan atropi otot dan meningkatkan sirkulasi
3. DX : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan insisi
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapakan kerusakan integritas kulit dapat
diatasi
Kriteria Hasil : Penyembuhan luka dapat pada waktunya dan tanpa komplikasi
Intervensi

17
a. Observasi keadaan kulit
R/: Menilai keadaan kulit pasien
b. Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman (bersih, dan kering)
R/: Untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan dan resiko kerusakan kulit
lebih luas
c. Kolaborasi dalam pemberian oksit luka seperti gloplasenton
R/: membantu proses repitalisasi dan proses penyembuhan luka seperti luka post
operasi
4. DX : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi dan tindakan
invasive
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda- tanda infeksi (dolor, lumor, tumor, kalor dan
fungsiolasia)
- TTV dalam rentang normal. (TD : 110/70- 120/80 mmHg, N: 60-
100 x/ mnt, RR: 16-24 x/ mnt

Intervensi
a. Pantau tanda- tanda vital. Perhatiakn demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental
R/: Indikator adanya infeksi
b. Lakukan pencucian tangan dengan cermat dan perawatan luka yang aseptic
R/: Membantu mencegah ataupun menghambat penyebaran infeksi
c. Lihat insisi dan balutan. Perhatiakn adanya eritema
R/: Memberikan deteksi dini terhadap terjadinya proses infeksi
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
R/: Mencegah terjadinya infeksi karna antibiotic dpat langsung menghancurkan
dinding peptidoglikan yang merupakan komponen utama dinding sel bakteri,
sehingga bakteri tidak terlindungi lagi dan akhirnya bakteri akan mati
e. Kolaborasi dalam pemeriksaan WBC
R/: Peningkatan WBC diatas rentang normal, mungkin mengindikasikan adanya
infeksi

18
d) PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun atau ditentukan
sebelumnya berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan
yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan
Wartonah, 2003).

e) EVALUASI KEPERAWATN
a) Pre Operasi
1) Nyeri berkurang atau terkontrol.
2) Pemenuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan secara optimal.
3) Pola eliminasi bowel kembali normal
4) Suhu tubuh kembali normal
5) Masalah risiko kekurangan volume cairan tidak terjadi.
6) Ansietas berkurang atau terkontrol
7) Peningkatan pemahaman mengenai penyakitnya
b) Intra Operasi
1) Tidak terjadi syok hipovolemik
2) Tidak terjadi hipotermi
c) Post Operasi
1) Nyeri berkurang atau terkontrol.
2) Masalah risiko infeksi tidak terjadi.
3) Peningkatan kemampuan melakukan aktivitas sesuai indikasi.
4) Integritas kulit dapat dipertahankan.

19
WOC

Appendiks terinflamaasi

Peningkatan Tekanan Intraluminial

Menghambat ALiran Limfe

Ulserasi Pada Dinding Mukosa

Ganggren dan perforasi

Apendiktomy

Luka Post Op

Resiko tinggi infeksi Nyeri Akut

20
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company

Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York: Springen

Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity Nursing. Philadelphia :


J.B. Lippincot Company.

Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company

21

Anda mungkin juga menyukai