Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. KONSEP DASAR APENDISITIS


1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi
akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum
dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada
wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi
adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman dan
Hackley, 2000).
2. Klasifikasi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendisitis diklasifikasikan


menjadi 3 yaitu :

a. Apendisitis akut

Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria.


Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen
apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu),
tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan
sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite (E.
histolytica).

b. Apendisitis rekurens
Apendisitis rekures yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan yang apendiksitis akut pertama
kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali
kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

c. Apendisitis kronis

Apendiditis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut


kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding
apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik),
dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.

Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De (2005), apendisitis


diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

a. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang


didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik
mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

b. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial
maupun total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

3. Manifestasi klinis

Menurut Baughman dan Hackley (2000), manifestasi klinis apendisitis


meliputi:

a. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat


rendah, mual dan seringkali muntah.

b. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan


spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan
sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.

c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan


sejumlah nyeri tekan, spasm otot, dan konstipasi atau diare
kambuhan.

d. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan


bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).

e. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih


melebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi
memburuk.
Sedangkan menurut Grace dan Borley (2007), manifestasi klinis
apendisitis meliputi :

a. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah

b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan.

c. Pereksia ringan.

d. Pasien menjadi kemerahan, takikardi, lidah berselaput, halitosis.

e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik McBurney).

f. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal.

g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.

h. Masa apendiks jika pasien datang terlampat.

4. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuraktif akut. Apabila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gengren. Stadium disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses di
atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling
tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera
mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang (Mansjoer, 2000)

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat


atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces)
atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus
(Munir, 2011).

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nuraruf dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang


apendiks meliputi :

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling)


rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi).
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.

3) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku


kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (proas sign).

4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah


bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa
nyeri juga.

5) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih


menunjang lagi adanya radang usus buntu.Pada apendiks
terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-


18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan
apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

c. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.

2) Ultrasonografi (USG)

3) CT Scan

4) Kausu kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG


abdomen dan apendikogram.
6. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pasca oprasi menurut Mansjoer (2000) :

a. Perforasi apendiks

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga


bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam
12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah
24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut dan leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis.

b. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi


berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltic
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit
perut yang semakin hebat, nyeri abdomen, demam dan
leukositosis.

c. Abses

Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba


masa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangrene atau
Mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

7. Penatalaksanaan

Tatalaksanaan apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.


Keterlambatan dalam tatalaksanaan dapat meningkatkan kejadian
perforasi. Teknik laparaskopi, apendiktomi laparatomi sudah terbukti
menghilangkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang
lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan
tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan
pemanjangan waktu operasi. Laparaskopi dikerjakan untuk diagnose
dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita
(Nuraruf dan Kusuma, 2015).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Fokus Pengkajian
a. Pengkajian Primer Apendisitis
1) Airways
a) Sumbatan atau penumpukan secret
b) Wheezing atau krekles
2) Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c) Ronchi, krekles
d) Ekspansi dada tidak penuh
e) Penggunaan obat bantu nafas
3) Circulation
a) Nadi lemah, tidak teratur
b) Takikardi
c) TD meningkat / menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
g) Kulit pucat, sianosis
h) Output urine menurun
4) Disability
a) GCS
b) Tanda-tanda trauma
b. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat
pendidika, diagnose medis tanggal MRS dan tanggal pengkajian
diambil
c. Keluhan utama
d. Riwayat penyakit sekarang
e. Riwayat penyakit dahulu
f. Riwayat penyakit keluarga
g. Data bio-psiko-sosial-spiritual
1) Bernafas
Pasien dapat mengalami sesak, pola nafas tidak efektif
2) Nutrisi
3) Eliminasi
4) Aktivitas
5) Istirahat
6) Pengaturan suhu
7) Kebersihan /Hygienis
8) Rasa aman
9) Rasa nyaman
10) Sosia
11) Pengetahuan belajar
12) Rekreasi
13) Prestasi
14) Spiritual
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Mengalami penurunan kesadaran
b. System integument
c. Kepala
d. Mata
e. Telinga
f. Hidung
g. Mulut
h. Leher
i. Thorax
j. Jantung
k. Abdomen
l. Genetalia-Anus
m. Ekstermitas
3. Phatway

Idiopatik makan tak teratur kerja fisik yang


keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah menurun

Mukosa terkikis
- Perforasi
Peradangan pada appendiks distensi abdomen
- Abses

- Peritonitis Nyeri

Appendiktomy pembatasan intake cairan menekan


gaster

Insisi bedah
Produksi HCL
Resiko terjadi
Nyeri infeksi
Mual, muntah

4. Nursing Care Plan


a. Diagnose Keperawatan
1) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan
bedah jaringan
2) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka pembedahan
b. Rencana keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Resiko intrgritas kulit NOC NIC
berhubungan dengan Tissue Integrity : Skin Prossedure management
pengangkatan bedaah and Mucous Membranes
jaringan - Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil :
menggunakan
-      Integritas kulit yang pakaian yang longgar
baik bisa dipertahankan
- Hindari kerutan pada
(sensasi, elastisitas,   
tempat tidur
temperatur, hidrasi,
pigmentasi) - Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
- Tidak ada luka/lesi
pada kulit -     Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien) setiap
-   Perfusi jaringan baik
dua jam sekali
- Menunjukkan
-   Monitor kulit akan
pemahaman dalam
adanya kemerahan
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya -  Oleskan lotion atau
sedera berulang minyak/baby oil
pada daerah yang tertekan
-      Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
2 Nyeri berhubungan NOC : Pain Management
dengan proses
1. Pain Level -   Lakukan pengkajian
pembedahan
nyeri secara komprehensif
2. Pain control,
termasuk lokasi,
3. Comfort level karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
Kriteria Hasil :
faktor presipitasi
1. Mampu
- Observasi reaksi
mengontrol nyeri
nonverbal dari
(tahu penyebab
ketidaknyamanan
nyeri, mampu
menggunakan - Gunakan teknik
tehnik komunikasi terapeutik
nonfarmakologi untuk mengetahui
untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi
- Kaji kultur yang
nyeri, mencari
mempengaruhi respon
bantuan)
nyeri
2. Melaporkan
- Evaluasi pengalaman
bahwa nyeri
nyeri masa lampau
berkurang
dengan - Pilih dan lakukan
menggunakan penanganan nyeri
manajemen nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
3. Mampu
mengenali nyeri personal)
(skala, intensitas,
- Ajarkan tentang teknik
frekuensi dan
non farmakologi
tanda nyeri)
-      Berikan analgetik
4. Menyatakan rasa
untuk mengurangi nyeri.
nyaman setelah nyeri
berkurang

5. Tanda vital dalam   


rentang normal

3 Resiko infeksi NOC NIC


berhubungan dengan
Klien akan terbebas dari Monitor tanda dan gejala
luka pembedahan
infeksi. infeksi sistemik dan lokaL

Kriteria Hasil : - Inspeksi kondisi luka /


insisi bedah.
a. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi. - Ajarkan cara menghindari
infeksi
b.Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta :


EGC
Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan
edisi 10.Jakarta:EGC
Kusuma, Amin. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis
medis dan NANDA NIC NOC. Penerbit : Mediaction.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius

Marilyan, Doenges E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman


untuk perencanaan dan  pendokumentasian perawatyan px) Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai