Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA POST OP APENDISITIS

DISUSUN OLEH :
Nama : Nadia Tri Wahyuningsih
Nim : P05120220067

Dosen Pembimbing :

Widia Lestari ,S.Kep M.Sc

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BENGKULU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. KONSEP DASAR TEORI APENDIKSITIS
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akut pada apendiks periformis sehubungan dengan
obstruksi lumen dan infeksi bakteri. Biasanya menimbulkan keluhan nyeri abdomen, dimulai
dari difus dan periumbilikal setelah itu pindah ke fosa iliaka kanan. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur, baik laki-laki ataupun perempuan. Tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Dermawan & Rahayuningsih, 2010 dan Gleadle,
2005).
Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu merupakan sekum, Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang pada
umumnya sangat berbahaya. (Sjamsuhdayat,R 2010). Apendisitis adalah merupakan salah
satu penyakit saluran pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering
memberikan keluhan abdomen yang akut. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dilakukan sesegera untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2013).
Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat mengarah pada
peritonitis atau pembentukan abses (tertampungnya materi purulen). Jika terjadi perforasi
maka akan terjadi kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukositosis. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya syok septik, tromboflebitis supuratif, atau flebitis portal (Brunner & Sudarth, 2013;
Mansjoer, 2003; Sjamsuhidajat, 2010).

2. Etiologi
Menurut Andra & Yessie ( 2013) penyebab apendisitis antara lain:
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)
c. Pemberian barium
d. Berbagai macam penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus

3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Smeltzer(2013) berdasarkan klinik patologis adalah
sebagai berikut:
a. Apendisitis Akut
1) Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis) Proses peradangan baru terjadi
di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk
dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan
apendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis) Tekanan dalam lumen yang
terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada
dinding apendiks 9 dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoapendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik Mc Burney, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
3) Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran
darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan ganggren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.
b. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
c. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
d. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
e. Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang
setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiks adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Andra dan Yessie (2013) tanda terjadinya apendisitis antara lain:
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk)
dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney: nyeri
tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Roving Sign)
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas (Blumberg)
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan, batuk,
mengedan
f. Nafsu makan menurun
g. Demam

5. Patofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang 14 mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada
saat inilah terjadi apendiksitis fokal yang ditandai nyeri epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat
sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut
apendisitis supuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendukularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Adanya hiperplasia, folikel limpoid, benda asing yang masuk pada apendiks,
erosi mukosa apendiks, tumor apendiks. Tnja yang terperangkap atau tertimbun pada
apendiks (fekalit) dan juga struktur dapat menyebabkan obstruksi pada apendiks
sehiingga terjadi apendisiti. Pada apendsitis kemudian dilakukan apendiktomi untuk
menghilangkan obstruksi, karena tindakan apendiktomi dapat menyebabkan trauma
jaringan. Trauma jaringan menimbulkan adanya nyeri sehingga penderita takut untuk
bergerak dan menimbulkan kecemasan (Mansjoer, 2003).
6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk mengetahui apendisitis menurut Dermawan & Rahayuningsih
(2010) :
a. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat 12 melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96- 97%.
c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pada copy fluorossekum dan ileum termasuk tampak irritable
2) Pemeriksaan colok dubur: menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi, bisa
dicapai dengan jari telunjuk. Pemeriksaan colok dubur diperlukan untuk
mengevaluasi adanya peradangan apendiks. Pertama-tama tentukan diameter
anus dengan mencocokkan jari. Apabila yang diperiksa adalah pediatrik, maka
jari kelingking diperlukan untuk melakukan colok dubur. Pemeriksaan colok
dubur dengan manifestasi nyeri pada saat palpasi mencapai area inflamasi.
Pemeriksaan juga mendeteksi adanya feses atau masa inflamasi apendiks.
Pada rectal taoucher, 13 apabila terdapat nyeri pada arah jam 10-11
merupakan petunjuk adanya perforasi. 3) Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan fisik ada 2 cara pemeriksaan, yaitu:
a. Psoas Sign
Penderita terlentang, tungkai kanan harus lurus dan ditahan oleh
pemeriksa. Penderita disuruh aktif memfleksikan articulatio coxae kanan,
akan terasa nyeri di perut kanan bawah (cara aktif). Penderita miring ke
kiri, paha kanan di hiperektensi oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut
kanan bawah (cara pasif).
b. Obturator Sign Gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada
posisi supine akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri berarti kontak dengan
Obturator internus, artinya apendiks terletak di pelvis.

8. Penatalaksanaan
a. Pra Operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali belum
jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan thoraks dilakukan
untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Kebanyakan kasus diagnosa
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
2) Antibiotik Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi. Penundaan tindakan
pembedahan sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

b. Intra Operasi
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera untuk
menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua 17 metode
pembedahan, yaitu secara tehnik terbuka/pembedahan konvensional (laparotomi) atau
dengan tehnik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal invasif dengan
metode terbaru yang sangat efektif.
1) Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur yang membuat irisan vertikal besar pada dinding
perut ke dalam rongga perut. Menurut referensi lain laparotomi adalah salah operasi
yang dilakukan pada daerah abdomen. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat
dan merasakan organ dalam dalam membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik
diagnosa yang tidak invansif, laparotomi semakin kurang digunakan dibandingkan
masa lalu. Prosedur ini hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak
membutuhkan operasi, seperti pemeriksaan sinar X atau tes darah atau urine atau tes
darah, gagal mengungkap penyakit penderita. Teknik laparoskopi yang seminimal
mungkin tingkat invansifnya juga membuat laparatomi tidak sesering di masa lalu.
Bila laparotomi dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah
teridentifikasi, pengobatan bedah yang diperlukan harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi laparatomi
dilakukan apa bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya
trauma abdomen. Perawatan post 18 laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
yang diberikan kepada penderita-penderita yang telah menjalani operasi pembedahan
perut. Bila penderita merasakan nyeri perut hebat dan gejala-gejala lain dari masalah
internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak terlihat usus buntu, tukak
peptik yang berlubang atau kondisi ginekologi, perlu dilakukan operasi untuk
menemukan dan mengoreksinya sebelum terjadi kerusakan lebih lanjut. Sejumlah
operasi yang membuang usus buntu berawal dari laparatomi. Beberapa kasus
laparatomi hanyalah prosedur kecil. Pada kasus lain, laparatomi bisa berkembang
menjadi pembedahan besar, diikuti oleh transfusi darah dan masa perawatan intensif
(David.A 2009).

2) Laparoskopi
Laparoskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari badan mulai iga paling bawah
sampai dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan
pengobatan dan juga untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit yang belum jelas
(David .A 2009). Keuntungan bedah laparoskopi:
a) Luka operasi yang kecil berkisar antara 3-10 mm.
b) Medan penglihatan diperbesar 20 kali, tentunya hal ini lebih membantu ahli
bedah dalam melakukan pembedahan
c) Secara kosmetik bekas luka sangat berbeda dibandingkan dengan luka operasi
pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 mm sampai
dengan ukuran 10 mm akan hilang atau tersembunyi kecuali penderita
mempunyai bakat keloid (pertumbuhan jaringan parut yang berlebihan).
d) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan obat-obatan
dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan jauh lebih cepat dan
masa rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek, sehingga penderita bisa
kembali beraktivitas normal lebih cepat.
e) Banyaknya keuntungan yang diperoleh penderita dengan laparoskopi
menyebabkan teknik ini lebih diminati dan bersahabat kepada penderita.
c. Post Operasi
Salah satu pembedahan yang mempunyai angka prevelansi yang cukup tinggi adalah
laparatomi. Laparatomi merupakan tindakan pembedahan dengan mengiris dinding perut.
Komplikasi pada pasien pots operasi laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan,
bahkan kematian. Nyeri yang hebat merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi
pada regio intraabdomen (perut bagian dalam) sekitar 60% pasien menderita nyeri yang
hebat 25% nyeri sedang dan 15% nyeri ringan. Dilakukan observasi tanda-tanda vital
untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan 20
pernapasan, baringkan penderita dalam posisi fowler, menghilangkan nyeri dan,
pencegahan komplikasi. Penderita dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama itu penderita dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari
pasca operasi penderita dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat
diangkat dan penderita diperbolehkan pulang (Mansjoer, 2003).

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST APENDIKSITIS


1. Pengkajian
Menurut Doengoes (2000) pengkajian adalah proses dimana data yang
berhubungan dengan klien dikumpulkan secara sistematis. Proses ini
merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga aktivitas dasar,
yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang
dikumpulkan serta mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali.
Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
kesehatan klien serta keperawatan baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
(Doengoes, 2000) Pengkajian ini berisi :

a. Identitas
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis,
tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal
pengkajian.
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan
klien dan sumber biaya.
b. Keluhan Utama
Berisi keluhan utama saat dikaji. Klien post operasi apendisitis biasanya mengeluh
nyeri pada luka operasi dan keterbatasan akivitas.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari
mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan
sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (Paliatif and Provokasi, Quality
and Quantity, Region and Radiasi, Severity scale and Timing). Klien yang
telah menjalani operasi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi
yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang
setelah diberi obat dan istirahat. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk
dengan skala nyeri lebih dari lima (1-10).
Untuk membantu pasien mengutarakan masalah atau keluhan secara lengkap,
pengkajian yang dapat dilakukan untuk mengkaji karakteristik nyeri bisa
menggunakan pendekatan analisis symptom. Komponen pengkajian meliputi
(PQRST). P (Paliatif/Provocatif) = yang menyebabkan timbulnya masalah, Q
(Quality dan Quantity) = kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan, R
(Region) = lokasi nyeri, S (Severity) = keparahan dan T (Timing) = waktu.
Nyeri akan terlokalisasi diarea operasi dapat pula menyebar di seluruh
abdomen dan paha kanan dan umumnya 30 menetap sepanjang hari. Nyeri
mungkin dapat mengganggu aktivitas sesuai dengan rentang toleransi masing-
masing klien.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada
penyakit yang di derita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan
sebelumnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau
menular dalam keluarga.
4) Riwayat Psikologis
Secara umum klien dengan post operasi apendisitis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun tetap perlu dilakukan
mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran,
ideal diri dan harga diri).
5) Riwayat Sosial
Klien dengan post operasi apendisitis tidak mengalami gangguan dalam
hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan
hubungan sosial klien antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.
6) Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan
dalam aktivitas, begitu juga dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan
klien terhadap keadaan sakit dan motivasi auntuk kesembuhannya.
7) Kebiasaan Sehari-hari
Setelah klien menjalani operasi apendisitis pada umumnya mengalami
kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri dan kelemahan. Klien dapat
mengalami gangguan dalam perawatan diri (mandi, gosok gigi, perawatan
kembali kedalam rentang normal nya). Kemungkinan klien akan mengalami
mual muntah dan konstipasada periode awal post operasi karena pengaruh
anastasi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali
normal. Klien juga dapat mengalami penurunan keluaran urin karena adanya
pembatasan masukan oral. Keluaran urin akan berangsur normal setelah
peningkatan masukan oral. Pada pola istirahat klien dapat terganggu ataupun
tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

d. Pola pengkajian menurut Doenges (2002)


1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia
3) Eliminasi
Gejala :Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Tanda :
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus
4) Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, keluhan berbagai rasa nyeri (sehubungan dengan lokasi
insisi). Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang,
meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah, nyeri lepas pada sisi kiri.
6) Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah)
7) Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup:
1) Keadaan Umum
Klien post operasi apendisitis mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam
kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai
berat tergantung 33 pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya
stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami
perforasi apendiks
2) Sistem Pernafasan
Klien post operasi apendisitis akan mengalami penurunan atau peningkatan
frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai yang dapat ditoleransi
oleh klien.
3) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi
(kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula
keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi jantung.
4) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien
post operasi apendisitis biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan
awal post operasi dan penurunan bising usus, akan tampak adanya luka operasi di
abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi. Inspeksi abdomen untuk
memeriksa perut kembung akibat akumulasi gas. Memantau asupan oral awal
klien yang beresiko menyebabkan aspirasi atau adanya mual dan 34 muntah. Kaji
pula kembalinya peristaltik setiap 4-8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk
mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-
masing kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah kembali. Tanyakan
apakah klien membuang gas (flatus), ini merupakan tanda penting yang
menunjukkan fungsi usus normal
5) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urin, hal ini
akan terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama periode awal post
operasi apendisitis.
6) Sistem Muskuluskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi
dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan
toleransi aktivitas.
7) Sistem Intergumen
Akan tampak adanya luka operasi diabdomen kanan bawah karena insisi bedah
disertai kemerahan (biasanya pada awitan).
8) Sistem persarafasan
Umumnya, klien tidak mengalami penyimpangan dalam persarafan. Pengkajian
fungsi persarafan meliputi tingkat kesadaran, saraf kranial dan reflek. 35 9)
Kenyamanan Nyeri insisi akut menyebabkan penderita menjadi cemas dan
mungkin bertanggungjawab atas perubahan sementara tanda vital. Kaji nyeri
penderita dengan skala nyeri.
9) Kenyamanan
Nyeri insisi akut menyebabkan penderita menjadi cemas dan mungkin
bertanggungjawab atas perubahan sementara tanda vital. Kaji nyeri penderita
dengan skala nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan Tindakan invasive
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, prosedur
invasive
c. ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
mekanisme kerja peristaltic usu menurun

3. Perencanaan

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan SIKI : Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui
berhubungan agen Tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, lokasi, kualitas dan
pencedera fisik selama 3x24 jam karateristik, durasi, intensitas nyeri
diharapkan Tingkat frekuensi, kualitas dan 2. Untuk mengetahui
nyeri menurun dengan intensitas nyeri skala nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri 3. mengetahui respon
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri
menurun nyeri non verbal 4. Mengetahui factor
2. Meringis menurun 4. Identifikasi factor yang memperberat
3. gelisah menurun yang memperberat nyeri dan memperingan
4. Kesulitan tidur dan memperingan nyeri nyeri
menurun 5. Monitor efek samping 5. Memantau efek
penggunaan analgetic samping analgetic
6. Berikan Teknik 6. Untuk mengurangi
noonfarmakologis untuk rasa nyeri
mengurangi rasa nyeri 7. Mengurangi nyeri
7. Kontrol lingkungan 8. Memberi
yang memperberat rasa kenyamanan pada
nyeri pasien
8. Fasilitasi istirahat dan 9. Agar pasien
tidur mengetahui penyebab
9. Jelaskan nyeri
penyebab,periode,pemicu 10. Agar pasien
nyeri mengetahui
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
meredakan nyeri 11. Mengurangi rasa
11. Ajarkan terknik nyeri
nonfarmakologis untuk 12. Mengurangi rasa
mengurangi rasa nyeri nyeri
12. Kolaborasi
pemberian analgetic,jika
perlu
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan SIKI : Pencegahan 1. Untuk memantau
berhubungan Tindakan keperawatan infeksi tanda dan gejala
dengan tidak selama 3x24 jam 1. Monitor tanda dan infeksi
adekuatnya diharapkan Tingkat gejala infeksi local dan 2. Agar pasien
pertahanan tubuh, infeksi menurun sistemik istirahat dengan
dan efek prosedur dengan Kriteria hasil : 2. Batasi jumlah tenang dan nyaman
invasive 1. Demam menurun pengunjung 3. Agar terhindar dari
2. Kemerahan menurun 3. Berikan perawatan infeksi
3. Nyeri menurun kulit pada area edema 4. Agar terhindar dari
4. Bengkak menurun 4. Cuci tangan sebelum bakteri
dan sesudah kontak 5. Mempertahankan
dengan pasien dan Teknik aseptic pada
lingkungan pasien pasien
5. Pertahankan Teknik 6. Agar pasien tahu
aseptic pada pasien tanda dan gejala
berisiko tinggi infeksi
6. Jelaskan tanda dan 7. Agar pasien tahu
gejala infeksi cara mencuci tangan
7. Ajarkan cara cuci dengan benar
tangan dengan benar 8. Memeriksa kondisi
8. Ajarkan cara luka operasi
memeriksa kondisi luka 9. Mengajarkan
operasi meningkatkan cairan
9. Ajarkan meningkatkan
cairan
3. Resiko Setelah dilakukan SIKI : Manajemen 1. Untuk memantau
Ketidakseimbangan Tindakan keperawatan Cairan status hidrasi
cairan berhubungan selama …x… jam 1. Monitor status hidrasi 2. Memantau hasil
dengan prosedur diharapkan 2. Monitor hasil laboratorium
pembedahan mayor Ketidakseimbangan pemeriksaan 3. Memantau status
cairan Meningkat laboratorium hemodinamik
dengan Kriteria Hasil : 3. Monitor status 4. Mengetahui intake
1. Asupan cairan hemodinamik output cairan
meningkat 4. Catat intake output 5. Tercukupi asupan
2. Kelembaban 5. Berikan asupan cairan
membrane mukosa cairan , sesuai kebutuhan 6. Memberikan
meningkat 6. Berikan cairan cairan iintravema
3. Asupan makanan intravena 7. Pemberian diuretic
meningkat 7. Kolaborasi pemberian
3. Dehidrasi menurun diuretic,jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap
Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal Makassar.
Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif Apendiktomy et
cause Appendisitis Acute.
Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food Terhadap
Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada, 1–7.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.
Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, &
Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.
PPNI , Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia , 2018
PPNI , Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatn , 2018
PPNI , Standar intervensi Keperawatan Indonesia , 2018

Anda mungkin juga menyukai