Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Apendisitis merupakan suatu proses peradangan pada appendiks
vermiformis. Apendisitis dapat bersifat akut dimana terjadi peradangan
pada apendiks vermiformis dengan mula gejala akut yang memerlukan
pembedahan cepat dan biasanya ditandai dengan nyeri pada kuadran
abdomen kanan bawah, nyeri lepas alih, spasme otot yang ada diatasnya,
dan hiperestesia kulit. Sementara apendisitis kronik berupa appendisisitis
yang ditandai dengan penebalan fibrotik diniding organ tersebut yang
disebabkan oleh peradangan akut sebelumnya.
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan inflamasi
akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).

2. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013)
terbagi menjadi 3 yakni :
a) Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai maupun tidak disertai
rangsangan peritoneum local.
b) Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis alut pertama kali sembuh spontan.
Namun apendistis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena
terjadi fibrosis dan jaringan parut.
c) Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
13makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis menyeluruh di dinding
apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik ), dan
keluhan menghilang setelah apendictomy.

3. Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen
apendiks. Penyebab obstruksi tersering pada kasus apendisitis ialah
adanya sumbatan oleh masa fecalith. Penyebab lain yang dapat
menyebabkan obstruksi lumen apendiks antara lain adanya hiperplasia
jaringan limfoid yang berkaitan dengan infeksi virus, atau walaupun
jarang adanya neoplasma (tumor karsinoid apendiks). Batu empedu dan
gumpalan cacing (oxyuriasis vermicularis) diketahui juga dapat
menimbulkan obstruksi pada lumen apendiks sehingga menimbulkan
peradangan pada apendiks.
Ketika obstruksi lumen apendiks terjadi, lapisan mukosa pada
dinding apendiks akan mensekresi mukus yang jumlahnya meningkat.
Peningkatan produksi mukus tersebut akan meningkatkan volume lumen
apendiks yang berujung pada terjadinya kenaikan tekanan intralumen. Hal
ini dapat mengakibatkan colapsnya vena drainase sehingga menurunkan
suplai darah ke apendiks sehingga dapat menyebabkan iskemia jaringan
apendiks, infark, dan gangren. Keduanya, obstruksi dan cedera iskemik
memudahkan terjadinya proliferasi bakteri pada lumen apendiks.
Gangguan limfatik yang terjadi pada kasus apendisitis juga menyebabkan
turunnya pertahanan mukosa apendiks sehingga memudahkan invasi
bakteri ke dinding apendiks.
Bakteri yang ditemukan pada jaringan apendiks yang meradang
berbeda dengan bakteri yang ditemukan pada jaringan apendiks normal.
Pada 60% aspirasi cairan apendiks yang meradang ditemukan adanya
bakteri anaerob, dimana pada jaringan apendiks normal hanya ditemukan
25% bakteri anerob. Menurut studi yang dilakukan di Ukraina pada tahun
2016, dari 153 sampel pasien apendisitis ditemukan terdapat 82 sampel
(80.39%) yang positif terdapat bakteri E. coli, 52 sampel (50.98%)
terdapat bakteri staphylococcus dan bakteri fecal streptococcus terdapat
pada 9 sampel (18.63%).

4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan apendisitis akut biasannya datang dengan keluhan
klasik berupa nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium dan
periumbilikal yaang disertai dengan gejala mual dan muntah. Keluhan
nyeri perut dimulai dengan nyeri kolik visceral pada bagian epigastrium
dan peri-umbilikal yang biasannya akan bertahan selama 24 jam pertama.
Nyeri lalu menjalar ke bagian iliaca kanan abdomen dan berubah menjadi
nyeri somatik yang relatif konstan dan tajam. Nyeri kolik yang terjadi
pada fase awal apendisitis dihasilkan akibat rangsangan saraf visceral dari
dinding usus. Sementara nyeri somatik yang relatif dapaat terlokalisir
dihasilkan akibat keterlibatan parietal peritoneum setelah perkembangan
proses inflamasi yang terjadi. Keluhan klasik tidak selalu ditemukan pada
seluruh pasien apendisitis. Usia dan posisi anatomi dari apendiks masing-
masing individu akan menampilkan gambaran klasik yang berbeda. Pada
pasien dengan letak apendiks retrocaecal/retrocolic, nyeri pinggang
dibagian kanan sering kali muncul. Tegangan otot abdomen dan nyeri
tekan saat dilakukan palpasi dalam mungkin tidak ditemukan, karena
adanya perlindungan dari caecum yang terletak di bagian depan apendiks.
Muskulus psoas mayor mungkin dapat teriritasi diikuti dengan rasa nyeri
pada saat pinggul di ekstensikan dan m. Psoas mayor teregang.
Menurut Pieter, 2014 manifestasi klinis apendisitis akut adalah sebagai
berikut:
a) Tanda awal berupa nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus
disertai mual dan anoreksi
b) Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik McBurney
- Adanya nyeri tekan
- Adanya nyeri lepas
- Adanya defans muskuler
c) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
- nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
- nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
- nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan

5. Patofisiologi
Apendisitis dimulai dengan adanya obstruksi pada lumen apendiks,
dimana penyebab tersering ialah obstruksi karena masa fecalith. Obtruksi
lumen apendiks akan merangsang mukosa apendiks untuk mensekresi
mukus dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan
tekanan intralumen sehingga menstimulus serabut saraf eferen visceral
sehingga menimbulkan rasa nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada
abdomen dibawah epigastrium. Obstruksi pada apendiks yang diikuti
kenaikan sekresi mukus membuat lumen apendiks menjadi lingkungan
yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Kenaikan proliferasi bakteri yang
diiringi dengan colaps vena drainase dan juga gangguan aliran limfatik
akibat kenaikan tekanan intralumen, memudahkan bakteri untuk
menginvasi dinding mukosa jaringan apendiks. Invaasi bakteri akan
membuat aktivasi mediator inflamasi pada jaringan apendiks. Dan saat
eksudat inflamasi dari dinding apendiks terhubung dengan peritoneum
parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan
nyeri yang terlokalisir pada titik Mc. Burney.
Menurut Robin (2015) pada stadium dini apendisitis hanya
ditemukan sedikit eksudat neutrofil diseluruh mukosa, submukosa, dan
muskularis proparia. Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan
sering terdapat infiltrat neutrofil perivaskular ringan. Reaksi peradangan
mengubah gambaran lapisan serosa dinding apendiks yang tampilannya
berkilap menjadi merah, granular, dan suram, perubahan ini merupakan
suatu penanda adanya apendisitis akut dini. Pada stadium selanjutnya
eksudat neutrofilik yang hebat selanjutnya menghasilkan reaksi
fibrinopurulen di atas lapisan serosa. Proses peradangan yang terus
Berlanjut menyebabkan pembentukan abses di dinding usus disertai
ulserasi dan fokus nekrosis di nekrosis di mukosa yang mencerminkan
keadaan apendisitis supuratif akut. Semakin buruknya peradangan
menyebabkan timbulnya daerah ilkus hijau hemorargik di mukosa dan
nekrosis gangrenosa hijau tua diseluruh ketebalan dinding hingga ke
serososa, hal ini yang dikenal sebagai apendisitis gangrenosa akut, yang
akan cepat diikuti berlanjut menyebabkan pembentukan abses di dinding
usus disertai ulserasi dan fokus nekrosis di mukosa yang mencerminkan
keadaan apendisitis supuratif akut. Semakin buruknya peradangan
menybabkan timbulnya daerah ulkus hijau hemorargik di mukosa, dan
nekrosis gangrenosa hijau tua diseluruh ketebalan dinding hingga ke
serosa, hal ini yang dikenal sebagai apendisitis gangrenosa akut, yang akan
cepat diikuti.
6. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
a) Pemeriksaan analisa darah pada pasien apendisitis menunjukkan
adanya kenaikan jumlah leukosit >10.000/mm3 pada 89% pasien
dengan apendisitis dan 93% pasien apendisitis perforasi. Namun
kriteria ini juga dapat ditemukan pada 62% pasien nyeri abdomen
yang bukan apendisitis. Menurut studi metaanalisi selain kenaikan
angka leukosit, pada penderita apendisitis juga dapat ditemukan
kenaikan angka C-Reactive Protein (CRP).
b) Pemeriksaan yang juga dianjurkan ialah pemeriksaan radiologi pada
pasien dengan dugaan klinis apendisitis. Menurut studi metaanalisi,
pemeriksaan radiologi dapat menurunkan 15% angka kejadian negatif
apendektomi. Ultrasonography (USG), computed termography (CT),
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah beberapa
pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan pada pasien dengan
dugaan apendisitis.
c) Ultrasonography (USG) adalah pemeriksaan radiologi non-invasifdan
dapat menghindari pasien dari paparan radiasi. USG memiliki rerata
sensitivitas antara 71-94% sementara spesifisitaasnya antara 81-98%.
USG memiliki nilai prediksi positif berkisar antara 6-46 dan nilai
prediksi negatif berkisar antara 0.08-0.30. Menurut studi metaanalisi,
USG dapat dijadikan sebagai salah satu alat konnfirmasi apendisitis
yang efektif.
d) Pemeriksaan abdominal Computed termography (CT) pada pasien
dengan dugaan apendisitismemiliki sensitivitas 76-100% dan
spensifisitas 83-100%. Paparan radiasi pada pemeriksaan CT
menimbulkan kekhawatiran bila pemeriksaan ini dilakukan pada ibu
hamil dan pasien dengan kelompok usia anak. Sementara pemeriksaan
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menjadi
pilihan pada ibu hamil dan kelompok usia anak dengan dugaan
apendisitis. Menurut sebuah studi dari 336 pasien dengan dugaan
apendisitis yang dilakukan pemeriksaan MRI ditemukan bahwa MRI
memiliki nilai sensitifitas 97% dan spesitivitas 95%. Sementara nilai
prediksi positif dari MRI pada pasien apendisitis ialah 16.3 sementara
nilai prediksi negatif dari MRI pada kasus apendisitis ialah 0.09.
Pemeriksaan menggunakan teknik MRI membutuhkan biaya yang
relatif lebih mahal dibandingkan dengan teknik pemeriksaan yang
lain. Selain itu, dibuthkan tenaga ahli untuk melakukan teknik
pemeriksaan MRI. Dengan alasan tersebut, pemeriksaan MRI tidak
banyak digunakan pada pasien apendisitis, dan hanya digunakan
untuk pasien 16 dengan kebutuhan khusus, seperti ibu hamil dan
pasien dengan kelompok usia anak.

7. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis
meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke
rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang
tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-
75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-
anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih
tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya.
a) Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c) Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.

8. Penatalaksanaan Medis
1) Sebelum Operasi
a. Observasi Dalam 8 - 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan
gejala apendiksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendiksitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan
abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah ( leukosit dan hitung
jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b.Antibiotik Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali apendisitis ganggrenosa atau
apendisitis perforasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
b. Apendictomy
c. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
d. Abses apendiks diobati dengan antibiotika melalui jalur IV ,
massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
e. Pasca operasi Dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,syok, hiperternia atau
gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien telah
sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan
pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12
jam tidak ada gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml / jam selama 4 - 5
jam lalu naikan menjadi 30 ml / jam. Keesokan harinya diberikan
makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu
hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan
duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan
pasien boleh pulang
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
khususnya mengenai:
a) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa
mual dan muntah, panas.
b) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c) Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d) Kebiasaan eliminasi.
e) Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
- Sirkulasi : Takikardia.
- Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f) Aktivitas/istirahat : Malaise.
g) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
i) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak.
j) Demam lebih dari 38oC.
k) Data psikologis klien nampak gelisah.
l) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita

2. Penyimpangan KDM

Obstruksi Lumen
Appendiks

Peningkatan sekresi Hiperplasia jaringan limfoid Abses sekunder


mukosa appendiks

Pertumbuhan bakteri Peningkatan bakteri flora di usus


meningkat
Proses
inflamasi/edema
(baisiper)

Invasi dinding Peningkatan jumlah leukosit


mukosa jaringan

Peningkatan
tekanan Peningkatan suhu tubuh
intralumen
RESIKO
INFEKSI

Rusaknya saraf
reseptor nyeri
Peningkatan suhu tubuh

NYERI AKUT
HIPETERMI

Spasme dinding
Distensi Abdomen

NAUSEA
3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Resiko Infeksi
3. Hipertermia
4. Nausea
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut ( D.0077) setelah di lakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan agen keperawatan selama …x 24 Tindakan
pencedera kimiawi jam tingkat nyeri Observasi :
ditandai dengan menurun dengan Kriteria 1. identifikasi lokasi,
Gejala Dan Tanda Hasil : karakteristik,
Mayor: 1. kemampuan durasi, frekuensi,
Subjektif : Mengeluh menuntaskan aktivitas kualitas, intensitas
Nyeri Meningkat nyeri
Objektif : 2. keluhan nyeri menurun 2. identitas skala
1. Tampak meringis 3. meringis menurun nyeri
2. Bersikap protektif ( 4. sikap produktif menurun 3. identitas respons
mis. Waspada, posisi 5. gelisah menurun nyeri non verbal
menghindari nyeri ) 6. kesulitan tidur menurun 4. identitas faktor
3. Gelisah 7. menarik diri menurun yang memperberat
4. Frekuensi nadi 8. berfokus pada diri dan memperingan
meningkat sendiri menurun nyeri
5. Sulit tidur 9. diaphoresis menurun 5. identifikasi
Gejala Dan Tanda Minor 10. perasaan depresi pengaruh nyeri
Subjektif : - (tertekan) menurun pada kualitas hidup
Objektif : 11. perasaan takut 6. monitor efek
1. Tekanan darah mengalami sederah samping
meningkat berulang menurun penggunaan
2. Pola napas berubah 12. anoreksia menurun analgetik.
3. Nafsu makan berubah 13. ketegangan otot Terapeutik
4. Proses berfikir menurun 1. berikan teknik
terganggu 14. pupil dilatasi menurun nonfarmakologi
5. Menarik diri 15. muntah menurun untuk mengurangi
6. Berfokus pada diri 16. mual menurun rasa nyeri (mis.
sendiri 17. frekuensi nadi membaik TENS, hypnosis,
7. diaforesis 18. pola napas membaik akupresur, terapi
19. tekanan darah membaik musik,
20. proses perpikir biofeedblack,
membaik fokus terapi pijat,
membaik aromaterapi, teknik
21. fungsi imajinasi
berkemih terbimbing,
membaik kompres
22. perilaku membaik hangat/dingin,
23. nafsu makan membaik terapi bermain. )
24. pola tidur membaik 2. kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu lingkungan,
pencahayaan,
kebisingan )
3. fasilitas istrahat
dan tidur
4. pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu (Ketorolac
injeksi)
2 Risiko infeksi ( D.0142) setelah di lakukan tindakan Pencegahan infeksi
dibuktikan dengan keperawatan selama …x 24 Tindakan
Faktor Risiko jam Tingkat Infeksi Observasi
1. penyakit kronis (mis. menurun dengan Kriteria 1. monitor tanda
Diabetes mellitus ) Hasil : gejala infeksi local
2. efek prosedur invasive 1. kebersihan dan sistemik
3. malnutrisi tangan meningkat Terapeutik
4. peningkatan paparan 2. kebersihan 1. batasi jumlah
organism pathogen badan meningkat pengunjung
lingkungan 3. demam menurun 2. berikan perawatan
5. ketidakadekutan 4. kemerahan menurun kulit pada area
pertahanan tubuh 5. nyeri menurun edema
primer 6. bengkak menurun 3. cuci tangan
1) gangguan peristaltic 7. vesikel menurun sebelum dan
2) kerusakan integritas 8. cairan berbau busuk sesudah kontak
kulit menurun dengan pasien dan
3) perubahan 9. sputum berwarna hijau lingkungan pasien
sekresi pH menueurn 4. pertahankan teknik
4) penurunan kerja 10. drainase purulen aseptic pada pasien
siliaris menurun beresiko tinggi
5) sebelum waktunya 11. piuria menurun Edukasi
6) merokok 12. periode malaise menurun 1. jelaskan tanda dan
7) statis cairan tubuh 13. periode menggigil gejala infeksi
6. ketidakadekuatan menurun 2. ajarkan cara
pertahan tubuh 14. letargi menurun mencuci tangan
sekunder : 15. gangguan kognitif dengan benar
1) penurunan menurun 3. ajarkan cara
hemoglobin 16. kadar sel darah memeriksa kondisi
2) imununosupresi putih membaik luka atau luka
3) leucopenia 17. kultur darah membaik operasi
4) supresi respon 18. kultur urine membaik 4. anjurkan
inflamasi 19. kultur sputum membaik meningkatkan
5) vaksinasi tidak 20. kultur area luka asupan nutrisi
adekuat membaik Kolaborasi
21. kultur feses membaik 1. kolaborasi
22. nafsu makan membaik pemberian
imunisasi, jika
perlu

3 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Manajemen


berhubungan dengan keperawatan ..x24jam Hipertermi
proses penyakit di tandai termoregulasi membaik Tindakan
dengan dengan kriteria hasil Obsrvasi
Gejala dan Tanda
1. menggil menurun 1. Mengidentifikasi
Mayor
2. kulit merah menurun penyebab
Subjektif : -
Objektif : 3. akrosianosi menurun hipertermia
1. suhu tubuh di atas nilai 4. komsumsi oksigen (mis. dehidrasi,
normal menurun terapapar
Gejala Dan Tanda 5. piloereksi menurun lingkungan
Minor 6. vasokonstriksi perifer
panas,penggunaan
Subjektif : menurun
inkubator )
Objektif : 7. kutis merota menurun
8. pucat menurun 2. Monitor suhu
1. kulit merah tubuh
2. takikardi 9. takikardi menurun
10. takipnea menurun 3. monitor komplikasi
3. takipnea akibat hipertermi
4. kulit terasa hangat 11. bradikardi menurun
12. dasar kuku sianotik Terapeutik
menurun 1. Sediakan
13. hipoksia menurun lingkungan yang
14. suhu tubuh membaik dingin
15. suhu kulit membaik 2. longgarkan atau
16. kadar glukosa darah lepaskan pasien
membaik 3. basahi dan kipasi
17. pengisian permukaan tubuh
kapiler membaik 4. berikan cairan oral
18. ventilasi membaik 5. ganti linen setiap
19. tekanan hari atau lebih
darah sering jika
membaik mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih )
6. lakukan
pendinginan
ekternal (mis.
selimut hiportermi,
atau kompres
dingin pada dahi,
leher koma, dada
koma, abdomen
,aksila )
7. hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit,
intravena, jika
perlu.
4 Nausea (D.0076) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Muntah
berhubungan dengan keperawatan..x24 jam Observasi
istensi lambung ditandai tingkat nausea menurun
dengan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi
Gejala dan Tanda karakteristik
1. Perasaan ingin muntah
Mayor muntah (mis.
Subjektif menurun
Warna,
1. Merasa ingin muntah 2. Sensasi panas menurun konsistensi, adanya
2. Tidak berminat makan
arah, waktu,
3. Mengeluh mual 3. Nafsu makan membaik
Objektif : - frekuensi dan
Gejala dan Tanda Minor 4. Frekuensi menelan durasi)
Subjektif membaik
1. Merasa asam dimulut 2. Periksa volume
5. Jumlah saliva membaik muntah
2. Sensasi panas/dingin
3. Sering menelan 6. Diaphoresis menurun
Objektif 3. Identifikasi faktor
1. Saliva meningkat penyebab muntah
2. Takikardi (mis. Pengobatan
3. Diaphoresis an procedural)

4. Monitor efek
menajemen
muntah secara
menyeluruh

5. Monitor
keseimbangan
cairan dan
elektorlit

Terapeutik
1. Control faktor
lingkungan
penyebab muntah
(mis.bau tak sedap,
suara, dan stimulus
yang tidak
menyebabkan)

2. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab muntah
(mis.kecemasan,
ketakutan)

3. Bersihkan mulut
dan hidung

4. Berikan dukungan
fisik saat muntah
(mis. Membantu
membungkuk atau
menundukkan
kepala)

5. Berikan
kenyamanan saat
muntah (mis.
Kompres dingin di
dahi atau sediakan
pakaian kering dan
bersih)

Edukasi
1. Anjurkan
membawa kantong
plastic untuk
menampung
muntah

2. Anjurkan
memperbanyak
istirahat

3. Ajarkan
penggunaan teknik
nonfarmakologis
untuk mengelola
muntah
(mis.biofeedback,
hypnosis, relaksasi,
terapi music,
akupresur)

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antiemetic, Jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG
Elizabeth, J, Corwin. (2014). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2013, Nursing Outcomes Classification
(NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2015). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2014, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Smeltzer, Bare (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
Tim Pokja SDKI, DPP PPNI 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Dewan Pengurus Pusat PPNI. Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI, DPP PPNI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Dewan Pengurus Pusat PPNI. Jakarta Selatan

Tim Pokja SLKI, DPP PPNI 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Dewan Pengurus Pusat PPNI. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai