OLEH
B11-B
KOMANG AENY SURYATI
199012327
2. Klasifikasi
a. Apendiksitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendiksitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.
1) Penyebab obstruksi dapat berupa :
2) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
3) Fekalit
4) Benda asing
5) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/
nanah pada dinding apendiks.
2
Selain obstruksi, apendiksitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
b. Apendiksitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendik dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
apendik menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada apendik dan mesoapendik terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
c. Apendiksitis kronik
Diagnosis apendiksitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendiksitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
3
apendiksitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendiksitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiksitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.
Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendiksitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks, penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan
kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendiksitis akut. Karena bisa
metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang
akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendiksitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
4
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan operasi
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.
Gambar 1.1
3. Etiologi
Apendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen apendik
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
5
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
6
apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendiksitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).
Gambar 1.2
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila apendik melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila apendik berada dekat rektal.
7
g. Nyeri kemih, jika ujung apendik berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung apendik berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j.Apabila apendik sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala apendik sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur apendik.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendik, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith
dan perluasan dari apendik yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai
tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
8
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendiksitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendiksitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendiksitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendiksitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendiksitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendik (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendik dilakukan
drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
9
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
8. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendiksitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis
10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak
memiliki dinding apendik yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendik yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendik yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
10
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
11
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian dasar pre operatif dilakukan untuk:
a. Menentukan data dasar
b. Masalah pengobatan yang tersembunyi
c. Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
d. Potensial komplikasi post operasi
e. Fokus: Riwayat dan sistem tubuh yang mempengaruhi prosedur
pembedahan. System kardiovaskuler Untuk menentukan kekuatan jantung
dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan anestesi.
39 % kematian perioperatif. Perubahan jantung Sistem pernapasan
resiko atelektasis, kolap jaringan paru. Lansia, perokok, PPOM
Mencegah pertukaran oksigen/CO2. Intoleransi karena perubahan dalam
dada dan paru. Efisiensi ekskresi paru terhadap anestesi menurun.
Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru.
f. Psikososial assessment
Tujuan: menentukan kemampuan coping Informasi
Support
g. Laboratorium
h. Analisa:
1) Pengetahuan kurang berhubungan dengan pengalaman pre operasi
2) Kecemasan berhubungan dengan pengalaman pre operasi
12
Kaji status hemodinamik pasien yaitu nadi, tekanan darah, gambaran
EKG setelah pasien terinduksi jika pasien mendapat anestesi umum atau
setelah mendapat anestesi regional.
c. Brain
Kaji apakah pasien telah terinduksi dengan baik yang dapat dilihat pada
respon pasien ketika diintubasi jika pasien mendapat anestesi umum atau
kaji efek anestesi pada ekstremitas bawah jika pasien mendapat anestesi
regional.
d. Bladder
Kaji jumlah dan warna urin pada kateter urin. Sebaiknya kantong urin
dikosongkan sebelum prosedur dimulai untuk memudahkan penghitungan
output cairan setelah prosedur selesai.
e. Bowel
Verifikasi kembali waktu terakhir pasien mengkonsumsi makanan dan
minuman.
f. Bone
Kaji kembali apakah pasien memiliki gangguan atau deformitas tulang
yang mempengaruhi pelaksanaan prosedur pembedahan.
13
d. Riwayat Kesehatan masa lalu
Pola Kebiasaan Sehari –hari
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subjektif: Mewawancarai klien tentang bagaimana klien
menganggap kebersihan terhadap dirinya terutama keadaan lingkungan
dan terhadap makanan, menanyakan riwayat kesehatan dalam
keluarga, apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan
kebersihan dan pencegahan penyakit.
Data objektif: Mengkaji kebersihan seluruh tubuh
14
kemampuan berfikir, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat
bantu.
Data objektif : Mengobservasi kemampuan penginderaan serta
penggunaan alat bantu
6) Pola persepsi kognitif
Data subjektif :Mengidentifikasi bagaimana anggapan klien terhadap
perubahan berhubungan dengan penyakit yang mengganggu citra
tubuhnya, apakah klien ada putus asa atau merasa rendah diri.
Data objektif : Mengkaji kemampuan dan keamanan atau partisipasi
klien dalam tindakan keperawatan.
15
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
2) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
a) Nyeri tekan di Mc. Burney
b) Nyeri lepas
c) Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal.
d) Pada apendik letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak
ada, yang ada nyeri pinggang.
3) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada
saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. (A.
Mansjoer, dkk. 2000)
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha
pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral,
pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang),
menghasilkan rotasi femur kedalam. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien dengan Apendikitis:
Pre Appendiktomi
1) Aktivitas
Gejala : Malaise
16
2) Sirkulasi
Tanda: Tachicardia
3) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan penurunan/
tidak ada bising usus
4) Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus
dan tulang ileum kanan). Nyeri ini merupakan gejala klasik appendiksitis.
Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam
nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney).
Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita
akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. (W. De Jong,
R. Sjamsuhidajat, 2004)
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada
komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu
biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
7) Pernafasan
Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal
8) Penyuluhan/ pembelajaran
17
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen
contoh pielitis akut, batu uretra, dapat terjadi pada berbagai usia
Post Appendiktomi
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler
perifer.
2) Integritas ego
Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati.
Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang,
stimulasi simpatis
3) Makanan/ cairan
Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering
4) Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok
5) Keamanan
Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi
malignan/reaksi anastesi, riwayat penyakit hepatik, riwayat transfusi darah
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam
2. Diagnosa Keperawatan
Pre op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (kondisi
pembedahan)
b. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
c. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi (rencana
tindakan operasi)
Intra op
18
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (kondisi
pembedahan)
b. Risiko hipotermia periopertif dengan faktor risiko prosedur pembedahan
c. Risiko perdarahan dengan faktor risiko tindakan pembedahan
Post op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (kondisi
pembedahan)
b. Resiko infeksi dengan faktor risiko tindakan invasif (insisi post
pembedahan)
c. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah dengan faktor risiko infeksi
luka operasi
19
3. Rencana Keperawatan
20
2. Latihan pernafasan
- Identifikasi indikasi dilakukannya latihan
pernafasan
- Monitor frekuensi, irama dan kedalaman nafas
sebelum dan sesudah latihan
- Sediakan tempat yang nyaman
- Tempatkan satu tangan di dada da satu tangan
di perut
- Pastikan tangan didada maju ke depan dan
tangan di perut ke belakang saat menarik nafas
- Ambil nafas melalui hidung secara perlahan-
lahan dan tahan selama 7 hitungan
- Hitunga kedelapan hembuskan nafas melalui
mulut dengan perlahan
- Jelaskan tujuan dan prosedur latihan pernafasan
- Anjurkan mengulangi latihan 4-5 kali
-
2 Konstipasi Setelah diberikan intervensi keperawatan 1. Manajemen eliminasi fekal
selama 1x24 jam maka eliminasi fekal
21
membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi masalah usus, penggunaan obat
1. Kontrol pengeluaran feses meningkat yang berefek pada gastrointestinal
2. Keluhan defekasi lama dan sulit - Monitor BAB
menurun - Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi,
3. Mengejan saat defekasi menurun impaksi
4. Distensi abdomen menurun - Berikan air hangat setelah makanan
5. Teraba massa pada rektal menurun - Sediakan makanan tinggi serat
6. Peritaltik usus membaik
- Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
- Anjurkan konsumsi makanan yang
mengandung serat
- Anjurkan pengurangan makanan yang
meingkatkan pembetukan gas
- Kolaborasi pemberian obat suppositoria
3 Hipovolemia Setelah diberikan intervensi keperawatan 1. Manajemen hipovolemia
selama 2x24 jam maka status cairan - Periksa tanda dan gejala hypovolemia
membaik dengan kriteria hasil : - Monitor itake dan output cairan
1. Kekuatan nadi meningkat - Hitung kebutuhan cairan
2. Frekuensi nadi membaik - Berikan posisi modified trndelenberg
3. Tekanan darah membaik - Berika asupan cairan oral
4. Membra mukosa membaik
22
5. Turgor kulit meningkat - Anjurkan memperbanyak asupan oral
6. Output urin meningkat - Kolaborasi pemberian isotonis, hipotonis per iv
7. Keluhan haus menurun
4 Ansietas Setelah diberikan intervensi keperawatan Reduksi Ansietas
selama 3x20 menit maka tingkat ansietas - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
menurun dengan kriteria hasil : - Monitor tanda ansietas
1. Verbalisasi kebingungan menurun - Ciptakan suasana terapeutik
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi - Temani pasien untuk mengurangi ansietas
yang dihadapi menurun - Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
3. Perilaku gelisah menurun
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan
4. Perilaku tegang menurun
kenyamanan
5. Pola tidur membaik
- Anjurkan keluarga tetap bersama pasien
6. Konsentrasi membaik
- Latih kegiatan pengalihan unk mengurangi
7. Frekuensi nadi menurun
ketegangan
8. Frekuensi pernafasan menurun
- Latih teknih relaksasi
9. Tekanan darah menurun
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas
5 Risiko Setelah diberikan intervensi keperawatan Manajemen Hipotermia
hipotermia selama 3x24 menit maka termoregulasi - Monitor suhu tubuh
perioperatif membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi penyebab hipotermia
1. Kekuatan nadi meningkat - Monitor tanda dan gejala hipotermia
23
2. Output urin meningkat - Sediakan lingkungan yang hangat
3. Saturasi oksigen meningkat - Ganti pakaian / linen basah
4. Tekanan darah systole membaik - Lakukan penghangatan
5. Tekanan darah diastole membaik - Anjurkan makanan/minum hangat
6 Risiko Setelah diberikan intervensi keperawatan Pencegahan Perdarahan
perdarahan selama 3x24 menit maka tingkat - Monitor tanda dan gejala perdarahan
perdarahan membaik dengan kriteria hasil : - Monitor tanda vital ortostatik
1. Kelembaban membrane mukosa - Monitor koagulasi
membaik - Pertahankan bedrest selama perdarahan
2. Kelembaban kulit membaik - Batasi tindakan invasive
3. Tekanan darah membaik
- Hindari penggunaan suhu rektal
4. Suhu tubuh membaik
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
5. Distensi abdomen menurun
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
- Anjurkan meningkatkan asupa makanan
mengandung vitamin K
- Kolaborasi pemberian obat pengotrol perdarahan
- Kolaborasi pemberian produk darah
7. Risiko Setelah diberikan intervensi keperawatan Pencegahan Infeksi
infeksi selama 3x24 menit maka tingkat nfeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi local atau
24
menurun dengan kriteria hasil : sistemik
1. Demam menurun - Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan menurun - Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Nyeri menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
4. Bengkak menurun pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aspetik pada psien berisiko
tinggi
8 Resiko Setelah diberikan intervensi keperawatan Dukungan Mobilisasi
perlambatan selama 2x24 menit maka pemulihan - Identifikasi keluhan nyeri atau keluhan fisik
pemulihan pascabedah meningkat dengan kriteria hasil lainnya
pascabedah : - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
1. Kenyamanan meningkat - Monitor kondisi umum
2. Waktu penyembuhan meningkat - Fasilitasi aktifitas mobilisasi
3. Area luka operasi membaik - Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana
25
26
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
27
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI,
Jakarta: Medica Aesculpalus
28