Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS

OLEH :

NI WAYAN LINSA MIRAWATI GALUH


P07120319079
PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada
appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke
bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi
atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway

5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba

6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Pre operasi
1) Nyeri akut
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi)
3) Kekurangan volume cairan
4) Cemas
b. Post operasi
1) Nyeri akut
2) Resiko infeksi
3) Gangguan mobilitas fisik
4) Gangguan integritas kulit / jaringan
3. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN


INTERVENSI
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Nyeri akut (D.0077) Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
b.d keperawatan selama Observasi
 Agen pencedera ………...... jam diharapkan  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (mis. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
inflamasi, iskemia, Tingkat Nyeri (L.08066)
neoplasma) menurun dengan kriteria  Identifikasi skala nyeri
 Agen pencedera hasil:  Identifikasi respons nyeri non verbal
kimiawi (mis.  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat
terbakar, bahan  Meringis menurun dan memperingan nyeri
kimia iritan)  Sikap protektif menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
 Agen pencedera  Gelisah menurun tentang nyeri
fisik (mis. abses,  Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
amputasi, terbakar,  Menarik diri menurun respons nyeri
terpotong,  Berfokus pada diri sendiri  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
mengangkat berat, menurun
prosedur operasi,
hidup
 Diaphoresis menurun  Monitor keberhasilan terapi
trauma, latihan fisik  Mual menurun
berlebihan) komplementer yang sudah diberikan
 Muntah menurun
 Monitor efek samping penggunaan
 Frekuensi nadi membaik
d.d analgetik
 Pola napas membaik
Gejala dan Tanda Terapeutik
 Tekanan darah membaik
Mayor
 Prose berpikir membaik  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Mengeluh nyeri mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
 Tampak meringis  Focus membaik
 Fungsi berkemih hypnosis, akupresur, terapi music,
 Bersikap protektif biofeedback, terapi pijat, aromaterapi
(mis. waspada, membaik
posisi menghindari  Perilaku membaik teknik imajinasi terbimbing, kompres
nyeri)  Nafsu makan membaik hangat/ dingin, terapi bermain)
 Gelisah  Pola tidur membaik  Kontrol lingkungan yang memperberat
 Frekuensi nadi  Kemampuan menuntaskan rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
meningkat aktivitas meningkat pencahayaan, kebisingan)
 Sulit tidur  Fasilitas istirahat dan tidur
Kontrol Nyeri (L.08063)  Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
meningkat dengan kriteria dalam pemilihan strategi meredakan
Gejala dan Tanda hasil :
nyeri
Minor  Melaporkan nyeri
terkontrol meningkat
Edukasi
 Tekanan darah  Jelaskan penyebab, periodde, dan
meningkat  Kemampuan mengenali
onset nyeri meningkat pemicu nyeri
 Pola napas berubah
 Nafsu makan  Kemampuan mengenali  Jelaskan strategi meredakan nyeri
berubah  Anjurkan memonitor nyeri secara
penyebab nyeri meningkat
 Proses berpikir  Kemampuan mandiri
terganggu menggunakan teknik non- Anjurkan menggunakan analgetik secara
 Menarik diri farmakologis meningkat tepat
 Berfokus pada diri  Keluhan nyeri menurun  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
sendiri  Penggunaan analgesicmengurangi rasa nyeri
 Diaphoresis menurun
Kolaboratif
Penyembuhan Luka  Kolaborasi pemberian analgetik, jika
(L.14130) perlu
Meningkat dengan kriteria Pemberian Analgesik (I.08243)
hasil : Observasi
 Penyatuan kulit  Identifikasi karakteristik nyeri (mis,
meningkat
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
 Penyatuan tepi luka
meningkat intensitas, frekuensi, durasi)
 Jaringan granulasi  Identifikasi riwayat alergi obat
meningkat
 Pembentukan jaringan  Identifikasi kesesuaian analgesic (mis.
parut meningkat narkotika, non-narkotik, atau NSAID)
 Edema pada sisi luka dengan tingkat keparahan nyeri
menurun  Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
 Peradangan luka menurun
sesudah pemberian analgesic
 Nyeri menurun
 Drainase purulent  Monitor efektifitas analgesic
menurun Terapeutik
 Drainase serosa menurun  Diskusikan jenis analgesic yang disukai
 Drainase sanguinis untuk mencapai analgesic optimal, jika
menurun
 Drainase serosanguinis perlu
menurun  Pertimbangkan penggunaan infus
 Eritema pada kulit sekitar kontinu, atau bolus opioid untuk
menurun mempertahankan kadar dalam serum
 Peningkatan suhu kulit
menurun  Tetapkan target efektifitas analgesic
 Bau tidak sedap pada luka untuk mengoptimalkan respons pasien
menurun  Dokumentasikan respon terhadap efek
 Nekrosis menurun analgesic untuk mengoptimalkan
 Infeksi menurun
respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesic, sesuai indikasi
TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA
KEPERAWATAN (SDKI) (SIKI)
HASIL(SLKI)
Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan Dukungan Ambulansi (I.06171)
(D.0054) asuhan keperawatan Observasi
b.d selama ………...... jam  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
 Kerusakan integritas diharapkan fisik lainnya
struktur tulang  Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Perubahan metabolisme Mobilitas ambulansi
 Ketidakbugaran fisik Fisik(L.05042)meningk  Monitor frekwensi jantung dan tekanan
 Penurununan kendali otot at dengan kriteria hasil : darah sebelum memulai ambulansi
 Penurunan massa otot  Pergerakan Terapeutik
 Penurunan kekuatan otot ekstremitas  Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan alat
 Keterlambatan meningkat bantu (mis. tongkat, kruk)
perkembangan  Kekuatan otot  Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika
 Kekakuan sendi meningkat perlu
 Kontratur  Rentang gerak  Libatkan keluarga untuk membantu
 Malnutrisi (ROM) meningkat pasien dalam meningkatkan ambulansi
 Nyeri menurun Edukasi
 Gangguan
muskuloskeeletal  Kecemasan menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur ambulansi
 Indeks massa tubuh diatas  Kaku sendi menurun  Anjurkan melakukan ambulansi dini
persentil ke-75 sesuai usia  Gerakan tidak  Ajarkan ambulansi sederhana yang harus
 Program pembatasan gerak terkoordinasi dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur
 Nyeri menurun ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur
 Kurang terpapar informasi  Gerakan terbatas ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
menurun
tentang aktivitas fisik
 Kecemasan  Kelemahan fisik Dukungan Mobilisasi (I.05173)
menurun Observasi
 Gangguan kognitif
 Keengganan melakukan  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
pergerakan fisik lainnya
 Gangguan sensori persepsi  Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
d.d  Monitor frekwensi jantung dan tekanan
Tanda dan Gejala Mayor darah sebelum memulai mobilisasi
 Mengeluh sulit Terapeutik
menggerakkan aktivitas  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
 Kekuatan otot menurun bantu (mis. pagar tempat tidur)
 Rentang gerak (ROM)  Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
menurun perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu
Tanda dan Gejala Mayor pasien dalam meningkatkan pergerakan
 Nyeri saat bergerak Edukasi
 Enggan melakukan  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
pergerakan  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Merasa cemas saat  Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
bergerak dilakukan (mis. duduk di tempat tidur,
 Sendi kaku duduk di didi tempat tidur, pindah dari
 Gerakan tidak tempat tidur ke kursi)
terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah
TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (SDKI) (SIKI)
(SLKI)
Risiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama Observasi
Faktor Risiko: ………...... jam diharapkan □ Monitor tanda dan gejala
□ Penyakit Kronis (mis. Tingkat Infeksi (L.14137) infeksi local dan sistemik
Diabetes mellitus) menurun dengan kriteria Terapeutik
□ Efek prosedur invasif hasil: □ Batasi jumlah pengunjung
□ Malnutrisi □ Kebersihan tangan □ Berikan perawatan kulit pada
□ Peningkatan paparan meningkat
organisme pathogen □ Kebersihan badan area edema
lingkungan meningkat □ Cuci tangan sebelum dan
□ Ketidakadekuatan □ Demam menurun(normal sesudah kontak dengan pasien
pertahanan tubuh 36.5-37oC) dan lingkungan pasien
primer: □ Kemerahan menurun □ Pertahanakan teknik aseptic
□ Nyeri menurun pada pasien berisiko tinggi
□ Gangguan
□ Vesikel menurun Edukasi
peristaltic □ Cairan berbau busuk
□ Kerusakan □ Jelaskan tanda dan gejala
menurun
integritas kulit infeksi
□ Sputum berwarna hijau
□ Perubahan sekresi menurun □ Ajarkan cara mencuci tangan
Ph □ Drainase purulent dengan benar
□ Penurunan kerja menurun □ Ajarkan etika batuk
siliaris □ Piuria menurun □ Ajarkan cara memeriksa kondisi
□ Ketuban pecah lama □ Periode malaise menurun luka atau luka operasi
□ Ketuban pecah □ Periode menggigil □ Anjurkan meningkatkan asupan
sebelumnya menurun nutrisi
□ Letargi menurun □ Anjurkan meningkatkan asupan
□ Merokok
□ Gangguan kognitif cairan
□ Statis cairan tubuh menurun
□ Ketidakadekuatan Kolaborasi
□ Kadar sel darah putih
pertahanan tubuh □ Kolaborasi pemberian antibiotik
membaik (normal 9000-
sekunder 30000 sel/mm) □ Kolaborasi pemberian imunisasi
□ Penurunan □ Kultur darah membaik jika perlu
hemoglobin □ Kultur urine membaik
□ Imununosupresi □ Kultur sputum membaik
□ Leukopenia □ Kultur area luka
□ Supresi respon membaik
inflamasi □ Kultur feses membaik
□ Nafsu makan membaik
□ Vaksinasi tidak
adekuat
DIAGNOSA TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Gangguan Integritas Setelah diberikan asuhan Perawatan integritas kulit (L.11353)
Kulit/Jaringan (D.0129) keperawatan selama Observasi
b.d ………...... jam diharapkan  Identifikasi penyebab gangguan
 Perubahan sirkualsi integritas kulit (mis. perubahan
Integritas Kulit dan
 Perubahan status Jaringan (L.14125)meningkat
sirkualsi, perubahan status nutrisi,
nutrisi (kelebihan atau dengan kriteria hasil : penurunan kelembaban, suhu
kekurangan)  elastisitas meningkat lingkunagn ekstrim, penurunan
 Kekurangan /  hidrasi meningkat
mobilitas)
kelebihan volume Terapiutik
 perfusi jaringan
cairan  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
meningkat
 Penurunan mobilitas  kerusakan jaringan
baring
 Bahan kimia iriatif  Lakukan pemijatan pada are
menurun
 Suhu lungkungan  kerusakan lapisan kulit
penonjolan tulang, jika perlu
yang ekstrim  Bersihkan perineal dengan air
menurun
 Faktor mekanis (mis.  nyeri menurun
hangat, terutama selama periode
penekanan pada diare
 perdarahan menurun
tonjolan tulang,  Gunakan produk berbahan
 kemerahan menurun petroleum atau minyak pada kulit
gesekan ) atau faktor
 hematoma menurun kering
elektris ( mis.
elektrodiatermi,  pigmentasi abnormal  Gunakan produk berhbahan ringan/
energy listrik menurun alami dan hipoalergik pada kulit
bertegangan tinggi)  jaringan parut menurun sensitive
 Efek samping terapi  nekrosis menurun  Hindari produk berbahan dasar
radia  abrasi kornea menurun alkohol pada kulit keringnanjurkan
 Kelembaban  suhu kulit membaik menggunakan pelembab
 Proses penuaan  sensai membaik (mis.lotion, serum)
 Neuropati  tekstur membaik Edukasi
 Kurang terpapar  pertembuhan rambut  Anjurkan minum air yang cukup
informasi tentang membaik  Anjurkan meningkatkan asupan
upaya nutrisi
mempertahankan/ Pemulihan Pascabedah  Anjurkan meningkatkan asupan
melidungi intergitas (L.14129) meningkat buah dan sayur
kulit) dengan kriteria hasil :  Anjurkan menghindari terpapar
Gejala dan tanda  kenyamanan meningkat suhu ekstrim
mayor  selera makan meningkat  Anjurkan mengguanakn SFP
Subjekti  mobilitas meningkat minimal 30 saat berada di luar
 -  kemampuan melanjutkan ruangan
Objektif pekerjaan meningkat  Anjurkan mandi dan
 Kerusaka integritas  kemampuan bekerja mengguanakan sabun secukupya
jaringan dan/atau meningkat Perawatan Luka (L.14564)
lapisan kulit  kemampuan perawatan Observasi
Gejala dan tanda diri meningkat  Monitor karakteristik luka
minor  waktu penyembuhan (mis.drainase, warna, ukuran, bau)
Subjektif menurun  Monitor tanda-tanda infeksi
 -  area luka operasi
Objektif membaik
 Nyeri  Terapiutik
 Perdarahan Penyembuhan Luka  Lepaskan balutan dan plester
 Kemerahan (L.14130) meningat dengan secara berlahan
 hematoma kriteria hasil :  Cukur rambut di sekitar daerah
 penyatuan kulit luka, jika perlu
meningkat  Bersihkan dengan cairan NaCl atau
 penyauan tepi luka pembersih nontoksik, sesuai
meningkat kebutuhan
 jaringan granulasi  Bersihkan jaringan nekrotik
meningkat  Berikan salep sesuai jenis luka
 pembentukan ajringan prtahankan teknik steril saat
parut meningkat melakukan perawatan luka
 edema pada sisi luka  Ganti balutan sesuai eksudat dan
menurun drainasi
 peradangan luka  Jadwalkan perubahan posisi setiap
menurun 2 jam atau sesuai kondisi pasien
 nyeri menurun  Berikan diet dengan kalori 30-35
 drainase menurun kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-
porulen menurun 1,5 g/kgBB/hari
 drainase sorosa menurun  Berikan suplemen vitamin dan
 drainase sanguinis mineral (mis. vitamin A, vitamin
menurun C, Zinc, asam amino), sesuai
 drainase serosanguinis indikasi
menurun  Berikan terapi TENS (stimulasi
 entema pada kulit sekitas saraf transkytancus), jika perlu
menurun Edukasi
 peningkatan suhu kulit  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
menurun  Anjurkan mengkonsumsi makanan
 bau tidak sedap pada tinggi kalori dan protein
luka menurun  Ajarkan prosedur perawatan luka
 nekrosis menurun secara mandiri
 infeksi menurun Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement
(mis. enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiboti jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Sandar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Sandar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Sandar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Klungkung, Oktober 2019

Pembimbing / CI Mahasiswa

….…………………………….. Ni Wayan Linsa Mirawati Galuh


NIP. NIM. P07120319079

Pembimbing / CT

…………………………………
NIP.

Anda mungkin juga menyukai