Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS
1. Definisi
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001). Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan,
obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston,1995) .
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering (Mansjoer dkk, 2000). Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks,
dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya (Corwin, 2009). Apendisitis adalah
peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks), infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga membutuhkan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).

2. Etiologi
ligasi (obstruksi) apendiks menyebabkan peningkatan mencolok tekanan intralumen,
yang dengan cepat melebihi tekanan darah sistolik. Pada awalnya kongesti darah vena
menjelek menjadi trombosis, nekrosis dan perforata. Secara klinis, obstruksi lumen
merupakan penyebab utama apendisitis. Obstruksi ini disebabkan oleh pengerasan bahan
tinja (fekolit). Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Bahan
yang mengeras ini bisa mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai apendikolit (15-
20%). Obstruksi akibat dari edema mukosa dapat disertai dengan infeksi virus atau
bakteri (Yersinia, Salmonella, Shigella) sistemik. Mukus yang tidak normal terkesan
sebagai penyebab meningkatnya insidens apendisitis pada anak dengan kistik fibrosis.
Tumor karsinoid, benda asing, dan ascaris jarang menjadi penyebab apendisitis
(Hartman, 2000).
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan
peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut (Pieter, 2005).
3. Klasifikasi
a. Appendicitis Akut
a) Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa
nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam
ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat
normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b) Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc
Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
c) Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang
purulen.
b. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
c. Apendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
d. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
e. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang
yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding
appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat
infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan
serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi (Hartman,200)

4. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadaran kanan
bawah. Apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat
celcius (Price dan Wilson, 2006).
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani
pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik.
Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah
dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering
apendisitis diketahui setelah perforata. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforata (Pieter, 2005).
Manifestasi klinis apendisitis akut (Pieter, 2005) :
tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik McBurney : nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing), nyeri kanan bawah bila tekanan di
sebelah kiri dilepaskan (Blumberg), nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak
seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana.
Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforata. Tidak adanya
leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi anak dengan
kecurigaan apendisitis adalah foto polos perut atau dada, ultrasonogram, enema
barium, dan kadang-kadang CT scan. Temuan apendisitis pada foto perut meliputi
apendikolit yang mengalami kalsifikasi, usus halus yang distensi atau obstruksi, dan
efek massa jaringan lunak (Hartman, 2000). Foto polos abdomen dikerjakan apabila
hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran
kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus
(gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum).
Foto polos pada apendisitis perforata:

1. gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan
bawah
2. penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, sperti sekum dan ileum.

3. Garis lemak pra peritoneal menghilang

4. Skoliosis ke kanan

5. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat


paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi.
Pemindaian CT scanmerupakan alat terbaik untuk mendiagnosis apendisitis,
terutama telah menjadi modalitas pilihan untuk mendiagnosis usus buntu pada anak-
anak.
6. Pentalaksanaan
Menurut Mansjoer dkk. (2000), penatalaksanaan apendisitis terdiri dari:
a. Sebelum operasi
- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
- Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
- Rehidrasi
- Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
- Obat obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk
membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai
- Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
b. Operasi
- Apendiktomi
- Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
- Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau
abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan
c. Pasca Operasi
- Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipertermia atau gangguan pernafasan.
- Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah
- Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
- Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien
dipuasakan
- Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
- Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak
- Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit
- Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
- Hari ke-7 jahitan dapat diangkat
Jika apendiks telah perforata, terutama dengan peritonitis menyeluruh,
resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan
beberapa jam sebelum apendiktomi. Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika
ada muntah yang berat atau perut kembung. Antibiotik harus mencakup
organisme yang sering ditemukan (Bacteroides, Escherichia coli, Klebsiella, dan
pseudomonas spesies). Regimen yang sering digunakan secara intravena adalah
ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin (5 mg/kg/24 jam), dan klindamisin (40
mg/kg/24 jam), atau metrobnidazole (Flagyl) (30 mg/kg/24 jam). Apendiktomi
dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotik
diteruskan sampai 7-10 hari (Hartman, 2000).

7. Komplikasi
Komplikasi apendisitis terjadi pada 25-30% anak dengan apendisitis, terutama
komplikasi yang dengan perforata (Hartman, 2000). Menurut Smeltzer dan Bare (2002),
komplikasi potensial setelah apendiktomi antara lain:
a. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis
b. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
c. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis
8. Pathway
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus apendisitis adalah rasa nyeri yang
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri klien,
perawat mengunakan PQRST.
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
Q (quality of pain): kualitas nyeri yang dirasakan klien, seperti di tusuk-tusuk
atau di remas-remas.
R(Region, Radiation, Relief): lokasi terjadinya nyeri
S (Scale of pain): skala yang dialami oleh klien
T (Treatment) : waktu terjadinya nyeri
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya apendisitis, pertolongan apa yang telah didapatkan
dan apakah sudah berobt ke puskesmas sebelumnya. Dengan mengetahui
mekanisme terjadinya apendisitis, perawat dapat mengetahui proses terjadinya
apendisitis pada klien.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti riwayat penyakit maag, sesak nafas ataupun penyakit
keturunan seperti penyakit diabetes.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga untuk mengetahui apakah di dalam keluarga
klien juga ada yang mengalami penyakit seperti klien.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam
keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang perlu dicatat adalah
kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah, komposmetis yang
bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis,
berat, ringan, sedang, dan pada kasus apendisitis ) tanda vital biasanya tidak
normal karena terdapat inflamasi pada usus sehingga dapat terjadi kenaikan
pada suhu badan klien.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, kaji apakah klien mengalami kelainan
pernapasan, lakukan palpasi thorak untuk mengetahui taktil fremitus apakah
seimbang kanan dan kiri. Lakukan auskultasi untuk menentukan suara nafas
klien .
3) B2 (Blood)
Lakukan inspeksi untuk mengetahui iktus jantung, palpasi nadi, auskultasui
suara jantung klien apakah terdapat suara tambahan sepeti murmur,.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Kepala: kaji apakah terdapat gangguan atau tidak, kesemistrian kanan dan
kiri, adanya benjolan atau sakit kepala.
Leher: kaji apakah terdapat gangguan, lihat kesemistrian kanan dan kiri,
adanya benjolan dan kesulitan menelan.
Wajah : perhatikan ekspresi wajah yang dapat menggambarkan skala nyeri
yang sedang dialami klien , perhatikan juga kesemestrian wajah, lesi dan
edema.
Mata: kaji keadaan mata apakah terdapat gangguan, perhatikan
konjungtiva apakah terdapat tanda anemis. Kaji juga sklera dan pupil pada
mata
Telinga : lakukan uji Tes bisik dan weber pada klien untuk mengetahui
keadaan fungsi telinga klien, perhatikan adanya lesi dan nyeri tekan
Hidung: inspeksi bentuk hidung, dan bentuk pernapasan
Mulut dan Faring: perhatikan apakah terdapat pembesaran tonsil, mukosa
mulut apakah terlihat pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien. Biasanya status
mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
Lakukan pemeriksaan saraf kranial I-XII :
- Saraf I: fungsi penciuman tidak ada gangguan.
- Saraf II: ketajaman penglihatan normal
- Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata,
pupil isokor.
- Saraf V: tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan reflek
kornea tidak ada kelainan.
- Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
- Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
- Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII: lidah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasanya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Biasanya pada pasien apendisitis tidak ditemukan kelainan pada sensori.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat
jenis urine.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk, kesemestrian. Palpasi: turgor, hepar. Perkusi: suara
abdomen. Auskultasi peristaltik usus. Inguinal,genital. Pada pasien dengan
apendisitis biasanya di temukan rasa nyeri saat di lakukan palpasi.
7) B6 (Bone)
Pada ekstremitas tidak ditemukan kelainan, memar dan lesi. Klien terpasang
infus pada ekstremitas kanan atas
Kekuatan otot 5 5
5 5
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
d. Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri pada luka post operasi
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi

3. Rencana Keperawatan

Rencana Perawatan
Diagnosa
No
Keperawatan Nursing Intervention
Nursing Out Come (NOC)
Classification (NIC)
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien dengan
dengan kerusakan keperawatan selama 3x24 pengkajian nyeri PQRST
jaringan jam diharapkan nyeri b. Mengobservasi reaksi
hilang/berkurang dengan nonverbal dari
kriteria hasil: ketidaknyamanan
a. Melaporkan nyeri c. Kendalikan faktor
berkurang atau hilang lingkungan yang dapat
b. TTV dalam batas
mempengaruhi respon
normal
pasien terhadap
c. Ekspresi wajah tidak
ketidaknyamanan (misal
menahan nyeri
suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)
d. Mengukur tanda-tanda
vital (nadi,suhu, RR,
tekanan darah)
e. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi:
relaksasi
f. Memberikan analgestik
sesuai instruksi medikasi
2 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu minimal 2
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
b. Monitor TD, Nadi dan RR
peningkatan laju jam diharapkan hipertemi
c. Monitor warna dan suhu
metabolisme dapat teratasi
kulit
kriteria hasil:
d. Monitor tanda-tanda
a. Suhu tubuh dalam
hipertermi dan hipotermi
rentang normal
e. Tingkatkan intake cairan
b. Nadi dan RR dalam
dan nutrisi
rentang normal
f. Ajarkan teknik kompres
c. Tidak ada perubahan
yaitu pada lipatan paha,
warna kulit dan tidak
aksila dan dahi
ada pusing
g. Kolaborasi cairan
intravena
h. Kolaborasi pemberian
antipiretik
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan a. Anjurkan pasien untuk
kulit berhubungan keperawatan selama 3x24 menggunakan pakaian
dengan tindakan jam diharapkan kerusakan yang longgar
pembedahan integritas kulit dapat teratasi b. Jaga kulit agar tetap bersih
kriteria hasil: dan kering
a. perfusi jaringan normal c. Mobilisasi pasien
b. tidak ada tanda-tanda d. Monitor kulit akan adanya
infeksi kemerahan
c. ketebalan dan tekstur e. Memberikan perhatian
jaringan normal pada kulit yang luka
d. menunjukkan f. Melindungi kulit abdomen
pemahaman dalam yang sehat dari
proses perbaikan kulit kemungkinan maserasi
g. Menjaga kelembapan kulit
dan mencegah
andomen
terjadinya cidera
h. Observasi luka : lokasi,
berulang
dimensi, kedalaman luka,
e. menunjukkan terjadinya
jaringan nekrotik, tanda-
proses penyembuhan
tanda infeksi
luka
4 Infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan teknik aseptif
b. Cuci tangan setiap
dengan keperawatan selama 3x24
sebelum dan sesudah
ketidakadekuatan jam diharapkan infeksi
tindakan keperawatan
pertahanan sekunder dapat teratasi
c. Gunakan baju, sarung
kriteria hasil:
.
a. Klien bebas dari tanda tangan sebagai alat
dan gejala infeksi pelindung
b. Menunjukkan d. Tingkatkan intake nutrisi
e. Berikan terapi antibiotic
kemampuan untuk
f. Monitor tanda dan gejala
mencegah timbulnya
infeksi sistemik dan lokal
infeksi g. Inspeksi kulit dan
c. Jumlah leukosit dalam
membran mukosa terhadap
batas normal
kemerahan, panas,
drainase
h. Monitor adanya luka
i. Dorong masukan cairan
j. Dorong istirahat
k. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi

5 Intoleransi aktivitas Dalam waktu 3 x 24 jam a. Letakkan pasien pada


berhubungan dengan setelah diberikan intervensi, posisi tertentu untuk
nyeri pada luka post klien dapat meningkatkan menghindari kerusakan
operasi kekuatan dan fungsi karena tekanan. Ubah
pergerakan tubuh dalam posisi pasien secara
beraktivitas dan merawat teratur dan buat sedikit
dirinya sendiri. perubahan posisi antara
Kriteria Hasil : waktu perubahan posisi
a. Berpartisipasi dalam tersebut.
b. Instruksikan/bantu pasien
aktivitas fisik tanpa
dengan program latihan
disertai peningkatan
dan penggunaan alat
tekanan darah, nadi ,
mobilisasi. Tingkatkan
dan RR.
b. Mampu melakukan aktivitas dan partisipasi
aktivitas sehari-hari dalam merawat diri
(ADLs) secara mandiri. sendiri sesuai kemampuan
c. Tanda-tanda vital c. Bantu klien untuk
normal. mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan.
d. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
di waktu luang

6 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan a. Berikan penilaian tentang


Pengetahuan keperawatan 1x24 jam tingkat pengetahuan
berhubungan dengan defisiensi pengetahuan pasien dan keluarga
kurang terpajan dapat teratasi. tentang proses penyakit
b. Jelaskan proses penyakit
informasi Kriteria hasil :
dengan tepat
a. Pasien dan keluarga
c. Gambarkan tanda dna
menyatakan
gejala yang biasa muncul
pemahaman tentang
pada penyakit
penyakit, kondisi d. Identifikasi kemungkinan
prognosis dan penyebab dengan cara
pengobatan tepat
b. Pasien dan keluarga e. Sediakan bagi keluarga
mampu melaksanakan informasi mengenai
prosedur yang kesehatan
dijelaskan dengan benar
c. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan oleh perawat

DAFTAR PUSTAKA

- Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC


- Hartman. 2000. Apendisitis Akut. In: Nelson, W.E., Behrman, R.E . Ilmu Kesehatan Anak
NelsonVol 2 Edisi 15. Jakarta: EGC
- Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
- Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC,NOC dalam berbagai Kasus. Jogjakarta:
MediAction Publishing.
- Pieter, J. 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. In: Sjamsuhidajat and De
Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
- Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
- Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
- Wim De Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Pontianak,November 2016

Mahasiswa Pembimbing Klinik

Ratmawati Marselus, S.Kep, M.Si


NIM. I4051161049 NIP.197412052005021002

Anda mungkin juga menyukai