Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN PERIOPERATIF

APENDISITIS

WINDA GREENA FEBRIANI


1130017050

Dosen Pembimbing :
Sulistyorini, S. Kep., Ns., M. Tr. Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Dasar Apendisitis
Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2011). Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis
adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur.

1.2 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2011):
1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang


didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah
nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana Proses peradangan baru
terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam
lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan
(Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai
edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada
dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono,
2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam
lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat
mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang
purulen (Rukmono, 2011).
d. Apendisitis Infiltrat adalah proses radang apendiks
yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum,
usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat
erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang
terbentuk berisi nnanah (pus), biasanya di fossa iliaka
kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi adalah pecahnya apendiks yang
sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam
rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi
oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding

1.3 Etiologi
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul
adalah obtruksi lumen.
1.    Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a.    Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
b.    Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.    Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji
jeruk dll.
d.   Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus
3.    Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 –
30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.    Tergantung pada bentuk appendiks.
5.    Appendik yang terlalu panjang.
6.    Appendiks yang pendek.
7.    Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8.    Kelainan katup di pangkal appendiks.

1.4 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks.
Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi
mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan
bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks
yang diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila
dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut
appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada
orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
1.5 Manifestasi Klinis
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa nyeri
perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ tubuh.
Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk mendiagnosis
apendistis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar umbilikus. Nyeri
perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih episode muntah dengan rasa
sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan bawah
pada titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa sakit
menjadi terus menerus dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat, akibatnya pasien menemukan gerakan
tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering dengan kaki tertekuk.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Hal ini sangat berbahaya karena
dapat mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan
peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
1.6 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses

Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba


massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini)
maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga


bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya
peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk
membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke
rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk
memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa
kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .

c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi


tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa
penanganan bagi penderita peritonitis adalah :

1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik


atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi
jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke
seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan
tingkat keparahan yang dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada
organ dalam.

1.7 Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi :
a. Sebelum operasi

1) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala


appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan.

Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah


(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik

Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan


abses intra abdominal luka operasi pada klien
apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca
operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.


Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan
berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksan penunjang USG atau CT scan.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau


spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk
memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi
pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen
sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus.
Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya,
2015) .

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018)


dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi
bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini
pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik
ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi
peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu
pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses
penyembuhan.

Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu


operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi.
Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan
dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen
dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.

Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015).

Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan


membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama
dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super
mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini
pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di
posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau
gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan
mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan
yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui
salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).

Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen


dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan
dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.

c. Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui


terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
BAB 2

I. Rencana Asuhan Keperawatan Penyakit Apendisitis


2.1 Pengakajian
1. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2.  Riwayat kesehatan
a)  Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam
tinggi
c)  Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
d)  Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3.  Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
b)  Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d)  Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
e) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar
f) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit
g)  Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,
pucat.
h) Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen.
4.  Pola fungsi kesehatan menurut Gordon
a)  Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan  olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
b)  Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali
normal.
c)  Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung
kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur  akan
mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami
gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga
terjadi penurunan fungsi.
d)  Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan.
e)  Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu dan tempat.
f)  Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g)  Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu.  Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
h)   Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita
mengalami emosi yang tidak stabil.
i)   Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
j)   Pola penanggulangan  stress
Sebelum MRS :  klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Sesudah MRS : klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
k)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.
5.   Pemeriksaan diagnostik
a)   Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut
b)  Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan
non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
d)  Pemeriksaan Laboratorium
Darah     : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml
Urine      : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

1 Diagnosis
1. Pre-operasi

No Kode SDKI
1. D.0077 Nyeri Akut
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Frekuensi nadi
mingkat
4. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
- 1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Proses berpikir
terganggu
4. Berfokus pada diri
sendiri
Kondisi Klinis Terkait :
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
2. D.0130 Hipertermia
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentan normal
tubuh
Penyebab :
1. Dehidrasi.
2. Terpapar lingkungan panas.
3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker.)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan.
5. Peningkatan laju metabolisme.
6. Respon trauma.
7. Aktivitas berlebihan.
8. Penggunaan incubator.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Kulit memerah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takpnea
5. Kulit terasa hangat.

Kondisi Klinis Terkait


1. Proses infeksi
2. Trauma
1. Post operasi

No. Kode SDKI


1. D.0077 Nyeri Akut
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis (mis.
inflamasi, iskemia, neoplasma).
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia
iritan).
3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).

Gejala dan Tanda Mayor


Subkjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
(mis. Waspada
posisi menghindari
nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
- 1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Berfokus pada diri
sendiri
5. Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
2. D.0142 Risiko Infeksi
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Definisi : Berisiko mengalami terserang orgasme
patogenik
Faktor Risiko :
1. Efek prosedur invasif
2. Peningkatan paparan orgasme patogen
3. Kerusakan integritas kulit
Kondisi Klinis Terkait :
1. Tindakan invasif

2 Intervensi
1. Pre-operasi

SLKI SIKI
L.08066 : Tingkat Nyeri I.08238 : Manajemen Nyeri
Definisi : Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional Mengidentifikasi mengelola
yang berkaitan dengan kerusakan pengalaman sensorik atau emosional
jaringan aktual atau fungsional, yang berkaitan dengan kerusakan
dengan onset mendadak atau lambat jaringan atau fungsional dengan onset
dan berintensitas ringan hingga berat mendadak atau lambat dengan
dan konstan. berintensitas ringan hingga berat dan
Tujuan : konstan.
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
keperawatan, diharapkan tingkat nyeri Observasi
klien dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
hasil sebagi berikut : durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri dari skala 2 intensitas nyeri
(cukup meningkat) menjadi 2. Identifikasi nyeri non verbal
skala 4 (cukup menurun) 3. Identifikasi faktor yang
2. Meringis menurun dari skala 2 memperberat dan memperingan
(cukup meningkat) menjadi nyeri
skala 4 (cukup menurun) Terapiutik
3. Sikap protektif menurun 2 1. Berikan teknik nonfarmakologis
(cukup meningkat) menjadi untuk mengurangi rasa nyeri.
skala 4 (cukup menurun) 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Gelisah dari skala 2 (cukup 3. Kontrol lingkungan yang
meningkat) menjadi skala 4 memperberat rasa nyeri
(cukup menurun) Edukasi
1. Jeklaskan penyebab dan pemicu
nyeri
2. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
L.14134: Termogulasi I.15506: Manajemen Hipertermia
Definisi : Definisi :
pengaturan suhu tubuh agar tetap Mengidentifikasi dan mengelola
berada pada rentang normal peningkatan suhu tubuh akibat
Tujuan : difungsi termugulasi
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
keperawatan, diharapkan suhu tubuh Observasi
klien dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab
hasil : hipertermia (mis. Dehhidrasi,
1. Mengigil dari skala 2 (cukup
terpapar lingkungan panas,
meningkat) menjadi skala 4
(cukup menurun) penggunaan inkubator)
2. Takikardi dari skala 2 (cukup 2. Monitor suhu tubuh.
meningkat) menjadi skala 4
3. Monitor haluaran urine.
(cukup menurun)
3. Suhu tubuh dari skala 2 (cukup Terapiutik
memburuk) menjadi skala 4 1. Sediakan lingkungan yang dingin
(cukup membaik) 2. Longgarkan dan lepas pakaian
4. Suhu kulit (cukup memburuk) 3. Berikan cairan oral
menjadi skala 4 (cukup membaik) Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

1. Post Operasi

SLKI SIKI
L.08063 : Kontrol Nyeri I.08238 : Manajemen Nyeri
Definisi : Definisi :
Tindakan untuk meredakan Mengidentifikasi mengelola
pengalaman sensorik atau emosional pengalaman sensorik atau emosional
yang tidak menyenangkan akibat yang berkaitan dengan kerusakan
kerusakan jaringan. jaringan atau fungsional dengan onset
Tujuan : mendadak atau lambat dengan
Setelah dilakukan intervensiberintensitas ringan hingga berat dan
keperawatan, diharapkan klien mampu konstan.
mengontrol nyeri dengan kriteria hasilTindakan :
sebagai berikut : Observasi
1. Melaporkan nyeri terkontrol dari 1. Identifikasi skala nyeri
skala 2 (cukup menurun) menjadi 2. Identifikasi faktor yang
skala 4 (cukup meningkat) memperberat dan memperingan
2. Kemampuan menggunakan teknik nyeri
non farmakologis dari skala 2 Terapiutik
(cukup menurun) menjadi skala 4 1. Berikan teknik non farmakologis
(cukup meningkat) untuk mengurangi rasa nyeri
3. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup 2. Pertimbangkan jenis dan sumber
meningkat) menjadi skala 4 (cukup nyeri dalam pemilihan strategi
menurun) nyeri
4. Penggunaan analgesik dari skala 3 Edukasi
(sedang) menjadi skala 4 (cukup 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun) 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
L.14137 : Tingkat Infeksi I.14539 : Pencegahan Infeksi
Definisi : Definisi :
Derajat infeksi berdasarkan observasi Mengidentifikasi dan menurunkan
atau sumber informasi. risiko terserang organisme patogenik.
Tujuan : Tindakan
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan, diharapkan tingkat 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
infeksi klien dapat teratasi dengan Terapiutik
kriteria hasil sebagai berikut : 1. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan tangan dari skala 2 2. Berikan perawatan kulit pada
(cukup menurun) menjadi skala 4 area edema.
(cukup meingkat)
3. Cuci tangan seblum dan
2. Kebersihan badan dari skala 2
(cukup menurun) menjadi skala 4 sesudah kontak dengan klien dan
(cukup meingkat) lingkungan klien.
3. Demam dari skala 2 (cukup 4. Pertahankan teknik aseptic
meningkat) menjadi skala 4
pada klien beresiko tinggi
(cukup menurun)
4. Kemerahan dari skala 2 (cukup Edukasi
meningkat) menjadi skala 4 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
(cukup menurun) 2. Ajarkan cara mencuci tangan
5. Nyeri dari skala 2 (cukup dengan benar
meningkat) menjadi skala 4 3. Ajarkan etika batuk
(cukup menurun) 4. Anjurkan meningkatkan asupan
6. Bengkak dari skala 2 (cukup nutrisi
meningkat) menjadi skala 4 5. Anjurkan meningkatkan asupan
(cukup menurun) cairan
7. Kadar sel darah putih dari skala 2
(cukup memburuk) menjadi skala
4 (cukup membaik)
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Kasus Semu
Klien datang ke poli bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
pada tanggal 25 Januari 2016 pukul 09.40 WIB. Di poli bedah RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo klien mengatakan sudah mengalami nyeri
sekitar 1 minggu yang lalu. Klien dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan
klien di diagnosa terkena apendiksitis. Dokter menyarankan agar klien
direncanakan rawat inap untuk persiapan operasi apendiks. Klien dibawa
ke ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tanggal 25
Januari 2016 pukul 11.30 untuk mendapatkan perawatan. Rencana
tindakan Apendiktomy pada tanggal 27 Januari 2016. Hasil pemeriksaan
Laboratorium dengan Leukosit 12910u/L.Klien mengeluh nyeri pada
perut kanan bawah sejak ± satu minggu yang lalu, klien mengalami
demam tinggi, lemas, pusing dan di perut bagian kanan bawah terasa
nyeri semakin bertambah sakit ketika bergerak dan nyeri timbul sewaktu-
waktu. Nyeri seperti diremas-remas. Nyeri perut kanan saat ditekan.
Skala nyeri 6. Klien mengatakandemam / panas sejak 2 hari yang lalu
danbadannya meriang. Klien juga mengatakan takut/merasa khawatir
tentang kondisi yang dialaminya sekarang dengan rencana tindakan
operasi yang dijadwalkan tanggal 27 januari 2021. Klien menyatakan
cemas bila mengingat penyakitnya.Pemeriksaan tanda-tanda vital klien
didapat TD: 100/70mmHg, nadi: 96 x/menit, Suhu: 37,6 0C, RR:
20x/menit.
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : Nn. N
b. Umur : 15 tahun
c. Alamat : Kalierang
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Status Perkawinan : Belum Menikah
f. Pendidikan : SMP
g. Pekerjaan : Pelajar
h. Agama : Islam
i. Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
j. Tanggal Masuk : 25 Januari 2021 pukul 09.40 WIB
k. No. RM : 9847XX
l. Diagnosa Medis : Apendisitis
2. Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri pada perut kanan
bawah, klien mengatakan sekarang merasa cemas dan takut dengan
tindakan oprasi apendiktomi yang akan dijalaninya.
3. Riwayat kesehatan sekarang : Nn.N mengeluh nyeri pada perut kanan
bawah sejak ± satu minggu yang lalu, klien mengalami demam tinggi,
lemas, pusing dan di perut bagian kanan bawah terasa nyeri semakin
bertambah sakit ketika bergerak dan nyeri timbul sewaktu-waktu.
Nyeri seperti diremas-remas. Nyeri perut kanan saat ditekan. Skala
nyeri 6. Klien mengatakandemam / panas sejak 2 hari yang lalu
danbadannya meriang.
4. Riwayat kesehatan dahulu : -
5. Riwayat penyakit keluarga : Klien mengatakan tidak ada keluarga yang
mempunyai penyakit yang sama.
6. Pemeriksaan Fisik Head to Toe :
a. Kepala : Bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, pertumbuhan
rambut normal, warna rambut hitam, tidak ada lesi atau benjolan,
klien tampak gelisah, ekspresi wajah tegang.

b. Mata : Bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva merah muda,


Sklera unikterik, pergerakan mata terkoordinasi, terdapat lingkar
hitam pada mata
c. Hidung : Bentuk hidung simetris, tidak terdapat nyeri tekan, tidak
terdapat lumen, penciuman baik, mukosa hidung lembab, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
d. Mulut : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, gigi bersih
rapih, dan lidah bersih, tidak ada stomatitis, meringis kesakitan.
e. Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak terdapat nyeri tekan dan
pendengaran baik.
f. Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan .

g. Thorax : Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot/dinding


dada, terdengar suara redup pada area jantung, sonor pada area
paru, suara paru vesikuler.

h. Abdomen : Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan empat


tahap inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Inspeksi didapat
abdomen klien bersih. Auskultasi abdomen klien didapat bising
usus klien aktif di empat kuadran dengan frekuensi 12 kali/
menit.Palpasi yang dilakukan yaitu pemeriksaan pada area kanan
bawah terdapat nyeri tekan dan nyeri saat membungkuk/setiap
gerak. Perkusi yang dilakukan terdapat bunyi timpani.
Klien sering memegangi perutnya yang sakit. Kulit teraba panas.

i. Genitalia : Jenis kelamin perempuan .

j. Anus : Tidak ada tanda tanda peradangan, kebersihannya


cukup

k. Ekstremitas :

Atas : Tangan kanan terpasang IVFD RL 20 tpm

Bawah : Tidak terdapat luka, edema, ataupun sianosis pada


kuku.

5.1 Analisa Data

Data Fokus Etiologi Problem


Ds : Usus Besar Nyeri akut
1. Klien mengatakan nyeri
pada perut kanan bawah
sejak ± satu minggu yang Nyeri pada bagian perut
lalu kanan
2. Klien mengatakan perut
bagian kanan bawah terasa
Apendisitis (radang
semakin bertambah sakit usus buntu )
ketika bergerak. Nyeri
seperti diremas-remas.
Nyeri perut kanan saat
ditekan dan nyeri timbul Agen pencedera
sewaktu-waktu. Skala nyeri fisiologis
6
Do : Nyeri akut
1. PQRST
- P : Adanya nyeri pada
perut kanan bawah sejak
± satu minggu yang lalu
- Q : Nyeri seperti di
remas-remas
- R : Perut bagian kanan
bawah
- S : Skala 6
- T : Nyeri timbul sewaktu-
waktu
2. TTV :
- Tekanan darah : 100/70
mmHg
- Nadi : 96x/menit
- Suhu : 37,6 C 0

- Respirasi : 20x/menit
3. Nn.N tampak gelisah
Ds : Ansietas
1. Nn.N mengatakan Apendisitis (radang
takut/merasa khawatir usus buntu )
tentang kondisi yang
dialaminya sekarang
dengan rencana Rencana operasi
tindakan operasi yang
dijadwalkan tanggal 27
januari 2021. Kekhawatiran
2. Nn.N mengatakan gelisah mengalami kegagalan
3. Do :
4. Nn. N tampak gelisah
5. Nn. N tampak tegang Ansietas
6. Pemeriksaan TTV :
- Tekanan darah : 100/70
mmHg
- Nadi : 96x/menit
- Suhu : 37,6 C 0

- Respirasi : 20x/menit
6.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI TTD


Nyeri akut L.08066 : Tingkat Nyeri I.08238 : Manajemen Nyeri W
Definisi : Definisi : (Winda)
Pengalaman sensorik atau emosional yang Mengidentifikasi mengelola pengalaman sensorik
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
atau fungsional, dengan onset mendadak jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga atau lambat dengan berintensitas ringan hingga berat
berat dan konstan. dan konstan.
Tujuan : Tindakan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, Observasi
diharapkan tingkat nyeri klien dapat teratasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil sebagi berikut : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri dari skala 1 2. Identifikasi nyeri
( meningkat) menjadi skala 4 3. Monitor efek samping penggunaan analgetik
(cukup menurun) Terapiutik
2. Gelisah dari skala 1 (meningkat) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
menjadi skala 4 (cukup menurun) mengurangi nyeri
3. Perasaan takut mengalami cedera 2. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
berulang dari skala 1 (meningkat) dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
menjadi skala 4 (cukup menurun) Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Ansietas L.09093 : Tingkat Ansietas I.09314 : Reduksi Ansietas W
Definisi : Definisi : (Winda)
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan
akibat antisipasi bahaya yang spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
tindakan untuk menghadapi ancaman. menghadapi ancaman.
Tujuan : Tindakan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, Observasi
diharapkan tingkat ansietas klien dapat 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
teratasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda ansietas
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi Terapiutik
yang dihadapi dari skala 1 1. Ciptakan suasana terapiutik untuk
(meningkat) menjadi skala 4 (cukup menumbuhkan kepercayaan
menurun) 2. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Perilaku gelisah dari skala 1 3. Gunakan pendekatan yang tenang dan
(meningkat) menjadi skala 4 (cukup meyakinkan
menurun) Edukasi
3. Diaforesis dari skala 1 (meningkat) 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
menjadi skala 4 (cukup menurun) mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan.
3. Latih teknik relaksasi
1.5 Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Tanggal dan Jam Implementasi Evaluasi TTD


Nyeri akut 25-01-2021/09.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : W
durasi, frekuensi, kualitas intensitas 1. Nn. N Klien mengatakan nyeri (Winda)
nyeri pada perut kanan bawah sejak ± satu
25-01-2021/09.00 2. Mengidentifikasi nyeri minggu yang lalu
3. Memonitor efek samping penggunaan 2. nyeri saat ini sudah sedikit berkurang
25-01-2021/09.00 obat analgetik 3. Nn. N mengatakan nyeri yang
dirasakan pada perut bagian bawah
kanan saat ditekan dan nyeri timbul
dan rasanya seperti diremas-remas
O:
1. PQRST
- P : Adanya mengatakan nyeri pada
perut kanan
- Q : Nyeri seperti di remas
- R : Perut bagian bawah
- S : Skala 4
- T : Hilang timbul
2. Setelah dilakukan pemberian obat
analgetik pasien tampak agak tenang
tidak merintih kesakitan lagi, dan
skala nyeri turun 3 tingkat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji tingkat nyeri
2. Observasi pemeberian analgetik
Ansietas 25-01-2021/09.00 1. Mengidentifikasi saat ansietas S : W
berubah 1. Nn. N mengatakan masih sedikit (Winda)
2. Memonitor tanda-tanda ansietas khawatir dalam pelaksanaan operasi
25-01-2021/09.00 3. Menciptakan suasana terapiutik untuk ini mengalami kegagalan
menumbuhkan kepercayaan O:
25-01-2021/09.00 4. Memahami situasi yang membuat 1. Nn. N yang sebelumnya terlihat
ansietas gelisah sudah sedikit tenang setelah
5. Menggunakan pendekatan yang diberikan penjelasan tentang prosedur,
tenang dan meyakinkan dan kemungkinan yang akan dialami.
6. Mendiskusikan perencanaan realistis 2. Ny. N sudah terlihat tidak tegang pada
tentang peristiwa yang akan datang saat diberitahu akan dilakukan operasi
7. Menjelaskan prosedur, termasuk karena sudah diajarkan teknik untuk
sensasi yang mungkin dialami merelaksasi diri agar tenang
8. Menginformasikan secara faktual 3. Pemeriksaan TTV :
9. Melatih teknik relakasasi - Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 96x/menit
- Suhu : 37,6 C0

- Respirasi : 20x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap
Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal
Makassar.

Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif


Apendiktomy et cause Appendisitis Acute.

Hidayatullah, R. M. R. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca


Operasi Appendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo Jakarta Pusat.

Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran (ketiga jil). Jakarta.

Mulya, R. E. (2015). Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya


Penyembuhan Luka Post Operasi Apendiktomi.

Sjamsuhidajat & de jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai