Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada bayi, gejala berupa muntah yang berlebih yang terjadi pada 85% pasien selama
seminggu pertama kehidupan, sedangkan 10% lainnya baru timbuldalam waktu 6
minggu. Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60% pasien sebelum umur 2
tahun pada posisi anak sudah lebih tegak dan makanmakanan padat, tetapi sisanya
mungkin terus menerus mempunyai gejala sampaisekurang-kurangnya berumur 4 tahun.
Sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan
diagnosis GERD, dengan angka kejadian sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun. Insiden
rendah pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannyahingga berumur 16-17
tahun.
Pada bayi dan balita, tidak ada gejala kompleks yang dapat menegakandiagnosis
GERD atau memprediksi respon terhadap terapi. Pada anak yang lebih besar dan remaja,
seperti pada pasien dewasa, anamnesa dan pemeriksaan fisik mungkin cukup untuk
mendiagnosis GERD, jika terdapat gejala yang khas. Gejala dapat berupa mual, muntah,
regurgitasi, sakit ulu hati, gangguan pada saluran pernafasan dan gejala-gejala lain.
Sedangkan komplikasi pada GERD dapat berupa perdarahan, striktur, Barret
esophagus yang dapat berkembang menjadiadenokarsinoma esophagus, dimana semua
komplikasi tersebut dapat menggangu pertumbuhan maupun perkembangan anak.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak?
2. Bagaimana pengkajian Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak?
3. Bagaimana diagnosa Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak?
4. Bagaimana intervensi Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak?
5. Bagaimana Mapping Care Plane Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak?
6. Bagaimana EBP gastroesopagheal reflux disease pada anak?

1
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan gastroesophageal
reflux disease pada anak
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui konsep Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak
b. Untuk mengetahui pengkajian Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak
c. Untuk mengetahui diagnosa Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak
d. Untuk mengetahui intervensi Gastroesopagheal Reflux Disease pada anak
e. Untuk mengetahui Mapping Care Plane Gastroesopagheal Reflux Disease pada
anak
f. Untuk mengetahui EBP gastroesopagheal reflux disease pada anak

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Tentang Gastroeshopagheal Reflux Disease Pada Anak


A. Definisi
Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik pada makanandan asam
lambung menuju kerongkongan dan kadang kala menuju mulut. Reflux terjadi ketika otot
berbentuk cincin yang secara normal mencegah isi perut mengalir kembali menuju
kerongkongan (esophageal sphincter bagian bawah) tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
GERD adalah suatu kondisi di mana cairan lambung mengalami refluks ke esofagus
sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada, regurgitasi dan
komplikasi.
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis yang
disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa
esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan
yang berulang.

B. Epidemiologi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada populasi di negara-
negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara negara Asia-Afrika.
Gastroesofageal reflux didapatkan pada 45-89% penderita asma, hal ini mungkin
disebabkan oleh refluks esofageal, refluks esfagopulmoner dan bat relaksan otot polos
yaitu golongan betha adrenergik, aminofilin, inhibitr fosfodiesterase menyebabkan
inkompetensi LES esfagus. Pada Bayi mengalami refluks ringan, sekitar 1 : 300 hingga
1:1000. Gastroesofagus refluks paling banyak terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan,
dengan > 1x episode regurgitas, Pada umur 6-7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi
21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang masih mengalami GERD.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan yang terkait,
termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait, esofagitis erosif,
striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa

3
patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan
terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku yang
serupa.

C. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
2. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
3. Ketahanan epitel esophagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2, adanya pepsin, garam
empedu, HCl
5. Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
6. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks, tetapi
hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.
9. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi
esophageal sphincter bagian bawah termasuk apa yang memiliki efek
antikolinergik (seperti berbagai antihistamin dan beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks, tetapi
hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.
11. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

D. Patofisiologi
GERD terjadi karena beberapa factor seperti Hiatus hernia, pendeknya LES,
penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang menyebabkan penurunan tonus LES dan
terjadi relaksasi abnormal LES sehingga timbul GERD. Hiatus hernia juga menyebabkan
bagian dari lambung atas yang terhubung dengan esophagus akan mendorong ke atas
melalui diafragma sehingga terjadi penurunan tekanan penghambat refluks dan timbul

4
GERD. Selain itu, GERD juga terjadi karena penurunan peristaltic esophagus dimana
terjadi penurunan kemampuan untuk mendorong asam refluks kembali ke lambung,
kelemahan kontraksi LES dimana terjadi penurunan kemampuan mencegah refluks,
penurunan pengosongan lambung dimana terjadi memperlambat distensi lambung, dan
infeksi H. Pilory dan korpus pedominas gastritis. GERD dapat menimbulkan
perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks mengakibatkan nyeri akut.
Selain itu GRED menyebabkan kerusakan sel skuamosa epitel yang melapisi esophagus
sehingga terjadi nyeri akut, gangguan menelan, dan bersihan jalan nafas tidak efektif.
Gangguan nervus yang mengatur pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga
timbul pola nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks cairan masuk
ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi dan jika teraspirasi maka timbul
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif. GERD dapat menyebabkan refluks asam
lambung dari lambung ke esophagus sehingga timbul odinofagia, merangsang pusat mual
di hipotalamus, cairan terasa pada mulut, aliran balik dalam jumlah banyak sehingga
terjadi penurunan nafsu makan dan timbul ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di
lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung,
atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. Peranan infeksi helicobacter
pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada.
Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang
virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan
adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung.
Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi
gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori
dengan predominant antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan
munculnya gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala
refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H.
pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada
pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant

5
gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi
asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H.
pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk
keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka
panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya
gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada
pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang. Non-acid reflux turut berperan
dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Non-acid reflux adalah berupa bahan
refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala
GERD diduga karena hipersensitivitas visceral.

WOC
Obat-obatan, hormonal, Hernia heatus Pengosongan Obesitas
pendeknya LES, infeksi lambung lambat.
H. pylori dan korpus Bagian dari lambung Dilatasi lambung Tekanan intra

pedominas gastritis atas yang terhubung abdomen meningkat


dengan esophagus akan Transient LES
Kekuatan lowner mendorong ke atas relaxtion
esophageal sphincter melalui diafragma
(LES) menurun
Penurunan tekanan
penghambat refluks

Aliran retrograde yang Refluk spontan saat


mendahului kembalinya relaksasi LES tidak
tonus LES setelah menelan adekuat

Aliran asam lambung


ke esofagus

6
Kontak asam lambung dan
mukosa esophagus dalam waktu
lama dan/atau berulang

GASTROESOPHAGEAL REFLUKS DISEASE

Asam lambung Nafas bau asam Refluks cairan masuk kedalam Refluks saat
mengiritasi sel laring dalm waktu lama malam hari
mukosa esofagus Merangsang
Laringitis
pusat mual
Aspirasi isi
Kerusakan sel Peradangan terjadi pada lambung ke
Mual
mukosa esofagus permukaan pita suara tracheobronkial

peradangan

odinofagia Suara menjadi serak Mengganggu


Hearthburn non istirahat tidur
cardiac Ganguan menelan Penurunan Kerusakan komunikasi
nafsu makan Gangguan
verbal
pola tidur
Anak menjadi Perubahan status
Intake nutrisi
rewel kesehatan anak
inadekuat
Relaksasi dari glotis dan
Nyeri akut Orang tua cemas penurunan reflek batuk Sensasi tersedak
BB menurun

Ansieta Resiko aspirasi Reflek batuk


Reflux berulang Kebutuhan
s tidak adekuat
Nutrisi kurang
Trauma mukosa Keluarga kurang dari kebutuhan
esofagus mendapat informasi Asam lambung Obstruksi
tubuh
terasa di lidah jalan nafas
mengenai penyakit
Gangguan
GERD
peristaltis pada Gangguan pertumbuhan Rasa pahit di lidah Bersihan
esofagus fisik, tidak bersemangat
Keluarga ingin tahu jalan nafas
Daya kecap menurun
tentang penyakit tidak efektif
Resiko infeksi Keterlambatan
anak
Ganguan sensori
pertumbuhan dan
Kurang pengetahuan persepsi taktil
perkembangan
7
E. Klasifikasi
Menurut The Genval Workshop Report: 1999, terdapat dua kelompok GERD:
1. GERD erosif (esofagitis erosif ), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks
dan kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan
baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.

2. Penyakit refluks nonerosif (nonerosive reflux disease, NERD), yang juga disebut
endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejalagejala
refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran
cerna.
Menurut klasifikas Los Angeles
Berdasarkan Derajat kerusakan Gambaran endoskopi
1. Derajat A:Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm
2. Derajat B: Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa
saling berhubungan
3. Derajat C: Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen
4. Derajat D:Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi
seluruh lumen esophagus)

F. Manifestasi Klinis
1. Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
2. Muntah
3. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar ke
leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika berbaring.
4. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture) pada
kerongkongan dari reflux.
5. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya berlokasi di
belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan lokasi panas dalam
perut.

8
6. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran udara
7. Suara parau
8. Ludah berlebihan (water brash)
9. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
10. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
11. Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
12. Bayi Anak dan Remaja
a. Tidak mau makan/minum/menetek Nyeri perut
b. Muntah berulang Rasa terbakar di dada/ulu hati (heartburn)
c. Gagal tumbuh (failure to thrive)
d. Muntah berulang
e. Rewel terus-menerus
f. Kesulitan menelan (disfagia)
g. Tersedak/apnea (henti napas sesaat)
h. Batuk kronik/mengi berulang
i. Posisi opistotonus
j. Suara serak

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis
refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran
cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-
erosive reflux disease (NERD).
2. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak
menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang
lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa,
ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive
untuk diagnosis GERD namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai

9
nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat
esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.
3. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.
Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH
pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat
memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di
atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal
4. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang
dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring Ph 24 jam pada pasien-
pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada
seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan
rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak
menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
5. Manometri esofagus : mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup yang
berfungsi buruk kekuatan sphincter
6. Spike
Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar spike menggambarkan
lamanya refluks.
7. Ultrasonografi.
Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam pemeriksaan
rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG lebih baik dari
pemeriksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa penelitian
menyebutkan bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik
sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu yang
diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk
melihat bentuk esophagus (echotexture).

10
H. Komplikasi
1. Batuk dan asma
2. Erosif esofagus
3. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
Pada sebahagian besar kasus merupakan lanjutan dari refluk esofagitis, yang
merupakan faktor risiko terhadap adenokarsinoma esophagus dan adenoma gastro-
esofageal junction.
4. Esofagitis ulseratif
Perdarahan saluran cerna akibat iritasi. Perdarahan dari refluks esofagitis umumnya
ringan, namun kadang kala timbul perdarahan masif, sehingga tidak jarang terjadi
anemia defisiensi besi.
5. Striktur esophagus/Peradangan esophagus
Peradangan esophagus menyebabkan nyeri selama menelan dan perdarahan yang
biasanya ringan, tetapi bias juga berat. Penyempitan menyebabkan kesulitan
menelanmakanan padat bertambah buruk
6. Aspirasi Tukak kerongkongan
Tukak esophageal peptic adalah luka terbuka yang terasa nyeri pada lapisan
kerongkongan. Nyeri ini biasanya dirasakan di belakang tulang dada atau tepat
dibawahnya.

I. Penatalaksanaan
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan
gejala atau keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah
timbulnya komplikasi.
1. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,
namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk
mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal-hal yang perlu
dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah meninggikan posisi kepala pada saat
tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan

11
bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus,
berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel, mengurangi
konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya
dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien
kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan
intra abdomen, menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi
dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan
menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik,
teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.
2. Terapi medikamentosa
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa
GERD :
a. Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD
tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl,
obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.
Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat
menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi
terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

b. Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit
ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya,
pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresiasam.
c. Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah
dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi
diesophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau
penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul

12
efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi,tremor, dan
diskinesia.
d. Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang
lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi
esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat
meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.
e. Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan
lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam
menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan
dengan domperidon.
f. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl dieesofagus serta
dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman
diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
g. Obat Dosis Frekuensi
Antagonis H2 Cimetidine 40mg/kg/hari 3-4x/hari,
Famotidine1 mg/kg/hari 2x/hari
Ranitidine 5-10 mg/kg/hari 2 – 3 x/hari
h. Penghambat Pompa Proton (PPI)
Lansoprazole 0.4-2.8 mg/kg/hari Sekali sehari
Omeprazole0.7-3.3 mg/kg/hari Sekali sehari
3. Pembedahan
Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan, tukak
atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan apapun. Namun
tindakan pembedahan jarang dilakukan.

13
4. Terapi endoskopi ,Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam konteks
penelitian, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada GERD
yaitu:
a. Penggunaan energi radiofrekuensi
b. Plikasi gastric endoluminal
c. Implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah mukosa
esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian distal menjadi lebih
kecil.
5. Pada anak
a. Bayi dengan refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau setengah tegak dan
kemudian dijaga pada posisi tegak untuk 30 menit setelah makan.
b. Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa diangkat 6 inci (kira-kira
15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di waktu malam,menghindari
makan 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur, minum minuman berkarbonat atau apa
yang mengandung kafein, menjauhi asap tembakau.
c. Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan mengganti atau menambahkan ASI
dengan susu formula, dan pada bayi dengan konsumsi susu formula, tidak perlu
mengganti ke jenis susu formula khusus.

2.2. Pengkajian Tentang Gastroesopagheal Reflux Disease

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh


informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien. 
b. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan
1. Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis
2. Pulse rate

14
3. Respiratory rate
4. Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita penyakit paru yang dapat menjadi
predisposisi GERD.
d. Pola Fungsi Keperawatan
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium,
seperti terbakar
Data obyektif :
a) Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.
b) Tidak terjadi perubahan tonus otot.
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.
Data Obyektif:
a) Suhu tubuh normal (36,5-37,5oC)
b) Kadar WBC meningkat.

3. Eliminasi
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif 
a) Bising usus menurun (<12x/menit)
4. Makan/ minum
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan mengalami mual muntah.
b) Klien mengatakan tidak nafsu makan.
c) Klien mengatakan susah menelan.
d) Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

15
Data Obyektif:
a) Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
5. Sensori neural
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah
Data obyektif:
a) Status mental baik.
6. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.
P: nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks.
Q: klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar 
R: klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.
S: klien mengatakan skala nyeri 1-10.
T: klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri pada
dada menetap
Data Obyektif:
a) Klien tampak meringis kesakitan.
b) Klien tampak memegang bagian yang nyeri.
c) Tekanan darah klien meningkat
d) Klien tampak gelisah
7. Respirasi
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
b) Klien mengatakan mengalami batuk
Data obyektif:
a) Terlihat ada sesak napas.
b) Terdapat penggunaan otot bantu napas.
c) Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30-40 x/mnt dan
pada anak-anak > 20-26 x/menit.
d) Klien terlihat batuk.

16
8. Keamanan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan merasa cemas
Data obyektif:
b) Klien tampak gelisah
9. Interaksi social
Data Subyektif:
a) Klien mengatakan suaranya serak
b) Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karenasuaranya
tidak jelas terdengar.
Data obyektif:
a) Suara klien terdengar serak 
b) Suara klien tidak terdengar jelas
e. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
a) Klien tampak muntah
b) Klien tampak lemah
c) Klien tampak batuk-batuk 
d) Klien tampak memegang daerah yang nyeri
2. Auskultasi :
a) Suara terdengar serak
b) Bising usus menurun <12x/menit
c) Suara jantung S1/S2 reguler

2.3 Diagnosa Keperawatan Anak Dengan Gangguan Gastroesophageal Refluks Disease


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia (asam lambung)
Ditandai dengan klien dikeluhkan mengalami perubahan selera makan, perubahan
frekuensi pernapasan, iritabilitas.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan

17
Ditandai dengan klien menghindari makan, kurang minat terhadap makanan, mengeluh
gangguan sensasi rasa, pasien mual muntah.
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal, penurunan
reflex batuk, sfingter esophagus bawah inkompeten.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma mukosa esophagus
5. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan efek ketunadayaan
fisik
Ditandai dengan penurunan waktu respons, lesu/tidak bersemangat

2.4 Intervensi Pada Anak Dengan Gangguan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia (asam lambung) ditandai dengan klien
mengeluh mengalami perubahan selera makan, perubahan frekuensi pernapasan,
iritabilitas.
Tujuan: Setelah diberikan perawatan dalam waktu .... x 24 jam, diharapkan nyeri
klien berkurang dengan
Kriteria hasil:
1. Klien menyatakan nyerinya berkurang
2. Klien tidak tampak melindungi bagian yang sakit
3. Nadi normal (110 – 180 x/menit) dan RR klien normal (30-60 x/menit)
4. Klien dapat istirahat dengan nyaman
Intervensi
1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien (dengan pola P, Q, R, S, T), yaitu
dengan memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu
2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.
4. Kontrol dan kurangi kebisingan
5. Ajarkan pasien teknik distraksi.
6. Kaji riwayat adanya alergi obat.
7. Pastikan pasien menerima analgesic.

18
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan klien menghindari makan, klien
mual muntah, kurang minat terhadap makanan, mengeluh gangguan sensasi rasa.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Critera hasil:
1. Klien tidak menghindari makan
2. Klien tidak mual muntah
3. Klien berminat terhadap makanan
4. Klien tidak mengeluh mengalami gangguan sensasi rasa
Intervensi:
1. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah makan.
2. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang
pada lambung.
3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/kalori yang disajikan pada saat
individu ingin makan.
4. Siapkan dalam kemasan yang menarik dan makanan yang disukai pasien.
5. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.
Kolaborasi:
1. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis
dan adekuat
3. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestial, penurunan
refleks batuk, sfingter esofagus bawah inkompeten
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan aspirasi
tidak terjadi dengan
Criteria hasil:
1. Tidak mengalami aspirasi
Intervensi:
1. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang.
2. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada kontraindikasi.

19
3. Kaji kembali adanya obstruksi benda-benda dalam mulut dan tenggorokan.
4. Beri tahu makanan yang harus dihindari anak kecil seperti buah dengan biji,
kacang, permen karet, anggur dan lain-lain 
5. Ajarkan penatalaksanaan kedaruratan obstruksi jalan napas seperti
memukul punggung dan dorongan dada (bayi), maneuver Heimlich (anak-anak)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma mukosa esophagus
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan infeksi
dapat dicegah dengan
kriteria hasil:
1. Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5: tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)
2. Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal (Suhu aksila: 36,5 – 37,5οC,
Nadi: 110 – 180 x/menit, RR: 30 – 60 x/menit)
3. Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
4. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
Intervensi:
1. Pertahankan tehnik aseptik.
2. Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan diakukan.Intrusikan
pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
4. Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi.
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d efek ketunadayaanfisik d.b
penurunan waktu respons, lesu / tidak bersemangat.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x24 jam diharapkan
pertumbuhandan perkembangan anak optimal
Criteria hasil:
1. Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
Intervensi:
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak 

20
2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, aktivitas bermain, game, nonton
TV, puzzle, menggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
3. Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat

2.5. Evaluasi Pada Anak Gangguan Gastroesopagheal Reflux Disease


1. Nyeri berkurang dengan
Kriteria hasil:
a. Rasa nyeri berkurang
b. Tidak tampak melindungi bagian yang sakit
c. Nadi normal (110-180 x/menit) dan RR normal (30-60 x/menit)
d. Klien dapat istirahat dengan nyaman
2. Kebutuhan nutrisi teratasi dengan
kriteria hasil:
a. Tidak menghindari makan
b. Tidak mual muntah
c. Berminat terhadap makanan
d. Tidak mengeluh mengalami gangguan sensasi rasa
3. Aspirasi tidak terjadi dengan
Criteria hasil:
a. Tidak mengalami aspirasi
4. Infeksi tidak terjadi dengan
kriteria hasil:
a. Terjadi pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5:tidak pernah,
jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
1) Suhu aksila: 36,5 – 37,5οC 
2) Nadi: 110 – 180 x/menit
3) RR: 30 – 60 x/menit
c. Dapat menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
d. Dapat mengubah gaya hidup untuk mengurangi terjadinya resiko infeksi.

21
5. Perdarahan dapat teratasi
kriteria hasil:
a. Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal (Ht: 36-52%, Hb: 12,0-17,5 gr/100 ml)
b. Episode perdarahan tidak terjadi.
c. Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: 87-105/60-69 mmHg, Nadi:
110 180 x/menit, RR : 30 - 60 x/mnt, Suhu : 36 - 37οC ± 0,5οC)
6. Pertumbuhan dan perkembangan anak optimal
kriteria hasil:
a. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan
tinggi badan

2.6. MCP anak dengan gangguan gastroeshopagheal reflux disease


Nd: Ketidakseimbangan nutrisi
Nd: Nyeri akut b.d agen
kurang dari kebutuhan
kimia (asam lambung)
tubuh b.d ketidakmampuan
Do:
menelan makanan
1. Klien merasa nyeri MD: Gastroesophageal Reflux Disease Do:
2. tampak melindungi KA: 1. Klien menghindari
bagian yang sakit a. Tidak mau makan/minum/menetek makan
3. klien tidak nafsu Nyeri perut 2. kurang minat terhadap
makan b. Rasa terbakar di dada/ulu hati makanan
4. perubahan frekuensi (heartburn) 3. mengeluh gangguan
pernapasan c. Gagal tumbuh (failure to thrive) sensasi rasa
Ds: d. Muntah berulang 4. pasien mual muntah.
1. Ibu mengatakan e. Rewel terus-menerus Ds:
anaknya rewel seperti f. Kesulitan menelan (disfagia) 1. ibu mengatakan anak
ada yang sakit g. Tersedak/apnea (henti napas sesaat) nya tidak mau makan
h. Batuk kronik/mengi berulang dan mual muntah
i. Posisi opistotonus

22
Nd; Risiko aspirasi b.d Nd: Keterlambatan pertumbuhan
penurunan motilitas dan perkembangan b.d efek
gastrointestial, ketunadayaan fisik d.b
penurunan refleks Nd: Resiko infeksi b.d trauma penurunan waktu respons,
batuk, sfingter mukosa esophagus lesu / tidak bersemangat.
esofagus bawah Do: Do:
inkompeten 1. Cek tanda-tanda vital 1. Anak mengalami tumbuh
Do: Ds: sesuai dengan kurva
1. Ibu mengatakan bahwa
1. mengalami aspirasi pertumbuhan berat dan
Ds: ibu kurang tinggi badan
1. ibu mengatakan memperhatiakan gaya Ds:
saat batuk anak nya hidup yang baik 1. Ibu merasakan anaknya
seperti tidak kuat mengalami keterlambatan
tumbuh kembang

2.7 . EBP Pada Anak Dengan Gangguan Gastroesophageal Refluks Disease

Judul jurnal: Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Gastroesophageal Reflux pada Bayi
dan Anak-anak: dari Pedoman Praktik Klinis

Peneliti: Jeaneth Indira Gonzalez Ayerbe , Bruno Hauser , Silvia Salvatore , dan Yvan
Vandenplas

Analisis jurnal:

Dari yang kami dapatkan dari jurnal yang berjudul Diagnosis dan Penatalaksanaan
Penyakit Gastroesophageal Reflux pada Bayi dan Anak-anak: dari Pedoman Praktik Klinis
maka dapat kami simpulkan bahwa:

Diagnosis dan manajemen gastro-esophageal reflux (GER) dan penyakit GER (GERD)
pada bayi dan anak-anak tetap menjadi tantangan. Pedoman yang diterbitkan dan makalah

23
posisi, bersama dengan Embase, MEDLINE, dan Basis Data Cochrane ditinjau dan
diringkas dengan maksud untuk mengusulkan pendekatan praktis dan manajemen GER dan
GERD untuk penyedia layanan kesehatan dan untuk menstandarisasi dan meningkatkan
kualitas perawatan untuk bayi dan anak-anak. . Untuk tujuan ini, 2 algoritma
dikembangkan, 1 untuk bayi <12 bulan dan lainnya untuk anak-anak yang lebih besar.
Tidak ada tanda dan gejala GER dan GERD yang spesifik dan tidak ada tes atau alat
diagnostik standar emas. Manajemen nutrisi direkomendasikan sebagai pendekatan lini
pertama pada bayi, sedangkan pada anak-anak, percobaan terapi dengan obat antasid
disarankan untuk manajemen awal. Rekomendasi praktis dari ulasan ini dimaksudkan
untuk mengoptimalkan manajemen APK pada bayi dan anak yang lebih besar dan
mengurangi jumlah penyelidikan dan penggunaan obat yang tidak tepat.

Gejala dan tanda yang terkait dengan GERD pada bayi dan anak-anak
Gejala Tanda-tanda
Sakit maag / nyeri dada Komplikasi mukosa kerongkongan (esofagitis, striktur
esofagus, esofagus Barrett)
Nyeri epigastrium Desaturasi berulang / kronis
Regurgitasi / muntah Pneumonia aspirasi berulang
Tangisan / iritabilitas yang tak Radang tenggorokan
terselesaikan berulang
Hematemesis Otitis media berulang
Penolakan makan Postur abnormal / sindrom Sandifer
Odyno / disfagia, suara serak Gagal tumbuh / menurun
Batuk kering berulang / kronis, mengi / Erosi gigi
ALTE / BRUE
Tidur terganggu -
Episode kejang -

Investigasi Diagnostik

1. Kontras Barium, Ultrasonografi, Dan Skintigrafi


Teknik-teknik ini dapat menyelidiki refluks untuk waktu yang sangat terbatas dan terutama
selama periode postprandial. Satu atau lebih episode refluks dapat dideteksi pada hingga
50% anak yang menjalani pencitraan radiologis, terlepas dari gejalanya. Studi kontras
barium gastrointestinal (GI) atas sangat membantu untuk mendeteksi malformasi GI dan
dapat bermanfaat dalam diagnosis hernia hiatal, malrotasi, stenosis pilorik, jaringan

24
duodenum, stenosis duodenum, jaringan antral, penyempitan kerongkongan, cincin Schatzki,
akalasia, striktur esofagus, dan kompresi ekstrinsik esophagus.
2. Esophagogastroduodenoscopy dengan biopsi
Sensitivitas esofagitis erosif dalam mendiagnosis GERD dilaporkan berkisar antara 15%
hingga 71% dan sensitivitas esophagitis mikroskopis dalam mendiagnosis GERD adalah
antara 83% dan 88%. Para penulis menemukan bahwa esofagitis histologis memiliki nilai
prediktif negatif (NPV) 62% dan 73%. Jika penampakan mukosa endoskopi pada pasien
kontrol juga dipertimbangkan, NPV endoskopi atas menurun menjadi hanya 33% .Temuan
ini menunjukkan bahwa biopsi tanpa tanda-tanda esofagitis atau tidak adanya lesi
makroskopis tidak mengesampingkan adanya GERD. Dalam semua 3 studi, jika disebutkan,
histologi dan penampilan makroskopis normal pada kelompok kontrol, yang secara otomatis
menyebabkan spesifisitas dan NPV yang dilaporkan sebesar 100% .Dengan demikian, tidak
ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan endoskopi dengan atau tanpa biopsi
untuk diagnosis GERD pada bayi dan anak-anak. Namun, endoskopi saluran GI atas berguna
untuk mengevaluasi mukosa di hadapan gejala atau tanda-tanda yang mengkhawatirkan,
seperti hematemesis, disfagia, atau kegagalan untuk berkembang atau anemia; untuk
mendeteksi komplikasi GERD, seperti esophagitis erosif, striktur, dan Barrett's esophagus;
atau untuk mendiagnosis kondisi yang mungkin menyerupai GERD, seperti esofagitis
eosinofilik.
3. Biomarker
Biomarker, seperti pepsin saliva, belum terbukti bermanfaat untuk mendiagnosis GERD.
Pepsin dapat ditemukan di mulut hampir sepertiga dari pasien control. Nilai prediktif positif
(PPV) pepsin untuk refluks patologis dengan pH-metri, MII, atau endoskopi adalah 50% dan
NPV adalah 71%. Pepsin dilaporkan hadir di BAL dari 84% pasien dengan penyakit
pernapasan dan gejala refluks. Namun, 87% anak-anak dengan penyakit pernapasan tetapi
tidak ada gejala refluks adalah pepsin-negatif. Selain itu, tidak ada hubungan yang
ditemukan antara positifitas pepsin saliva, gejala ekstra-esofagus, kualitas skor hidup, atau
peradangan pada bronkoskopi atau esophagogastroduodenoscopy. Selain itu, keberadaan
pepsin telah terbukti antara 50% dan 100% pada anak-anak tergantung pada jumlah sampel
positif yang dipertimbangkan.
4. Studi manometri / motilitas

25
Studi manometri atau motilitas tentu saja tidak mengukur refluks, tetapi mungkin
bermanfaat dengan menunjukkan etiologi GERD. Manometri esofagus resolusi tinggi
mungkin membantu untuk mendiagnosis sindrom ruminasi. Manometry resolusi tinggi juga
dapat menyoroti gangguan motilitas kerongkongan pada mereka yang mengalami gejala
yang mirip dengan GERD.
5. Uji inhibitor pompa proton (PPI)
Tes diagnostik PPI didasarkan pada hipotesis bahwa gejala yang menanggapi pemberian PPI
menunjukkan bahwa mereka (asam) diinduksi GERD. Karena tidak ada uji coba pada bayi
yang menunjukkan pengurangan gejala yang lebih baik daripada plasebo, terlepas dari durasi
uji coba, pemberian PPI tidak dapat direkomendasikan untuk bayi sebagai tes diagnostic.
Peningkatan gejala terbaik pada anak-anak terjadi selama 2 sampai 4 minggu pertama.
Menurut data pada orang dewasa dengan gejala khas, 1 minggu PPI cukup untuk mengamati
respons yang signifikan. Ada data yang tidak cukup untuk merekomendasikan uji coba PPI
pada pasien dengan gejala ekstra-esofagus, mungkin terkait dengan GERD.
6. Rekaman pH-metri dan MII
Pemantauan pH esofagus terus-menerus dikembangkan pada 1990-an dan untuk waktu yang
lama dianggap sebagai teknik terbaik untuk mengukur refluks karena merupakan satu-
satunya teknik yang tersedia untuk mengukur APK di luar periode postprandial.
Indikasi untuk melakukan pH-MII adalah:
1) untuk mengukur kemanjuran obat penekan asam;
2) untuk membedakan NERD, kerongkongan hipersensitif, dan mulas fungsional pada
pasien dengan endoskopi dan histologi normal;
3) untuk mengkorelasikan gejala sulit persisten dengan kejadian GER asam dan non-asam;
4) untuk menetapkan peran refluks asam dan non-asam dalam etiologi esofagitis dan tanda-
tanda dan gejala lain yang menunjukkan GERD.

Perawatan non-farmakologis

Pendidikan pasien, metode khusus untuk mencegah atau mengobati gejala, dan
pemberdayaan pasien telah terbukti mengurangi kecemasan orang tua dan pasien.
Manajemen harus selalu dimulai dengan dukungan orang tua.

26
Terlepas dari kemungkinan manfaat dari posisi dalam manajemen GER, hanya posisi
terlentang yang dapat direkomendasikan untuk bayi karena risiko sindrom kematian bayi
mendadak (SIDS) dikaitkan dengan semua posisi tidur lainnya. Tidur terlentang secara
universal direkomendasikan oleh National Health Service dan American Academy of
Pediatrics (AAP) sebagai posisi teraman untuk mencegah risiko SIDS. Karena meninggikan
kepala boks bayi saat bayi telentang dapat menyebabkan bayi berguling ke kaki boks ke
posisi yang mungkin terdiri dari respirasi, meninggikan kepala boks bayi tidak
direkomendasikan oleh AAP.

Pengobatan Farmakologis

1. Obat anti-asam
Antasida dan alginat menetralkan asam dan mengandung natrium / kalium bikarbonat, atau
garam aluminium, magnesium, atau kalsium. Alginat dilaporkan mengurangi gejala refluks
dan jumlah episode regurgitasi dan muntah. Alginat juga ditunjukkan untuk mengurangi
jumlah episode refluks yang diukur dengan pH-MII. Studi yang sama mengkonfirmasi
pengurangan gejala. Beberapa penelitian gagal menunjukkan kemanjuran alginat. Ini
mungkin karena desain studi tersebut, berganti makan tanpa dan dengan alginate. Pedoman
National Institute for Health and Care Excellence merekomendasikan alginat sebagai
pengobatan alternatif untuk memberi makan agen penebalan pada bayi yang disusui atau
sebagai percobaan pada bayi yang gejalanya menetap meskipun ada tindakan konservatif.
Pemberian alginat sesuai permintaan dan jangka pendek tidak memiliki efek samping yang
signifikan. Antasid yang mengandung aluminium tidak boleh digunakan pada bayi dan anak-
anak dengan disfungsi ginjal.
2. Prokinetik
Baclofen dilaporkan mengurangi relaksasi sementara sphincter esofagus bawah (LES),
episode refluks, dan mempercepat pengosongan lambung, tetapi belum ada uji coba acak
untuk GERD pada anak-anak. Baclofen dapat digunakan untuk manajemen GERD, tetapi
bukan sebagai obat pilihan pertama karena efek samping yang dilaporkan, termasuk gejala
dispepsia, mengantuk, pusing, kelelahan, dan ambang batas kejang yang lebih rendah. Tidak
ada bukti bahwa domperidone atau metoclopramide mengurangi regurgitasi atau muntah
yang terlihat dibandingkan dengan plasebo tetapi mereka menyebabkan efek yang lebih

27
merugikan. Efek samping yang paling umum adalah gejala ekstrapiramidal (9%), diare
(6%), dan sedasi (6%) Perpanjangan interval QT yang dikoreksi adalah efek samping yang
paling penting dari domperidone.

Pengobatan Bedah

Operasi anti-refluks dapat diindikasikan pada anak-anak dengan GERD yang


dikonfirmasi yang gagal atau tidak patuh pada terapi medis yang optimal atau yang memiliki
presentasi GERD yang mengancam jiwa.

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
  Gastoesopagheal reflux disease adalah suatu kondisi dimana cairan lambung mengalami
refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada,
regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis GERD meliputi gejala tipikal (esofagus) dan
atipikal (ekstraesofagus). Faktor yang berperan untuk terjadinya GERD yaitu mekanisme
antirefluks, kandungan cairan lambung, mekanisme bersihan oleh esofagus, dan resistensi sel
epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan analisa
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
diantaranya endoskopi, radiologi, pengukuran pH, tes perfusi perstein, tesgastroesophageal
scintigraphy.
Komplikasi penyakit GERD diantaranya esofagus barret, esofagitis ulseratif, perdarahan,
striktur esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan
pengobatan jangka panjang. Pengobatan yang dapat diberikan pada klien GERD meliputi
modifikasi gaya hidup, terapi endoskopi, terapi medikamentosa, dan terapikomplikasi.
3.2 Saran
Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari
pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah. Keluarga
juga dituntut harus peka terhadap apa yang di rasakan pasien. Bagi mahasiswa perawat
diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur.

29
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam. 4thed. Jakarta: FKUI;
2006
Soeroso j, isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudya R. Buku Dasar Penyakit Dalam. Edisi
ke 4. Jakarta: EGC 2006
Diagnosa NANDA 2015-2017
NIC NOC edisi ke 5

30

Anda mungkin juga menyukai