Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

GERD atau Gastroesophageal Reflux Disease merupakan keadaan yang

disebabkanoleh aliran balik isi lambung kedalam esofagus dan menghasilkan

inflamasi (Grace, 2015).Penyakit refluks adalah salah satu masalah klinis yang

dominan dalam bidangGastroenterologi. Selama 40 tahun terakhir, kejadian

penyakit refluk meningkat. Keadaanpatologis dimana refluks gastroesofageal

menyebabkan gejala dan komplikasi disebutpenyakit refluks

gastroesofageal(Gastroesophageal Reflux Disease/GERD). GERDdipengaruhi

oleh berbagai faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan

(Heidelbaugh,2018).Berdasarkan 16 studi epidemiologi yang telah dilakukan,

prevalensi GERD diAmerika Utara 18,1%–27,8%, Amerika Selatan 23,0%, Eropa

2,5%–7,8%, Australia 11,6%,Timur Tengah 8,7%–33,1%, dan Asia 2,5%–7,8%.

Data ini menunjukkan bahwa kejadianGERD di Asia adalah yang terendah dari

negara-negara lain di dunia (Naomi, 2014).GERD ditandai dengan berbagai

manifestasi klinis, mulai dari gejala refluks tanpamakroskopis esofagitis sampai

komplikasi kronis berupa kerusakan mukosa esofageal. Heartburn adalah gejala

yang paling umum dari GERD. Pada beberapa pasien, nyeri ulu hati bisadisertai

regurgitasi asam, odinofagia, dan disfagia. Berbagai macam gejala paru

danotolaring juga dapat muncul. Selain laringitis, faringitis, batuk kronis, asma,

bronkiektasis,sindrom aspirasi berulang, manifestasi ekstraesofageal dari GERD

1
dapat termasuk mual danmuntah serta perubahan erosif pada enamel gigi. Refluks

patologis diperkirakan terjadiketika asam yang berbahaya dari asam lambung,

empedu, pepsin, dan isi duodenummengalahkan barier protektif antirefluks

esofagus normal, seperti bersihan asam esofagealdan resistensi mukosa.

Mekanisme utama yang mendasari GERD adalah LES (LowerEsophageal

Sphincter/sfingter esofagus bagian bawah) tidak sempurna, yang

meningkatkanvolume asam lambung yang refluks ke esofagus sehingga melebihi

kapasitas normal yangdapat ditolerir oleh mukosa esofagus. Kejadian GERD

dipengaruhi oleh faktor genetik danlingkungan. Studi terbaru menunjukkan bahwa

polimorfisme genetik pada gen yangmempengaruhi respon inflamasi host,

metabolisme obat, regulasi siklus sel, perbaikan DNA,mutagenesis, fungsi

sensorik esofagus terkait dengan risiko GERD. Terdapat banyak halyang menjadi

faktor risiko GERD, di antaranya adalah obesitas, Hernia Hiatus, merokok,

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi PRG?

2. Apa penyebabnya PRG?

3. Apa pencegahan dan pengobatan PRG?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa Definisi PRG

2. Mengetahui apa penyebabnya PRG

3. Mengetahui pencegahan dan pengobatan pada penyakit PRG

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) merupakan kelainan saluran

cerna bagian atas yang disebabkan oleh refluks gastroesofagus patologik yang

frekuensinya cukup tinggi di negara maju. Di Indonesia penyakit ini sering tidak

terdiagnosis oleh dokter bila belum menimbulkan keluhan yang berat, seperti

refluks esofagitis.

Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam

esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah makan.

Refluks yang terjadi tanpa menimbulkan gejala dan perubahan histologik mukosa

esofagus, disebut refluks gastroesofagus fisiologik. Bila refluks terjadi berulang-

ulang, sehingga timbul gejala dan komplikasi, disebut refluks gastroesofagus

patologik atau penyakit refluks gastroesofagus, suatu istilah yang meliputi refluks

esofagitis dan refluks simtomatis. Pada refluks esofagitis terjadi perubahan

histologik, sedangkan refluks simtomatis menimbulkan gejala tanpa perubahan

histologik dinding esofagus. Manifestasi klinis penyakit refluks gastroesofagus

sangat bervariasi dan gejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan

kelainan fungsional lain dari traktus gastrointestinal. Penatalaksanaan penyakit

refluks gastroesofagus tergantung dari berat ringannya penyakit dan terdiri dari

beberapa tahap / fase.

3
B. Etiologi

Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor.

Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus

bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan

(misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan

bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan

hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus.

hernia hiatal akan melemahkan katup bawah esofagus dan meningkatkan risiko

refluks gastroesofagus.

Hernia hiatal terjadi ketika bagian atas lambung bergerak ke dalam rongga

dada melalui lubang kecil yang ada di diafragma (hiatus diafragma). Diafragma

adalah otot yang memisahkan rongga perut dengan rongga dada. Banyak orang

dengan hernia hiatal tidak memiliki masalah GERD. Namun, adanya hernia hiatal

akan berisiko lebih besar untuk mengalami pengembalian isi lambung lebih

mudah ke esofagus.

Batuk, muntah, tegang, atau tiba-tiba beraktivitas berat dapat

menyebabkan peningkatan tekanan dalam perut mengakibatkan hernia hiatus.

Obesitas dan kehamilan juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Banyak orang

sehat usia 50 tahunan lebih memiliki hernia hiatus kecil. Meskipun dianggap

sebagai kondisi usia pertengahan, hernia hiatus mempengaruhi orang-orang dari

segala usia. Hernia hiatus biasanya tidak memerlukan pengobatan. Namun,

pengobatan mungkin diperlukan jika hernia adalah dalam bahaya menjadi

strangulasi (terpelintir sehingga memotong suplai darah, disebut hernia

4
paraesophageal) atau dipersulit oleh GERD parah atau esofagitis (radang

kerongkongan). Dokter mungkin melakukan operasi untuk mengurangi ukuran

hernia atau untuk mencegah terjadinya strangulasi.

C. Patofisiologi

Pato-siologi GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor

ofensif dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung.

Yang termasuk faktor defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES,

mekanisme bersihan esofagus, dan epitel esofagus. LES merupakan strukur

anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus dengan lambung. Pada

keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran

antegrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan

menyebabkan terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus.

5
Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan

LES akibat penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan

struktural. Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus

membersihkan dirinya dari bahan refluksat lambung; termasuk faktor gravitasi,

gaya peristaltik esofagus, bersihan saliva, dan bikarbonat dalam saliva. Pada

GERD, mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga bahan refluksat

lambung akan kontak ke dalam esofagus; makin lama kontak antara bahan

refluksat lambung dan esofagus, maka risiko esofagitis akan makin tinggi. Selain

itu, refluks malam hari pun akan meningkatkan risiko esofagitis lebih besar.

Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring. Mekanisme

ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular junction yang

membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang

menyuplai nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2 ,

sel esofagus mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl intraseluler

dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.

D. Gejala

Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan hearburn. Regurgitasi

merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa

asam dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah

epigastrium yang dapat disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam, heartburn

sering dikenal dengan istilah rasa panas di ulu hati yang terasa hingga ke daerah

dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat setelah makan atau saat

6
berbaringGejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan

fungsional lain dari traktus gastrointestinal, antara lain:

Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa,

hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya akibat striktur atau

keganasan Barrett’s esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa sakit saat

menelan umumnya akibat ulserasi berat atau pada kasus infeksi. Nyeri dada non-

kardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis merupakan gejala ekstraesofageal

penderita GERD.

E. Diagnosis

Diagnosis PRGE ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

khusus, seperti:

1. Pemeriksaan Radiologi

Roentgen esofagus dengan kontras Barium (esofagogram) atau fluoroskopi

dan pemeriksaan serial traktus gastrointestinal bertujuan untuk menyingkirkan

penyakit penyakit seperti striktur esofagus, akalasia, dll. Bila tidak ada

kelainan, bukan berarti tidak ada PRGE.

2. Pemeriksaan Manometri

Direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi untuk eksklusi kelainan

motilitas yang jarang seperti achalasia atau aperistaltik yang berhubungan

dengan suatu kelainan, misalnya skleroderma.

3. Pemeriksaan Endoskopi

7
Pemeriksaan endoskopi dapat menilai kelainan mukosa esofagus dan

melakukan biopsi esofagus untuk mendeteksi adanya esofagus Barret atau

suatu keganasan.

4. Tes Provokatif

Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan akurat

untuk menilai kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.

5. Pengukuran pH dan tekanan esofagus

Pengukuran ini menggunakan alat yang dapat mencatat pH intra-

esofagus post prandial selama 24 jam dan tekanan manometrik esofagus. Bila

pH < 4 dianggap ada PRGE.

6. Tes Skintigrafi gastroesofagus.

Bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus dengan menggunakan

radioisotop dan bersifat non invasif.

Terapi empirik merupakan upaya diagnostik yang dapat diterapkan di

pusat pelayanan kesehatan primer karena upaya diagnostiknya sederhana dan

tidak membutuhkan alat penunjang diagnostik. Diagnosis GERD ditegakkan

berdasarkan gejala klasik dari hasil anamnesis dan pengisian kuesioner, serta

berdasarkan hasil uji terapi PPI (Proton Pump Inhibitor). Selain itu, gejala

klasik GERD juga dapat dinilai dengan Gastroesophageal Reflux Disease –

Questionnairre (GERD-Q). GERD-Q merupakan sebuah kuesioner yang terdiri

dari 6 pertanyaan mengenai gejala klasik GERD, pengaruh GERD pada

8
kualitas hidup penderita serta efek penggunaan obat-obatan terhadap gejala

dalam 7 hari terakhir. Berdasarkan penilaian GERD-Q, jika skor >8 maka

pasien tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi menderita GERD,

sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut .Selain untuk menegakkan diagnosis,

GERD-Q juga dapat digunakan untuk memantau respons terapi.

F. Komplikasi

Komplikasi PRGE antara lain:

1. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner

metaplastik.

2. Esofagitis ulseratif

3. Perdarahan

4. Striktur esofagus

5. Aspirasi

9
G. Penatalaksanaan

Pengobatan penderita PRGE terdiri dari:

a. Tahap I

Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,

memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan

esofagus dengan cara :

1. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)

2. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,

berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.

3. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk

4. Jangan makan terlalu kenyang

5. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat

6. Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB

seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.

b. Tahap II

Menggunakan obat-obatan, seperti :

1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan

tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum

makan dan sebelum tidur dan Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum

makan dan sebelum tidur.

10
2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan

jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor

H2 seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau

40 mg sebelum tidur (dewasa), dan jenis penghambat pompa ion hidrogen

sepertiOmeprazole: 20 mg 1-2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari

untuk anak.

3. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari,

diberikansebagai campuran dalam 5-15 ml air.

4. Antasida

Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur,

untuk menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.

c. Tahap III

Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi

antara lain mal-nutrisi berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering

dilakukan yaitu fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.

Tujuan pengobatan GERD adalah untuk mengatasi gejala,

memperbaiki kerusakan mukosa, mencegah kekambuhan, dan mencegah

komplikasi. Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of

Gastroesophageal Reflux Disease tahun 1995 dan revisi tahun 2013, terapi

GERD dapat dilakukan dengan:

1. Treatment Guideline I: Lifestyle Modification

11
2. Treatment Guideline II: Patient Directed Therapy

3. Treatment Guideline III: Acid Suppression

4. Treatment Guideline IV: Promotility Therapy

5. Treatment Guideline V: Maintenance Therapy

6. Treatment Guideline VI: Surgery Therapy

7. Treatment Guideline VII: Refractory

GERD Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan

kesehatan primer berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of

Gastroesophageal Reflux Disease adalah dengan melakukan modifikasi gaya

hidup dan terapi medikamentosa GERD. Modifikasi gaya hidup, merupakan

pengaturan pola hidup yang dapat dilakukan dengan:

1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat

badan sesuai dengan IMT ideal

2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat

posisi berbaring

3. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur

4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat,

minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak - asam -

pedas

Terapi medikamentosa merupakan terapi menggunakan obat-obatan. PPI

merupakan salah satu obat untuk terapi GERD yang memiliki keefektifan serupa

dengan terapi pembedahan. Jika dibandingkan dengan obat lain, PPI terbukti

12
paling efektif mengatasi gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis Yang

termasuk obat-obat golongan PPI adalah omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg,

lansoprazole 30 mg, esomeprazole 40 mg, dan rabeprazole 20 mg. PPI dosis

tunggal umumnya diberikan pada pagi hari sebelum makan pagi. Sedangkan dosis

ganda diberikan pagi hari sebelum makan pagi dan malam hari sebelum makan

malam. Menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks

Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013, terapi GERD dilakukan pada pasien

terduga GERD yang mendapat skor GERD-Q > 8 dan tanpa tanda alarm.

Penggunaan PPI sebagai terapi inisial GERD menurut Guidelines for the

Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease dan Konsensus

Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia adalah

dosis tunggal selama 8 minggu. Apabila gejala tidak membaik setelah terapi

inisial selama 8 minggu atau gejala terasa mengganggu di malam hari, terapi dapat

dilanjutkan dengan dosis ganda selama 4 – 8 minggu. Bila penderita mengalami

kekambuhan, terapi inisial dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi

maintenance.

Terapi maintenance merupakan terapi dosis tunggal selama 5 – 14 hari

untuk penderita yang memiliki gejala sisa GERD. Selain PPI, obat lain dalam

pengobatan GERD adalah antagonis reseptor H2, antasida, dan prokinetik

(antagonis dopamin dan antagonis reseptor serotonin). Antagonis reseptor H2 dan

antasida digunakan untuk mengatasi gejala refluks yang ringan dan untuk terapi

maintenance dikombinasi dengan PPI. Yang termasuk ke dalam antagonis

reseptor H2 adalah simetidin (1 x 800 mg atau 2 x 400 mg), ranitidin (2 x 150

13
mg), farmotidin (2 x 20 mg), dan nizatidin (2 x 150 mg). Prokinetik merupakan

golongan obat yang berfungsi mempercepat proses pengosongan perut, sehingga

mengurangi kesempatan asam lambung untuk naik ke esofagus. Obat golongan

prokinetik termasuk domperidon (3 x 10 mg) dan metoklopramid (3 x 10 mg).

BAB III

PENUTUP

14
Kesimpulan

GERD atau Gastroesophageal Reflux Disease merupakan keadaan yang

disebabkanoleh aliran balik isi lambung kedalam esofagus dan menghasilkan

inflamasi (Grace, 2015).Penyakit refluks adalah salah satu masalah klinis yang

dominan dalam bidangGastroenterologi. Selama 40 tahun terakhir, kejadian

penyakit refluk meningkat. Keadaanpatologis dimana refluks gastroesofageal

menyebabkan gejala dan komplikasi disebutpenyakit refluks

gastroesofageal(Gastroesophageal Reflux Disease/GERD). GERDdipengaruhi

oleh berbagai faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

15
https://www.google.co.id/search?

q=komplikasi+gastroesophageal+reflux+disease&source

https://www.google.co.id/search?

q=GAMBAR+ESOFAGUS&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=P9Lr

Http://www.library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary.pdf

http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_252CME-Diagnosis%20dan

%20Tatalaksana%20GERD%20di%20Pusat%20Pelayanan%20Kesehatan

%20Primer.pdf

16
17

Anda mungkin juga menyukai