Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GERD ( GASTROSOFAGEAL REFLUX DISEASE )

DI RUNGAN RAJAWALI ATAS RS ANUTAPURA PALU KELAS A

PEMBIMBING CI/RUANGAN MAHASISWA

NASRIANA M.UMAR, S.Kep Ns NUR SHINTA HANDAYANI

MENGETAHUI

PEMBIMBING PENDIDIKAN

NIP:

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat
seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah
masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang,
terutama setelah makan (Asroel, 2002).

GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat.
Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa
panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia,
penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang
berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah
diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai
kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke dokter
(Djajapranata, 2001).

Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan yang


terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait, esofagitis erosif,
striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa
patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan
terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku yang
serupa diantara mereka.

B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
pemeriksaan penunjang, terapi, dan komplikasi dari GERD.
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien GERD.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)


didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu(troublesome) di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks
sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala.
Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis,
bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi
lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus
akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus
(Susanto, 2002).

B. ETIOLOGI

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :

1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)


2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

C. PATOFISIOLOGI

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi
pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).

Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi
saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERDakan
terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga
dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun
sebaliknya (Hadi, 2002).

Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif


dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif
esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan
ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi
gastrik dan daya pilorik.

a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus
LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata
mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES
adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah
tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal.
Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.

b. Bersihan asam dari lumen esophagus


Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah
gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian
besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan.

c. Ketahanan epithelial esophagus

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan


mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial
esophagus terdiri dari :

1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .

D. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :

1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah
gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut
terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis
refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran
cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-
erosive reflux disease (NERD).
2. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali
tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan
yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak
sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini
mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan
akibat esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.
3. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4
pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
4. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang
dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-
pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada
seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan
rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak
menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
5. Manometri esofagus : mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup yang
berfungsi buruk kekuatan sphincter
F. KOMPLIKASI
1. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik. Barrett esophagus disebabkan oleh gastro-esofagus penyakit refluks yang
memungkinkan isi perut untuk merusak sel-sel yang melapisi esophagus bagian bawah
2. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir).
3. Striktur esophagus. Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen esofagus yang
dapat menyebabkan keluhan disfagia. Berdasarkan etiologinya, striktur esofagus
dibedakan menjadi striktur esofagus benigna dan maligna. Striktur esofagus benigna
disebabkan oleh GERD, zat korosif, web, radiasi, post anastomosis esofagus,
sedangkan striktur esofagus maligna disebabkan oleh keganasan baik dari dalam
maupun dari luar esofagus
4. Aspirasi yaitu masuknya cairan atau isi lambung ke dalam saluran nafas yang
menyebabkan sesak nafas.
5. Esofagitis yaitu radang esophagus. Hal ini disebabkan karena isi lambung yang keluar
adalah asam lambung. Dimana asam ini akan merusak mukosa esophagus dan
memberikan gejala klinis.

G. TERAPI
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,
mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat
penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi
diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau
mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
1. Modifikasi Gaya Hidup
a. Tidak merokok
b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
c. Tidak minum alkohol
d. Diet rendah lemak
e. Hindari mengangkat barang berat
f. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
g. Jangan makan terlalu kenyang
h. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang

2. Terapi Endoskopik.
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah
radiofrekuensi, endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi
adalah dengan memanaskangastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini
adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi reflux.
3. Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini
adalah supresi pengeluaran asam lambung.
H. PATHWAY

Faktor defensive dariesofagus Faktor opensif dari bahan refluksat

GERD

Kerusakan Mukosa Esofagus Regurgitasi

RESIKO ASPIRASI
Rangsang Medola
Respon peradangan lokal Refluk ke Air way
Oblongata

NYERI Inflamasi saluran nafas


Hipersaliva

POLA NAFAS TIDAK


Anoreksia
EFEKTIF

Intake Menurun

DEFISIT KETIDAK SEIMBANGAN


VOLUME CAIRAN NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama
a. Keluhan pirosis (nyeri dengan sensasi terbakar pada esophagus)
b. Dispepsia atau indigesti (makanan tidak terurai menjadi serpihan kecil atau
molekul sehingga sulit digerakkan ke sepanjang saluran pencernaan.
c. Disfagia (gangguan menelan). Tentukan berapa lama keluhan muncul dan apakah
disertai dengan penurunan berat badan.
d. Odinofagia (nyeri saat menelan)
e. Regugirtasi (aliran balik). Keluhan material esophagus masuk ke dalam jalan
napas.
2. Pengkajian psikologis
Sering didapatkan kecemasan akan kondisi yang dialami. Perawat juga
mengkaji factor yang dapat menurunkan atau menambah keluhan. Kaji mengenai
pengetahuan pasien bagaimana cara pasien untuk menurunkan keluhan, apakah dengan
mengobati sendiri atau meminta pertolongan kesehatan.

3. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
a. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kajitekanan nadi,
dan kondisi patologis.
b. Respiratory rate

4. Pola Fungsi Keperawatan


a. Aktivitas dan istiraha
Data Subyektif:
Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah
epigastrium, seperti terbakar.
Data obyektif :
Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.
Tidak terjadi perubahan tonus otot.
b. Eliminasi
Data Subyektif:
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif:
Bising usus menurun (<12x/menit)
c. Makan/ minum
Data Subyektif:
Klien mengatakan mengalami mual muntah.
Klien mengatakan tidak nafsu makan.
Klien mengatakan susah menelan.
Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data Obyektif:
Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
d. Sensori neural
Data Subyektif:
Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data obyektif:
Status mental baik.
e. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah dada.
P : nyeri terjadi akibat adanya peradangan pada esofagus (esofagitis).
Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah dada.
S : klien mengatakan skala nyeri 8 (1-10).
T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri pada
dada menetap.
Data Obyektif:
Klien tampak meringis kesakitan.
Klien tampak memegang bagian yang nyeri.
Tekanan darah klien meningkat
Klien tampak gelisah
f. Respirasi
Data Subyektif :
Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
Klien mengatakan mengalami batuk
Data obyektif:
Terlihat ada sesak napas.
Terdapat penggunaan otot bantu napas.
Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 4 x/mnt
dan pada anak-anak > 20-26 x/menit.
Klien terlihat batuk.
g. Keamanan
Data Subyektif :
Klien mengatakan merasa cemas
Data obyektif:
Klien tampak gelisah
h. Interaksi sosial
Data Subyektif:
Klien mengatakan suaranya serak
Data obyektif:
Suara klien terdengar serak
Suara klien tidak terdengar jelas.

B. DIAGNOSA
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan
glotis terhadap cairan refluks.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan
tenggorokan.
C. INTERVENSI

Perencanaan
No. Diagnosa Rasional
Kriteria Hasil Intervensi

1. Risiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan ekspansi


berhubungan dengan tindakan keperawatan kesadaran, reflek batuk paru maksimal dan alat
hambatan menelan, selama...x 24 jam dan kemampuan pembersihan jalan napas.
penurunan refleks laring masalah aspirasi pada menelan.
dan glotis terhadap cairan klien dapat diatasi
refluks. dengan kriteria hasil:
2. Naikkan kepala 30-
2. Meningkatkan pengisian
45 derajat setelah makan.
udara seluruh segmen paru,
memobilisasi dan
Status hasil: mengeluarkan sekret.

Klien dapat bernafas


dengan mudah, tidak
3. Menghindari terjadinya
irama, frekuensi 3. Potong makanan
risiko aspirasi yang terlalu
pernafasan kecil kecil.
tinggi.
normalskala 4

4. Hindari makan kalau


4. Dapat membatasi
Pasien mampu residu masih banyak
ekspansi gastroesofagus
menelan, mengunyah
tanpa terjadi aspirasi,
dan
mampu melakukan
oral hygiene skala 4

Jalan nafas paten,


mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan
tidak ada suara nafas
abnormal skala 4

2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Perubahan pada


berhubungan dengan tindakan keperawatan hidrasi. kapasitas gaster dan mual
pemasukan yang kurang, selama .....x 24 jam, sangat mempengaruhi
mual dan muntah / defisit volume cairan masukan dan kebutuahan
pengeluaran yang pada klien dapat cairan, peningkatan risiko
berlebihan. diatasi dengan dehidrasi.
kriteria hasil:

Definisi: penurunan 2. Indikator


2. Kaji tanda vital, catat
cairan intravaskuler, Mempertahankan dehidrasi/hipovolemia,
perubahan TD, takikardi,
interstisial dan atau urine output sesuai keadekuatan penggantian
turgor kulit dan
interseluler. Mengarah ke dengan usia BB, BJ cairan.
kelembaban membran
dehidrasi kehilangan urine normal skala 4
mukosa.
cairan dengan
Tidak ada tanda-tanda
pengeluaran sodium.
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik dan 3. Berikan cairan 3. Menggantikan
tidak ada rasa haus tambahan IV sesuai kehilangan cairan dan
yang berlebihan skala indikasi. memperbaiki keseimbangan
4 cairan dalam fase segera dan
pasien mampu memenuhi
Berat badan stabil
cairan per oral.
skala 4

4. Dorong masukan 4. Memungkinkan


Hematokrit menurun
oral bila mampu penghentian tindakan
skala 4
dukungan cairan infasif dan
Tidak ada ascites kembali ke normal.
skala 4

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Diskusikan pada 1. Dengan memilih


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan pasien makanan yang makanan yang disukai pasien
kebutuhan tubuh selama .....x 24 jam, disukainya dan makanan maka selera makan si pasien
berhubungan dengan nutrisi pada klien yang tidak disukainya. akan bertambah dan dapat
intake kurang akibat mual dapat diatasi dengan mengurangi rasa mual dan
dan muntah. kriteria hasil: muntah.

2. Buat jadwal
Definisi: intake nutrisi Status hasil: 2. Setelah tindakan
masukan tiap jam.
tidak cukup untuk pembagian, kapasitas gaster
Peningkatan berat Anjurkan mengukur
keperluan metabolisme menurun kurang dari 50 ml,
badan sesuai dengan cairan/makanan dan
tubuh sehingga perlu makan
tujuan skala 4 minum sedikit demi
sedikit/sering.
sedikit atau makan secara
perlahan.
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi skala 4
3. Beritahu pasien 3. Menurunkan
untuk duduk saat kemungkinan aspirasi.
Tidak ada penurunan makan/minum.
berat badan yang
berarti skala 4
4. Tekankan
4. Makan berlebihan dapat
pentingnya menyadari
mengakibatkan mual dan
kenyang dan
muntah
menghentikan masukan.
Mengidentifikasi
skala nutrisi skala 4

5. Timbang berat badan


tiap hari. Buat jadwal 5. Pengawasan kehilangan
Stamina dan energi
dan alat pengkajian kebutuhan
ada skala 4 teratur setelah pulang. nutrisi

6. Kolaborasi dengan 6. Perlu bantuan dalam


ahli gizi perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan nutrisi

4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Kurangi faktor 1. Dengan berkurangnya


dengan inflamasi lapisan tindakan keperawatan presipitasi nyeri faktor pencetus nyeri maka
esofagus selama ......x 24 pasien tidak terlalu merasakan
jam, pasien tidak intensitas nyeri.
mengalami nyeri,
2. Menurunkan tegangan
dengan kriteria hasil:
2. Tingkatkan istirahat abdomen dan meningkatkan
rasa kontrol.

Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
3. Pemberian informasi
nyeri, mampu 3. Berikan informasi
yang berulang dapat
menggunakan tehnik tentang nyeri seperti
mengurangi rasa kecemasan
nonfarmakologiuntuk penyebab nyeri, berapa
pasien terhadap rasa nyerinya.
mengurangi nyeri, lama nyeri akan
mencari bantuan) berkurang, dan antisipasi
ketidaknyamanan
prosedur.
Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri 4. Meningkatkan relaksasi,
4. Ajarkan tentang
memfokuskan kembali
teknik nonfarmakologi
perhatian dan meningkatkan
seperti teknik relaksasi
Mampu mengenali kemampuan koping.
nafas dalam, distraksi
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan kompres
dan tanda hangat/dingin.

Tanda vital dalam 5. Berikan analgesik


5. Perlu penanganan obat
rentang normal untuk mengurangi nyeri
untuk memudahkan istirahat
adekuat dan penyembuhan

5 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Peninggian kepala tempat
efektif berhubungan tindakan keperawatan untuk memaksimalkan tidur mempermudah fungsi
dengan refluks cairan ke selama ......x 24 jam ventilasi pernapasan dengan
laring dan tenggorokan klien dapat menggunakan gravitasi.
menunjukkan kriteria
2. Fisioterapi dada dapat
hasil: 2. Lakukan fisioterapi
mengeluarkan sisa sekret
dada jika perlu
yang masih tertinggal.

Status hasil:
3. Atur intake untuk
jalan nafas yang paten 3. Keseimbangan akan
cairan mengoptimalkan
(tidak tercekik, irama stabil apabila antara
keseimbangan.
nafas dan pola nafas pemasukan dan pengeluaran
dalam rentang diatur
normal) skala 4
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan


lambung mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa
terbakar, nyeri di dada, regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis GERD meliputi
gejala tipikal (esofagus) dan atipikal (ekstraesofagus). Faktor yang berperan untuk
terjadinya GERD yaitu mekanisme antirefluks, kandungan cairan lambung, mekanisme
bersihan oleh esofagus, dan resistensi sel epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis
GERD dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya endoskopi, radiologi,
pengukuran pH, tes perfusi Berstein, tes gastro-esophageal scintigraphy. Komplikasi
penyakit GERD diantaranya Esofagus barret, esofagitis ulseratif, perdarahan, striktur
esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan
jangka panjang. Pengobatan yang dapat diberikan pada klien GERD meliputi modifikasi
gaya hidup, terapi endoskopi, terapi medikamentosa, dan terapi komplikasi.

B. SARAN
1. Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari
pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.
2. Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih
penelitian maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux
Disease(GERD) mengingat sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit
ini.
3. Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika
praktik di klinik dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang
terbaru.
DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara : Fakultas
Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.

Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease


(GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol.
38 no. 7 / November 2011.

Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta :
FKUI.

Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.

Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks Gastroesofagus.
Jakarta : FKUI.

Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara


Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September -
November 2009.

Anda mungkin juga menyukai