Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

(GERD) Gastroesophageal reflux disease

Disusun Oleh Kelompok II :

1. Muhammad Khatami
2. M. Rusyairi
3. Nurus Shobah
4. Rissa Alhusna
5. Siti Najrah

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI

AKADEMI KEPERAWATAN INTAN MARTAPURA

TAHUN AJARAN 2017/2018


LAPORAN PENDAHULUAN

(GERD) Gastroesophageal reflux disease

1. KONSEP TEORI
1) Pengertian
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang
berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus
adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada
orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi
(Susanto, 2002)..
GERD adalah kembalinya isi lambung kedalam esofagus dengan cara pasif yang
disebabkan oleh hipotoni spingter esophagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan
esofagus dengan, atau pengosongan isi lambung yang lambat (Arief Mansjoer, 2015)

2) Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti
beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

3) Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad
yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa
atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi
saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan
terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga
dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas
ataupun sebaliknya (Hadi, 2002).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif
dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif
esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan
ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi
gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus
LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya
hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-
obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama
kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar
bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus
yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus
terdiri dari :
1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan
hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah
dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal
sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau
terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal
dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di
esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter
esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan
masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring (Hadi, 2002).
4) Skema Patofisiologi

5) Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal
(ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah
gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian
mulut terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)
Gejala Atipikal :
1. Batuk kronik dan kadang wheezing
2. Suara serak
3. Pneumonia
4. Fibrosis paru
5. Bronkiektasis
6. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).
Gejala lain :
1. Penurunan berat badan
2. Anemia
3. Hematemesis atau melena
4. Odinofagia (Bestari, 2011).

6) Peran Keluarga
1. Mengenali ganguan perkembangan kesehatan
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
3. Memberikan keperawatan
4. Mempertahankan suasana dirumah yang mengantungkan keselamatan
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga
kesehatan

7) Pemeriksaan penunjang
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam
keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan,
striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein)
untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini
dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein
yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri
asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus
menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b. Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena.
Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri
motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara
manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esophagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE,
pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara
lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat
yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan
sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa
esofagus, erosi, dan striktur.
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu.
Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esophagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada
pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi
bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).

2. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
1. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
2. Pulse rate
3. Respiratory rate
4. Suhu
c. Keluhan utama
Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :
Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.
Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis
paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.
Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit gastrointestinal lain
2) Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
3) Alergi/reaksi respon imun
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Pola Fungsi Keperawatan
Aktivitas dan istirahat
Sirkulasi
Eliminasi
Makan/ minum:
Sensori neural
Nyeri / kenyamanan
Respirasi
Keamanan
Interaksi sosial
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor,
koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban
kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan,
distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior,
inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran
kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau
ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata,
konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun
telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung
dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada
tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di
leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya
nyeri telan
5. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru
dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang
meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara,
krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya,
bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura
bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-
lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau
tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai
pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan
jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel,
getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain
6. Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang
ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding
perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa,
ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada
organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta
genetalianya.
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

2) Diagnosa
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan
glotis terhadap cairan refluks.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
.
3) INTERVENSI
Perencanaan
No. Diagnosa Rasional
Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan1. Monitor tingkat1. Meningkatkan ekspansi
berhubungan dengan keperawatan selama ...x 24 kesadaran, reflek paru maksimal dan alat
hambatan menelan, jam masalah aspirasi pada batuk dan pembersihan jalan napas.
penurunan refleks klien dapat diatasi dengan kemampuan
laring dan glotis kriteria hasil: menelan.
terhadap cairan refluks. Status hasil:
- Klien dapat bernafas2. Naikkan kepala2. Meningkatkan pengisian
dengan mudah, tidak 30-45 derajat udara seluruh segmen
irama, frekuensi setelah makan. paru, memobilisasi dan
pernafasan normal mengeluarkan sekret.
skala 4
- Pasien mampu3. Potong makanan Menghindari terjadinya
menelan, kecil kecil. risiko aspirasi yang
mengunyah tanpa terlalu tinggi.
terjadi aspirasi, dan
mampu melakukan4. Hindari makan4. Dapat membatasi
oral hygiene skala 4 kalau residu masih ekspansi gastroesofagus
- Jalan nafas paten, banyak
mudah bernafas,
tidak merasa
tercekik dan tidak
ada suara nafas
abnormal skala 4
2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan1. Monitor status
1. Perubahan pada
berhubungan dengan keperawatan selama .....x 24 hidrasi. kapasitas gaster dan
pemasukan yang kurang, jam, defisit volume cairan mual sangat
mual dan muntah / pada klien dapat diatasi mempengaruhi masukan
pengeluaran yang dengan kriteria hasil: dan kebutuahan cairan,
berlebihan. peningkatan risiko
- Mempertahankan urine dehidrasi.
Definisi: penurunan cairan output sesuai dengan
intravaskuler, interstisial usia BB, BJ urine2. Kaji tanda vital,
2. Indikator
dan atau interseluler. normal skala 4 catat perubahan dehidrasi/hipovolemia,
Mengarah ke dehidrasi - Tidak ada tanda-tanda TD, takikardi, keadekuatan
kehilangan cairan dengan dehidrasi, elastisitas turgor kulit dan penggantian cairan.
pengeluaran sodium. turgor kulit baik dan kelembaban
tidak ada rasa haus membran mukosa.
yang berlebihan skala 4
- Berat badan stabil skala3. Berikan cairan
3. Menggantikan
4 tambahan IV sesuai kehilangan cairan dan
- Hematokrit menurun indikasi. memperbaiki
skala 4 keseimbangan cairan
- Tidak ada ascites skala dalam fase segera dan
4 pasien mampu
memenuhi cairan per
oral.

4. Dorong masukan
4. Memungkinkan
oral bila mampu penghentian tindakan
dukungan cairan infasif
dan kembali ke normal.
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan1. Diskusikan pada
1. Dengan memilih
nutrisi kurang dari keperawatan selama .....x 24 pasien makanan makanan yang disukai
kebutuhan tubuh jam, nutrisi pada klien yang disukainya pasien maka selera
berhubungan dengan dapat diatasi dengan kriteria dan makanan yang makan si pasien akan
intake kurang akibat hasil: tidak disukainya. bertambah dan dapat
mual dan muntah. - Peningkatan berat mengurangi rasa mual
badan sesuai dengan dan muntah.
Definisi: intake nutrisi tujuan skala 4
tidak cukup untuk - Tidak ada tanda-2. Buat jadwal
2. Setelah tindakan
keperluan metabolisme tanda malnutrisi masukan tiap jam. pembagian, kapasitas
tubuh skala 4 Anjurkan gaster menurun kurang
- Tidak ada mengukur dari 50 ml, sehingga
penurunan berat cairan/makanan perlu makan
badan yang berarti dan minum sedikit sedikit/sering.
skala 4 demi sedikit atau
- Mengidentifikasi makan secara
skala nutrisi skala 4 perlahan.
- Stamina dan energi
ada skala 4 3. Beritahu pasien
3. Menurunkan
untuk duduk saat
kemungkinan aspirasi.
makan/minum.

4. Makan berlebihan dapat


4. Tekankan
mengakibatkan mual dan
pentingnya
muntah
menyadari kenyang
dan menghentikan
masukan.

5. Timbang berat
5. Pengawasan kehilangan
badan tiap hari.
dan alat pengkajian
Buat jadwal teratur
kebutuhan nutrisi
setelah pulang.

6. Perlu bantuan dalam


6. Kolaborasi dengan
perencanaan diet yang
ahli gizi
memenuhi kebutuhan
nutrisi

4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan1. Kurangi faktor1. Dengan berkurangnya
dengan inflamasi lapisan keperawatan selama ......x presipitasi nyeri faktor pencetus nyeri
esofagus 24 jam, pasien tidak maka pasien tidak terlalu
mengalami nyeri, dengan merasakan intensitas
kriteria hasil: nyeri.
2. Tingkatkan2. Menurunkan tegangan
Mampu mengontrol nyeri istirahat abdomen dan
(tahu penyebab nyeri, meningkatkan rasa
mampu menggunakan kontrol.
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,3. Berikan informasi3. Pemberian informasi
mencari bantuan) tentang nyeri yang berulang dapat
seperti penyebab mengurangi rasa
Melaporkan bahwa nyeri nyeri, berapa lama kecemasan pasien
berkurang dengan nyeri akan terhadap rasa nyerinya.
menggunakan manajemen berkurang, dan
nyeri antisipasi
ketidaknyamanan
Mampu mengenali nyeri prosedur.
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda 4. Ajarkan tentang4. Meningkatkan relaksasi,
teknik memfokuskan kembali
Tanda vital dalam rentang nonfarmakologi perhatian dan
normal seperti teknik meningkatkan
relaksasi nafas kemampuan koping.
dalam, distraksi
dan kompres
hangat/dingin.

5. Berikan analgesik
5. Perlu penanganan obat
untuk mengurangi
untuk memudahkan
nyeri
istirahat adekuat dan
penyembuhan
4. Evaluasi
a. Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi
b. Defisit volume cairan dapat diatasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi pada pasien GERD dapat ditangani.
d. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.
DAPTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus . Universitas Sumatera Utara :
Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.
Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatala ksanaan Gastroesofageal Reflux Disease
(GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 /
November 2011.
Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.
Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks
Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.
Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis. PPDS Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September - November 2009

Anda mungkin juga menyukai