Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)

A. Konsep Teoritis
1. Definisi GERD
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (LeMone dkk, 2016).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena
sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang
mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak
merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi
berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk
waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks
cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esophagus. (LeMone dkk,
2016).

2. Anatomi Fisiologi

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


a. Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi menyalurkan
makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang
mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri
sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada
ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.
b. Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang fungsi utamanya
adalah menampung makanan yang telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang
liat yang dinamakan kimus (chyme). Permukaan lambung ditandai oleh adanya
peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-
lipatan tersebut menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang
dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang
terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini. Epitel
pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung
secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan
pylorus. (LeMone dkk, 2016).
3. Etiologi
Faktor – faktor penyebab GERD antara lain adalah :
a. Stress
b. Makanan atau minuman yang menyebabkan melemahnya fungsi LES (Lower
Esophageal Spincter/sfingter esofagus bawah), contoh terlalu banyak mengonsumsi
kafein, keju, coklat.
c. Merokok, alcohol
d. Obat-obatan, contoh golongan NSAID (ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen,
naproxen, dan ketorolac).
e. Peningkatan tekanan perut, karena obesitas atau kehamilan.
f. Hiatal hernia
Hiatal hernia adalah penonjolan dari suatu bagian lambung melalui diafragma, dari
posisinya yang normal di dalam perut.

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


g. Bile reflux
Bile reflux adalah sebuah arus balik dari empedu ke dalam perut dari saluran empedu
(saluran yang terhubung ke hati dan kantung empedu)

h. Sindrom Zollinger-Ellison , yang dapat hadir dengan keasaman lambung meningkat


karena gastrin produksi.
i. Hypercalcemia
Yang dapat meningkatkan gastrin produksi, menyebabkan keasaman meningkat.
j. Skleroderma dan sistemik sclerosis , yang dapat fitur dismotilitas esofagus.
k. Penggunaan obat-obatan seperti prednisolon .
l. Visceroptosis atau Glénard sindrom.
(LeMone dkk, 2016).
4. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux
disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD sering
kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang
normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti
terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari esophagus.
Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke dalam
esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya
kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area
yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot
polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang
berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada
tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup
lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi
karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat
terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi
lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini
dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen
yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini
memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring,
terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung
mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun
esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif
sel yang ada di lambung (Corwin, 2011).

6. Manifestasi Klinis
a) Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b) Muntah
c) Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar ke
leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika berbaring
d) Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture)
pada kerongkongan dari reflux.
e) Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya berlokasi
di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan lokasi panas
dalam perut.

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


f) Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran
udara
g) Suara parau
h) Ludah berlebihan (water brash)
i) Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j) Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k) Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l) Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang
biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar
melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran
berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m) Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang, lapisan
sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang disebut
kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak
ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada
beberapa orang.
(LeMone dkk, 2016).
7. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit peradangan GERD antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan
ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


b. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
c. Tes Provokatif
a) Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus
terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan
ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak
bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri
dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b) Tes Edrofonium. Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang
disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan
adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik
esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
d. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya
RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara
lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat
yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE.
e. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus
dan sifatnya non invasive.
f. Pemeriksaaan Esofagogram

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa
esofagus, erosi, dan striktur.
g. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes
ini mempunyai sensitivitas 75%.
h. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada
pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.
i. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi
bukan untuk memastikan GERD.

j. Tes darah
Dilakukan berbagai tes darah, seperti memeriksa jumlah sel darah merah untuk
menentukan apakah penderita mengalami anemia. Tes darah juga memungkinkan
untuk mencari tahu apakah ada infeksi karena kuman Helicobacter pylori dan anemia
pernisiosa.
k. Tes darah tinja
Tes ini memeriksa adanya darah dalam tinja, yang mungkin sebagai tanda gastritis.
(LeMone dkk, 2016).
8. Penatalaksanaan
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus,
menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan
mencegah timbulnya komplikasi.
a. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,
namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk
mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah meninggikan
posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan
untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari
lambung ke esophagus, berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena
keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-
sel epitel, mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang
dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat
badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat
mengurangi tekanan intraabdomen, menghindari makanan/minuman seperti coklat,
teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam,
jikan memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergic, progesterone.
b. Terapi medikamentosa
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa
GERD :
 Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD
tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl,
obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan
obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare
terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
 Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin,
dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam
pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi
dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan
esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
 Obat-obatan prokinetik

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini
lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan
GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
 Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah
dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di
esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau
penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul
efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan
diskinesia.
 Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang
lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi
esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat
meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.
 Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan
lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam
menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan
dengan domperidon.
 Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta
dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman
diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
 Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan
obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses
pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan
lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter
dengan golongan antagonis reseptor H2.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau
on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa proton (proton
pump inhibitors) dapat mengurangi gejala dan memulihkan mukosa (selaput
lendir) saluran cerna.

Obat Dosis Frekuensi


Antagonis H2
Cimetidine 40 mg/kg/hari 3 – 4 x/hari
Famotidine 1 mg/kg/hari 2 x/hari
Ranitidine 5-10 mg/kg/hari 2 – 3 x/hari
Penghambat Pompa Proton (PPI)
Lansoprazole 0.4-2.8 mg/kg/hari Sekali sehari
Omeprazole 0.7-3.3 mg/kg/hari Sekali sehari

c. Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan, tukak


atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan apapun. Namun
tindakan pembedahan jarang dilakukan.
d. Terapi endoskopi :
Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam konteks penelitian, akhir-akhir
ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada GERD yaitu :
a) penggunaan energi radiofrekuensi
b) plikasi gastric endoluminal

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


c) implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah mukosa
esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian distal menjadi lebih
kecil.
(Bestari, 2014)
9. Komplikasi
a. Batuk dan asma
b. Erosif esofagus
c. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
d. Pada sebahagian besar kasus merupakan lanjutan dari refluk esofagitis, yang
merupakan faktor risiko terhadap adenokarsinoma esofagusdan adenoma gastro-
esofageal junction.
e. Esofagitis ulseratif
f. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
g. Perdarahan dari refluks esofagitis umumnya ringan, namun kadang kala timbul
perdarahan masif, sehingga tidak jarang terjadi anemia defisiensi besi.
h. Striktur esophagus / Peradangan esophagus
i. Peradangan esophagus menyebabkan nyeri selama menelan dan perdarahan yang
biasanya ringan, tetapi bias juga berat. Penyempitan menyebabkan kesulitan menelan
makanan padat bertambah buruk
j. Aspirasi
k. Tukak kerongkongan
l. Tukak esophageal peptic adalah luka terbuka yang terasa nyeri pada lapisan
kerongkongan. Nyeri ini biasanya dirasakan di belakang tulang dada atau tepat
dibawahnya.
(Bestari, 2014)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien.

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita penyakit paru yang dapat
menjadi predisposisi GERD.

d. Pola Fungsi Keperawatan


1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
 Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah
epigastrium, seperti terbakar.
Data obyektif :
 Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.
 Tidak terjadi perubahan tonus otot.
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
 Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.
Data Obyektif:
 Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)
 Kadar WBC meningkat.
3. Eliminasi
Data Subyektif:
 Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif
 Bising usus menurun (<12x/menit)
4. Makan/ minum
Data Subyektif:
 Klien mengatakan mengalami mual muntah.
 Klien mengatakan tidak nafsu makan.
 Klien mengatakan susah menelan.
 Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data Obyektif:
 Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
5. Sensori neural
Data Subyektif:
 Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


Data obyektif:
 Status mental baik.
6. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
 Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.
P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh
cairan refluks.
Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.
S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.
T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri pada dada
menetap.
Data Obyektif:
 Klien tampak meringis kesakitan.
 Klien tampak memegang bagian yang nyeri.
 Tekanan darah klien meningkat
 Klien tampak gelisah
7. Respirasi
Data Subyektif :
 Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
 Klien mengatakan mengalami batuk
Data obyektif:
 Terlihat ada sesak napas.
 Terdapat penggunaan otot bantu napas.
 Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30-40 x/mnt dan pada
anak-anak > 20-26 x/menit..
 Klien terlihat batuk.
8. Keamanan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan merasa cemas

Data obyektif:
 Klien tampak gelisah
9. Interaksi sosial
Data Subyektif:
 Klien mengatakan suaranya serak
 Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena suaranya tidak
jelas terdengar.
Data obyektif:
 Suara klien terdengar serak
 Suara klien tidak terdengar jelas.
e. Pemeriksaan Fisik

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


Inspeksi :
 Klien tampak muntah
 Klien tampak lemah
 Klien tampak batuk-batuk
 Klien tampak memegang daerah yang nyeri
Auskultasi :
 Suara terdengar serak
a. Bising usus menurun <12x/menit
b. Suara jantung S1/S2 reguler
f. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
1. Endoskopi
2. Esofagografi dengan barium
3. Monitoring pH 24 jam
4. Tes Perfusi Berstein
5. Manometri esophagus

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas)


(Nanda Internasional, 2018-2020)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera kimia (asam lambung) ditandai dengan
klien dikeluhkan mengalami perubahan selera makan, perubahan frekuensi pernapasan,
iritabilitas.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan klien menghindari makan, kurang
minat terhadap makanan, mengeluh gangguan sensasi rasa, pasien mual muntah.
c. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal, penurunan
reflex batuk, sfingter esophagus bawah inkompeten.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma mukosa esophagus

3. INTERVENSI (Amin & Hardi, 2015).

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia (asam lambung) ditandai dengan klien
mengeluh mengalami perubahan selera makan, perubahan frekuensi pernapasan,
iritabilitas.
Tujuan:
Setelah diberikan perawatan dalam waktu .... x 24jam, diharapkan nyeri klien berkurang
dengan kriteria hasil:
1. Klien menyatakan nyerinya berkurang
2. Klien tidak tampak melindungi bagian yang sakit
3. Nadi normal (110 – 180 x/menit) dan RR klien normal (30-60 x/menit)
4. Klien dapat istirahat dengan nyaman
Intervensi
1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien (dengan pola P, Q, R, S, T), yaitu dengan
memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu.
Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.

2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.


Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau budaya klien
dapat mempengaruhi persepsi tentang nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
4. Kontrol dan kurangi kebisingan
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
5. Ajarkan pasien teknik distraksi
Rasional: Untuk memanajemen atau mengalihkan rasa nyeri pada klien.
6. Kaji riwayat adanya alergi obat.
Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik.
7. Pastikan pasien menerima analgesic.
Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan klien menghindari makan,
klien mual muntah, kurang minat terhadap makanan, mengeluh gangguan sensasi
rasa.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil:
1. Klien tidak menghindari makan

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


2. Klien tidak mual muntah
3. Klien berminat terhadap makanan
4. Klien tidak mengeluh mengalami gangguan sensasi rasa
Intervensi :
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah makan.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
menimbulkan mual.
b) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang
pada lambung.
Rasional : Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban
saluran pencernaan.
c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/kalori yang disajikan pada saat
individu ingin makan.
Rasional: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
d) Siapkan dalam kemasan yang menarik dan makanan yang disukai pasien.
Rasional: Dapat meningkatkan selera makan.
e) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.
Rasional: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih
untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient.
Kolaborasi
a) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis
dan adekuat.
Rasional: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai
indikasi dan kebutuhan kalorinya.

3. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestial,


penurunan refleks batuk, sfingter esofagus bawah inkompeten
Tujuan:
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan aspirasi tidak
terjadi dengan kriteria hasil:
1. Tidak mengalami aspirasi
Intervensi:

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


a) Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang.
Rasional : Mencegah penyumbatan jalan nafas.
b) Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : Membantu mencegah cairan refluks agak tidak teraspirasi ke saluran
pernapasan.
c) Kaji kembali adanya obstruksi benda-benda dalam mulut dan tenggorokan.
Rasional : Benda-benda tersebut dapat teraspirasi dan menyumbat jalan napas
d) Beri tahu makanan yang harus dihindari anak kecil seperti buah dengan biji,
kacang, permen karet, anggur dan lain-lain
Rasional: Makanan-makanan tersebut cenderung mudah teraspirasi
e) Ajarkan penatalaksanaan kedaruratan obstruksi jalan napas seperti memukul
punggung dan dorongan dada (bayi), maneuver Heimlich (anak-anak)
Rasional: Dengan mengajarkan kedaruratan medic pada orang tua/keluarga
maka diharapkan dapat memberikan pertolongan penyelamatan awal pada bayi
atau anak untuk mengatasi obstruksi jalan napas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma mukosa esophagus
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan infeksi dapat di
cegah dengan kriteria hasil:
1. Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5:
tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)
2. Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal (Suhu aksila: 36,5 – 37,5 0
C, Nadi: 110 – 180 x/menit, RR: 30 – 60 x/menit)
3. Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
4. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
Intervensi:
1. Pertahankan tehnik aseptik.
Rasional: menurunkan resiko infeksi nosokomial.
2. Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional: untuk mendeteksi secara dini adanya infeksi.

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII


3. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan diakukan. Intrusikan
pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
Rasional: mengurangi resiko kanstaminasi silang.
4. Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.
Rasional: adanya proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau
pengobatan.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi.
Rasional: untuk menurunkan terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Amin. Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA & NIC – NOC. Edisi Revisi..
Jogjakarta : MediAction

Bestari, Muhammad Begawan. 2014. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux


Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 /
vol. 38 no. 21 januari 2020.

J. Corwin, Elizabeth. 2016. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

LeMone, Priscilla., Burke, M Karen.,& Bauldoff, Gerene. 2016. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Vol.4 Edisi 5. Jakarta : EGC

NANDA Internasional. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2018 -2020. Edisi 11.
Jakarta : EGC

JALALUDDIN SHAKTI PROFESI NERS STIKES WNP ANG.VIII

Anda mungkin juga menyukai