SGD 4
SOAL :
Buatlah asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit :
(SGD 1)
(SGD 2)
(SGD 3)
Gastroesophageal Reflux Disease pada anak (SGD 4)
(SGD 5)
(SGD 6)
(SGD 7)
KONSEP DASAR PENYAKIT GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
(GERD)
1. DEFINISI
1) Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik pada makanan
dan asam lambung menuju kerongkongan dan kadangkala menuju mulut.
Reflux terjadi ketika otot berbentuk cincin yang secara normal mencegah
isi perut mengalir kembali menuju kerongkongan (esophageal sphincter
bagian bawah) tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
2) GERD adalah suatu kondisi di mana cairan lambung mengalami refluks ke
esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di
dada, regurgitasi dan komplikasi.
3) Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk
melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan
kadar yang abnormal dan paparan yang berulang.
2. EPIDEMIOLOGI
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada populasi di
negara-negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-
negara Asia-Afrika. Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD FKUI-
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, mendapatkan kasus esofagitis
sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi
atas indikasi dyspepsia, gastroesofageal reflux didapatkan pada 45-89%
penderita asma, hal ini mungkin disebabkan oleh refluks esofageal,
refluksesfagopulmoner dan bat relaksan otot polos yaitu golongan betha
adrenergik, aminofilin, inhibitr fosfodiesterase menyebabkan inkompetensi
LES esfagus. Pada Bayi mengalami refluks ringan, sekitar 1 : 300 hingga
1:1000. Gastroesofagus refluks paling banyak terjadi pada bayi sehat berumur
4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, Pada umur 6 – 7 bulan, gejala
berkurang dari 61% menjadi 21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang
masih mengalami GERD.
3. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1) Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
2) Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
3) Ketahanan epitel esophagus menurun
4) Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2, adanya pepsin,
garam empedu, HCl
5) Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
6) Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
7) Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral
8) Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks,
tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.
9) Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk
apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai antihistamin dan
beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan
nitrat.
10) Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks,
tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.
11) Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
4. PATOFISIOLOGI
GERD terjadi karena beberapa factor seperti Hiatus hernia, pendeknya LES,
penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang menyebabkan penurunan
tonus LES dan terjadi relaksasi abnormal LES sehingga timbul GERD. Hiatus
hernia juga menyebabkan bagian dari lambung atas yang terhubung dengan
esophagus akan mendorong ke atas melalui diafragma sehingga terjadi
penurunan tekanan penghambat refluks dan timbul GERD. Selain itu, GERD
juga terjadi karena penurunan peristaltic esophagus dimana terjadi penurunan
kemampuan untuk mendorong asam refluks kembali ke lambung, kelemahan
kontraksi LES dimana terjadi penurunan kemampuan mencegah refluks,
penurunan pengosongan lambung dimana terjadi memperlambat distensi
lambung, dan infeksi H. Pilory dan korpus pedominas gastritis. GERD dapat
menimbulkan perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks
mengakibatkan nyeri akut. Selain itu GRED menyebabkan kerusakan sel
skuamosa epitel yang melapisi esophagus sehingga terjadi nyeri akut,
gangguan menelan, dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Gangguan nervus
yang mengatur pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga timbul pola
nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks cairan masuk
ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi dan jika teraspirasi maka
timbul masalah bersihan jalan nafas tidak efektif. GERD dapat menyebabkan
refluks asam lambung dari lambung ke esophagus sehingga timbul odinofagia,
merangsang pusat mual di hipotalamus, cairan terasa pada mulut, aliran balik
dalam jumlah banyak sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan timbul
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada
individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya
aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang
terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (< 3
mmHg). Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3
mekanisme:
a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah
menelan
c. Meningkatnya tekanan intraabdominal
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus
hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-
obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan
faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara
bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD
ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal.
Membran sel
6. MANIFESTASI KLINIS
1) Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
2) Muntah
3) Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
4) Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
5) Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip
dengan lokasi panas dalam perut.
6) Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
7) Suara parau
8) Ludah berlebihan (water brash)
9) Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
10) Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
11) Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
12) Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau
darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
13) Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi
bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum
kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus
(esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
9. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
a) Klien tampak muntah
b) Klien tampak lemah
c) Klien tampak batuk-batuk
d) Klien tampak memegang daerah yang nyeri
Auskultasi :
a) Suara terdengar serak
b) Bising usus <12 detik per menit
c) Suara jantung S1/S2 reguler
10.THERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
2. Terapi medikamentosa
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step
down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang
tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor
H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan
sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat
pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan
dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis
reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
Antasid
Antagonis reseptor H2
Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada
prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan
sekresi asam.
Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya
rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
Domperidon
Cisapride
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak
memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai
buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan
garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena
bekerja secara topikal (sitoproteksi).
11.KOMPLIKASI
1) Erosif esofagus
2) Esofagus barrett’s
3) Striktur esofagus
4) Gagal tumbuh (failur to thrive)
5) Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
6) mukosa (selaput lendir)
7) Aspirasi
12.PROGNOSIS
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang
menyebabkan kematian). Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat
kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar
pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D
dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan
pada akhirnya Ca Esofagus.
1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Klien tampak muntah
Klien tampak lemah
Klien tampak batuk-batuk
Klien tampak memegang daerah yang nyeri
Auskultasi :
Suara terdengar serak
a. Bising usus menurun <12x/menit
b. Suara jantung S1/S2 reguler
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien tampak nyeri (skala ouncher lima wajah
dari sangat senang (1) sampai menangis (5) ), klien memegangi bagian
yang nyeri.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan
refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
sekret dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif,
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi,
frekuenssi, irama dan kedalaman napas abnormal.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi
persarafan yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks
disease ditandai dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi nadi
meningkat.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan
nafsu makan, asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan,
penurunan BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka
tubuh.
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan
kemampuan untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring
ditandai dengan suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.
3. PERENCANAAN
a) Penyusunan Prioritas
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak meringis
kesakitan, tampak gelisah, klien tampak nyeri (skala ouncher lima wajah
dari sangat senang (1) sampai menangis (5) ), klien memegangi bagian
yang nyeri.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan
refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
sekret dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif,
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi,
frekuenssi, irama dan kedalaman napas abnormal.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi persarafan
yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks disease ditandai
dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi nadi meningkat.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan
BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan kemampuan
untuk menghasilkan suara sekunder akibat edema laring ditandai dengan
suara klien serak, suara klien tidak terdengar jelas.
b) Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan klien
melaporkan nyeri secara verbal pada ulu hatinya, klien tampak
meringis kesakitan, tampak gelisah, klien mengatakan skala nyeri (1-
10), klien memegangi bagian yang nyeri.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan
klien melaporkan nyeri hilang, dapat dikontrol atau berkurang dengan
kriteria hasil:
Nyeri berkurang (skala nyeri 1-2), hilang (skala nyeri 0), atau dapat
dikontrol
Klien tampak rileks.
TTV dalam rentang normal (RR pada bayi =30-40 x/menit & pada
anak-anak =20-26x/menit, nadi = 80-100 x/menit, suhu 36-37 derajat
celcius, tekanan darah pada bayi = 70-90/50 mmHg & pada anak-
anak = 80-100/60 mmHg)
Klien tampak tidak meringis kesakitan
Intervensi :
a) Kaji pengalaman nyeri anak. Tentukan konsep nyeri anak (bila
mungkin), minta anak menunjuk area yang sakit, untuk anak usia 4-5
tahun gunakan skala ouncher lima wajah dari sangat senang (1)
sampai menangis (5), minta anak untuk membuat peringkat nyeri dan
tanyakan pada anak apa yang meredakan nyeri dan apa yang
membuatnya menjadi lebih buruk.
Rasional :
Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri anak.
b) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi
Rasional :
Membantu mengurangi rasa nyeri.
c) Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
Rasional:
Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat
aktivitas individu.
d) Tingkatkan rasa aman dengan penjelasan yang jujur dan kesempatan
untuk memilih. Jelaskan pada anak tentang cara untuk mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan.
Rasional:
Meningkatkan rasa aman dan nyaman klien dan membantu klien
dalam memanajemen nyeri yang dirasakannya.
Kolaboratif:
a. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional :
Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
Intervensi:
a) Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang.
Rasional :
Mencegah penyumbatan jalan nafas.
b) Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional :
Membantu mencegah cairan refluks agak tidak teraspirasi ke saluran
pernapasan.
c) Kaji kembali adanya obstruksi benda-benda dalam mulut dan
tenggorokan.
Rasional :
Benda-benda tersebut dapat teraspirasi dan menyumbat jalan napas
d) Beri tahu makanan yang harus dihindari anak kecil seperti buah
dengan biji, kacang, permen karet, anggur dan lain-lain
Rasional:
Makanan-makanan tersebut cenderung mudah teraspirasi
e) Ajarkan penatalaksanaan kedaruratan obstruksi jalan napas seperti
memukul punggung dan dorongan dada (bayi), maneuver Heimlich
(anak-anak)
Rasional:
Dengan mengajarkan kedaruratan medic pada orang tua/keluarga
maka diharapkan dapat memberikan pertolongan penyelamatan awal
pada bayi atau anak untuk mengatasi obstruksi jalan napas.
Intervensi
a. Kaji apakah individu cukup sadar dan responsif, dapat mengontrol
mulut, dapat batuk refleks/muntah, posisi klien sudah nyaman, dan
dapat menelan salivanya sendiri.
Rasional:
untuk mengetahui kemampuan menelan klien sehingga dapat
diberikan intervensi yang tepat dan mencegah terjadinya aspirasi.
b. Berikan diet lunak pada klien.
Rasional:
makanan lunak lebih mudah ditelan sehingga tidak menimbulkan
nyeri di tenggorokan sehingga memudahkan dalam memberikan
asupan nutrisi.
c. Berikan makanan dengan pelan, pastikan makanan dikunyah sebelum
ditelan.
Rasional:
makanan yang dikunyah menjadi lebih halus teksturnya sehingga
lebih mudah untuk ditelan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukkan sekret dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya
batuk takefektif, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan
nafas, adanya mengi, frekuenssi, irama dan kedalaman napas
abnormal.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil :
Tidak adanya penumpukan secret di jalan napas
Mengi tidak ada
RR dalam rentang normal (pada bayi =30-40x/menit dan pada anak-
anak = 20-26x/menit), irama dan kedalaman napas normal
Batuk efektif
Intervensi :
Mandiri
a) Kaji frekuensi pernafasan anak dan iramanya setiap jam. Jika anak
mengalami gangguan pernafasan, auskultasi bunyi nafas, lakukan
fisioterapi dada, dan informasikan pengobatan pernafasan
Rasional :
Pengkajian yang sering akan menjamin fungsi pernafasan yang
adekuat.
b) Posisikan anak dengan kepala dan dada lebih tinggi dan leher agak
ekstensi.
Rasional :
Posisi ini mempertahankan terbukanya jalan nafas dan memudahkan
respirasi oleh karena menurunnya tekanan diaphragm.
c) Berikan posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi
Rasional :
Posisi yang tidak benar dapat mengakibatkan anak mengalami
aspirasi sehingga terjadi obtruksi jalan napas
d) Lakukan pengisapan sekresi dari jalan napas sesuai kebutuhan
Rasional :
Mengurangi secret stastis di jalan napas dan melegakan jalan napas.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan fungsi
persarafan yang melayani pernapasan akibat gastrointestinal refluks
disease ditandai dengan sesak nafas, pernapasan disritmik, frekuensi
nadi meningkat.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan
ketidakefektifan pola napas teratasi dengan kriteria hasil:
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
RR dalam rentang normal (pada bayi =30-40x/menit dan pada anak-
anak = 20-26x/menit)
Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan.
Bunyi napas vaskuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada.
Tidak ada sesak napas
Frekuensi nadi dalam rentang normal (60-100x/menit)
Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
Pernapasan cuping hidung tidak ada
Intervensi :
a. Identifikasi faktor penyebab sesak napas
Rasional :
Dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat mengambil
tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
Kolaboratif:
a. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2.
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis.
b. Bila anak cenderung mengalami bronkospasme, obat-obatan dapat
diindikasikan
Rasional:
Untuk mengatasi bronkospasme dan mengefektifkan pernapasan.
Intervensi :
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah
mengunyah makanan.
Rasional:
Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
menimbulkan mual.
b) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi
perasaan tegang pada lambung.
Rasional :
Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban
saluran pencernaan.
c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan
pada saat individu ingin makan.
Rasional:
Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
d) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.
Rasional :
Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk
mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient.
Kolaborasi
a) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian
yang realistis dan adekuat.
Rasional:
Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai
indikasi dan kebutuhan kalorinya.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama…x24 jam, diharapkan gangguan
komunikasi klien berkurang.
Kriteria hasil:
Pasien mampu memahami problem komunikasi
Klien dapat menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
Klien dapat menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi:
a) Sediakan metode komunikasi alternatif
Rasional:
Metode alternatif dapat membantu klien dalam mengkomunikasikan
kebutuhan dasarnya
b) Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi kebisingan.
Rasional:
Lingkungan yang tenang membantu dalam meningkatan komunikasi
klien
c) Dengarkan dengan cermat, berbicara dengan pelan dan minta klien
mengulangi kata-kata yang tidak jelas diucapkan
Rasional:
Meningkatkan pemahaman dalam proses komunikasi.
4. EVALUASI
1. Klien melaporkan nyeri hilang, dapat dikontrol atau berkurang, klien
mengatakan nyeri berkurang (skala nyeri 1-2), hilang (skala nyeri 0), atau
dapat dikontrol, klien tampak rileks, TTV dalam rentang normal ( RR pada
bayi =30-40x/menit dan pada anak-anak = 20-26x/menit, nadi = 80-100
x/menit, suhu 36-37 derajat celcius, tekanan darah pada bayi = 70-90/50
mmHg dan pada anak-anak = 80-100/60 mmHg), Klien tampak tidak meringis
kesakitan.
2. Aspirasi tidak terjadi, klien tidak mengalami aspirasi.
3. Gangguan menelan dapat teratasi, tidak teramati adanya kesulitan saat
menelan, tidak terjadi statis makanan di rongga mulut klien, klien tidak
tersedak setelah makan/minum.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi, tidak adanya penumpukan secret
di jalan napas, mengi tidak ada, RR dalam rentang normal (RR pada bayi =30-
40x/menit dan pada anak-anak = 20-26x/menit), irama dan kedalaman napas
normal, batuk efektif.
5. Ketidakefektifan pola napas teratasi, Irama, frekuensi dan kedalaman
pernafasan dalam batas normal, RR dalam rentang normal (RR pada bayi =30-
40x/menit dan pada anak-anak = 20-26x/menit), pada pemeriksaan sinar X
dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi napas vaskuler, ronchi
tidak ada, wheezing tidak ada, tidak ada sesak napas, Frekuensi nadi dalam
rentang normal (60-100x/menit, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan,
pernapasan cuping hidung tidak ada.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tidak terjadi
penurunan berat badan sebesar 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan
kerangka tubuh, tidak adanya mual-muntah, tidak adanya penurunan nafsu
makan.
7. Gangguan komunikasi klien berkurang, pasien mampu memahami problem
komunikasi, klien dapat menentukan metode komunikasi untuk berekspresi,
klien dapat menggunakan sumber bantuan dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA