Anda di halaman 1dari 30

KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA GERD


(GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah KMB yang diampu oleh
Ibu Susy Puspasari, M.Kep

Disusun oleh Kelompok 1:


Hidayah Dwi Heriyanti
Nandi Sunandar Sunarya

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah


S.W.T yang telah mengaruniakan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Penyakit Dan Asuhan
Keperawatan Kepada Pasien Dengan Diagnosa Medis Gerd (Gastroesophageal
Reflux Disease)” dengan baik.
Dalam penyusunan tugas makalah ini penyusun banyak mengalami
berbagai hambatan baik langsung maupun tidak langsung, akan tetapi berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, tugas ini dapat diselesaikan. Oleh
karena itu dalam kesempatan yang berbahagia ini penyusun mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Susy Puspasari, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah (KMB)
2. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah bersangkutan.
Penyusun menyadari bahwa makalah yang dibuat masih mengandung
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat
membangun akan penulis terima dengan senang hati untuk perbaikan kedepannya.
Akhirnya, Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang berkepentingan.

Bandung, 21 November 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2


DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4
A. Latar Belakang ....................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................ 6
A. Anatomi dan Fisiologi Esofagus ............................................................ 6
B. Pengertian GERD ................................................................................... 7
C. Etiologi ................................................................................................... 8
D. Patofisiologi ........................................................................................... 9
E. Pathway ................................................................................................ 12
F. Manifestasi Klinis ................................................................................ 14
G. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 15
H. Penatalaksanaan ................................................................................... 16
I. Komplikasi ........................................................................................... 19
J. Discharge Planning .............................................................................. 19
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................ 21
A. Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 23
B. Analisa Data ......................................................................................... 25
C. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 26
D. Rencana Keperawatan .......................................................................... 27
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 29
A. Kesimpulan ........................................................................................... 29
B. Saran ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu kondisi
refluksnya HCL dari gaster ke esofagus, mengakibatkan gejala klinis dan
komplikasi yang menurunkan kualitas hidup seseorang, GERD merupakan
salah satu jenis gangguan pencernaan yang cukup sering dijumpai di
masyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas hidup (Ndraha, 2014).
Lebih dari 60 juta jiwa di Amerika sebagian besar dewasa mengeluhkan
gejala Heartburn yang dirasakan sekali dalam sebulan, dan lebih dari 25 juta
jiwa keluhannya berupa mual. The Ambulatory Perawatan Medic Survey
Nasional (NAMCS) menemukan bahwa 38.530.000 kunjungan rawat jalan
dewasa dalam satu tahun yang terkait dengan GERD. Untuk pasien dengan
gejala GERD, 4060% atau lebih memiliki gejala refluks esofagitis. Dan 10%
dari penderita menderita Esofagitis Erosif pada pemeriksaan Endoskopi atas.
Penderita GERD lebih banyak pada wanita hamil dan tingkat komplikasi yang
tinggi terjadi pada lansia. Gejala nyeri dada non kardiak yang terkait dengan
GERD terjadi pada 50% pasien, 78% dari pasien dengan gejala suara serak
yang kronis, dan 82% gejala disertai dengan Asma. (Guidiline Team, 2012).
GERD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, diet,
rokok, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), obesitas, faktor
pelindung lambung dan faktor perusak gaster, faktor pelindung gaster
diantaranya yaitu sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa, dan
regenerasi epitel, sedangkan faktor perusak gaster yaitu asam hidroklorida
(HCL) lambung serta zat-zat yang dapat merangsang sekresi asam HCL gaster
berlebihan dan dilatasi gaster. Tidak adanya keseimbangan faktor pelindung
dan faktor perusak pada organ gaster merupakan inti dari permasalahan GERD.
Dengan menghindari faktor perusak seperti makanan pedas, kopi, dan NSAID,
diharapkan dapat menghindari kekambuhan GERD (Ndraha, 2014). Pasien
GERD biasanya mengeluhkan bermacam-macam keluhan, seperti heartburn,

4
regurgitation, dan gangguan makan, tetapi terkadang pasien dating dengan
keluhan sesak, nyeri dada, dan batuk. (Patti, 2016)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Anatomi dan Fisiologi Esofagus?
2. Jelaskan Pengertian GERD?
3. Sebutakan Etiologi GERD?
4. Bagaimanakah Patofisiologi GERD?
5. Seperti apakah Pathway GERD?
6. Bagaimanakah Manifestasi Klinis GERD?
7. Apasajakah Pemeriksaan Penunjang GERD?
8. Bagaimanakah Penatalaksanaan GERD?
9. Apasajakah Komplikasi GERD?
10. Bagaimanakah Discharge Planning GERD?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Esofagus
2. Mengerti Dan memahami arti GERD
3. Memahami Etiologi GERD
4. Mengetahui Patofisiologi GERD
5. Memahami Pathway GERD
6. Mengetahui Manifestasi Klinis GERD
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang GERD
8. Memahami Penatalaksanaan GERD
9. Mengetahui Komplikasi GERD
10. Mengetahui dan memahami Discharge Planning GERD

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Esofagus


Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring
(cervikal 6) sampai ke lambung (torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada
dewasa. Esophagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior
vertebrata, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Dinding
esofagus terdiri dari 4 lapisan dari dalam keluar yaitu lapisan mukosa,
submukosa, lapisan otot dan lapisan fibrosa.
1. Lapisan mukosa terdapat epitel gepeng bertingkat tidak berkeratin yang
berlanjut ke faring di ujung atas. Pada lapisan ini dalam keadaan normal
tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam dan normalnya bersifat
alkali.
2. Pada lapisan submukosa terdapat serabut kolagen yang tebal dan serabut
elastin serta kelenjar mukus dan plexus meissner. Kelenjar mukus berfungsi
untuk menghasilkan mucus untuk mempermudah jalannya makanan
sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.
3. Lapisan otot terdiri dari otot polos dan otot lurik. Pada sepertiga atas
esofagus terdapat otot lurik dan sepertiga bawah terdapat otot polos,
sedangkan sepertiga tengah terdapat campuran antara otot polos dan otot
lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler sedangkan bagian luar
memiliki serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian bawah esofagus
menebal membentuk sfingter kardia. Sedangkan pleksus myentericus
auerbach terdapat diantara kedua lapisan otot ini.
4. Lapisan fibrosa
Pada esofagus tidak memiliki lapisan serosa atau selaput peritonium,
melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan fibrosa yang menebal dan terdiri
dari jaringan areolar yang mengandung banyak serat elastis.
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot
rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau

6
kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah,
walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan
sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam
keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam
lambung atau waktu muntah.
Esofagus diperdarahi oleh cabang tiroidea inferior dari trunkus
tiroservikalis, aorta torakalis desenden, cabang gastrikus sinistra dari arteri
celiac dan cabang phrenicus inferior sinistra dari aorta abdomina.
Esofagus dipersyarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis.
Serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus dan parasimpatis berasal dari
trunkus simpatikus.
Aliran limfe dari esofagus segmen servikal, torakal dan abdominal
masuk ke kelenjar servikal dalam kelenjar mediastinum posterior dan kelenjar
gastrikus. Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan juga berfungsi dalam
proses menelan, dengan menggerakkan makanan dari faring menuju lambung
dengan adanya gerak peristaltik. Mukosa esofagus juga memproduksi sejumlah
mukus untuk membantu melumasi dan melindungi esofagus.

B. Pengertian GERD
Refluks gastroesofagus merupakan kembalinya isi lambung ke
esophagus atau lebih proksimal. Isi lambung tersebut dapat berupa asam
lambung, udara maupun makanan (Resto, 2000). Refluks gastroesofagus
merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam esophagus.
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease /
GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esophagus yang menimbulkan berbagai gejala
yang menganggu (troublesome) di esophagus maupun ekstra esophagus dan
atau komplikasi (Susanto, 2002).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltic
primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esophagus segera dikembalikan
ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esophagus dan tidak

7
menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks
fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-
ulang yang menyebabkan esophagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk
waktu yang lama. Istilah esophagus refluks berarti kerusakan esophagus akibat
refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esophagus.
(Susanto, 2002).
Esofagus adalah saluran yang menghubungkan mulut ke lambung. Otot
berbentuk cincin di bagian bawah esophagus (spinkter esophagus bawah)
membuka dan menutup agar makanan masuk ke dalam lambung. Spinkter ini
membuka agar udara dapat keluar setelah makanan masuk. Ketika spinkter
membuka, isi lambung masuk ke dalam esophagus, dan dapat keluar dari rongga
mulut, menyebabkan regurgitasi (aliran balik), meludah dan muntah.

C. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun. Disebabkan karena
kemampuan esofagus untuk membersihkan asam tersebut menurun,
sedangkan asam semakin meningkat.
2. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES (Lower Esophageal Sphincter))
atau mekanikal (penurunan tekanan LES) menyebabkan peningkatan
refluks gastroesofagus.
3. Ketahanan epitel esophagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Komponen makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alcohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi
esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek

8
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesterone, dan nitrat.
10. Kegemukan, merupakan factor penting yang mengontribusi refluks
gastroesofagus yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraabdomen.
11. Usia, meskipun refluks gastroesofagus dapat terjadi pada semua usia, tetapi
pada usia lanjut kondisi refluks gastroesofagus meningkat seiring dengan
penurunan tekanan LES.

D. Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter.
Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat
terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd
yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke
esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh
gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian
ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya
mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke
bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot
tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik
atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya
(Hadi, 2002).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor
defensif dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk
faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari
lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang
termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.

9
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus
LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata
mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES,
makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta
adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar
progesteron dapat menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah
gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi
refluks sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan
mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan
ephitelial esophagus terdiri dari:
1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan
bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume,
lamanya, dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks,
sfingter esophagus bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh
peningkatan tekanan intraabdominal sehingga terbentuk rongga diantara
esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam
esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter
esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus
dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter

10
esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi
lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring. (Hadi, 2009)

11
E. Pathway
Obat - obatan, Hormonal,
Pendeknya LES, Infeksi H. Hernia Heatus Pengosongan Lambung Obesitas
Pylori dan korpus pedominas lambat, dilatasi lambung
gastritis

Tekanan intra
Bagian dari lambung atas Transient LES
Kekuatan lower abdomen meningkat
yang terhubung dengan Relaxation
Esophageal Sphincter
esophagus akan mendorong
(LES) menurun
ke atas melalui diafragma

Penurunan tekanan
penghambat refluks

Aliran retrograde yang mendahului Refluks spontan saat relaksasi


kembalinya tonus LES setelah LES tidak adekuat
menelan

Aliran asam lambung ke


esofagus

Kontak asam lambung dan mukosa


esophagus dalam waktu lama dan/atau
berulang 12
GASTROESOPHAGEAL
REFLUKS DISEASE (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam


sel mukosa esofagus hari

Kerusakan sel mukosa Merangsang pusat Aspirasi isi lambung ke


esofagus mual tracheobronkial

Peradangan Mual Risiko


Aspirasi

Hearth burn non Odinofagia Penurunan


cardiac nafsu makan

Refluks berulang Gangguan


Nyeri Akut Intake nutrisi
Menelan inadekuat
Trauma mukosa
esophagus
BB menurun

Gangguan peristaltic Rupture


pada esofagus Ketidakseimbangan
pembuluh darah
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Risiko Infeksi Risiko 13
Perdarahan
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala tipikal (esophagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70% merupakan tipikal, yaitu :
1. Rasa panas di dada (heart burn). Heartburn adalah gejala khas yang paling
umum dari GERD. Hal ini dirasakan sebagai sensasi retrosternal
pembakaran atau ketidaknyamanan yang biasanya terjadi setelah makan
atau ketika berbaring terlentang atau membungkuk. Timbulnya keluhan ini
akibat rangsangan kemoreseptor (bagian yang berfungsi untuk menangkap
rangsangan kimia yang larut pada air) pada mukosa.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
3. Disfagia yaitu gangguan menelan bisa disebabkan oleh paresis saraf pasialis
atau saraf hipoglosus dimana makanan sukar dipindah-pindahkan. (Yusuf,
2009)

Gejala Atipikal:
1. Batuk kronik dan kadang wheezing
2. Suara serak
3. Pneumonia
4. Fibrosis paru
5. Bronkiektasis
6. Nyeri dada non kardiak (Yusuf, 2009)

Gejala lain :
1. Sendawa, dikarenakan isi lambung yang keluar itu berupa udara.
2. Mual, dikarenakan lambung yang terlalu terisi penuh, sehingga gerak
peristaltic lambung tidak dapat bekerja secara maksimal.
3. Muntah, dikarenakan tekanan SEB (Spinkter Esofagus Bawah) mengalami
penurunan. Sehingga makanan yang tadinya berada di lambung keluar
melalui mulut.
4. Odinofagia yaitu kondisi nyeri akut saat menelan, disebabkan karena radang
esofagus atau esofagitis.

14
5. Penurunan berat badan
6. Anemia
7. Hematemesis atau melena. (Bestari, 2011)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE (Penyakit Refluks Gastro Esofagus).
Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa
yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan
biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 %
pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada
pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi
dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau
penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa
esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCl 0,1
% yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki
arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus.
Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut
kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b. Tes Edrofonium. Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium
yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk
menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari
rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk
memastikan nyeri dada asal esofagus.

15
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada
tidaknya RGE (Refluks Gastro Esofagus), pH dibawah 4 pada jarak 5 cm
diatas SEB (Spinkter Esofagus Bawah) dianggap diagnostik untuk RGE.
Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah
menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH
intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien
dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat
dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik
esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold standar untuk
memastikan adanya PRGE.
5. Tes PPI (proton pump inhibitor)
Golongan obat ini menyupresi produksi asam lambung dengan menghambat
molekul di kelenjar lambung yang bertanggung jawab menyekresi asam
lambung, biasa disebut pompa asam lambung (Lowe, 2004)
6. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan
esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
7. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan
mukosa esofagus, erosi, dan striktur (penyempitan).
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi
pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).

H. Penatalaksanaan
Terapi atau penatalaksanaan GERD ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan

16
dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka,
dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan
mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau mengurangi factor-
faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
Pengobatan penderita PRGE terdiri dari:
1. Modifikasi gaya hidup
Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan
esophagus dengan cara:
a. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
b. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak
(Diet rendah lemak), berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
c. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
d. Jangan makan terlalu kenyang
e. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam
terlambat
f. Jangan merokok dan hindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB
(Spinkter Esofagus Bawah) seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.
g. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang.
h. Hindari mengangkat barang berat.
2. Terapi Endoskopik
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah
Radiofrekuensi, endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation.
Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan gastroesophageal junction.
Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan obat,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
3. Terapi Medika Mentosa
Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah
supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa
dilakukan pada terapi medika mentosa:

17
a. Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan
sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 (simetidin,
ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan prokinetik
(metoklorpamid, domperidon, cisaprid) bila gagal berikan obat-obat
supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).
b. Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI (Proton pump inhibitor)
dan setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah
untuk pemeliharaan.
4. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila
terjadi rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan
mukosa esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik
sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma
barret’s esophagus.
a. Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13
mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah
operasi.
b. Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah
terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan
terapi endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi
gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini
masih dalam penelitian (Djajapranata, 2001)
5. Tahap III (Operasi)
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara
lain mal-nutrisi berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan
yaitu fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey. yaitu dibuat semacam katup
buatan pada pertemuan gastro-esofagus dengan menutup atau merajut
fundus gaster di sekitar bagian bawah esofagus.

18
I. Komplikasi
Komplikasi PRGE antara lain:
1. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik. Barrett esophagus disebabkan oleh gastro-esofagus penyakit
refluks yang memungkinkan isi perut untuk merusak sel-sel yang melapisi
esophagus bagian bawah
2. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir).
3. Striktur esophagus. Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen
esofagus yang dapat menyebabkan keluhan disfagia. Berdasarkan
etiologinya, striktur esofagus dibedakan menjadi striktur esofagus benigna
dan maligna. Striktur esofagus benigna disebabkan oleh GERD, zat korosif,
web, radiasi, post anastomosis esofagus, sedangkan striktur esofagus
maligna disebabkan oleh keganasan baik dari dalam maupun dari luar
esofagus
4. Aspirasi yaitu masuknya cairan atau isi lambung ke dalam saluran nafas
yang menyebabkan sesak nafas.
5. Esofagitis yaitu radang esophagus. Hal ini disebabkan karena isi lambung
yang keluar adalah asam lambung. Dimana asam ini akan merusak mukosa
esophagus dan memberikan gejala klinis.

J. Discharge Planning
1. Modifikasi gaya hidup
Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan
esophagus dengan cara :
a. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
b. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak
(Diet rendah lemak), berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
c. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
d. Jangan makan terlalu kenyang
e. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam
terlambat

19
f. Jangan merokok dan hindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB
(Spinkter Esofagus Bawah) seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.
g. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang.
h. Hindari mengangkat barang berat
2. Pemberian obat-obatan
a. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan
tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari
sebelum makan dan sebelum tidur dan Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x
sehari sebelum makan dan sebelum tidur.
b. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan
menurunkan jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan
antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin
: 20 mg 2x/hari atau 40 mg sebelum tidur (dewasa), dan jenis
penghambat pompa ion hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-2x/hari
untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.
c. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari,
diberikan sebagai campuran dalam 5-15 ml air.
d. Antasida. Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum
tidur, untuk menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.

20
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama
a. Keluhan pirosis (nyeri dengan sensasi terbakar pada esophagus)
b. Dispepsia atau indigesti (makanan tidak terurai menjadi serpihan
kecil atau molekul sehingga sulit digerakkan ke sepanjang saluran
pencernaan.
c. Disfagia (gangguan menelan). Tentukan berapa lama keluhan
muncul dan apakah disertai dengan penurunan berat badan.
d. Odinofagia (nyeri saat menelan)
e. Regugirtasi (aliran balik). Keluhan material esophagus masuk ke
dalam jalan napas.
2. Pengkajian psikologis
Sering didapatkan kecemasan akan kondisi yang dialami. Perawat juga
mengkaji factor yang dapat menurunkan atau menambah keluhan. Kaji
mengenai pengetahuan pasien bagaimana cara pasien untuk
menurunkan keluhan, apakah dengan mengobati sendiri atau meminta
pertolongan kesehatan.
3. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan:
a. Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
b. Respiratory rate
4. Pola Fungsi Keperawatan
a. Aktivitas dan istirahat
• Data Subyektif:
Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di
daerah epigastrium, seperti terbakar.
• Data obyektif:
Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.

21
Tidak terjadi perubahan tonus otot.
b. Eliminasi
• Data Subyektif:
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
• Data obyektif:
Bising usus menurun (<12x/menit)
c. Makan/ minum
• Data Subyektif:
Klien mengatakan mengalami mual muntah.
Klien mengatakan tidak nafsu makan.
Klien mengatakan susah menelan.
Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
• Data Obyektif:
Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
d. Sensori neural
• Data Subyektif:
Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
• Data obyektif:
Status mental baik.
e. Nyeri / kenyamanan
• Data Subyektif:
Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah dada.
P: nyeri terjadi akibat adanya peradangan pada esofagus
(esofagitis).
Q: klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
R: klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah dada.
S: klien mengatakan skala nyeri 8 (1-10).
T: klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan
makanan. Nyeri pada dada menetap.
• Data Obyektif:
Klien tampak meringis kesakitan.
Klien tampak memegang bagian yang nyeri.

22
Tekanan darah klien meningkat
Klien tampak gelisah
f. Respirasi
• Data Subyektif:
Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
Klien mengatakan mengalami batuk
• Data obyektif:
Terlihat ada sesak napas.
Terdapat penggunaan otot bantu napas.
Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi
>30 4 x/mnt dan pada anak-anak > 20-26 x/menit. Klien
terlihat batuk.
g. Keamanan
• Data Subyektif:
Klien mengatakan merasa cemas
• Data obyektif:
Klien tampak gelisah
h. Interaksi sosial
• Data Subyektif:
Klien mengatakan suaranya serak
Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain
karena suaranya tidak jelas terdengar.
• Data obyektif:
Suara klien terdengar serak
Suara klien tidak terdengar jelas.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan
sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang
dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis,
apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.

23
b. Pemeriksaan tanda vital: Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas),
tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola
pernafasan) dan suhu tubuh.
c. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit: Warna
(meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain),
turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut: Dapat
dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain.
Kelenjar getah bening: Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-
tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal,
oksipital dan retroaurikuler.
d. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan
ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel),
wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat
dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil,
lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang
telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung
dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir,
gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher: Kaku kuduk,
ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk,
posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan
e. Pemeriksaan dada: Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah
organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya,
keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas,
ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada
saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor
atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup
atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain
serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal
atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi
gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah,
kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut

24
apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil),
bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain
f. Pemeriksaan abdomen: data yang dikumpulkan adalah data
pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising
usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta
dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing
yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut,
kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
g. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis: diperiksa adanya
rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan,
otot kaki, dan lain-lain.
B. Analisa Data
No Data Etiologi Diagnosa
- Data Subyektif Stesor
Klien mengatakan (Obat-obatan, hormonal,
mengalami nyeri pada daerah pendeknya LES, Infeksi Pylori
dada. Dengan skala nyeri 8 dan korpus pedominas gastritis,
(1-10). pengosongan lambung lambat)
Klien mengatakan ↓
mengalami mual muntah, Keluatan Lower Esophageal
nafsu makan berkurang Sphincter (LES) menurun

Disfungsi Motilitas
1. - Data Obyektif Refluks Spontan saat relaksasi
Gastrointerstinal
Klien tampak meringis LES tidak adekuat
kesakitan. ↓
Klien tampak memegang Aliran asam lambung ke
bagian yang nyeri. esophagus
Tekanan darah klien ↓
meningkat Kontak asam lambung dan
Klien tampak gelisah mukosa esophagus dalam waktu
Klien tampak tidak memakan lama dan atau berulang
makanan yang disediakan ↓

25
Klien tampak mual dan Gastroesophageal refluks disease
muntah (GERD)

Disfungsi Motilitas
Gastrointerstinal

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah:
1. Disfungsi motilitas gastro interstinal berhubungan dengan stressor ditandai
dengan penyakit refluks gastroesofagus.

26
D. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Krieria Hasil Intervensi
1. Disfungsi Motilitas NIC:
NOC:
Gastrointerstinal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
- Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif yang
24 jam.
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
1. Klien dapat mengontrol tingkat nyeri dengan
intensitas atau beratnya nyeri.
kriteria hasil:
- Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas
- Nyeri yang dilaporkan dipertahankan pada
hidup pasien (misalnya, tidur, nafsu makan).
skala 1 (berat) ditingkatkan pada skala 3
- Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(sedang).
(misalnya farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
- Ekspresi nyeri wajah dipertahankan pada
untuk memfasilitasi penurunan nyeri.
skala 1 (berat) ditingkatkan pada skala 3
- Resepkan atau rekomendasikan obat yang sesuai
(sedang).
berdasarkan kewenangan untuk meresepkan (Kolaborasi
- Tekanan darah dpertahanlan pada skala 1
dengan dokter untuk pemberian obat).
(deviasi berat dari kisaran normal)
- Ikuti prosedur 5 benar dalam pemberian obat.
ditingkatkan pada skala 3 (deviasi sedang
- Verifikasi resep obat-obatan sebelum pemberian obat.
dari kisaran normal).
- Monitor kemungkinan alergi terhadap obat.

27
2. Klien dapat mengontrol gejala dengan kriteria - Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat.
hasil: - Monitor tanda tanda vital dan nilai laboratorium.
- Mendapatkan perawatan kesehatan ketika - Evaluasi dampak dari pengalaman mual terhadap kualitas
gejala dan bahaya muncul dipertahankan hidup (misalnya nafsu makan, aktivitas).
pada skala 4 (sering menunjukkan) - Kendalikan faktor lingkungan yang mungkin
ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten membangkitkan mual, (misalnya bau, suara, dan stimulasi
menunjukkan). visual yang tidak menyenangkan).
3. Klien dapat mengontrol keparahan mual muntah - Dorong pola makan dengan porsi sedikit makanan yang
dengan kriteria hasil: menari bagi pasien.
- Frekuensi mual, intensitas mual, - Posisikan untuk mencegah aspirasi
keseimbangan elektrolit dipertahankan pada - Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit.
skala 2 (cukup berat) ditingkatkan pada skala
4 (ringan).

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke
dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama
setelah makan. Berbagai derajat Refluks Gastroesofagus (RGE), atau aliran
balik isi lambung atau duodenum ke dalam esophagus, adalah normal baik pada
orang dewasa dan anak – anak. Refluks berlebihan dapat terjadi karena sfingter
esophagus bawah tidak kompeten, stenosis pilorik, atau gangguan motilitas.
Kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai pertambahan usus.
B. Saran
Berdasarkan hasil penyusunan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi
semua pembaca, khususnya perawat sebagai tenaga kesehatan, hendaknya
menjadikan pengetahuan untuk menerapkan pada proses keperawatan bagi
pasien GERD. Bagi mahasiswa dan penulis selanjutnya: makalah ini
diharapkan dapat menjadi acuan dan menjadi bahan pembanding pada
penulisan selanjutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera
Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.
Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux
Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr.
Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.
Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
Jakarta : FKUI.
Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks
Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.
Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara
Klinis. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition
September - November 2009.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta :
Salemba Medika
https://www.scribd.com/document/384831542/PATHWAY-GERD
http://arininacita.blogspot.com/2012/05/askep-gerd.html
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta.
EGC.
Moorhead, sue dkk. Nursing Outcomes Calssification NOC. Mocomedia
Bulechek, Gloria M. dkk. Nursing Inetrventions Classification. Mocomedia

30

Anda mungkin juga menyukai