SKENARIO - 2
HEART BURN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan kemampuan sederhana
yang saya miliki . Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................i
Datar Isi..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.4. Tujuan
Pembelajaran.................................................................................2
BAB II ISI
2.1 Defenisi................................................................................................3
2.2 Etiologi..................................................................................................3
2.3 Patofisiologi...........................................................................................3
2.8 Komplikasi.............................................................................................14
2.9 Prognosis................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.............................................................................................16
Daftar Pustaka...............................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2. Pasien sudah meminum antasida tetapi rasa sakit hanya berkurang dan tidak
hilang
BAB II
2
ISI
2.1 Defenisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
3
kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang
termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya
tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat
terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD
ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat
menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin
pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta
adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan faktor hormonal. Selama kehamilan,
peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri,
tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang
berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation
(TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih
kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana
terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada
hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala
GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES.
Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus
adalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi
refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan
dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar
esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak
antara bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin
besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD
ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal. Refluks
malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan
esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus
tidak aktif.
Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki
lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan
epithelial esophagus terdiri dari :
membran sel
4
batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus
aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan
Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel
esophagus, sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel
terhadap ion H.
Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak
refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat
terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas. Faktor ofensif
dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya. Derajat
kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya
pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki
potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD
adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis,
antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric
emptying. Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD
relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada
hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A
positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan adenokarsinoma
esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam
lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada
distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala
refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis, pengaruh
eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD.
Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks
pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi
H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan
gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori
dengan antral predominant gastritis, eradikasi H.pylori dapat memperbaiki
keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada
pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus
predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD
serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang
pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya
gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori
dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang.
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa
non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD.
Yang dimaksud dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang
5
tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala
GERD diduga karena hipersensitivitas visceral.
6
1. Bersihan asam dari lumen esofagus. Faktor – faktor yang berperan
dalam bersihan asam esofagus adalah: 1). Gravitasi, 2). Peristaltik, 3). Sekresi
air liur dan, 4). Produksi bikarbonat esofagus. Setelah terjadinya relfuks,
sebagian bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan
peristaltik yang dirangsan oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh
bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.
Mekanisme ini sangat sangat penting, karena makin lama kontak dengan
bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Refluks malam hari (noctural reflux) lebih
besar berpotensi menimbulkan kerusakan esofagus karena selama tidur
sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak aktif
2. Ketahanan epitelial esofagus berbeda dengan lambung dan
duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mucus yang melindungi mukosa
esofagus. Sel – sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion
h+ dan bikarbonat ekstraselular. Kandungan lambung yang menambah
potensi daya rusak refluksat terdiri dari: 1). Hcl, 2).pepsin, 3).garam,
4).empedu, 5). Enzim pangkreas
2 faktor lingkungan
a. Merokok dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terhadap
kejadian gerd karena mengalami heartburn setiap minggunya, merokok juga
dapat meningkatkan asam lambung, dan juga salah satu bahan yang
terkandung dalam rokok seperti nikotin dapat berkontribusi dalam kejadian
gerd dengan merelaksasikan sfingter esophagus bagian bawah (les)
b. Faktor stress emosional dapat merangsang saraf parasipatis
sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya bahan – bahan refluksat gaster
yaitu salah satunya hcl dan stress juga berpengaruh terhadap hipersentivitas
dari esophagus sehingga dapat mempengaruhi kondisi dari sfingter esophagus
bagian bawah (les) hingga dapat menyebabkan regurgitasi bahan refluksat
dari lambung ke esofagus.
3 faktor sosiodemografi
usia dan juga jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya gerd, pada pasien yang berusia ≥ 40 tahun memiliki
resiko tinggi terjadinya gerd dan juga pasien – pasien dengan jenis kelamin
laki – laki lebih sering mengalami kejadian gerd dibandingan dengan
perempuan
4 faktor individu
a. Faktor genetik
Kejadian GERD dipengaruhi juga oleh faktor genetik, terdapat
beberapa penelitian menunjukan hubungan antara genetik dengan kejadian
GERD dimana didapatkan kejadian GERD yang terjadi dalam satu keluarga
pada penelitian tersebut dijelaskan terdapat kelainan kromosom 13q pada
anak dengan penyakit refluks gastroesofageal
b. Faktor status gizi banyak penelitian telah menunjukkan bahwa
kenaikan indeks massa tubuh (imt) berkaitan dengan gerd. Obesitas adalah
7
salah satu faktor penting dalam terjadinya gerd, semakin tinggi nilai imt
seseorang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen yang dapat
mempengruhi fungsi les.
Gejala yang biasa terjadi saat asam lambung naik adalah rasa asam
atau pahit di mulut dan sensasi perih atau panas terbakar di dada dan ulu
hati. Kedua gejala ini biasanya akan semakin memburuk saat penderita
membungkuk, berbaring, atau setelah makan.
Selain mulut terasa asam dan nyeri ulu hati, gejala lain yang juga dapat
menyertai GERD adalah:
Pada pemeriksaan fisik yang perlu kita ketahui adalah keadaan umum
pasien dan memeriksa tanda-tanda vital pada pasien. Keadaan umum :
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi
wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara
kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan
delirium. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas),
tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan
suhu tubuh.
9
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa
GERD yaitu:
Endoskopi
Radiologi
10
asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan
berkisar antara 80-90%.
b. Tes Edrofonium tes farmakologis ini menggunakan obat
endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg
berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik
yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara
manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Tes ini menggunakan asam hidrokhloric (0.1N per 1.7m 2) atau dengan
jus apel yang tidak dimaniskan (300ml per 1.7m2) yang ditelan oleh pasien
lalu pH dimonitor selama 30 menit, penurunan pH dibawah 4 merupakan
kasus abnormal.
2.8 Penatalaksanaan
11
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Hal –
hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai
berikut:
1. Meninggikan posisi kepala saat tidur, serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam
selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena dapat
menurunkan tonus LES sehingga secara langsung dapat
mempengaruhi sel – sel epitel.
3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan
yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung
4. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen
5. Menghindari makanan atau minuman seperti coklat, pepper mint,
kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam
6. Jika memungkinkan menghindari obat – obat yang dapat
menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam,
opiate, antagonis kalsium, antagonis beta adrenergic, progesterone.
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai
saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas
saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini
terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat
prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan
step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat
yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor
H2) atau golonganprokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan
sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat
pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan
dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis
reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.5
Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik
tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini
pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi
step down.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
GERD :
Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai
12
buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus
bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung
magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium,
penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini
efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan
dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya
efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi.
Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada
prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi
asam.
Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya
rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan
lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau
penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat
timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi,
tremor, dan diskinesia.
Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek
samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar
darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan
penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini
diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan
lambung.
Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya
dalammenghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik
dibandingkan dengan domperidon.
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak
memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara
meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di
eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini
cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
13
GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel
parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai
tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial)
yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy)
selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
14
berat dan dihubungkan dengan inkompetensi sfingter bagian atas dan LES.
Regurgitasi dapat mengakibatkan aspirasi laryngeal, batuk yang terus
menerus, keadaan tercekik waktu bangun dari tidur dan aspirasi pnemonia.
Peningkatan tekanan intra abdominal yang timbul karena posisi
membungkuk, cekukan dan bergerak cepat dapat memprovokasi terjadinya
regurgitasi. Regurgitasi yang berat dapat dihubungkan dengan gejala berupa
serangan tercekik, batuk kering, mengi, suara serak, mulut bau pada pagi
sesak nafas, karies gigi dan aspirasi hidung. Selain itu pasien juga sering
merasa kembung, mual cepat kenyang, bersendawa, dan hipersalivasi.
15
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
iii
Lembar Penilaian Makalah
1. Ada Makalah 60
2. Kesesuaian dengan LO 0-10
3. Tata cara penulisan 0-10
4. Pembahasan materi 0-10
5. Cover dan penjilidan 0-10
Total :
NB :
LO = Learning Objective
Dinilai oleh:
dr. M. Anwar
iv
v