Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SEMESTER V MODUL – 16 (MATA)

SKENARIO 4- MYOPIA

OLEH:DILLA NUR RAUDAH

NPM:71190811013

SEMESTER 5

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Lembar Penilaian Makalah

NO BAGIAN YANG DINILAI SKOR NILAI

1. Ada Makalah 60

2. Kesesuaian dengan LO 0-10

3. Tata cara penulisan 0-10

4. Pembahasan materi 0-10

5. Cover dan penjilidan 0-10

Total :

NB :

LO = Learning Objective

Medan, 25 November 2021

Dinilai oleh:

(Prof.Dr.dr. Umar Zein, DTM & H, Sp.PD,KPTI)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan
kemampuan sederhana yang saya miliki . Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI
Lembar Penilaian..........................................................................................
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Datar Isi .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... ....4
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................ 4
1.3. Analisis Masalah ................................... ..................................................4
1.4. Tujuan Pembelajaran ............................................................................. .4

BAB II ISI
2.1 Defenisi Presbiopia, Hipermetropi, Astigmatisma Dan Myopia ............. 5

2.2 Etiologi Dan Faktor Resiko Miopia ......................................................... 7

2.3 Klasifikasi Miopia.................................................................................... 8

2.4 Manifestasi Klinis Miopia........................................................................ 9

2.5 Patofisiologi Miopia............................................................................... 10

2.6 Diagnosis Miopia ................................................................................... 11

2.7 Penatalaksanaan Miopia......................................................................... 14

2.8 Komplikasi Miopia ................................................................................ 17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... ..19
Daftar Pustaka .............................................................................................. 20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi di mana sinar-sinar sejajar


garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina.
Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut
miopia aksial. Kelainan ini juga dapat disebabkan karena indeks bias yang tinggi
atau akibat indeks refraksi lensa dan kornea terlalu kuat, dalam hal ini disebut juga
miopia refraktif.
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan
penglihatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat
diatasi. Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996
menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5% dan kelainan refraksi
sebanyak 0,14% dari angka kebutaan tersebut.
Miopia sebagai kelainan refraksi, hampir selalu menduduki urutan teratas
dibandingkan dengan kelainan refraksi lainnya. Pada akhir abad ke-20 di daerah
perkotaan di Asia Tenggara, prevalensi miopia meningkat secara tajam dan pada
populasi berpendidikan tinggi peningkatannya mencapai 80%. Prevalensi miopia di
Asia Tenggara sebesar 20% pada anak-anak pendidikan dasar dan 80% pada
dewasa muda, dengan meningkatnya (kurang lebih 20%) pula proporsi dewasa
muda dengan miopia berat.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dibawa ibunya untuk pemeriksaan mata.

2. Segmen anterior kedua mata dalam batas normal.

3. Dokter kemudian meresepkan kaca mata yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.

4. Orang tua mempunyai riwayat pemakaian kacamata.

5. Pasien sering bermain gadget lebih dari 2 jam per hari, dan menonton tv dari jarak
dekat.

3
1.3 Analisis Masalah

1. Apa saja yang dapat menyebakan katarak ?

2. Apa saja tanda dan gejala dari katarak?

3. Kenapa pembedahan menjadi terapi defenitif pasien tersebut?

4. Selain bertambahnya usia apakah ada penyebab katarak senilis?

5. Kenapa pasien mengeluh seperti melihat awan yang menghalangi penglihatannya?

6. Apakah dengan pembedahan katarak senilis dapat disembuhkan dan visus menjadi
semakin baik?

7. Apa saja tindakan operasi yang dapat dilakukan?

8. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada penderita katarak?

1.4 Tujuan Pembelajaran

1. Apa hubungan keluhan pasien dengan kebiasaan bermain gadget >2 jam per hari dan
menonton tv dari jarak dekat?

2. Apakah pemakaian kacamata dapat disebabkan oleh karena keturunan?

3. Apa saja faktor penyebab dari myopia selain bermain gadget dan menonton tv dari
jarak dekat?

4. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan?

5. Apakah ada hubungan suatu penyakit lain dengan myopia?

6. Apakah usia berhubungan dengan myopia?

7. Apakah penggunaan kacamata dapat mengurangi myopia yang terjadi pada pasien?

8. Bagaimana dokter menentukan derajat myopia?

4
BAB II

ISI

2.1 Defenisi Kelainan-Kelainan Refraksi

A. Defenisi Miopia

Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak


dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning) melainkan di bagian depan
atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.
Miopia adalah kelainan refraksi mata, di mana mata mempunyai kekuatan
pembiasan berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga
difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi.

Gambar 1. . Perbandingan pola refraksi mata normal dan myopia

Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik / penglihatan


pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada penglihatan normal ,
kornea dan lensa mata membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral
retina. Bola mata manusia mempunyai panjang kira-kira 2 cm, dan untuk
memfokuskan sinar ke bintik kuning diperlukan kekuatan 50 Dioptri. Kornea
mempunyai kekuatan 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 10 dioptri.

5
B. Defenisi Hipermetropi

Hipermetropia atau far-sightendess adalah kelainan refraksi apabila berkas


sinar yang berjalan sejajar masuk ke dalam mata dalam keadaan istirahat tanpa adanya
akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina. Kekuatan optik mata
terlalu rendah biasanya karena bola mata yang pedek sehingga menyebabkan sinar
cahaya pararel dikonvergensikan pada titik di belakang retina. Hipermetropia sering
terjadi pada usia dewasa dan berbanding lurus dengan pertambahan usia.

Gambar 2. Hipermetropi
C. Astigmatisma

Astigmatisma adalah pembiasaan pada lebih dari satu titik fokus berkas sinar
yang sejajar yang masuk ke dalam mata pada keadaan tanpa akomodasi.
Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan tipe, berdasarkan bentuk
terbagi atas astigmatisma regular dan irregular. Pada astigmatisma regular terdapat
meridian utama yang saling tegak lurus yang masing-masing memiliki daya bias
terkuat dan terlemah, sedangkan pada astigmatisma irregular didapatkan titik fokus
yang tidak beraturan.

Gambar 3. Astigmatisma

6
D. Presbiopi

Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan


fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidakdapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnyakemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan
merupakan penyakit dan tidak dapatdicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan
karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baikakibatnya lensa mata
tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak
bisamelihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana
makin berkurangnya kemampuanakomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untukmencembung dan
memipih (Wikipedia, 2012). Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah
umur itu, umumnyaseseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi
presbiopinya.

Gambar 4. Presbiopi

2.2 Etiologi Dan Faktor Resiko Miopia

Miopia disebabkan karena terlalu kuatnya pembiasan sinar di dalam mata


untuk panjangnya bola mata akibat dari : Beberapa hal yang bisa menyebabkan mata
minus :
1. Jarak yang terlalu dekat pada waktu membaca buku, menonton televisi, bermain
video games, bermain komputer, bermain telepon selular/ponsel, dan sebagainya.
Mata yang dipaksakan dapat merusak mata itu sendiri.

7
2. Genetik atau keturunan.

3. Terlalu lama beraktivitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan
komputer, di depan layar monitor, di depan berkas, dan lain-lain. Mata
membutuhkan istirahat yang teratur dan cukup agar tidak terus berkontraksi secara
monoton.

4. Kebisaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca
sambil tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah matahari
langsung yang silau, menatap sumber terang langsung, dan lain sebagainya.

5. Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok dengan mata
dapat mengganggu kesehatan mata seperti terlalu lama memakai helm, terlalu
lama memakai kacamata/lensa kontak yang tidak sesuai dengan mata normal kita,
dan sebagainya.

6. Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata sehingga
kurang mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika mata bekerja
terlalu dipaksakan. Vitamin A, betakaroten, alpukat merupakan beberapa makanan
yang baik untuk kesehatan mata.

Selain itu, beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya


miopia yaitu usia, status gizi, onset miopia, tekanan intraokular, stress dan faktor
sosial ekonomi.
American Optometric Association (AOA) mengemukakan bahwa ada
beberapa faktor risiko terjadinya miopia, antara lain : riwayat keluarga (faktor
herediter atau keturunan), aktivitas melihat dekat (faktor lingkungan dan kebiasaan),
penurunan fungsi akomodasi, kelengkungan kornea dan panjang aksis bola mata
(faktor mata atau pertumbuhan anatomi mata).
2.3 Klasifikasi Miopia

A. Berdasarkan beratnya miopia (tingginya dioptri)

Miopia dibagi dalam kelompok, sebagai berikut.


1. Miopia sangat ringan : ≤ 1 dioptri

2. Miopia ringan : < 3.00 dioptri

8
3. Miopia sedang : 3.00 – 6.00 dioptri

4. Miopia berat : > 6.00 – 9.00 dioptri

5. Miopia sangat berat : > 9.00 dioptri

B. Miopia berdasarkan penyebabnya

a. Miopia aksial, yaitu sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter
antero-posterior lebih panjang, bola mata lebih panjang). Untuk setiap millimeter
tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih mioptik 3 dioptri.24 b.

b. Miopia kurvatura/refraktif, yaitu kurvatura kornea atau lensa lebih kuat / lebih
reraktif dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan
yang lebih kuat).

c. Miopia indeks, di mana indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada
diabetes mellitus.

C. Miopia berdasarkan perjalanan penyakitnya

1. Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.

2. Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.

3. Miopia maligna yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.

2.4 Manifestasi Klinis Miopia

1. Penderita miopia akan mengatakan melihat jelas dalam jarak dekat atau pada jarak
tertentu dan melihat kabur jika pandangan jauh.

2. Penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah


aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).

3. Timbulnya keluhan yang disebut astenopia konvergensi karena pungtum remotum


(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam
keadaan konvergensi. Bila hal di atas menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esotropia.

9
Gambar 5. Gambaran pengelihatan penderita rabun jauh
2.5 Patofisiologi Miopia

Penelitian-penelitian terdahulu mengemukakan bahwa miopia disebabkan oleh


pemanjangan sumbu bola mata, namun penyebab yang mendasarinya masih belum
jelas sepenuhnya.Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu
bola mata pada miopia. Yang pertama adalah teori biologik, menganggap bahwa
pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina
(overgrowth) sedangkan teori yang kedua adalah teori mekanik yang mengemukakan
adanya penekanan (stres) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada
teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq
superior. Seperti diketahui, penderita miopia selalu menggunakan konvergensi
berlebihan. Von Graefe mengatakan bahwa otot ekstraokular terutama rektus medial
bersifat miopiagenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi.
Jakson menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting
dalam perkembangan miopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga
menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja terlalu lama.
Konvergensi berlebihan disebabkan oleh karena penderita miopia memiliki
jarak pupil yang lebar. Di samping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi
muskulus oblik superior yang menekan bola mata lebih besar. Jadi di sini ada
pengaruh dari anatomi mata terhadap terjadinya miopia. Kebenaran akan hal ini telah
dikonfirmasi oleh beberapa ahli lain.Possey dan Vandergift mengemukakan bahwa
anatomi merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya miopia. Fox
mengidentifikasikan orbita bagian dalam akan lebih memungkinkan untuk terjadinya
pemanjangan sumbu bola mata.

10
2.6 Diagnosis Miopia

Terdapat 2 cara untuk melakukan pemeriksaan refraksi, yaitu :


1. Refraksi Subyektif Memeriksa kelainan refraksi dengan menggunakan kartu lihat
jauh (Ortotype Snellen) dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil
pemeriksaan.

2. Refraksi Obyektif Melakukan pemeriksaan dengan alat tertentu tanpa perlunya


kerjasama dengan pasien. Dapat dilakukan dengan refraktometer atau retinoskop.

a. Pemeriksaan Snellen Chart

1. Pasien diberi jarak dari Snellen Chart sejauh 5 meter atau 6 meter atau 20 kaki
(denominatornya akan berbeda untuk setiap jarak yang digunakan. Seringkali
digunakan jarak 5 meter.)
2. Tingkat mata pasien dengan Snellen Chart harus sejajar dan lurus.
3. Pasien diminta untuk menutup satu mata dengan okluder, atau bila tidak ada,
dengan telapak tangan, bukan dengan jari karena dapat menekan mata. Biasanya
yang ditutupi mata kiri dahulu, atau mata yang bermasalah dahulu, agar pasien
tidak menghafal huruf yang ada di chart.
4. Pasien diminta untuk membaca huruf yang ditunjuk oleh dokter. Catat
denominator pada baris terakhir yang masih bisa dibaca oleh pasien. Bila pasien
bisa membaca semua huruf sampai denominator 20, berarti ketajaman matanya
normal (5/5 atau 6/6 atau 20/20).
5. Bila mata pasien masih kabur saat membaca Snellen Chart, gunakan pinhole untuk
mengetahui apakah matanya kabur karena kelainan refraksi atau kelainan lain
(contoh: katarak). Pasien yang memiliki kelainan refraksi akan lebih jelas
membaca chart saat menggunakan pinhole.
6. Bila Pasien sama sekali tidak bisa melihat huruf di chartnya dari atas, akan
dilakukan pemeriksaan lanjutan, yaitu hitung jari hingga lambaian tangan.
7. Pemeriksaan hitung jari dimulai dari jarak 5 meter terlebih dahulu. Dokter
mengacungkan jari diposisikan lurus dari pandangan pasien, kemudian pasien
diminta untuk memberitahu dokter berapa jumlah jari yang diacungkan. Bila
pasien dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar, skornya adalah 5/60.

11
8. Bila pasien masih tidak bisa melihat, maju 1 meter. Bila masih tidak bisa, maju 1
meter lagi, dan begitu seterusnya hingga jarak antara dokter dan pasien hanya 1
meter. Skornya secara berurutan menjadi 4/60, 3/60, 2/60 dan 1/60.
9. Bila setelah pemeriksaan hitung jari dari jarak 1 meter pasien masih tidak bisa
menyebut dengan benar, dilakukan pemeriksaan lambaian tangan.
10. Pemeriksaan lambaian tangan dilakukan dari jarak 1 meter dan dilakukan dengan
cara dokter melambaikan tangannya dari kea rah tertentu kemudian meminta
pasien untuk memberitahu ke arah mana gerakan tangannya. Bila pasien bisa
menyebut dengan benar, skornya menjadi 1/300.
11. Pemeriksaan selanjutnya yang biasa dilakukan adalah persepsi cahaya.
12. Dokter memakai senter yang dinyala-matikan secara acak kemudian meminta
pasien untuk memberitahu apakan senternya menyala atau tidak.
13. Bila pasien dapat membedakan nyala dan matinya senter, dilanjutkan dengan
meminta pasien untuk menentukan sumber cahaya.
14. Dokter mengarahkan sinar senter dari arah tertentu dekat mata pasien, kemudian
pasien diminta untuk memberitahu dari arah mana cahayanya datang.

Gambar 6. Pemeriksaan menggunakan okluder

12
Gambar 7. Snellen Chart

b. Pemeriksaan refraksi secara objektif dengan streak retinoskopi.

Pemeriksaan streak retinoskopi merupakan salah satu cara pemeriksaaan


refraksi secara objektif yang sangat penting untuk dikuasai oleh seorang oftalmologis.
Pemeriksaan dengan streak retinoskopi dapan mendeteksi kelainan sferis dan silinder
pada pasien secara objektif, dan juga dapat membantu pemeriksa untuk mengetahui
adanya aberasi optikal, irregularitas, dan opasitas. Pemeriksaan streak retinoskopi saat
ini merupakan adaptasi dari sistem yang dikembangkan oleh Copeland yang
dipatenkan pada tahun 1927.

Sinar hanya dapat masuk dan keluar sebuah mata melalui pupil. Untuk menilai
keadaan suatu sistem optik yang tertutup, suatu sinar harus melewati sumbu optikal
tersebut dua kali, dan harus terdapat suatu bangunan yang dapat memantulkan arah
siner tersebut. Retina merupakan struktur yang dapat memantulkan sinar yang masuk
kedalam mata agar mata dapat dinilai keadaan refraksinya. Pantulan cahaya dari retina
ini disebut reflek retina. Pemeriksa akan menilai beberapa karakteristik dari reflek
retina untuk menentukan keadaan refraksi seseorang. Mata yang emetrop akan
memantulkan cahaya yang sejajar dari retina. cahaya akan menjadi konvergen pada
mata miopik. Mata hyperopia akan memantulkan sinar yang divergen.

13
Gambar 8. Bagian –bagian retinoskop dan trial lens

2.7 Penatalaksanaan Miopi

A. Non-surgical Treatment

1. Kacamata

Kacamata merupakan tatalaksana paling mudah dan aman yang dapat


diberikan untuk mengoreksi kelainan refraktif. Kacamata merupakan alat yang dapat
disarankan terlebih dahulu kepada pasien sebelum lensa kontak ataupun bedah
refraktif. Lensa dengan indeks tinggi merupakan suatu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengoreksi kelainan refratif tinggi. Miopia yang kurang terkoreksi
telah terbukti meningkatkan progresi dikarenakan periferal dan sentral blur yang
memicu pertumbuhan panjang aksial dari bola mata, oleh karena itu koreksi miopia
yang tidak maksimal sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan.
Upaya untuk memperlambat perkembangan miopia disebut sebagai miopia
kontrol, Salah satu metode yang digunakan menggunakan kacamata untuk kontrol
progress seperti menggunakan kacama bifokal dan tensa tambahan progresi pada ana-
anak. Lensa bifokal memungkinkan pasien memiliki satu kekuatan lensa untuk
melihat jarak jauh dan kekuatan lensa lain untuk melihat jarak dekat sehingga
menguntungkan pasien dalam akomodasi dan gangguan vergensi tertentu, seperti
insufisiensi akomodatif dan kelebihan konvergensi. Hubungan miopia dengan
pekerjaan jarak dekat menyebabkan banyak spekulasi tentang hubungan antara
perkembangan miopia dan akomodasi.
Lensa progresif tambahan terbukti memiliki efek minimal yang signifikan
secara statistik tetapi tidak signifikan secara klinis, meskipun signifikansi klinis

14
ditemukan pada subkelompok. Lensa ini dianggap mengurangi stimulus terjadinya
perpanjangan aksial bola mata, baik dengan mengurangi lag akomodatif atau dengan
memfokuskan miopi pada superior perifer retina. Lensa kacamata dengan perifer plus
dan tambahan lensa tambahan progresif untuk penglihatan dekat yang dimaksudkan
untuk mengurangi tingkat relative defocus hyperopic perifer pada orang dengan
miopia diharapkan dapat mengurangi progresifitas miopia.
Kacamata dengan Lensa Penambahan Progresif efektif digunakan pada
anakanak dengan esoforia pada penglihatan jarak dekat yang diamati dalam penelitian
dengan lensa progresif aditif (PALS) Salah satu alasan yang mungkin mendasari
dikarenakan lensa bifokal tidak menghambat perkembangan miopia dikarenakan
anak-anak menghindari penambahan dekat atau merespons secara tidak tepat terhadap
perubahan lensa atau disebut image jump. Lensa tambahan progresif dapat
mengurangi daya secara bertahap yang sehingga menghasilkan kenyamanan
penggunaan kacamata yang lebih baik, serta kemungkinan penglihatan yang lebih
jelas untuk berbagai jarak jauh, sedang, dan dekat.
Kacamata minus tinggi konvensional dikatakan kurang memberikan
kenyamanan pada pasien dikarenakan lebih berat dan memiliki tepi yang tebal
maupun dari segi kosmetik kurang menarik. Industri produsen optik telah menangani
kekurangan ini dengan menggunakan berbagai metode untuk mengurangi keluhan
tersebut seperti menggunakan bahan lensa indeks tinggi, yang memungkinkan daya
bias yang sama dicapai dengan ketebalan dan berat yang lebih sedikit, bahan lensa
lebih ringan yang dapat mengurangi berat lensa kacamata.
B. Surgical Treatment

Bedah refraktif adalah metode yang digunakan untuk memodifikasi status


kelainan refraktif mata menggunakan prosedur operasi. Prosedur operasi tersebut bisa
dengan melibatkan perubahan pada kornea yang disebut keratorefraktif atau
penempatan implan lensa intraokular (IOL) di depan lensa atau penggantian lensa
kristalin menggunakan lensa refraktif. Operasi refraktif dapat dipertimbangkan
apabila pasien ingin mengurangi penggunaan kacamata atau lensa kontak dan indikasi
kosmetik.
Prosedur berbasis laser memiliki hasil yang kurang baik ketika digunakan
untuk mengoreksi miopia tinggi daripada miopia rendah - sedang. Pasien dengan
kelainan refraksi tinggi dapat mengalami gangguan fungsional yang lebih besar.

15
Prosedur alternatif untuk memperbaiki miopia tinggi adalah SMILE, pertukaran lensa
refraktif, dan implantasi IOL phakic. Small-incision lenticule extraction (SMILE)
adalah operasi yang relatif baru untuk metode prosedur bedah miopia. Metode SMILE
bekerja dengan memotong bagian stroma kornea. Prosedur ini memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan laser-in-situ keratomileusis (LASIK) dan keratektomi
fotorefraksi (PRK). SMILE tidak membuat flap pada kornea, dan side-cut yang
digunakan untuk ekstraksi lenticule lebih pendek dibandingkan dengan side-cut pada
prosedur LASIK. SMILE juga memiliki keunggulan prosedur yang menyebabkan
kerusakan persarafan yang minimal pada bagian stroma anterior bila dibandingkan
dengan LASIK. Berlawanan dengan PRK, epitel kornea, dan stroma anterior
dibiarkan utuh. Studi awal dikonfirmasi keamanan SMILE pada kondisi miopia
ringan, sedang, dan miopia tinggi.
1. Intraocular Refractive Surgery

Intra Okular Lens (IOL) yang dirancang khusus dapat ditempatkan melalui
prosedur bedah di ruang anterior, terpasang pada iris, atau ditempatkan di ruang
posterior anterior ke lensa kristal untuk mengoreksi refractive error. Keuntungan
termasuk pemulihan visual yang cepat, stabilitas koreksi, dan kemampuan untuk
mengoreksi miopia yang tinggi.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi termasuk endophthalmitis,
kehilangan sel endotel, iridosiklitis kronis, pembentukan katarak, distorsi iris, dispersi
pigmen, peningkatan TIO, glaukoma, dan dislokasi IOL. Terdapat dua model IOL
phakic telah disetujui oleh FDA untuk digunakan di Amerika Serikat dan desain
lainnya sedang dalam uji klinis. Prototipe IOL phakic multifokal memiliki potensi
untuk menangani presbiopia. Kedua jenis IOL phakic memerlukan iridektomi perifer
atau iridotomi untuk mencegah terjadinya pupil blok.
Iridectomy dapat dilakukan baik sebelum operasi atau pada saat insersi lensa.
Kekuatan IOL ditentukan menggunakan biometri standar yang mirip dengan
perhitungan daya IOL metode untuk operasi katarak. Penyisipan IOL adalah prosedur
intraokular yang membutuhkan teknik steril sama seperti operasi katarak. Dalam
kasus IOL phakic posterior, diperlukan dilatasi pupil yang adekuat. Lensa
ditempatkan melalui proses yang disebut enclavation di mana iris dibawa ke anterior
dalam bagian haptic dari IOL di kedua sisi.

16
Operasi Pertukaran Lensa Refraktif merupakan operasi katarak dengan
penempatan lensa intraokular sebelum atau tanpa terjadinya pembentukan katarak.
Opsi ini dapat mengoreksi refractive error serta menghilangkan terjadinya
pembentukan katarak. Keuntungannya termasuk rehabilitasi maupun penyembuhan
yang relatif cepat dan hasil visual yang dapat diperdiksi dari sebelum dilakukan
tindakan. Kerugian yang dapat terjadi setelah prosedur pembedahan seperti hilangnya
reflek akomodasi pada pasien muda dan juga risiko rosedur operasi pertukaran lensa
refraktif lainnya sama dengan operasi katarak, oleh sebab itu potensi komplikasi
paska operasi mirip dengan operasi katarak standar pada prosedur operasi intraokular
lainnya seperti endophthalmitis, edema macular kistik, dan peningkatan risiko ablasio
retina, terutama pada pasien dengan miopia aksial yang tinggi.

2.8 Komplikasi Miopi

Komplikasi yang dapat timbul pada penderita miopia, yaitu:


1. Ablasio retina Merupakan komplikasi tersering. Biasanya didahului dengan
timbulnya hole pada daerah perifer retina akibat proses-proses degenerasi dari
daerah ini.

2. Vitreal Liquefaction dan Detachment. Badan vitreus yang berada di antara lensa
dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan
usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada
penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal
kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil
(floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga
kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko
untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata.

3. Glaukoma. Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada
miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
penyambung pada trabekula.

4. Trombosis dan perdarahan koroid. Sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh

17
darah kecil. Biasanya terjadi di daerah sentral, sehingga timbul jaringan parut
yang mengakibatkan tajam penglihatan.

5. Katarak Transparansi lensa berkurang. Dilaporkan bahwa pada orang dengan


miopia, onset katarak muncul lebih cepat.

18
BAB 3

Penutup

3.1Kesimpulan

Kelainan refraksi, atau dalam bahasa medis disebut ametropia, merupakan


kondisi saat bayangan yang terbentuk di retina mata tidak tajam maupun tegas. Hal ini
mengakibatkan penglihatan menjadi kabur. Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi
empat, seperti: Miopia (rabun jauh), Hipermetropia (rabun dekat), Presbiopia (mata
tua), Astigmatisme (mata silinder).

19
DAFTAR PUSTAKA

Lubis ENMS. (2015). Hubungan Tajam Penglihatan dengan Tingkat Prestasi pada
Siswa Berprestasi SD Panca Budi Medan tahun. Medan; Universitas Sumatera
Utara 2014. Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/57660
Hart, C., Berger, D., Jacob, B., Loeb, S. and Hill, M. (2019). Online Learning,
Offline Outcomes: Online Course Taking and High School Student
Performance. AERA Open, 5(1), p.233285841983285.
Charles E. Campbell WJB, Howard C. Howland. Objective Refraction: Retinoscopy,
Autorefraction, and Photorefraction. dalam: benjamin WJ, editor. BORISH'S
CLINICAL REFRACfION. Missouri, Butterworth Heinneman; 2006. hal.
682-764.
Lubis ENMS. (2015). Hubungan Tajam Penglihatan dengan Tingkat Prestasi pada
Siswa Berprestasi SD Panca Budi Medan tahun. Medan; Universitas Sumatera
Utara 2014. Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/57660
Joseph, L. (2014). Refractive Errors and Academic Achievements of Primary School
Children. Stat Pearls Publishing LLC ; A NCBI Journal. Available from
:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26182821

20

Anda mungkin juga menyukai