Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SEMESTER V MODUL – 17 (KULIT)

SKENARIO 1- KULITKU

OLEH:DILLA NUR RAUDAH

NPM:71190811013

SEMESTER 5

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Lembar Penilaian Makalah

NO BAGIAN YANG DINILAI SKOR NILAI

1. Ada Makalah 60

2. Kesesuaian dengan LO 0-10

3. Tata cara penulisan 0-10

4. Pembahasan materi 0-10

5. Cover dan penjilidan 0-10

Total :

NB :

LO = Learning Objective

Medan, 10 Desember 2021

Dinilai oleh:

(dr.Julahir Hodmadua Siregar, M.Kes, M.Ked.(PD),Sp.PD)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan
kemampuan sederhana yang saya miliki . Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI
Lembar Penilaian..........................................................................................
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Datar Isi .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... ....4
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................ 4
1.3. Analisis Masalah ................................... ..................................................4
1.4. Tujuan Pembelajaran ............................................................................. .4

BAB II ISI
2.1 Anatomi Histologi Kulit .......................................................................... 5

2.2 Fisiologi Kulit ........................................................................................ 14

2.3 Efloresensi Kulit .................................................................................... 15

2.4 Pemeriksaan Penunjang Kulit ................................................................ 21

2.5 Cara Merawat Kulit................................................................................ 25

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... ..19
Daftar Pustaka .............................................................................................. 20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit adalah bagian terluar dari tubuh yang menutupi semua organ-organ
tubuh manusia. Kulit orang dewasa memiliki luas sekitar 1.5 m2 dengan berat kira-
kira 15% dari berat badan. Ketebalan kulit disetiap lokasinya pasti berbeda-beda.
Contohnya, kulit dibagian telapak kaki dan tangan tampak jauh lebih tebal,
sedangkan dibagian wajah, paha, dan dada tampak lebih tipis . Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan serta sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, ras,
seks, dan lokasi tubuh. Kulit pada balita tentu saja berbeda dengan kulit orang
dewasa. Kulit balita yang cukup bulan, pada umumnya halus, lembut dan padat
dengan sedikit pengelupasan, terutama dibagian telapak tangan, kaki dan
selangkangan.
Kulit balita jauh lebih tipis dibanding kulit orang dewasa. Itu dikarenakan
kondisi kulit balita yang belum matur dan fungsi yang belum sepenuhnya matang.
Oleh karena itu, kulit balita yang masih sangat sensitif sangat mudah terluka oleh
goresan atau gesekan.4 Dengan demikian, perlu dilakukan perawatan untuk
melindungi dan mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit. Perawatan kulit
merupakan bagian dari perawatan umum yang tujuannya untuk mempertahankan
hygiene pada anak itu sendiri, agar kulit bebas dari gangguan penyakit dan tetap
sehat.
Perawatan kulit balita dapat dilakukan dari kegiatan sehari- hari. Contohnya
dengan cara membersihkan rambut, mengganti popok balita, memandikan balita
secara teratur, mengganti baju balita apabila baju tersebut lembab atau basah, dan
memilih pakaian yang mudah menyerap keringat. Dengan dilakukannya perawatan
kulit balita secara tepat dan rutin, maka kulit balita akan terlihat sehat.Kelainan
pada kulit balita dapat terjadi apabila perawatan kulit tidak

3
1.2 Identifikasi Masalah

1. Kelainan kulit berupa benjolan sebesar biji jagung pada punggung badan. Mulanya
hanya berbentuk bercak merah kemudian menjadi lenting berisi air dan semakin lama
semakin besar dan merah.

2. Sebelum ke dokter, pasien sudah mengobati dengan bedak gatal, lotion dan salep.
Namun tetap tidak mengalami perubahan sehingga memilih pergi berobat ke dokter.

3. Dokter menganjurkan pemeriksaan penunjang dan sedikit menjelaskan mengenai kulit


sehat dan kulit tidak sehat.

1.3 Analisis Masalah

1. Apa saja yang dapat menyebabkan lenting pada kulit?

2. Apakah benjolan yang terjadi pada pasien tersebut merupakan reaksi terjadinya
inflamasi?

3. Apa saja struktur penyusun lapisan kulit?

4. Bagaimana menentukan kulit yang sehat atau tidak sehat? Apa faktor yang dapat
menyebabkan kulit menjadi tidak sehat?

5. Apa pemeriksaan penunjang dan pengobatan awal yang dapat dilakukan dan diberikan
oleh dokter?

6. Mengapa keluhan yang dialami pasien tidak mengalami perubahan setelah diberi
bedak gatal, lotion dan salep?

1.4 Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan:

1. Anatomi Histologi Kulit

2. Fisiologi Kulit

3. Efloresensi Kulit

4. Pemeriksaan Penunjang Kulit

5. Cara Merawat Kulit

4
BAB II

ISI

2.1 Anatomi Histologi Kulit

Kulit menutupi seluruh permukaan tubuh manusia dan merupakan bagian


tubuh utama yang menghubungkan dengan dunia luar. Berat rata-rata kulit adalah 4
kg dengan luas permukaan 2 m2 . Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis,
dermis, dan hipodermis. Kulit adalah organ yang dinamis yang terus mengalami
perubahan dengan terlepasnya lapisan luar dan digantikan oleh lapisan dalam.
Ketebalan kulit juga bermacam-macam antara berbagai lokasi anatomis, jenis
kelamin, dan usia individu. Perbedaan ketebalan kulit terutama menggambarkan
perbedaan ketebalan lapisan dermis, sedangkan ketebalan epidermis cukup konstan
sepanjang hidup dan tiap-tiap lokasi anatomis. Kulit yang paling tebal terdapat pada
telapak tangan dan telapak kaki, yaitu setebal + 1,5 mm dan yang paling tipis terdapat
pada kelopak mata dan postauricular (0,05 mm) (Weller et al, 2015).
Kulit dibagi menjadi dua, yaitu kulit tebal dan kulit tipis. Kulit tebal terdapat
pada telapak tangan dan kaki. Kulit tebal mengandung banyak kelenjar keringat, tanpa
folikel rambut, kelenjar sebasea, atau serat otot polos. Kulit tipis terdapat pada seluruh
permukaan tubuh kecuali pada telapak tangan dan kaki. Kulit tipis mengandung
folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat (Eroschenko, 2010).
A. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak
mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen
diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini
tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit.
Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal
yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini
berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam sitoplasmanya.
Mendekati permukaan, selsel ini mati dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi
struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya
yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam

5
potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5
lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.

Gambar 1. Kulit tipis dan kulit tebal


1. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya.
Selselnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan
sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel,
proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi
ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial.
Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal
cepat.
2. Stratum spinosum (lapis taju)

Stratum spinosum (lapis taju) Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang
besar-besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila
dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah
menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak
desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas

6
bentuk sel semakin gepeng.
3. Stratum granulosum (lapis berbutir)

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata
merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen
melekat pada permukaan granula.
4. Stratum lusidum (lapis bening)

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan
agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada
sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian
seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di
bawahnya.
5. Stratum korneum (lapis tanduk)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta
sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan merupa-kan
sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.

Gambar 2. Perbedaan histologi kulit tebal dan kulit tipis

7
Terdapat beberapa sel yang terdapat dalam lapisan kulit epidermis yaitu:
a. Keratinosit

Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm


permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan
kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu
mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan
(deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti
penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel
induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain.
b. Melanosit

Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang
dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum.
Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis.
Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-
fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam
melanosom, salah satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin
dan enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin
yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.
c. Sel Langerhans

Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan


terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik dengan
HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang
merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.
d. Sel Merkel

Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan
pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut.
Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin
menembus membran basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah
sel Merkel. Kemungkinan badan Merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor
rasa sentuh.

8
B. Dermis

Gambar 3. Lapisan dermis


1. Stratum papilaris

Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang
jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2 . Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam
pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar
papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di
atasnya. Papila lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner.
Tepat di bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.
2. Stratum retikularis

Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah
kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam,
jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar
keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga ditemukan pada
tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting
payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada
dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu
dengan hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang

9
banyak mengandung sel lemak.

C. Hipodermis

Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia


berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama
sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang
dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan
gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke
dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak
daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya.
Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit
lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di
abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan
lemak ini disebut pannikulus adiposus.

D. Rambut

Batang rambut merupakan struktur keratin keras yang dihasilkan oleh


bangunan epitelial berbentuk kantung yaitu folikel rambut. Pada ujung basal folikel
melebar melingkari papila pili terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf
yang penting bagi kelangsungan hidup folikel rambut; bagian yang melebar disebut
bulbus pili. Sel-sel terdalam pada bulbus, yang meliputi papila pili menghasilkan
batang rambut yang akan muncul ke permukaan kulit. Sel-sel yang membungkus
bulbus merupakan lanjutan sel-sel stratum basal dan spinosum epidermis kulit. Sel-sel
tersebut terusmenerus mengalami mitosis dan menghasilkan berbagai selubung selular
bagi rambut. Sel-sel papila memiliki sifat induktif terhadap aktivitas folikel, dan
nutrien dari kapilernya adalah esensial untuk fungsi normalnya. Sel-sel epitel yang
membungkus papila dapat disamakan dengan sel-sel stratum basal pada epidermis,
dan mereka membentuk matriks rambut. Pada dasarnya proliferasinya berfungsi
menumbuhkan rambut.

10
Gambar 4. Folikel rambut
a. Folikel rambut

Folikel rambut dikelilingi pema-datan komponen fibrosa dermis. Di antara


komponen tersebut dengan epitel folikel terdapat membran vitrea non-seluler, yang
merupakan membran basal sangat tebal dari lapis luar epitel folikel, yang disebut
sarung akar rambut luar. Pada bagian bulbus pili, sarung akar rambut luar ini hanya
setebal satu sel sesuai stratum basal epidermis. Mendekati permukaan kulit, tebalnya
beberapa lapis sel dan memiliki strata menyerupai epidermis kulit tipis. Lapis-lapis
konsentris berikut dari folikel adalah sarung akar rambut dalam, yang memiliki tiga
komponen: (1) lapis Henle, selapis sel gepeng yang melekat erat pada sel-sel paling
dalam dari sarung akar rambut luar, (2) lapis Huxley, terdiri atas dua atau tiga baris
sel-sel gepeng, (3) kutikula sarung akar rambut dalam, terdiri atas sel-sel pipih mirip
sisik tersusun mirip genteng dengan tepi bebasnya mengarah ke bawah. Pada
permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi
kemudian setelah folikel terdiferensiasi sempurna hanya sel-sel bagian bawah bulbus,
yaitu sel matriks, yang tetap aktif bermitosis. Sel-sel tersebutlah yang akan mengisi
berbagai bagian rambut, yaitu medula, korteks, dan kutikula.

11
b. Medula rambut

Medula rambut terletak paling tengah, biasanya terlihat lebih terang daripada
bagian lain. Sel-selnya berbentuk poligobal, tersusun jarang satu sama lain. Di dalam
sitoplasmanya dapat terlihat sedikit pigmen melanin. Perlu diperhatikan bahwa tidak
semua rambut mempunyai medulla.

Gambar 5. Bagian-bagian folikel rambut


E. Kelenjar Di Kulit

1. Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea atau kelenjar rambut merupakan kelenjar holokrin yang


terdapat pada seluruh kulit yang berambut. Hampir semua kelenjar sebasea bermuara
ke dalam folikel rambut kecuali yang terdapat pada puting susu, kelopak mata, glans
penis, klitoris, dan labium minus. Kelenjar sebasea yang berhubungan dengan folikel
rambut biasanya terdapat pada sisi yang sama dengan otot penegak rambut (m.
arrector pili).
2. Kelenjar keringat

Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu kelenjar keringat merokrin dan apokrin,
yang berbeda cara sekresinya. Kelenjar merokrin bergetah encer (banyak mengandung
air), terdapat di seluruh permukaan tubuh kecuali daerah yang berkuku; fungsinya
menggetahkan keringat yang berguna untuk ikut mengatur suhu tubuh. Kelenjar

12
apokrin hanya terdapat pada kulit daerah tertentu, misalnya areola mamma, ketiak,
sekitar dubur, kelopak mata, dan labium mayus. Kelenjar ini bergetah kental dan baru
berfungsi setelah pubertas. Kelenjar bergetah lilin seperti kelenjar serumen dan
kelenjar Moll juga tergolong kelenjar ini. Baik kelenjar merokrin maupun apokrin
dilengkapi dengan sel mioepitel

2.2 Fisiologi Kulit

1. Perlindungan

Epitel berlapis dengan lapisan tanduk berfungsi sebagai perlindungan fisik


terhadap abrasi fisik, bahan kimia, patogen, atau mikroorganisme lainnya dai luar
tubuh. Selain itu, lapisan tanduk juga bisa mencegah tubuh dari kehilangan cairan,
elektrolit, dan makromolekul karena lapisan tanduk tahan air. Sel Langerhans juga
berperan dalam perlindungan terhadap antigen dan mikroba. Kulit juga melindungi
dari radiasi sinar UV karena mengandung pigmen melanin yang terdapat dalam sel
melanosit. Lapisan dermis dan lemak subkutan berfungsi sebagai peredam getaran.
Lemak subkutan sendiri berfingsi sebagai isolator listrik (Weller et al, 2015).
2. Termoregulasi

Pada saat suhu tubuh atau lingkungan tinggi, mekanisme pengeluaran panas
yang dilakukan kulit adalah penguapan keringat dari permukaan kulit dan vasodilatasi
sehingga aliran darah ke kulit maksimum. Sebaliknya jika di daerah dingin,
vasokonstriksi dan penurunan aliran darah ke kulit akan mempertahankan panas tubuh
(Eroschenko, 2012).
3. Sensasi sensorik Cutaneous

Sensations adalah sensasi yang timbul di kulit, termasuk sensasi taktil;


sentuhan, tekanan, dan getaran; sensasi termal seperti panas dan dingin. Cutaneous
Sensations yang lain adalah rasa sakit, biasanya sakit adalah indikasi adanya jaringan
yang akan atau rusak. Di kulit ada banyak susunan akhiran saraf dan reseptor, seperti
korpuskel di dalam dermis, dan pleksus akar rambut di setiap folikel rambut (Tortora
& Derrickson, 2009).
4. Ekskresi

Terdapat kelenjar keringat pada kulit yang membentuk keringat dari air,

13
larutan garam, urea, dan produk sisa nitrogen, sehingga dapat diekskresikan ke
permukaan kulit (Eroschenko, 2012).
5. Pembentukan vitamin D

Vitamin D akan terbentuk dari molekul prekursor dalam keratinosit yang


terpapar sinar UV (Eroschenko, 2012).
6. Cadangan energi

Lemak subkutan berfungsi sebagai cadangan energi (Weller et al, 2015).


7. Absorbsi

Kulit dapat mengabsorbsi zat-zat yang larut dalam air. Selain itu, beberapa
vitamin yang larut lemak (A, D, E, & K), beberapa obat, dan gas oksigen serta gas
karbondioksida dapat menembus kulit. Beberapa material toksik seperti aseton dan
karbon tetraklorida, garam dari logam berat seperti timah, arsen, merkuri juga dapat
diabsorbsi oleh kulit (Tortora & Derrickson, 2009).
2.3 Efloresensi Kulit

Ujud kelainan kulit (UKK) atau lesi dikelompokkan menjadi 2 bagian besar,
yaitu lesi primer dan lesi sekunder sebagai kelanjutan atau evolusi lesi primer. Lesi
primer meliputi makula, patch, papul, plak, nodul, vesikel, bula, pustule, urtika/wheal.
1. Makula dan patch

Makula merupakan perubahan warna pada kulit, tanpa disertai perubahan


tekstur atau penebalan kulit, dengan diameter kurang dari 1 cm. Berdasarkan
patofisiologinya, makula mempunyai berbagai bentuk dan ukuran. Makula terjadi
akibat kelainan pada :
• Unit keratinosit-melanosit, yaitu terjadi penurunan (hipopigmentasi) atau
peningkatan (hiperpigmentasi) penyebaran melanin maupun pembentukan
melanin. Hipopigmentasi terjadi pada vitiligo, pitiriasis versikolor, atau
hipopigmentasi paskainflamasi, hiperpigmentasi dapat terjadi pada melasma,
frekles, atau hiperpigmentasi paskainflamasi.

• Dilatasi vasa darah, hal ini disebut eritem.

• Ekstravasasi eritrosit, hal ini disebut purpura. Berdasarkan ukuran dan bentuk
purpura, dikenal beberapa istilah, yaitu ptekie adalah purpura dengan diameter 1-

14
2 mm, terjadi akibat trombositopenia; purpura dengan ukuran antara 2-5 mm,
seringkali diakibatkan oleh ekstravasasi eritrosit pada vaskulitis; ekimosis adalah
purpura dengan diameter lebih dari 2 cm, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah;
teleangiektasis terjadi akibat pelebaran vasa kapiler; infark merupakan nekrosis
jaringan kulit akibat oklusi, seperti pada vaskulitis atau emboli bakteri vasa darah.

• Deposit metabolit, misalnya warna kekuningan.

• Patch serupa dengan makula, dengan diameter lebih dari 1 cm.

2. Papul

Papul adalah peninggian kulit yang solid (palpable) dengan diameter kurang
dari 1 cm, dengan warna tetap atau mengalami perubahan. Kelainan yang mendasari
terletak pada dermis dan epidermis, disebabkan karena :
• Edem (dermatitis),

• Infiltrasi sel-sel peradangan (dermatitis, likhen planus)

• Hiperplasia sel (veruka vulgaris),

• Timbunan/deposit bahan tertentu (akne, milia).

Bentuk papul perlu diperhatikan karena mempunyai arti klinis tertentu,


misalnya akuminata (seperti tanduk) seperti pada miliaria rubra, oval/dome shape
(milia, siringoma), umbilikasi (varisela, moluskum kontagiosum), permukaan datar
(likhen planus), verukous (veruka vulgaris), folikuler (folikulitis).
3. Plak

Merupakan peninggian kulit yang solid (palpable), membentuk semacam


dataran, dengan permukaan lebih luas (diameter lebih dari 1 cm) daripada

15
kedalamannya. Plak dapat terbentuk sebagai gabungan dari beberapa papul seperti
pada dermatitis, psoriasis; atau perluasan dari satu papul (psoriasis). Pada dermatitis
kronis terjadi garukan berulang yang menyebabkan penebalan epidermis dan
peningkatan produksi kolagen pada dermis sehingga terbentuk likenifikasi dengan
gambaran plak tebal dan gambaran garis kulit lebih jelas.

4. Nodul

Adalah lesi yang padat, palpable, berbentuk bulat atau elips. Nodul
mempunyai diameter lebih dari 1 cm dengan ketebalan yang sebanding dengan
diameter. Nodul dapat terletak di :
• Epidermis (keratoakantoma, veruka vulgaris)

• Epidermis-dermis (nevus pigmentus)

• Dermis (dermatofibroma, granuloma anulare)

• Dermis-subkutis (eritema nodusum, tromboflebitis)

• Subkutis (lipoma, xantoma)

Kelainan yang mendasari pembentukan nodul serupa dengan sama dengan


papul. Tumor adalah istilah umum untuk menyebutkan masa, jinak atau ganas,
seringkali berukuran lebih besar daripada nodul. Penyebutan nodul atau tumor
sebaiknya disertai dengan ukuran, sifat atau bentuk permukaannya, karena seringkali
nodul atau tumor merupakan manifestasi penyakit sistemik, seperti keras, lunak,
hangat, nyeri tekan, mobilitas, permukaan halus atau keratotik, dll.

16
5. Urtika/wheal

Urtika merupakan peninggian kulit berbatas tegas dengan atap datar dan cepat
menghilang dalam waktu 2-48 jam. Urtika terjadi akibat vasodilatasi disertai edem
ekstraseluler pada dermis bagian atas, sehingga berwarna merah pucat. Pada edem
dermis yang berat, terjadi penekanan vasa darah superfisial sehingga bagian tengah
lesi tampak pucat dan bagian tepi eritem. Angioedem merupakan reaksi urtika
yangvterletak lebih dalam dengan jaringan ikat longgar, seperti pada bibir atau
skrotum.
6. Vesikel dan bula

Vesikel merupakan lesi berlepuh yang berisi cairan dengan diameter kurang
dari 1 cm, sedangkan bula mempunyai diameter lebih dari 1 cm. Cairan di dalam
vesikel atau bula dapat berupa serum, cairan limfa, darah atau cairan jaringan. Vesikel
atau bula terjadi karena pembentukan celah pada berbagai kedalaman kulit, yaitu
• Subkorneum (impetigo)

• Intradermal (edem interseluler pada spongiosis seperti pada dermatitis,


dishidrosis; akantolisis atau hilangnya desmosom seperti pada pemfigus;
degenerasi balon atau edem intraseluler terjadi pada herpes zoster, herpes
simpleks, varisela)

• Celah pada dermal-epidermal junction akibat reaksi antigen-antibodi terhadap


kolagen penyusun dermal-epidermal junction sehingga terjadi bula subepidermal
pada pemfigoid, epidermolisis bulosa.

17
7. Pustule

Merupakan lesi berlepuh, terletak superfisial, berisi eksudat purulen, yang


dapat berwarna putih, kekuningan, kehijauan atau hemoragi. Bentuk dan letak pustul
bervariasi, dapat berbentuk konus, umbilicated, folikuler (folikulitis) atau non-
folikuler. Eksudat purulen terdiri atas leukosit polimorfonuklear dengan atau tanpa
debris seluler, disertai bakteri atau steril. Abses merupakan kumpulan pus terlokalisir
dan terletak di dermis sampai subkutan sehingga tidak terlihat dari permukaan. Abses
terlihat berwarna merah, teraba hangat dan nyeri. Sinus merupakan tract atau saluran
yang menghubungkan kavitas (ruangan) purulen dengan permukaan kulit atau antara
kavitas purulen satu dengan yang lain.
8. Kista

Merupakan sakus (kantong) yang berisi massa semisolid atau cairan dengan
dinding berupa sel epitel, sehingga pada palpasi teraba fluktuasi (sepeti perabaan
terhadap bola mata), misalnya pada akne nodulokistik, kista sebasea.
Lesi sekunder meliputi erosi, ulkus/ulserasi, fisura, ekskoriasi, likenifikasi,
skuama, krusta, atrofi, skar/jaringan parut, lorong/burrows.
1. Erosi

Merupakan lesi membasah, berbatas tegas, biasanya depressed lesion, akibat


hilangnya sebagian atau seluruh epidermis. Erosi dapat terjadi akibat vesikel/bula
yang pecah (herpes simpleks, herpes zoster, impetigo). Erosi yang sembuh tanpa
infeksi sekunder tidak akan menimbulkan skar.
2. Ulkus/ulserasi

Merupakan perlukaan kulit yang melibatkan epidermis sampai sebagian atau


seluruh dermis atau subkutis. Untuk membantu penegakan kausa ulkus, penyebutan
lesi ini harus disertai dengan karakteristiknya, seperti ukuran, tepi, dasar, discar, serta
lesi sekitar ulkus.

18
3. Fisura

Merupakan diskontinuitas epidermis dan dermis yang berbentuk linier. Proses


ini terjadi akibat gangguan elastisitas kulit sehingga pada waktu peregangan terbentuk
celah atau cleft, misalnya pada keratoderma palmo-plantaris.
4. Ekskoriasi

Merupakan erosi yang disebabkan oleh garukan, sehingga bentuk dan


susunannya dapat linier atau punctate, misalnya pada scabies, dermatitis atopik.
5. Likenifikasi

Merupakan plak lebar, berbatas tegas dengan gambaran garis kulit yang lebih
tebal dan jelas. Proses ini terjadi akibat garukan berulang/kronis, misalnya pada
likhen simpleks kronis.
6. Skuama

Skuama merupakan massa yang terbentuk dari akumulasi stratum korneum


(keratin). Skuamasi merupakan proses pengelupasan kulit atau akumulasi stratum
korneum abormal. Ukuran dan bentuk skuama bervariasi : lebar (membranous) seperti
pada psoriasis, ikhtiosis lamelaris; tipis, halus (powdery) pada tinea korporis, pitiriasis
7. Versikolor

Bagian tepi melekat pada lesi, seperti di pitiriasis rosea, bagian tengah melekat
pada lesi, seperti di psoriasis; skuama berminyak pada dermatitis seboroik.
8. Krusta

Krusta terbentuk akibat akumulasi serum, darah atau eksudat purulen yang
mengering pada permukaan kulit. Proses yang mendasarinya yaitu erosi atau ulserasi
dengan eksudasi, atau pecahnya lesi vesikel, pustule atau bula. Krusta dapat berbentuk
tipis, lembut dan friable, atau tebal dan melekat. Warna krusta juga bervariasi,
tergantung pada sumbernya, berwarna kuning (serum), misalnya pada ekskoriasi;

19
hijau atau kuning kehijauan (eksudat purulen akibat infeksi bakteri); coklat, merah
gelap atau hitam (darah); honey-colored, lembut, mengkilat pada permukaan (seperti
pada impetigo krustosa).
9. Atrofi

Merupakan penipisan kulit akibat kuantitas yang berkurang, dapat terjadi pada
epidermis (pemakaian kortikosteroid), papilla dermis, dermis retikularis atau
subkutan. Atrofi superfisial diperiksa dengan penyinaran dari samping, tampak
depresi ringan dan mengkilat, seperti pada skar akne. Atrofi dermis dan subkutan
dapat memberi gambaran epidermis yang normal.
10. Skar/jaringan parut

Merupakan hasil akhir proses penyembuhan luka, berbentuk massa padat


dengan hilangnya sebagian atau seluruh appendices kulit. Skar dapat atropi atau
hipertrofi, seperti pada skar akne, skar hipertrofi akibat varisela.
11. Lorong/burrows

Merupakan lesi linier sebagai manifestasi dari terowongan pada kulit bagian
superfisial akibat infestasi parasit, seperti pada skabies, cutaneous larva migrant.

2.4 Pemeriksaan Penunjang Kulit

1. Pemeriksaan KOH 10-20% untuk mengetahui spora, hifa atau pseudohifa Sampel :
kerokan kulit, rambut (dicabut), kerokan kuku atau apusan dari discar pada dinding
vagina Cara pengambilan sampel : - Kerokan skuama diambil dari bagian tepi lesi
yang lebih eritem dan berskuama (pada kasus dermatofitosis) - Discar pada dinding
lateral vagina diusap dengan lidi kapas steril (pada kandidiasis vulvovagina)

Cara pemeriksaan :
• Oleskan/Letakkan sampel di gelas obyek, tuutp dengan gelas penutup (pada kasus
dermatofitosis)

• Tambahkan KOH 10-20% 1 tetes, tutup dengan gelas penutup (pada kasus
kandidiasis vulvovagina)

• Tunggu 3-10 menit (kulit), 15-30 menit (rambut), 1-2 hari (kuku)

• Lihat di bawah mikroskop, apakah tampak hifa, atau spora dengan pseudohifa
20
2. Pemeriksaan dengan KOH 10-20% +(tinta) Parker, agar pseudohifa terlihat lebih
jelas. Sampel : kerokan kulit Cara pengambilan sampel: selotip jernih/bening ditempel
pada lesi yang berskuama halus Cara pemeriksaan :

• Lekatkan sampel/selotip di gelas obyek

• Tambahkan KOH-Parker 20% 1 tetes

• Tunggu beberapa saat

• Lihat di bawah mikroskop, apakah tampak spora dengan psedohifa

3. Pemeriksaan BTA dengan pengecatan Ziehl-Nelson

Sampel : kerokan kulit dengan irisan, diambil dari daerah cuping telinga kanan
dan kiri, lesi kulit yang mengalmai anestesi. Cara pengambilan sampel:
• Bersihkan dengan kapas alkohol

• Pencet dengan ibu jari dan telunjuk sampai pucat, agar tidak keluar darah,
dilakukan irisan/sayat dengan skalpel sepanjang ½ cm, dalam 2-3mm, dan buat
kerokan memutar 3600 hingga terbawa cairan dan sedikit jaringan

• oleskan ke gelas obyek

• pengecatan dengan larutan Ziehl Neelsen

• BTA terlihat sebagai batang, merah (solid/utuh, fragmen/terpecah menjadi


beberapa bagian, granuler/ butiran)

4. Pemeriksaan dengan pengecatan Gram untuk mengetahui bakteri atau jamur.


Sampel : cairan eksudat, vesikel, bula atau pustul, ulkus, uretra, vagina Cara :

• Jika vesikel/bula atau pustul belum pecah, dilakukan insisi sedikit pada atap
lesi,selanjutnya cairan diambil dengan scalpel secara halus/pelan

• ulkus: ambil dengan lidi kapas, oleskan ke gelas obyek

• uretra: diplirit/dengan lidi kapas, oleskan ke gelas obyek

• vagina/cervix: ambil discar/sekret dengan lidi kapas, oleskan ke gelas obyek

21
• lakukan pengecatan dengan larutan Gram A, B, C dan D

Hasil pemeriksaan :
• Staphylococcus : bulat, biru ungu, bergerombol seperti anggur

• Stretococcus : bulat, biru ungu, berderet

• Gonococcus : biji kopi berpasangan, merah (gram negative)

5. Pemeriksaan Tzank (dengan pengecatan Giemsa)

Sampel : cairan vesikel atau bula


Cara :
• pilih lesi yang masih baru/ intact,

• dilakukan insisi kecil tepi/dinding lesi, selanjutnya

• dilakukan kerokan pada dasar vesikel atau bula. oleskan ke gelas obyek fiksasi
dengan alkohol 70% sampai kering cat dengan Giemsa selama 20 menit

• cuci dengan air mengalir, keringkan, periksa dengan mikroskop

Apabila hasil pemeriksaan ditemukan sel akantolisis menunjukkan lesi


pemfigus, dan pada infeksi virus akan ditemukan sel berinti banyak dan besar
(multinucleated giant cell).
6. Pemeriksaan dengan cairan fisiologis (NaCl)

Sampel : apusan dari mukosa dinding forniks lateral (trikomoniasis), atau


dasar vesikel (skabies) Cara :
• discar pada dinding forniks lateral diusap dengan lidi kapas steril;

• dasar vesikel dibuat apusan dengan scalpel.

• Oleskan ke gelas obyek

• Lihat di bawah mikroskop, apakah tampak T. vaginalis atau S.scabei

• Pemeriksaan ini untuk memeriksa T. vaginalis atau S.scabei dalam keadaan hidup.

7. Pemeriksaan Medan Gelap

22
Sampel : ulkus/papul basah Cara :

• Bersihkan ulkus dengan cairan fisiologis (NaCl)

• Pijit sampai serum keluar, selanjutnya serum dilekatkan ke gelas obyek

• Tetesi dengan cairan fisiologis

• Periksa dengan mikroskop medan gelap

• Prinsip : melihat sesuatu (T. Vaginalis) yang bergerak dengan dasar gelap.

8. Pemeriksaan dengan Lampu Wood, yaitu sinar dengan panjang gelombang 320-
400 nm (365 nm) (berwarna ungu). Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui :

a. Zat/sinar fluoresensi yang dikeluarkan oleh berbagai kuman patogen, seperti pada
infeksi: Microsporum sp. (kuning orange), P. ovale (kuning kehijauan), eritrasma:
C. minutissimun (kuning kemerahan).

b. Kedalaman pigmentasi pada kasus melasma, apabila pada penyinaran dengan


lampu Woods batas pigmentasi terlihat lebih jelas daripada pemeriksaan langsung,
memperlihatkan pigmentasi epidermal, dan sebaliknya pada pigmentasi dermal,
hasil pemeriksaan lampu Wood akan tampak mengabur.

9. Pemeriksaan darah, urin, atau feces rutin, kimia darah (fungsi hati, fungsi ginjal,
glukosa darah), serologi (infeksi herpes simpleks, sifilis, HIV), biologi molekuler
(PCR (polymerazed chain reaction) DNA tuberkulosis kulit).

10. Tes tusuk (Prick test) untuk mengetahui alergen yang terlibat pada reaksi
hipersensitivitas tipe I (reaksi alergi tipe cepat) udara atau makanan pada kasus
urtikaria. Syarat :

• bebas kortikosteroid sistemik maksimal 20mg/hari selama 1 minggu,

• bebas antihistamin minimal 3 hari

• kondisi kulit yang akan ditempeli bebas dermatitis

• sembuh dari urtikaria minimal 1 minggu

11. Tes tempel (Patch test) untuk mengetahui atau membuktikan alergen kontak pada

23
pasien dermatitis kontak alergi, dermatitis fotokontak alergi, atau alergen udara dan
makanan pada pasien dermatitis atopik. Prinsip : untuk mengetahui alergen yang
terlibat pada reaksi hipersensitivitas tipe IV (reaksi alergi tipe lambat).

12. Biopsi kulit untuk mengetahui jenis atau proses patologi penyakit. Jenis pemeriksaan
kasus penyakit kulit dan kelamin yang sesuai dengan kompetensi dokter layanan
primer adalah pemeriksaan KOH, Giemsa (metilen blue), Gram dan lampu Wood.

2.5 Cara Merawat Kulit

Secara umum, kulit terbagi menjadi 3 jenis, yaitu kulit kering, kulit normal
dan kulit berminyak. Pembagian ini didasarkan pada kandungan air dan minyak yang
terdapat pada kulit. Kulit kering adalah kulit dengan kadar air kurang atau rendah.
Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadar minyak rendah
sampai normal. Kulit berminyak yaitu kulit yang memiliki kandungan air dan minyak
yang tinggi. Kulit campuran atau resisten dalam dunia kosmetika dikenal juga dengan
istilah jenis kulit kombinasi yaitu daerah bagian tengah atau dikenal juga dengan
istilah daerah T (dahi, hidung dan dagu) terkadang berminyak atau normal, bagian
kulit lain cenderung lebih normal bahkan kering (Muliyawan, 2013 : 141).
Penggunaan produk kulit yang tidak tepat dengan penggolongan jenis kulit
akan menyebabkan kerusakan pada kulit. Kulit sehat, segar, dan mulus adalah
dambaan kita semua, pria maupun wanita. Sayang, banyak orang yang mengabaikan
atau malah tidak memahami kondisi kulitnya sendiri. Gangguan kesehatan pada kulit
sering dibiarkan berlarut-larut dan baru dikonsultasikan ke dokter setelah menjadi
parah dan mengganggu. Pengobatan dan perawatan kulit berjerawat sewajarnya
memperhatikan faktor-faktor penyebab dan jenis kulit yang sudah tentu berbeda 6
pada setiap orang. Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter kulit, sehingga masalah
jerawat ini dapat dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mengatasi jerawat yang
timbul, tetapi juga memperhatikan status atau riwayat kesehatan seseorang secara
umum, yang tentunya tidak bisa lepas dari kondisi kesehatan kulit seseorang.
Dalam membersihkan perawatan wajah yang tepat maka harus menggunakan
produk perawatan wajah secara alami dan juga dengan dari bahan yang memang
terbuat dari jenis bahan-bahan yang bisa membantu melengkapi proses alami di dalam
kulit. Rahasia lainnya yang memang sudah cukup lama diketahui adalah bahwa
banyak mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung serat di dalam menu harian

24
yang akan membantu menjaga kesehatan kulit. Namun juga manfaat dari sayur dan
buah-buahan bisa membantu menurunkan berat badan. Makanan yang mengandung
lemak secara berlebihan akan membuat anda menjadi lebih sulit untuk bisa
mempertahankan kehidupan agar lebih sehat dan juga kulit bersinar.
Perawatan sehari-hari pada prinsipnya bertujuan mengurangi minyak,
meminimalisasi timbulnya peradangan (kemerahan), dan hindari bahan-bahan yang
berpotensi mengiritasi dan menyumbat pori-pori kulit. Perawatan wajah harian, akan
sangat menentukan kesehatan kulit dan pencegahan jerawat. Bila jenis kulit
berminyak, segeralah mencuci muka dengan sabun khusus jerawat agar sebum tidak
bercampur dengan debu dan kotoran sehingga menjadi sumbatan. Tapi perhatikan
juga bahwa mencuci muka terlalu sering akan mengakibatkan muka menjadi kering.
Juga hindari penggunaan sabun bayi, karena akan membuat jerawat semakin parah.
Membersihkan muka belumlah cukup.
Gunakanlah cleanser apabila berjenis kulit normal. Sedangkan untuk kulit
berminyak, pakailah peeling scrub. Serta gunakan masker wajah minimal 2 kali dalam
seminggu. Tidurlah dengan waktu yang cukup sebagai salah satu bentuk cara
perawatan wajah secara alami. Jika tidak tidur cukup waktu, maka akan menimbulkan
masalah lingkaran mata hitam.
Untuk kulit normal cenderung mudah dirawat, kelenjar minyak pada kulit
normal biasanya keaktifannya adalah normal karena minyak yang dikeluarkan
seimbang, tidak berlebihan atau tidak kekurangan. Namun meski demikian, kulit
normal tetap harus dirawat agar senantiasa bersih, kencang, lembut dan segar, bila
tidak segera dibersihkan dari kotoran atau sisa kosmetik akan memudahkan kulit
normal menjadi berjerawat dan menyebabkan kulit normal akan mengalami penuaan
dini seperti keriput dan terlihat lebih kusam. Ciri-ciri dari kulit normal adalah kulit
tampak lembut, lembab, segar dan bercahaya, halus dan mulus, tanpa jerawat, kulit
juga menjadi lebih elastis dan kenyal, serta tidak terlihat minyak yang berlebihan juga
tidak terlihat kering.
Untuk kulit berminyak banyak dialami oleh wanita dan pria yang tinggal
didaerah tropis, karena pengaruh hormonal, kulit berminyak biasa dijumpai pada
remaja dan usia muda sekitar usia 20 tahun, namun juga dapat muncul pada usia 40
tahun. Penyebab kulit berminyak karena kelenjar sebasea sangat produktif, jika tidak
mampu mengontrol jumlah minyak sabun yang harus dikeluarkan, kulit yang
berminyak dapat memicu timbulnya jerawat dan kekusaman pada kulit. Penyebab dari
25
kulit berminyak dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, contohnya dari
faktor internal adalah faktor genetik pada keturunan orang tua yang memiliki riwayat
kulit berminyak akan diturunkan kepada anaknya dan faktor hormonal sangat
mempengaruhi produksi keringat, karena itu pada wanita yang sedang menstruasi atau
hamil akan lebih sering berkeringat. Selain itu stress dan banyak gerak juga
menyebabkan pemicu keringat berlebihan.

26
BAB 3

Penutup

3.1Kesimpulan

Kulit beserta turunannya, meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea, kelenjar


keringat, dan kelenjar mamma disebut juga integumen. Fungsi spesifik kulit
terutama tergantung sifat epidermis. Epitel pada epidermis ini merupakan
pembungkus utuh seluruh permukaan tubuh dan ada kekhususan setempat bagi
terbentuknya turunan kulit, yaitu rambut, kuku, dan kelenjar-kelenjar.

27
DAFTAR PUSTAKA

Cormack DH. Ham’s Histology (Ninth Edition). Philadelphia: JB Lippincott


Company; 1987.
Fawcett DW. Bloom and Fawcett: A Textbook of Histology (Twelfth Edition). New
York: Chapman & Hall; 1994.
Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York: McGraw Hill
Medical; 2010.
Rostamailis. 2005. Perawatan Badan, Kulit dan Rambut. Jakarta; Rineka Cipta

28

Anda mungkin juga menyukai