Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

SEMESTER III MODUL – 10(DARAH DAN KEGANASAN)

SKENARIO – 1

HEMOSTASIS

OLEH:DILLA NUR RAUDAH

NPM:71190811013

SEMESTER 3

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan
kemampuan sederhana yang saya miliki . Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................i
Datar Isi..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1............................................................................................ Latar Belakang
....1
1.2.................................................................................... Identifikasi Masalah
5
1.3......................................................................................... Analisis Masalah
..................................................5
1.4.......... Tujuan Pembelajaran......................................................................5
BAB II ISI
2.1 Mekanisme Hemostasis...................................................................5
A. Pengertian.............................................................................5
B. Hemostasis Sekunder...........................................................14
C. Hemostasis Tersier...............................................................14
2.2 Faktor-Faktor Pembekuan Darah ...................................................15
2.3 Gangguan Hemostasis......................................................................22
2.3.1 Kelainanan Hemostasis Primer...................................................24
2.3.2 Kelainanan Hemostasis Sekunder...............................................28
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................33
Daftar Pustaka...............................................................................................iii
Lembar Penilaian Makalah............................................................................iv

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan


perdarahan pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit
dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel
pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi
utama mekanisme koagulasi adalah menjaga fluiditas darah, sehingga darah
dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik serta membentuk thrombus
sementara pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan
(Indrayani, 2008). Hemostasis bukanlah suatu proses yang pasif melainkan
suatu proses aktif dari sistem vaskuler. Kematian dapat terjadi akibat
ketidakmampuan untuk menghentikan perdarahan atau mengkonversi darah
ke bentuk padat. Jika sistem ini terganggu karena kelainan bawaan
(inherited) atau didapat (acquired), maka fungsi fisiologis dari sistem
koagulasi akan terganggu (Lembar et al. 2011). Hemostasis adalah suatu
reaksi tubuh yang terjadi secara berurutan untuk menghentikan perdarahan.
Bila pembuluh darah rusak atau pecah, maka proses hemostasis harus terjadi
dengan cepat pada daerah yang telah terjadi kerusakan dan dikendalikan
dengan hati-hati agar efektif. Tiga mekanisme utama yang terjadi untuk
mengurangi kehilangan darah adalah vascular spasm (spasme pembuluh
darah), platelet plug formation (pembentukan sumbat trombosit), dan
koagulasi (pembekuan darah) (Tortora dan Derrickson, 2011). Proses
hemostasis dapat terjadi tanpa adanya cedera tambahan pada pembuluh darah
pasien yang mempunyai riwayat penyakit jantung dan kelainan pada
pembuluh darah (Tortora dan Derrickson, 2011). Dengan kata lain, trombosis
merupakan pembentukan sumbat hemostatik yang patologis dalam pembuluh
darah yang tidak terjadi perdarahan (Rang et al., 2012).

3
1.2 Identifikasi Masalah
1. Ibu C datang ke klinik di daerah A dengan keluhan menahan rasa sakit
pada lutut kirinya yang terluka akibat kecelakaan lalu lintas 1 hari yang
lalu.

2. Hasil pemeriksaan dijumpai luka yang sudah mengering dan sebagian


masih mengeluarkan darah, disertai hematom, edeme, hiperemis, dan
nyeri.

3. Dokter menduga luka mengalami inflamasi dan khawatir terdapat


gangguan hemostasis.

4. Dokter menganjurkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan trombosit dan


tes koagulasi darah

1.3 Analisis Masalah

1. Mengapa tubuh mengeluarkan respon hemostasis?

2. Apa fungsi dari sistem hemostasis?

3. Apa yang tejadi jika pasien mengalami gangguan hemostasis?

4. Apa peran trombosit dan koagulasi darah pada hemostasis?

5. Apabila terjadi inflamasi, apa yang terjadi pada sistem koagulasi darah?

6. Mengapa terjadi hiperemis oedem dan nyeri pada luka tersebut?

7. Mengapa pada pasien ini dokter mengajukan pemeriksaan koagulasi


darah dan pemeriksaan trombosit?

1.4 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiwa dapat memahami dan menjelaskan mekanisme hemostasis pada


kondisi perdarahan

2. Mahasiwa dapat memahami dan menjelaskan faktor faktor dari


pembekuan darah

3. Mahasiwa dapat memahami dan menjelaskan gangguan hemostasis

4
BAB II
ISI

2.1 Mekanisme Hemostasis


A. Pengertian Hemostasis
Berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan
proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam
mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan
perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Proses yang terjadi
secara lokal berfungsi untuk menutup kebocoran pembuluh darah,
membatasi kehilangan darah yang berlebihan, dan memberi kesempatan
untuk perbaikan pembuluh darah (Suharti, 2009). Hemostasis merupakan
proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh darah yang rusak
dan mencegah kehilangan darah disamping mempertahankan darah dalam
keadaan cair dalam sistem vaskular (Barrett et al., 2012). Mekanisme
yang terjadi dalam upaya mengurangi kehilangan darah adalah spasme
pembuluh darah (vascular spasm), pembentukan sumbat trombosit
(platelet plug formation), dan pembekuan darah atau koagulasi (Tortora
dan Derrickson, 2011).
2.1.1. Spasme Pembuluh Darah
Otot polos sirkuler yang tersusun pada dinding pembuluh darah
akan berkontraksi dengan segera setelah terjadi kerusakan pada pembuluh
darah arteri, yang disebut vascular spasm. Mekanisme ini akan
mengurangi kehilangan darah selama beberapa menit sampai jam
sehingga mekanisme hemostatik lain terjadi. Spasme ini terjadi mungkin
karena kerusakan pada otot polos, disebabkan oleh zat atau substansi
yang dilepaskan dari trombosit teraktivasi (activated platelets) dan refleks
dari reseptor nyeri (Tortora dan Derrickson, 2011).
2.1.2. Pembentukan Sumbat (plug) Trombosit
1. Platelet/ Trombosit Trombosit adalah suatu sel berbentuk
cakram (disc-shaped), sangat kecil (diameternya 1-5µm), yang beredar
dalam darah pada konsentrasi 200,000- 400,000/µL, dengan umur rata-
rata 7-10 hari. Trombosit berasal dari megakariosit, polyploidal
hematopoietic cells yang terdapat di sumsum tulang. Pengatur utama
dalam pembentukan trombosit adalah hormon thrombopoietin (TPO)
yang diproduksi oleh hepar dan ginjal (Longo et al., 2012). Trombosit
mengandung butiran berisi bahan kimia yang sekali dilepaskan akan
memicu terjadi pembekuan darah (Tortora dan Derrickson, 2011). Secara
ultrastruktur, trombosit terdiri atas zona perifer, zona sol-gel dan zona
organela (Suharti, 2009).

5
2. Adhesi Trombosit Bila terjadi kerusakan pada sel endotel,
trombosit akan menempel dan hampir menutupi kolagen pada subendotel
yang terpapar. Hal ini memicu terjadinya reaksi kimia yang mengaktifkan
trombosit (Howland dan Mycek, 2006).
3. Aktivasi Trombosit Reseptor pada permukaan trombosit yang
terlekat diaktifkan oleh kolagen dari jaringan ikat yang mendasari. Hal ini
menyebabkan terjadi perubahan morfologi di dalam trombosit, dan terjadi
pelepasan mediator kimia dari vesikel trombosit (Howland dan Mycek,
2006). Fase ini disebut reaksi pelepasan dari trombosit. ADP yang
dilepaskan dan tromboksan A2 memainkan peran utama dengan
mengaktifkan trombosit yang terdekat. Serotonin dan tromboksan A2
berfungsi sebagai vasokonstriktor, menyebabkan dan mempertahankan
kontraksi otot polos pembuluh darah, yang menurunkan aliran darah pada
bagian pembuluh yang rusak (Tortora dan Derrickson, 2011).
4. Agregasi Trombosit Pelepasan ADP menyebabkan trombosit
lain di sekitarnya lengket, dan sifat lengket pada trombosit yang baru
diaktifkan ini menyebabkan terjadinya penempelan pada trombosit yang
telah aktif sebelumnya. Pertemuan trombosit ini disebut sebagai agregasi
trombosit. Akhirnya, akumulasi dan perlengketan sejumlah besar
trombosit akan membentuk suatu massa yang disebut platelet plug.
Sumbat trombosit sangat efektif dalam mencegah kehilangan darah dalam
pembuluh darah yang kecil. Sumbat trombosit akan menjadi sangat ketat
ketika diperkuat oleh fibrin yang terbentuk selama proses pembekuan
(Tortora dan Derrickson, 2011).

6
2.1.3. Pembekuan Darah (Koagulasi)
Pembekuan adalah kaskade kompleks dari reaksi enzimatik di
mana setiap faktor pembekuan mengaktifkan molekul dalam urutan tetap.
Pada akhirnya, sejumlah besar produk yaitu fibrin terbentuk. Dua jalur,
disebut jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik akan memicu terjadi
pembentukan enzim protrombinase. Enzim ini akan mengubah
protrombin menjadi trombin di common pathway. Akhirnya, enzim
trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang membentuk
bekuan (Tortora dan Derrickson, 2011).
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan
instrinsik dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen
walau ada perbedaan artificial yang dipertahankan. Proses yang
mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera
jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsic
pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan
negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan
terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi
thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk
membentuk fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein
yaitu dapat diklasifikaskan sebagai berikut: a. Zimogen protease yang
bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi b. Kofaktor c.

7
Fibrinogen d. Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin e.
Protein pengatur dan sejumla protein lainnya.
Lintasan / jalur intrinsic (Intrinsic pathways)
Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX,
VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul
tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk faktor
Xa (aktif).Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein,
kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan XI terpajan pada
permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo,
kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau
komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, faktor
XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh
kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk
menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi
timbale balik. Begitu terbentuk, faktorXIIa mengaktifkan faktor XI
menjadi Xia, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen
dengan berat molekul tinggi. Factor XIa dengan adanya ion Ca2+
mengaktifkan faktor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa.
Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam faktor X untuk
menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu faktor Xa. Reaksi yang
belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan
kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan faktor
IXa dan faktor X. Semua reaksi dalam hemostasis yang melibatkan
zimogen yang mengandung Gla (faktor II, VII, IX dan X), residu Gla
dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai
tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+.Bagi perakitan kompleks
tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka
fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang
normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu
glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang
berfungsi sebagai reseptor untuk faktor IXa dan X pada permukaan
trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang
sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan
oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
Lintasan / jalur Ekstrinsik (extrinsic Pathways)
Mekanisme lintasan jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan,
faktor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa
dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada
sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan
mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang mengandung

8
Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja
sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan menggalakkan aktivitas
enzimatik untuk mengaktifkan faktor X. faktor VII memutuskan ikatan
Arg-Ile yang sama dalam faktor X yang dipotong oleh kompleks tenase
pada lintasan intrinsic. Aktivasi faktor X menciptakan hubungan yang
penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik. Interaksi yang penting
lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks
faktor jaringan dengan faktor VIIa juga mengaktifkan faktor IX dalam
lintasan intrinsic. Sebenarna, pembentukan kompleks antara faktor
jaringan dan faktor VIIa kini dianggap sebagai proses penting yang
terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo. Makna
fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan faktor XII,
prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya
lintasan intrinsik bisa lebih penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam
koagulasi, karena kalikrein, faktor XIIa dan Xia dapat memotong
plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan faktor jaringan (TFPI: tissue faktor fatway inhibitior)
merupakan inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi.
Inhibitor ini berupa protein yang beredar didalam darah dan terikat
lipoprotein. TFPI menghambat langsung faktor Xa dengan terikat pada
enzim tersebut disekitar area aktifnya. Kemudian kompleks faktor Xa-
TFPI ini manghambat kompleks faktor VIIa-faktor jaringan.
Lintasan / jalur Bersama (common pathways)
Pada lintasan / jalur bersama yang sama, faktor Xa yang dihasilkan
oleh lintasan intrinsic dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II)
menjadi thrombin (IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi
fibrin. Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif
dan memerlukan perakitan kompelks protrombinase yang terdiri atas
fosfolipid anionic platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protrombin.
Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam
trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip faktor
VIII dalam kompleks tenase. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil
thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik pada membrane
trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan faktor Xa serta
protrombin. Selanjutnya kompleks ini diinaktifkan oleh kerja thrombin
lebih lanjut, dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk
membatasi pengaktifan protrombin menjadi thrombin. Protrombin (72
kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati.
Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu
Gla, dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam

9
region-terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan
kompleks faktor Va serta Xa pada membrane trombosit, protrombin
dipecah oleh faktor Xa pada dua area aktif untuk menghasilkan molekul
thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan
trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.
Perubahan Fibrinogen menjadi Fibrin
Fibrinogen (faktor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma
yang bersifat dapat larut dan terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida
nonidentik (Aα,Bβγ)2 yang dihubungkan secara kovalen oleh ikatan
disulfda. Rantai Bβ dan y mengandung oligosakarida kompleks yang
terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disintesis
dihati: tiga structural yang terlibat berada pada kromosom yang sama dan
ekspresinya diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region
terminal amino pada keenam rantai dipertahankan dengan jarak yang
rapat oleh sejumlah ikatan disulfide, sementara region terminal karboksil
tampak terpisah sehingga menghasilkan molekol memanjang yang sangat
asimetrik. Bagian A dan B pada rantai Aa dan Bβ, diberi nama
difibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB), mempunyai ujung terminal amino
pada rantainya masing-masing yang mengandung muatan negative
berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamate
disamping tirosin O-sulfat yang tidak lazim dalam FPB. Muatannegatif
ini turut memberikan sifat dapat larut pada fibrinogen dalam plasma dan
juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan menimbulkan repulse
elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen. Thrombin (34kDa),
yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks protrobinase,
menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul fibrinopeptida
dan bagian α serta β pada rantai Aa dan Bβ fibrinogen. Pelepasan
molekul fibrinopeptida oleh thrombin menghasilkan monomer fibrin yang
memiliki struktur subunit (αβγ)2. Karena FPA dan FPB.
Masing-masing hanya mengandung 16 dab 14 residu, molwkul
fibrin akan mempertahankan 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen.
Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan memajankan tapak pengikatan
yang memungkinkan molekul monomer fibrin mengadakan agregasi
spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan
fibrin yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang
menangkap trombosit, sel darah merah dan komponen lainnya sehingga
terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini mula-mula bersifat
agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara
molekul-molekul monomer fibrin. Selain mengubah fibrinogen menjadi
fibrin, thrombin juga mengubah faktor XIII menjadi XIIIa yang

10
merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan
silan secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk ikatan
peptide antar gugus amida residu glutamine dan gugus ε-amino residu
lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan
peningkatan resistensi terhadap proteolisis. Regulasi Trombin Begitu
thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis,
konsentrasinya harus dikontrol secara cermat untuk mencegah
pembentukan bekuan lebih lanjut atau pengaktifan trombosit.
Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu: 1. Thrombin beredar
dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap
reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan
keseimbangan antara aktivasi dan inhibisi. 2. Inaktivasi setiap thrombin
yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah

11
2.1.4. Sistem Fibrinolisis
Sistem fibrinolisis berfungsi menghancurkan bekuan fibrin
(Suharti, 2009). Plasminogen diubah menjadi plasmin oleh activator
plasminogen di jaringan. Plasmin membatasi perkembangan bekuan dan
melarutkan jaringan fibrin untuk penyembuhan luka (Howland dan
Mycek, 2006). Pada umumnya proses penyembuhan berlangsung dalam
waktu 14 hari (Tambunan, 2009).

B. Hemostasis primer
Hemostasis adalah proses pembentukan bekuan darah di dinding
pembuluh darah untuk mencegah kehilangan darah ketika tetap
mempertahankan darah dalam kondisi cair dalam sistem vaskular yang
merupakan sekumpulan mekanisme sistemik, kompleks dan saling
berhubungan, berkerja untuk mempertahankan keseimbangan antara
koagulasi dan antikoagulasi Proses hemostasis termasuk proses yang
rumit, dimana melibatkan interaksi dari dinding pembuluh darah,
trombosit, sistem koagulasi, dan fibrinolisis. Interaksi kompleks tersebut
menjadi dasar dari mekanisme proses penghentian perdarahan yaitu, (1)
spasme pembuluh darah, (2) pembentukan sumbat platelet, (3)

12
pembekuan darah (koagulasi), dan (4) penutupan pembuluh darah yang
rusak secara permanen oleh jaringan fibrosa. Walaupun terkesan rumit
dan seolah bertahap, interaksi komponen hemostasis ini sebenarnya
saling berpaut dan berkerja secara efisien untuk menghentikan
perdarahan. Ketika pembuluh darah rusak, beberapa respons ditunjukkan
oleh tiap-tiap komponen hemostasis. Respons pertama muncul dari
pembuluh darah yang menyempit (vasokonstriksi) untuk menanggapi
gangguan keutuhan dindingnya. Penyempitan pembuluh darah ini timbul
akibat (1) spasme miogenik lokal, (2) autakoid jaringan, dan (3) beberapa
refleks tertentu. Respons ini berlangsung selama beberapa menit hingga
jam, waktu yang digunakan komponen hemostatik lain untuk berkerja
melakukan fungsinya. Saat pembuluh darah rusak dan kehilangan
keutuhan dindingnya, interaksi antara platelet dan dinding pembuluh
darah berubah dan memicu perlekatan platelet pada struktur pos intima
yang terpapar. Platelet yang melekat tersebut menghasilkan ADP
(adenosine diphosphate) dan juga menyebabkan platelet-platelet lain
menghasilkan ADP menyebabkan mereka berkumpul membentuk agregat
dan akhinya membentuk sumbat platelet (platelet plug). Sumbatan
platelet ini hanya mampu menutup perdarahan sementara waktu dan
harus diperkuat lagi oleh proses lebih lanjut yaitu pembentukan bekuan
darah (clot) yang akan memperkokoh penutupan kerusakan pembuluh
darah. Dalam keadaan normal, darah berada dalam sistem pembuluh
darah, dan berbentuk cair. Keadaan ini dimungkinkan oleh faktor
hemostasis yang terdiri dari hemostasis primer, hemostasis sekunder dan
hemostasis tersier. Hemostasis primer terdiri dari pembuluh darah dan
trombosit, disebut hemostasis primer karena pertama terlibat dalam
proses penghentian darah bila terjadi perdarahan, diawali dengan
vasokontriksi pembilih darah dan pembentukan plak trombosit yang
menutup luka dan menghentikan perdarahan.

13
C. Hemostasis sekunder
Hemostasis merupakan sekumpulan mekanisme sistemik, kompleks
dan saling berhubungan, berkerja untuk mempertahankan keseimbangan
antara koagulasi dan antikoagulasi Hemostasis sekunder terdiri dari faktor
pembekuan dan anti pembekuan, yang akhir dari mekanisme hemostasis
sekunder adalah terbentuknya benang fibrin. Jika terjadi luka yang besar pada
pembuluh darah atau jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit
belum cukup untuk mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis
sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis
sekunder ini mencakup pembentukan jaring-jaring fibrin. Hemostasis
sekunder ini bersifat delayed dan long-term response. Kalau proses ini sudah
cukup untuk menutup luka, maka proses berlanjut ke hemostasis tersier.

A. Hemostasis tersier

Hemostasis tertier yaitu mekanisme hemostasis lanjut yang


diperankan oleh darah, dimana bekuan atau hemostatic plug yang sudah
terbentuk akan dihancurkan dalam sistem fibrinolysis. System fibrinolisis
akan diaktifkan untuk melakukan penghancuran fibrin yang sudah terbentuk
agar tidak menjadi penghalang aliran darah dan menyebabkan lisis dari fibrin
dan dan endotel menjadi utuh kenbali. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk
mengontrol agar aktivitas koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier
melibatkan sistem fibrinolisis.Pada proses mekanisme, hemostasis ini adalah
suatu proses fisiologis yang kompleks yang mempertahankan fluiditas darah
melalui mekanisme peroakoagulasi dan antikoagulasi yang ada dalam tubuh.
Ketidakseimbangan dari dua komponen ini akan mempredisposisikan pasien
terhadap perdarahan atau trombosis. Proses ini perlu dimengerti untuk
memprediksikan konsekuensi patologis dan klinis sebelum
mengimplementasikan intervensi medis apapun.

14
2.2 Faktor- Faktor Dari Pembekuan Darah

Darah merupakan cairan yang berada di dalam tubuh semua mahluk


hidup berfungsi sebagai alat transfortasi zat-zat nutrisi dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil
metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri dan benda
asing yang masuk. Darah berperan sangat penting untuk kesehatan pada
mahluk hidup. Jika terjadi luka bisa menyebabkan terjadinya perdarahan dan
bahkan menyebabkan kehilangan darah yang parah. Peran trombosit dengan
fungsinya adhesi agregasi menyebabkan darah membeku, menutup luka
kecil, tetapi luka besar perlu dirawat dengan segera untuk mencegah
terjadinya kehilangan darah. Kerusakan pada organ dalam bisa menyebabkan
luka dalam yang parah atau hemorrhage. Untuk menghentikan terjadinya
perdarahan selain diperankan oleh vaskuler dan trombosit, faktor-faktor
pembekuan darah memegang peran yang sangat penting untuk menutup luka.
Terdapat tiga belas faktor pembekuan di dalam tubuh manusia diantaranya,
yaitu:
1. Faktor I (Fibrinogen )
Fibrinogen merupakan salah satu pembekuan darah atau koagulasi
yang melibatkan protein plasma sehingga dapat berubah menjadi benang
fibrin melalui proses yang diperankan oleh trombin. Seseorang yang
mengalami kekurangan fibriogen disebut afibrinogenemia atau yang lebih
dikenal dengan hypofibrinogenemia. Gejala kekurangan fibrinogen ini yaitu
terjadinya perdarahan yang memanjang. Fungsi fibrinogen sebagai komponen
penting dalam protein plasma hasil dari sintesis dalam hati dan diubah
menjadi fibrin.

15
Fibrinogen merupakan senyawa protein (polipeptida) yang karena
adanya enzim akan diubah menjadi fibrin. Fibrin ini bersama sumbatan
trombosit yang membentuk gumpalan membentuk sekitar 200-400 mg/dl.
Fibrinogen berada di dalam rangkaian pembekuan darah yang berada dalam
jalur bersama (common pathway). Fibrinogen akan diubah menjadi fibrin
berbentuk benang oleh adanya thrombin. Fibrinogen ini diproduksi di dalam
hati dan berperan sebagai protein phase akut. Dalam keadaan patologis,
fibrinogen meningkat terdapat pada penyakit jantung coroner, myocardial
infark, stroke, penyakit arterial peripheral. Fibrinogen pada orang dewasa
normal berkisar antara 200-400 mg/dl. Atau sekitar 2-4 gram/L. pada bayi
yang baru lahir jumlah fibrinogen sekitar 125-300 mg/dl. Nilai kritisnya
adalah < 100 mg/dl. Di dalam kondisi tertentu, fibrinogen terjadi
peningkatan pada keadaanimplamasi, infeksi (rheumatoid arthritis,
pneumonia, tuberkulosos). Infark myocardial akut, penyakit jantung
coroner, kehamilan dan preklamsia. Dalam keadaan dimana kadar
fibrinogen menurun ditemukan pada kondisi penyakit hati (hepatitis,
serosis), DIC, kanker, fibrinolysis primer, malnutrisis, transfuse darah,
kanker lanjut.

2. Faktor II (Prothrombin)
Fungsi sebagai protein plasma dan akan dikonversi menjadi bentuk
yang aktif berupa trombin (faktor IIa) melalui pembelahan dengan aktivasi
faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian
memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan protrombin dapat
mengakibatkan hypoprothrombinemia. Prothrombin merupakan salah satu
pembekuan darah atau koagulasi yang melibatkan protein plasma sehingga
dapat berubah menjadi senyawa aktif trombin (faktor IIa) melalui proses
pembelahan yang mengaktifkan salah satu faktor yaitu X (Xa) yang berada
di jalur umum dari proses pembekuan Thrombin di dalam tubuh diproduksi
di hati yang biasa disebut prothrombin. Gene penanda prothrombin berada
pada lokasi kromosom #11. Kekuarangan faktor pembekuan dan vitamin K
akan berakibat pada perubahan prothrombin untuk merubah menjadi

16
thrombin. Thrombin berperan sebagai enzim dan hampir sebagian berat
molekul adalah prothrombin. Thrombin mengubah larutan plasma protein
menjadi bekuan fibrin yang komplek yang disebut benang fibrin.

3. Faktor III (Thromboplastin, Tissue Thromboplastin)


Factor III atau thromboplastin jaringan berperan sebagai aktivasi
faktor VII untuk membentuk trombin.Jaringan Tromboplastin koagulasi
faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh,
seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam
pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur
koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan. Jaringan Tromboplastin:
merupakan salah satu faktor pembekuan darah atau koagulasi yang berasal
dari sejumlah sumber yang berbeda didalam tubuh, misalnya seperti otak
serta paru-paru. Jaringan Tromboplastin sangat diperlukan dalam
membentuk prothrombin ekstrinsik. Gene faktor 3 penanda faktor
pembekuan faktor III biasa merupakan glikoprotein permukaan.Factor ini
merupakan sel yang mampu menginisiasi proses pembekuan darah, dan
berfungsi sebagai afinitas reseptor yang kuat terhadap faktor pembekuan
faktor VII. Hasil proses Komplek sebagai katalis yang bertanggung jawab
terhadap inisiasi pembekuan. Tidak seperti kofaktor yang lainnya enzim
protease ini yang bersirkulasi sebagai nonfungsional precursor. Factor ini
merupakan inisiator yang khususnya berperan pada saat terbukanya pada
permukaan.

4. Faktor IV (Ion Calcium)


Ion Kalsium adalah ion Ca 2+ , yang mempunyai bilangan oksidasi
2 dan termasuk logam alkali. Dalam system periodic unsur-unsur Kalsium
termasuk dalam gol. II A. Ion Kalsium bisa berikatan dengan ion OH-
membentuk senyawa Ca(OH)2 atau calsium hidroksida. Dalam tubuh ion
Kalsium terdapat di dalam system pembekuan darah, yang termasuk faktor

17
pembekuan faktor IV, yang ada di dalam darah dan jaringan berbentuk ion
bebas yang suatu saat bisa berikatan dengan ion lainnya. Factor IV atau
ion kalsium adalah sejenis ion yang fungsinya digunakan disemua proses
pembekuan darah pada setiap jalur pembekuan.Kalsium ini merupakan
sebuah faktor koagulasi yang diperlukan dalam fase pembekuan darah
jalur pembekuan intrinsic, jalur pembekuan ekstrinsik dan pada jalur
pembekuan bersama dan berbentuk ion yang setiap saat akan mudah
berikatan dengan bentuk ion yang lain.
5. Faktor V (Proakselerin, Labil Factor)
Factor pembekuan faktor V atau Proaccelerin merupakan salah
satu faktor pembekuan darah atau koagulasi dalam menyimpan panas,
yang ada didalam plasma, memiliki fungsi intrinsik dan ekstrinsik yang
berada di dalam jalur koagulasi. Proaccelerin melakukan katalisis atau
pembelahan prothrombin trombin yang masih aktif. Seseorang yang
mengalami kekurangan faktor ini, akan memiliki darah yang langka yang
biasa disebut dengan parahemophilia, pada tahapan yang parah disebut
dengan akselerator globulin. Fungsi faktor V ini sebagai sistem intrinsik
dan ekstrinsik dan juga sebagai katalisis pembelahan protrombin trombin
yang aktif. Kekurangan faktor Proakselerin dapat mengakibatkan
parahemophilia. Proaccelerin sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif labil dan panas, yang ada dalam plasma, tetapi tidak ada di dalam
serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur.
Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif.
Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada
kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia,
dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin
6. Faktor VI (unknown) Factor pembekuan faktor VI atau faktor
yang belum diketahui (unknown), Faktor ini sudah tidak dipakai lagi
karena fungsinya sama seperti faktor V.Sebuah faktor koagulasi
sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi
dianggap dalam skema hemostasis.
7. Faktor VII (Prokonvertin, Stabil Factor) Factor pembekuan
faktor VII atau prokonvertin berfungsi sebagai sistem yang bekerja di
dalam jalur intrinsik.Proconvertin ini merupakan sebuah faktor koagulasi
penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur
koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan
bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor
Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh
(yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi
faktor akselerator dan stabil. Proconvertin merupakan salah satu faktor
pembekuan darah atau koagulasi penyimpanan yang stabil dan panas serta
ikut berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Proses ini melibatkan
kalsium, dan bersama-sama mengaktifkan faktor III dan faktor X.
8. Faktor VIII (Faktor Antihemophilia, Anti Hemophilic Globulin)
Factor pembekuan faktor VIII atau antihemophilic faktor, faktor

18
antihemofilia A, globulin antihemofilia/ AHG). berfungsi sebagai sistem
ekstrinsik.Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi,
bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor
dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat,
penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor
antihemophilic A. Antihemophilic faktor, merupakan salah satu faktor
pembekuan darah atau koagulasi penyimpanan yang labil serta
berpartisipasi didalam jalur intrinsik dari pembekuan darah atau koagulasi,
biasanya bertindak sebagai kofaktor didalam proses aktivasi faktor X.
Defisiensi merupakan sebuah resesif yang terkait dengan sifat X, yang
menjadi penyebab hemofilia A biasanya disebut juga dengan sebutan
antihemophilic globulin serta faktor antihemophilic A.
9. Faktor IX (Komponen Tromboplastik Plasma, Chrismas Factor)
Factor pembekuan faktor IX atau Krismas faktor berfungsi sebagai sistem
ekstrinsik.Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi
penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari
pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di
hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Tromboplastin Plasma komponen, merupakan salah satu faktor
pembekuan darah atau koagulasi penyimpanan yang stabil sera melibatkan
diri dalam jalur intrinsik dari pembekuan darah atau koagulasi. Setelah
proses aktivasi diaktifkan, Defisiensi dari faktor X merupakan hasil pada
hemofilia B. Yang disebut juga dengan sebutan faktor Natal serta faktor
antihemophilic B.
10. Faktor X (faktor stuart-prower) Factor pembekuan faktor X
atau Stuart faktor berfungsi sebagai sistem intrinstik dan ekstrinsik.Stuart
faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi,
menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah
diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor
V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan
mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat
menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-
faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase. Stuart faktor,
merupakan salah satu faktor pembekuan darah atau koagulasi
penyimpanan yang stabil dan ikut berpartisipasi dalam faktor intrinsik dan
ekstrinsik pada jalur pembekuan darah atau koagulasi, yang dapat
menyatukan mereka untuk melakukan penbekuan darah atau koagulasi
pada jalur umum dari pembekuan. Setelah proses diaktifkan, nantinya
akan membentuk proses yang kompleks dengan melibatkan fosfolipid,
kalsium, serta faktor V, yang disebut prothrombinase. Proses ini dapat
membelah serta mengaktifkan prothrombin menjadi trombin. Seseorang
yang mengalami kekurangan pada faktor ini akan menyebabkan gangguan
pada koagulasi sistemik. Biasanya sering disebut juga dengan sebutan
Prower Stuart-faktor.

19
11. Faktor XI (Plasma Thromboplastin Antecedantfaktor
antihemofilia C) Factor pembekuan faktor XI atau plasma Thromboplastin
Antecedant atau antihemophilic C berfungsi sebagai sistem
intrinsik.Tromboplastin plasma yang di atas, faktor koagulasi yang stabil
yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu
mengaktifkan faktor IX. Kondisi dengan kekurangan faktor XI, Disebut
juga faktor antihemophilic C.
12. Faktor XII (Faktor Hageman, Contack faktor) Factor
pembekuan faktor XII atau Hageman faktor berfungsi sebagai sistem
intrinsik.Hageman faktor faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh
kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur
intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan
faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
13. Faktor XIII (Faktor Stabilisasi Fibrin, Fibrinase) Factor
pembekuan faktor XIII atau yang disebut faktor stabilisasi fibrin atau
fibrinasi berfungsi sebagai penghubung silang filamen fibril.Fibrin-faktor
yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer
untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut di dalam,
fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah.
Kekurangan faktor pembekuan ini memberikan kecenderungan seseorang
hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang
diaktifkan juga disebut transglutaminase

Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dua, yaitu sistem intrinsik


dan sistem ekstrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik adalah konversi
faktor XII inaktif menjadi faktor XII aktif (XIIa). Aktivasi ini dikatalisis
oleh kininogen HMW dan kalikrein. Faktor XII aktif kemudian
mengaktifkan faktor XI, dan faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX.
Faktor IX yang aktif membentuk suatu kompleks dengan faktor VIII aktif.
Kompleks IXa dan VIIIa mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari trombosit
dan Ca2+ diperlukan untuk mengaktifkan faktor X secara sempurna.
Sementara sistem ekstrinsik dipicu oleh pelepasan faktor III
(tromboplastin) dari jaringan yang mengaktifkan faktor VII. Faktor III dan
faktor VIIa mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan adanya fosfolipid,
Ca2+, dan faktor V, maka faktor X akan mengkatalisis konversi
protrombin menjadi trombin. Selanjutnya trombin mengkatalisis konversi
fibrinogen menjadi fibrin. Untuk memahami proses penejelasan di atas,
silahkan lihat jalur pembekuan darah dalam bagan berikut.

20
2. Jalur Intrinsik

21
3. Jalur Bersama

2.3 Gangguan Hemostasis

Dalam keadaan normal, darah berada dalam pembuluh darah dan


berbentuk cair. Keadaan ini dapat dipertahankan bila hemostasis dalam batas
normal. Tapi perlu diketahui hemostasis yang adekuat adalah relatif, karena
meskipun pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan dalam keadaan
normal dapat terjadi perdarahan, akibat proses patologis setempat. Semua
perdarahan spontan merupakan suatu keadaan patologis, kecuali perdarahan
yang terjadi selama menstruasi. Perdarahan yang terjadi akibat kerusakan
pembuluh darah dan trombosit disebut kelainan hemostasis primer, apabila
gangguan terjadi pada faktor koagulasi, maka disebut kelainan hemostasis
sekunder. Gejala klinik yang terlihat pada umumnya berbeda pada kelainan
hemostasis primer dan sekunder. Penentukan letak kelainan hemostasis ini
memerlukan anamnesis yang baik dan teliti, pemeriksaan dan evaluasi
manifestasi klinik perdarahan yang cermat serta pemeriksaan laboratorium
yang tepat. Kelainan pada setiap faktor yang terlibat dalam proses hemostasis
baik kelainan kuantitatif maupun kualitatif dapat mengakibatkan gangguan

22
hemostasis. Derajat gangguan hemostasis sesuai dengan derajat kelainan
faktor hemostasis sendiri. Pada beberapa kasus, tidak disadari adanya
kelainan bahkan baru diketahui setelah secara kebetulan ketika dilakukan
pengujian hemostasis untuk keperluan lain, misalnya sebagai pemeriksaan
prabedah, tindakan obstetrik, dan lain-lain. Gejala yang membawa seorang
penderita memeriksakan diri biasanya perdarahan tidak wajar atau adanya
perdarahan bawah kulit yang timbul berulang kali secara spontan. Saat
mulainya gejala perdarahan sering memberikan petunjuk kearah diagnosis.
Perdarahan yang berulang-ulang sejak kecil menunjukkan kemungkinan
kelainan kongenital, sedangkan bila terjadi mendadak atau pada orang
dewasa biasanya kelainan sekunder atau didapat.
Kelainan hemostasis biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu:

1.Sistem vaskuler Peransistem vascular


dalammencegahperdarahanmeliputiproses kontraksi pembuluh darah
(vasokonstriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah
2. Sistem trombosit Trombosit mempunyai peran penting dalam
hemostasis yaitu pembentukan stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan
sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap yaitu adhesi trombosit,
agregasi trombosit dan reaksi pelepasan.
3. Sistem pembekuan darah Proses pembekuan darah terdiri dari
rangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut
sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor
pembekuan darah dinyatakan dalam angka romawi yang sesuai dengan
urutan ditemukannya. Kelainan vaskuler atau trombosit sering disebut
kelainan purpura karena gejala perdarahan pada kulit dan mukosa.
Petechiae merupakan tanda spesifik untuk kelainan vaskuler atau
trombosit dan jarang dijumpai pada kelainan pembekuan darah. Lesi ini
merupakan perdarahan kapiler kecil, munculnya sekaligus dalam jumlah
banyak, begitu pula menghilangnya. Pada kelainan purpura, petechiae
sering dijumpai bersama ekhimosis superfisial yang multipel. Pada

23
kelainan pembekuan darah, tanda yang karakteristik adalah hematoma
yang besar. Hematoma tersebut dapat timbul spontan atau setelah trauma
ringan. Hemarthrosis adalah perdarahan kedalam rongga sendi dan
merupakan gejala yang diagnostik untuk kelainan pembekuan darah yang
bersifat bawaan, sering tanpa perubahan warna kulit,sehingga gejalanya
seperti artritis.
2.3.1 .Kelainan Hemostasis Primer
A. PETECHIAE
Merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak
menonjol akibat perdarahan intradermal atau submukosa. Petechiae
merupakan perdarahan di kulit atau membran mukosa yang diameternya
kurang dari 2 mm. Petechiae dapat terjadi dari berbagai mekanisme yang
mengganggu proses hemostatis tubuh, sebagai contoh trombositopenia,
fungsi platelet yang abnormal, kerusakan faktor von Willebrand, gangguan
dari integritas vaskular seperti cedera endotel. Penyebab paling umum dari
petechiae adalah melalui trauma fisik seperti muntah, batuk darah atau
menangis yang dapat mengakibatkan petechiae wajah terutama disekitar
mata. Petechiae dalam hal ini sama sekali tidak berbahaya dan biasanya
hilang dalam beberapa hari. Petechiae mungkin merupakan tanda
trombositopenia yang terjadi ketika fungsi trombosit dihambat atau
defisiensi faktor pembekuan juga dapat menjadi penyebabnya. Petechiae
dapat juga terjadi ketika tekanan yang berlebihan diterapkan pada jaringan
misalnya pada pemakaian torniquet yang lama.

D. PURPURA

Purpura merupakan kondisi dimana terjadi perubahan warna pada


kulit atau selaput lendir karena adanya perdarahan dari pembuluh darah
kecil. Purpura mempunyai ukuran lebih dari sama dengan 3 mm. Terdapat
banyak tipe dan klasifikasi dari purpura, tetapi beberapa penyebab dapat

24
digolongkan menjadi 3 bagian besar yaitu kelainan platelet
(trombosit), kelainan pembuluh darah, dan kelainan pembekuan darah.
Kelainan platelet yang dalam hal ini hancurnya trombosit pada pasien
dengan trombositopenik purpura baik yang bersifat primer (idiopatik /
tidak diketahui penyebabnya) atau sekunder karena faktor eksternal atau
internal seperti : obat – obatan, infeksi, penyakit tertentu.Kelainan
vaskular pada pasien dengan nontrombositopenik purpura, terjadi
rembesan darah keluar dari pembuluh darah akibat kerusakan pada
pembuluh darah kecil, peningkatan tekanan dalam pembuluh darah, dan
kurangnya kekuatan pembuluh darah itu sendiri seperti pasien usia tua.
Kelainan pembekuan darah terjadi pada pasien dengan disseminated
intravascular coagulation (DIC) yang memiliki gejala klinis yang beragam
mulai dari kelainan yang berat dan fatal (purpura fulminans) sampai ke
kelainan yang relatif ringan. Selain itu, kondisi kelainan pembekuan darah
juga dapat terjadi pada purpura karena antibodi terhadap heparin (heparin
induced thrombocytopenia) dan juga pada purpura karena kurangnya
protein C pada saat terapi dengan warfarin (warfarin induced
thrombocytopenia).

C. Ecchymoses
Ekimosis / memar terjadi akibat berbagai hal seperti trauma
terlokalisasi, kelainan perdarahan, pembedahan dan prosedur kosmetik.

25
Ekimosis memiliki ukuran 1-2 cm, terjadi akibat darah masuk ke lapisan
endothelium hingga jaringan subkutan. Ekimosis merupakan hasil akhir
dariberbagai variasi patofisiologi yang berhubungan dengan permeabilitas
vascular venakutan atau kapiler dermis. Fungsi normal dari sel endothelial
adalah mencegah sejumlah darah keluar dari pembuluh darah. Integritas
sel endotel dapat menurun akibat beberapa faktor yang menyebabkan
kerusakan endotel seperti trauma langsung, toksin pada sepsis, akumulasi
asam laktat pada hipoksia, atau obstruksi mekanis yang meningkatkan
tekanan intraluminal. Hasil ini menyebabkan ekstravasasi dari kapiler yang
rusak ke jaringan interstitial yang menyebabkan reaksi inflamasi. Dalam
beberapa saat setelah terjadi lesi, inflamasi akan menyebabkan edema dan
inflamasi lanjutan. Area yang terkena akan berubah warna dari ungu
kehitaman menjadi hitam dan biru, kemudian hijau dan menjadi kuning
seiring dengan hemoglobin yang berdegradasi menjadi bilirubin.

26
D. Heparin-induced thrombocytopenia (hit)
Kelainan ini terjadi pada 10% pasien yang mengkonsumsi heparin.
Kelainan ini sering ditemukan pada pasien hitung trombosit rutin dan
jarang menyebabkan perdarahan yang bermakna. Trombositopenia yang
berkaitan dengan heparin biasanya terjadi dalam minggu pertama terapi
pada pasien yang sebelumnya memakai heparin. Trombositopenia ini
dapat terjadi setelah pemberian heparin intravena atau subkutan. Hitung
trombosit kembali normal dalam beberapa hari setelah heparin dihentikan.
Trombositopenia imbas heparin berbeda dengan trombositopenia imbas
obat lain dalam dua hal penting. Pertama, trombositopenia yang terjadi
biasanya tidak terlalu berat, dengan nadir jarang mencapai <20.000
HIT disebabkan oleh Heparin yang mengikat platelet factor 4
(PF4) yang dilepaskan oleh trombosit membentuk platelet factor 4(PF4)-
heparin complex dalam sirkulasi darah. Antibodi antiheparin/PF4 dapat
mengaktifkan trombosit melalui reseptor FcγRIIa dan kadang dapat
mengaktifkan sel endothelial sehingga menyebabkan thrombosis walaupun
pada kondisi trombositopenia. Banyak pasien yang terpajan heparin akan
membentuk antibodi heparin/PF4 tetapi tidak ada konsekuensi apapun.
Sebagian pasien yang membentuk antibodi akan mengalami
trombositopenia, dan sebagian pasien ini (sampai dengan 50%) mengalami
HIT dan trombosis (HITT).
E. Thrombocytopenic Thrombotic Purpura(Ttp)
TTP adalah sindrom klinis dengan mortalitas yang tinggi, ditandai
dengan pembentukkan mikrotrombin pada miskro vascular. Tanda klinis
dari TTP adalah; trombositopenia berat, anemia hemolitik mikroangiopati,
demam, gejala neurologic seperti sakit kepala dan stroke serta kalainan
ginjal. Terdapat tiga tipe TTP yaitu; idiopatik, secondary dan TTP didapat
(Upshaw-Shulman). TTP idiopatik berhubungan dengan enzim,
ADAMTS13 (A Disintegrin-like And Metalloprotease domain with
TromboSpondin-type motifs), bertanggung jawab untuk memecah vWF
multimer. High-molecular-weight vWF pada pasien TTP mencetus

27
aggregasi trombosit invivo sehingga menimbulkan gejala klinis.
Secondary TTP ditemukan pada pasien dengan riwayat konsumsi obat
tertentu, seperti quinine, immunosuppressants atau beberapa sitotoksin
yang digunakan pada obat kemoterapi. Secondary TTP ditemukan pada
pasien HIV, kelainan autoimun dan transplantasi sumsum tulang allogenik.
TTP didapat, merupakan penyakit keturunan diakibatkan kekurangan
ADAMTS13.
Pada keadaan normal, sel endothelial dan megakariosit
mengeluarkan vWF multimer ke dalam plasma. vWF multimer tersebut
akan bergabung menjadi multimer besar yang cukup efektif mencetus
adhesi trombosit. Enzim protease plasma ADAMTS13 meregulasi
aktivitas vWF dengan memecah multimer besar tersebut menjadi multimer
normal, sehingga mencegah adhesi trombosit. Pada pasien TTP yang
kekurangan ADAMTS13, multimer vWF yang besar akan terakumulasi di
dalam plasma, menempel pada permukaan sel endothelial dan mencetus
adhesi trombosit atau aggregasi trombosit intravascular sehingga
mengaktifkan sistem koagulasi. Ikatan trombosit-fibrin trombi pada
mikrosirkulasi dapat menyebabkan iskemia jaringan atau infark yang
merupakan karakteristik TTP.

2. Kelainan Hemostasis Sekunder


A. VON WILLEBRAND’S FACTOR (VWF)
Penyakit von Willebrand bisa merupakan kelainan didapat ataupun
keturunan yang diturunkan secara autosomal. Kelainan pada penyakit von
Willebrand berhubungan dengan kurangnya gen vWF pada kromosom 12
dan ditandai dengan fungsi trombosit yang tidak normal serta masa
perdarahan yang memanjang. vWF merupakan glikoprotein yang disintesis
oleh sel endothelial dan megakariosit. Sekitar 15% vWF yang bersirkulasi
diproduksi oleh megakarosit. VWF pada trombosit disimpan dalam
granula alpha dan dikeluarkan ketika terdapat agonis sehingga berikatan
dengan komplek GP IIb/IIIa. vWF mempunyai dua fungsi dalam

28
hemostasis, yaitu mengaktivasi adhesi trombosit pada permukaan yang
bersifat trombogenik, seperti adhesi trombost pada pemukaan sel
subendothelial ketika terjadi kerusakan vaskuler atau adhesi antar
trombosit pada pembentukkan thrombus serta berfungsi sebagai carrier F
VIII. Patogenitas penyakit vWF berdasarkan pada kelainan vWF secara
kuantitatif, kualitatif ataupun keduanya. Ketika terjadi kelainan pada vWF,
maka masa hidup F VIII akan berkurang apabila tidak terdapat vWF
dikarenakan reaksi degradasi. Penyakit vWF terbagi atas penyakit vWF
keturunan, didapat dan pseudo-vWF.
B. Hemophilia A
Hemophilia A disebut Hemofilia Klasik. Hemophilia A merupakan
penyakit keturunan Xlinked resesif dimana terdapat kekurangan jumlah
atau aktifitas factor VIII. Faktor VIII merupakan kofaktor dari factor IX
untuk mengaktivasi factor X pada proses koagulasi. Berkurangnya jumlah
atau fungsi faktor VIII dapat menyebabkan perdarahan dikarenakan proses
koagulasi yang tidak adekuat serta proses fibrinolisis yang tidak berjalan
dengan baik. Hemophilia merupakan penyakit sex-linked resesif, dimana
gen untuk factor VIII terdapat pada lengn panjang dari kromosom X.
Hemophilia tidak akan diturunkan ketika masih terdapat kromosom X
yang normal. Hemophilia A berkarakteristik perdarahan berlebihan
sebagian besar bagian tubuh. Hematoma dan Hemarthroses dapat terjadi
pada penyakit ini. Gejala klinis dapat berupa perdarahan spontan yang
berulang dalam sendi, otot, maupun anggota tubuh yang lain. Hal ini dapat
berakibat kecacatan pada sendi dan otot, bahkan perdarahan berlanjut
dapat menyebabkan kematian pada usia dini. Apabila terjadilukasobek di
permukaankulit, darah akan terlihat mengalir keluar perlahan kemudian
pasti menjadi kumpulan darah yang lembek. Tetapi bila lukanya di bawah
kulit, akan terjadi memar atau lebam kebiruan kendati luka itu berasal dari
benturan. Bila perdarahan terjadi di persendian dan otot, jaringan di
sekitarnya dapat rusak, oleh karena itu hemofilia dapat menyebabkan
kelumpuhan.

29
C. HEMOPHILIA B
Hemophilia B disebut juga dengan Christmas Disease. Ditemukan
untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas yang
berasal dari Kanada. Pada Christmas Disease ini, dijumpai defisiensi atau
tidak adanya aktivitas faktor IX. Dibandingkan dengan hemofilia A,
kelainan ini lebih jarang ditemukan. Kelainan ini juga diturunkan secara
X-linked recessive dan gambaran kliniknya mirip Hemofilia A. Seperti
hemofilia A, penyakit ini ada yang disebabkan gangguan fungsional F IX
(CRM+) dan ada yang karena defisiensi F IX (CRM -). Pada pemeriksaan
laboratorium juga dijumpai masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT)
yang memanjang, masa protrombin plasma dan masa trombin normal.
Untuk membedakan dengan hemofilia A dilakukan pemeriksaan
Thromboplastin Genetation Test (TGT). Pada Hemofilia B, hasil TGT
akan abnormal pada serum penderita. Hemofilia A dan B mirip secara
genetik, secara klinis, dan secara molekuler. Faktor VIIIa (u/ hemofilia A)
dan Faktor IXa (u/ hemofilia B) sama-sama berinteraksi secara kooperatif
untuk mengaktivasi Faktor X. Keduanya memiliki pola pewarisan yang
terkait gen X yang sama. Gen yang mengkode Faktor IX terletak dekat
dengan gen Faktor VIII Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk
faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga
kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang
kompleks (”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini
dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X
yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin,
sehingga jiaka trombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk
mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang
berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka.
D. FACTOR V LEIDEN TROMBOPHILIA Trombophilia Factor
V Leiden merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan respons
antikoagulan yang buruk terhadap protein C (APC) yang diaktifkan dan
peningkatan risiko tromboemboli vena (VTE). APC merupakan protein

30
antikoagulan alami yang bekerja dengan cara memotong dan
menginaktivasi prokoagulan factor Va dan VIIIa sehingga menghentikan
pembentukan thrombin. APC menginaktivasi factor Va dengan memotong
tiga bagian asam amino yang berbeda yaitu R (arginine) 306, R 506, danR
679. Pada factor V Leiden substitusi asam amino arginine 506 oleh
glutamin sehingga factor Va resisten terhadap APC, proses inaktivasi
menjadi lebih lambat 10 kali lipatdan pembentukan thrombin meningkat.
Pemotongan factor V pada posisi 506 juga berfungsi sebagai cofactor
(bersama dengan protein S) APC yang menginfaktivasi factor VIIIa.
Kurangnya aktivitas factor V dapat menyebabkan pembentukkan
thrombin. Deep vein thrombosis (DVT) adalah VTE yang paling umum,
dengan kaki menjadi tempat yang paling umum. Trombosis di tempat yang
tidak umum jarang terjadi. Bukti menunjukkan bahwa heterozigositas
untuk varian Leiden paling banyak memiliki efek sederhana pada risiko
trombosis rekuren setelah pengobatan awal VTE pertama. Tidak mungkin
faktor V Leiden thrombophilia (yaitu heterozigositas atau homozigositas
untuk varian Leiden) merupakan faktor utama yang menyebabkan
hilangnya kehamilan dan hasil kehamilan buruk lainnya (preeklampsia,
pembatasan pertumbuhan janin, dan abrupsio plasenta). Ekspresi klinis
faktor V Leiden thrombophilia dipengaruhi oleh berikut ini: Jumlah varian
Leiden (heterozigot memiliki sedikit peningkatan risiko trombosis vena;
homozigot memiliki risiko trombotik yang jauh lebih besar). Gangguan
trombofilik genetik yang ada, yang memiliki efek supra-aditif pada
keseluruhan risiko trombotik. Gangguan trombofilia yang diperoleh:
sindrom antibodi antifosfolipid (APLA), hemoglobinuria nokturnal
paroksismal, gangguan mieloproliferatif, dan peningkatan faktor
penggumpalan darah. Faktor risiko yang luas termasuk namun tidak
terbatas pada kehamilan, kateter vena sentral, perjalanan, penggunaan
kontrasepsi oral kombinasi kombinasi kombinasi kontrasepsi oral, HRT,
modulator reseptor estrogen selektif (SERMs), obesitas, cedera kaki, dan
usia lanjut. Trombofilia Factor V Leiden dicurigai pada individu dengan

31
riwayat tromboemboli vena (VTE) yang terwujud sebagai DVT atau
emboli paru, terutama pada wanita dengan riwayat VTE selama kehamilan
atau berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi estrogen dan pada
individu dengan riwayat trombosis rekuren pribadi atau keluarga.
Diagnosis faktor V Leiden thrombophilia dibentuk dalam sebuah proband
dengan identifikasi varian heterozigot atau homozigot c.1691G> varian
(disebut varian faktor V Leiden pada F5, faktor pengkodean gen V)
bersamaan dengan tes koagulasi seperti uji ketahanan APC.

32
BAB 3

Penutup

1.1 Kesimpulan
Hemostasis adalah proses penghentian perdarahan secara spontan
dari pembuluh darah yang mengalami kerusakan. 2. Hemostasis Primer
adalahmekanisme normal yang diperankan oleh tubuh untuk
menghentikan perdarahan yang diperankan oleh pembuluh darah dan
trombosit membentuk sumbat trombosit. 3. Hemostasis Sekunder adalah
mekanisme normal yang diperankan oleh tubuh untuk menghentikan
perdarahan yang diperankan oleh trombosit dan faktor pembekuan
membentuk hemostatic plug. 4. Hemostasis Tersier adalahmekanisme
normal yang diperankan oleh tubuh untuk menormalkan kembali system
pembuluh darah dengan cara menghancurkan fibrin yang sudah terbentuk
agar normal kembali. 5. Fibrinolisis adalahproses dimana gumpalan fibrin
sebagai produk koagulasi (fibrin) dihancurkan oleh enzim plasmin.
Kelainan hemostasis biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu
sistem vaskuler, sistem trombosit dan sistem pembekuan darah. 2.
Kelainan hemostasis terbagi atas kelainan hemostasis primer (perdarahan
terjadi akibat kerusakan pembuluh darah dan trombosit) dan kelainan
hemostasis (bila terjadi gangguan pada faktor koagulasi). 3. Petechiae
merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol
akibat perdarahan intradermal atau submukosa berdiameter kurang dari 2
mm. 4. Purpura merupakan kondisi dimana terjadi perubahan warna pada
kulit atau selaput lendir karena adanya perdarahan dari pembuluh darah
kecil dengan ukuran lebih dari sama dengan 3 mm. 5. Ekimosis terjadi
akibat darah masuk ke lapisan endothelium hingga jaringan subkutan,
memiliki ukuran 1-2 cm.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan PPSDM Kesehatan.Hemostasis.2018.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Hemostasis_SC.pdf. Diunduh pada 17
November 2020

2. Poltekkes kupang. perdarahan dan pembekuan darah


(hemostasis).2018.https://www.poltekkeskupang.ac.id/informasi/d
ownload/category/8-mkjk.html?download=20:h. Diunduh pada 17
November 2020

3. Sinta Unud. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemostasis


Hemostasis.2017.https://www.google.com/search?
q=PERDARAHAN+DAN+PEMBEKUAN+DARAH(HEMOSTA
SIS)&oq=PERDARAHAN+DAN+PEMBEKUAN+DARAH(HE
MOSTASIS)&aqs=chrome..69i57.1122j0j15&sourceid=chrome&i
e=UTF-8#. Diunduh pada 17 November 2020

34
Lembar Penilaian Makalah

NO BAGIAN YANG DINILAI SKOR NILAI

1. Ada Makalah 60
2. Kesesuaian dengan LO 0-10
3. Tata cara penulisan 0-10
4. Pembahasan materi 0-10
5. Cover dan penjilidan 0-10
Total :

NB :

LO = Learning Objective

Medan, 18 November 2020

Dinilai oleh:

Dr. dr. Hj. Mayang Sari Ayu, MARS

35
36

Anda mungkin juga menyukai