Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEMESTER III MODUL – 8(HEPATOBILLER DAN PANKREAS)

SKENARIO – 1

KERN ICTERUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan
kemampuan sederhana yang saya miliki . Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i

Datar Isi..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1............................................................................................ Latar Belakang


1

1.2.................................................................................... Identifikasi Masalah


2

1.3......................................................................................... Analisis Masalah


2

1.4. Tujuan Pembelajaran.................................................................................2

BAB II ISI

2.1 Defenisi Bilirubin......................................................................................3

2.2 Biosintesa dan Sirkulasi Bilirubin.............................................................5

2.3 Etiologi......................................................................................................7

2.4 Klasifikasi..................................................................................................9

2.5 Gejala.......................................................................................................12

2.6 Diagnosis..................................................................................................12

2.7 Pemeriksaan..............................................................................................13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................17

Daftar Pustaka...............................................................................................iii

Lembar Penilaian Makalah............................................................................iv

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus Neonatorum atau jaundice atau sakit kuning adalah warna


kuning pada sklera mata, mukosa dan kulit karena peningkatan kadar bilirubin
dalam darah. Istilah jaundice berasal dari Bahasa Perancis yakni jaune yang
artinya kuning. Dalam keadaan normal kadar bilirubin dalam darah tidak
melebihi 1 mg/dL (17 µmol/L) dan bila kadar bilirubin dalam darah melebihi
1.8 mg/dL (30 µmol/L) akan menimbulkan ikterus.18 Ikterus adalah warna
kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain
akibat penumpukan bilirubin. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka
ikterus akan terlihat, namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat
meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena
peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk
(conjugated).7 Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang
ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara 8 9 klinis mulai tampak
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ikterus adalah kondisi dimana bilirubin dalam darah
mengalami peningkatan yang mencapai kadar tertentu dan menimbulkan efek
patologis pada neonatus yang ditandai dengan pewarnaan kuning pada sklera
mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh serta kelainan bawaan juga
dapat menyebabkan ikterus.

1
1.2 Identifikasi Masalah

1. Didapati kenaikan kadar bilirubin indirect pada pasien.

2. Dari pemeriksaan lab darah di dapati kadar bilirubin indirect 20 mg/dL.

3. Seorang bayi laki laki usia 2 hari dengan gejala daya hisap mulut lemah,
penurunan kesadaran, lemah otot dan kejang.

4. Penderita didiagnosa menderita kern ikterus atau bilirubin enchephalopathy.

5. Bilirubin indirect mampu melewati sawar otak dan tidak pernah di keluarkan
melalui ginjal.

6. Pada ginjal hanya di temui bilirubin direct dan urobilinogen

1.3 Analisis Masalah

1. Apa yang menyebabkan terjadinya kern icterus?

2. Bagaimana proses produksi dan sirkulasi bilirubin dalam hati?

3. Berapa kadar bilirubin normal?

4. Mengapa bilirubin indirect mampu melewati sawar otak tetapi tidak pernah
dikeluarkan oleh ginjal?

5. Apa hubungan empedu dengan hati dalam menghasilkan bilirubin?

6. Apakah bilirubin direct mampu melewati sawar otak? Mengapa?

7. Mengapa kern ikterus dapat terjadi pada bayi?

8. Mengapa kadar bilirubin tinggi hanya menimbulkan masalah ke otak?


Apakah ada organ lain?

9. Apa fungsi dari bilirubin?

1.4 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan bilirubin lebih lanjut.

2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan produksi (biosintesa) dan


sirkulasi bilirubin.

3. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan etiologi penyakit ikterus dan


gejala yang muncul.

4. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kelainan yang muncul pada


bilirubin

2
BAB II
ISI

2.1 Defenisi Bilirubin

Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari


perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel
retikuloendotel (Kanoko, 2012). Bilirubin merupakan pigmen utama empedu
berasal dari hemoglobin yang dilepas oleh sel darah merah yang rusak kemudian
dibawa ke hati dan berikatan serta dikeluarkan melalui empedu. Bilirubin,
konstituen utama empedu sama sekali tidak berperan dalam pencernaan, tetapi
merupakan salah satu dari beberapa produk sisa yang dieksresikan dalam
empedu. Bilirubin dibagi menjadi 2 jenis yaitu bilirubin indirek dan bilirubin
direk. Pemeriksaan bilirubin dibagi menjadi 3 yaitu bilirubin total, bilirubin
direk dan bilirubin indirek yang dapat diketahui dari selisih antara bilirubin total
dan bilirubin direk (Seswoyo, 2016). Berdasarkan sifat bilirubin terdapat
perbedaan antara bilirubin indirek dan bilirubin direk.
Perbedaan tersebut tercantum pada Tabel 2.1. Tabel : 2.1 Perbedaan
Bilirubin Indirek dan Bilirubin Direk

Bilirubin direk merupakan bilirubin bebas yang terdapat dalam hati dan
tidak lagi berikatan dengan albumin. Bilirubin ini akan mudah berikatan dengan
asam glukoronat membentuk bilirubin glukorosida atau hepatobilirubin.
Bilirubin direk bersifat larut dalam air, dan apabila dalam keadaan normal
bilirubin direk tidak akan ditemukan dalam plasma. Peningkatan kadar bilirubin
direk menunjukan adanya gangguan pada hati. Bilirubin direk sebagian besar
masuk ke dalam sirkulasi empedu dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi
darah. Bilirubin direk dalam sirkulasi darah secara umum dalam keadaan normal
sebesar < 0,25 mg %. Bilirubin direk yang memasuki jalur empedu akan
terkumpul dalam kantong empedu dan akhirnya akan masuk ke dalam usus.
Bilirubin direk dalam lumen usus akan teroksidasi menjadi uribilinogen akibat
flora normal usus (Sutedjo, 2009). Hati memiliki fungsi yang terkait dengan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Gangguan fungsi hati
dapat disebabkan oleh anemia hemolitik, pada keadaan ini fungsi hati pada
umumnya normal kecuali bilirubin. Hepatitis, sirosis dan karsinoma hepatitis,
pada keadaan ini umumnya ditandai dengan peninggian enzim SGOT, SGPT,
ALP, GGT, protein abnormal, bilirubin dapat bervariasi. Tumor dan batu

3
empedu, pada keadaan ini bilirubin dan alkali fosfatase meningkat (Seswoyo,
2016).
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme
oleh enzim hemoksigenase yang mengubah bilirverdin menjadi bilirubin oleh
enzim bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel menyebabkan bilirubin tidak
larut dalam air. Bilirubin yang disekresikan ke dalam darah diikat oleh albumin
untuk diangkut dalam plasma. Hepatosit merupakan sel yang dapat melepaskan
ikatan bilirubin terhadap albumin dan menyebabkan bilirubin tersebut
terkonjugasi 8 dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Bilirubin
yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan dieksresikan ke dalam
usus, bakteri yang terdapat dalam usus atau flora usus bilirubin diubah menjadi
urobilinogen yang tidak berwarna dan larut dalam air (Zairen, 2011)
Urobilinogen mudah dioksidasi menjadi uribilinogen yang berwarna.
Urobilinogen sebagian besar keluar dari tubuh bersama tinja, tetapi sebagian
kecil diserap oleh darah vena porta dan dikembalikan ke dalam hati.
Urobilinogen tersebut mengalami siklus berulang dan keluar lagi melalui
empedu, sebagian kecil urobilinogen yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik
kemudian masuk ke dalam ginjal dan dieksresikan bersama urin (Frances,
1995). Proses pembentukan bilirubin dimulai dari perombakan hemoglobin yang
terdapat pada eritrosit, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari dan pada
orang dewasa setiap jam mengalami lisis yang diikuti dengan lisisnya
hemoglobin. Sekitar 6 g per hari hemoglobin lisis, dan sel eritrosit tua akan
dikeluarkan dari sistem sirkulasi kemudian dihancurkan oleh limpa.
Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam
amino. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi
mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim kompleks yaitu heme
oksigenase yang merupakan enzim dari sitokrom. Pemecahan gugus heme yaitu
pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin yang merupakan suatu
tetrapirol linier. Biliverdin merupakan suatu pigmen berwarna hijau yang akan
direduksi oleh biliverdin reduktase. Rantai metinil pada biliverdin akan diubah
menjadi rantai metilen antara cincin pirol III– IV menggunakan NADPH dan
membentuk pigmen berwarna kuning. Perubahan 9 warna pada memar
merupakan petunjuk reaksi degradasi. Pemeriksaan bilirubin direk sangat
penting untuk mendeteksi berbagai jenis penyakit seperti hepatobilier, hepatitis,
sirosis, dan penyakit hati lainnya. Pemeriksaan bilirubin direk juga dapat
mendeteksi malnutrisi, anoreksia, anemia hemolitik, anemia pernisiosa,
hematoma, fetal aritroblastosis, dan pulmonari embolism (Zairen, 2011).

4
2.2 Biosintesa dan Sirkulasi Bilirubin
Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah
kurang lebih 120 hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES
terutama di hati dan limpa. Sekitar 85% heme yang didegradasi berasal dari
eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ekstraeritroid. Bilirubin terbentuk akibat
terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal dari eritrosit maupun
ekstraeritroid.

Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme


oksigenase mikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan O2, enzim
ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenil diantara dua
cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2) menjadi Fe+3 (ferri).
Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang menyebabkan pemecahan cincin
porfirin. Ion ferri dan dan CO di lepaskan, sehingga menyebabkan
pembentukan biliverdin yang berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi
sehingga membentuk bilirubin yang bewarna merah jingga. Bilirubin dan
turunannya bersama-sama disebut pigmen empedu.

5
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut ke hati
dengan berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen. Bilirubin teruarai
dari molekul pembawa albumin dan masuk ke dalam hepatosit, tempat
bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel, terutama protein liganin. Di
dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat karena penambahan dua
molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin
glukoniltransferase dengan menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor
glukoronat. Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktif dengan melawan
gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dan kemudian ke dalam
empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakan tahapan yang membatasi
laju dan rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar. Bilirubin yang tidak
terkonjugasi normalnya diekskresikan.13 Bilirubin diglukoronid dihidrolisis
dan direduksi oleh bakteri di usus untuk menghasilkan urobilinogen, senyawa
yang tidak bernyawa. Sebagian besar urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus
menjadi sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa
urobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal.
Sebagian urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen intrahepatik

6
yang akan di uptake oleh hepar kemudian diekskresikan kembali ke dalam
empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal, tempat
urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan
sehingga memberikan warna yang khas pada urin.

2.3 Etiologi Ikterus

Etiologi Ikterus Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapa berdiri sendiri
ataupun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat
dibagi sebagai berikut :
1) Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnyahemolisi yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim C6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar gangguan ini
dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia,dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab
lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel-sel heapar.
3) Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh
albumin kemudian diangkut ke hepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4) Gangguan dalam sekresi, gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar, biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
5) Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi akibat penambahan dari
bilirubin yang berasal dari sirkulais enterahepatik.
6) Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke
6-14). Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar bilirubin yang

7
cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal ini untuk
membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selama minggu pertama
kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucoronidase)
akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak sehingga
bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi
yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu
formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan
penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan
dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan
frekuensi pemberian.
Penyebab ikterus juga dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
i. Ikterus Prahepatik Produksi bilirubin yang meningkat yang
terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan
pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: - Kelainan sel
darah merah - Infeksi seperti malaria, sepsis. - Toksin yang
berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfuse dan eritroblastosis fetalis.
ii. Ikterus Pascahepatik Bendungan pada saluran empedu akan
menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam
air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami
regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki
peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal
sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena
ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul
karena tidak mengandung sterkobilin.
iii. Ikterus Hepatoseluler Kerusakan sel hati menyebabkan
konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan
meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati
sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke
dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati

8
terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan
kimia, dll.

2.4 Klasifikasi Ikterus

Ikterus diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sebagai


berikut :
1) Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke dua dan hari
ke tiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern
ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis
ini juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau disebabkan
kadar penguraian sel darah merah yang cepat. Ikterus fisiologis ini umumnya
terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu
formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 8 10 mg/dL pada
hari ke tiga kehidupan dan kemudian akan menurun secara cepat selama 2-3
hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama satu
sampai dua minggu. Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan air
susu ibu (ASI) kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi
yaitu 7-14 mg/dL dan penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu
2-4 minggu, bahkan sampai 6 minggu.

2) Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologik atau dapat dianggap sebagai
hiperbilirubinemia adalah:
a) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim C6PD dan sepsis)
9
e) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200 gram yang
disebbakan karena usia ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan
kehamilan pada remaja, masa gestasi kurang dari 35 minggu, asfiksia,
hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkopnia,hiperosmolitas.

3) Kern Ikterus
Kern ikterus adalah sindrom neurologik akibat dari akumulasi
bilirubin indirek di ganglia basalis dan nuklei di batang otak. Faktor yang
terkait dengan terjadinya sindrom ini adalah kompleks yaitu termasuk adanya
interaksi antara besaran kadar bilirubin indirek, pengikatan albumin, kadar
bilirubin bebas, pasase melewati sawar darah-otak, dna suseptibilitas neuron
terhadap injuri.
4) Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik atau ikterus prahepatik adalah kelainan yang terjadi
sebelum hepar yakni disebbakan oleh berbagai hal disertai meningkatnya
proses hemolisis (pecahnya sel darah merah) yaitu terdapat pada
inkontabilitas golongan darah ibu bayi, talasemia, sferositosis, malaria,
sindrom hemolitikuremik, sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar. Pada
ikterus hemolitik terdapat peningkatan produksi bilirubin diikuti dengan
peningkatan urobilinogen dalam urin tetapi bilirubin tidak ditemukan di urin
karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air. Pada neonatus dapat
terjadi ikterus neonatorum karena enzim hepar masih belum mampu
melaksanakan konjugasi dan ekskresi bilirubin secara semestinya sampai ±
umur 2 minggu. Temuan laboratorium adalah pada urin didapatkan
urobilinogen, sedangkan bilirubin adalah negatif, dan dalam serum
didapatkan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi, dan keadaan ini dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernikterus (ensefalopati bilirubin).
a) Inkompatibilitas Rhesus Bayi dengan Rh positif dari ibu Rh negatif
tidak selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir (15-
20%). Gejala klinik yang dapat terlihat ialah 13 ikterus tersebut semakin lama
semakin berat, disertai dengan anemia yang semakin lama semakin berat
juga. Bilamana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat, maka bayi
dapat lahir dengan edema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan
lien (hidropsfoetalis). Terapi ditunjukkan untuk memperbaiki anemia dan
mengeluarkan biliruin yang berlebihan dalam serum agar tidak terjadi kern
ikterus.
b) Inkompatibilitas ABO Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan
kedua dan biasanya bersifat ringan. Bayi tidak tampak skait, anemia ringan,
hepar dan lien tidak membesar. Kalau hemolisisnya berat, seringkali
diperlukan juga transfuse tukar untuk mencegah terjadinya kernikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin serum
sewaktu.
c) Inkompatibilitas Golongan Darah Ikterus hemolitik karena
inkompatibilitas golongan darah lain, pada neonatus dengan ikterus hemolitik
dimana pemeriksaan kearah inkompatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif
sedangkan coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis
inkompatibilitas golongan darah lain harus dipikirkan.

10
d) Kelainan Eritrosit Congenital Golongan penyakit ini dapat
menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai eritroblastisis fetalis akibat
iso-imunitas. Pada penyakit ini biasanya coombs testnya negatif.
e) Defisiensi Enzim G6PD G6PD (glukosa 6 phosphate
dehidrogenase) adalah enzim yang menolong memperkuat dinding sel darah
merah, ketika mengalami kekurangan maka sel darah merah akan lebih
mudah pecah dan memproduksi bilirubin lebih banyak. Defisiensi G6PD ini
merupakan salah satu penyebab utama ikterus neonatorum yang memerlukan
tranfuse tukar. Ikterus yang berlebihan dapat terjadi pada defisiensi G6PD
akibat hemolisis eritrosit walaupun tidak terdapat faktor eksogen misalnya
obat-obatan sebagai faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor
kematangan hepar
5) Ikterus Hepatik
Ikterus hepatik atau ikterus hepatoseluler disebabkan karena adanya
kelainan pada sel hepar (nekrosis) maka terjadi penurunan kemampuan
metabolisme dan sekresi bilirubin sehingga kadar bilirubin tidak terkonjugasi
dalam darah menjadi meningkat. Terdapat pula gangguan sekresi dari
bilirubin terkonjugasi dan garam empedu ke dalam saluran empedu hingga
dalma darah terjadi peningkatan bilirubin terkonjugasi dan garam empedu
yang kemudian diekskresikan ke urin melalui ginjal. Transportasi bilirubin
tersebut menjadi lebih terganggu karena adanya pembengkakan sel hepar dan
edema karena reaksi inflamasi yang mengakibatkan obstruksi pada saluran
empedu intrahepatik. Pada ikterus hepatik terjadi gangguan pada semua
tingkat proses metabolisme bilirubin, yaitu mulai dari uptake, konjugasi, dan
kemudian ekskresi. Temuan laboratorium urin ialah bilirubin terkonjugasi
adalah positif karena larut dalam air, dan urobilinogen juga positif > 2 U
karena hemolisis menyebabkan meningkatnya metabolisme heme.
Peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum tidak mengakibatkan
kernikterus.

6) Ikterus Obstruktif
Ikterus obstruktif atau ikterus pasca hepatik adalah ikterus yang
disebabkan oleh gangguan aliran empedu dalam sistem biliaris. Penyebab
utamanya yaitu batu empedu dan karsinoma pankreas dan sebab yang lain
yakni infeksi cacing Fasciola hepatica, penyempitan duktus biliaris komunis,
atresia biliaris, kolangiokarsinoma, pankreatitis, kista pankreas, dan sebab
yang jarang yaitu sindrom Mirizzi. Bila obstruktif bersifat total maka pada
urin tidak terdapat urobilinogen, karena bilirubin tidak terdapat di usus
tempat bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang kemudian masuk ke
sirkulasi. Kecurigaan adanya ikterus obstruktif intrahepatik atau pascahepatik
yaitu bila dalam urin terdapat bilirubin sedang urobilinogen adalah negatif.
Pada ikterus obstruktif juga didapatkan tinja berwarna pucat atau seperti
dempul serta urin berwarna gelap, dan keadaan tersebut dapat juga ditemukan
pada banyak kelainan intrahepatik. Untuk menetapkan diagnosis dari tiga
jenis ikterus tersebut selain pemeriksaan di atas perlu juga dilakukan uji
fungsi hati, antara lain adalah alakli fosfatase, alanin transferase, dan aspartat
transferase.
7) Ikterus Retensi

11
Ikterus retensi terjadi karena sel hepar tidak merubah bilirubin
menjadi bilirubin glukuronida sehingga menimbulkan akumulasi bilirubin
tidak terkonjugasi di dalam darah dan bilirubin tidak terdapat di urin.
8) Ikterus Regurgitasi
Ikterus regurgitasi adalah ikterus yang disebabkan oleh bilirubin
setelah konversi menjadi bilirubin glukuronida mengalir kembali ke dalam
darah dan bilirubin juga dijumpai di dalam urin

2.5 Gejala Ikterus

Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu akut dan


kronik:
1) Gejala akut
a. Lethargi (lemas)

b. Tidak ingin mengisap

c. Feses berwarna seperti dempul

d. Urin berwarna gelap

2) Gejala kronik
a. Tangisan yang melengking (high pitch cry)

b. Kejang

c. Perut membuncit dan pembesaran hati

d. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

e. Tampak matanya seperti berputar-putar

2.6 Diagnosis
Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab. Menetapkan penyebab
ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak
dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat
memperkirakan penyebabnya.
A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab ikterus yang
terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun
sebagai berikut :

12
1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.
2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toxoplasma, dan kadang-kadang bakteri).
3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.
B. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
1. Biasanya ikterus fisiologis.
2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau
golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat,
misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam.
3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.
4. Polisitemia
5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan
hepar subkapsuler dan lain-lain).
6. Hipoksia
7. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
8. Dehidrasi asidosis
9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama
1. Biasanya karena infeksi (sepsis) Universitas Sumatera Utara
2. Dehidrasi asidosis
3. Defisiensi enzim G6PD
4. Pengaruh obat
5. Sindrom Crigler-Najjar
6. Sindrom Gilbert
D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
1. Biasanya karena obstruksi
2. Hipotiroidisme
3. “Breast milk jaundice”
4. Infeksi
5. Neonatal hepatitis
2.7 Pemeriksaan
Diagnosis Ikterus Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit dalam
cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan
dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna

13
karena pengaruh sirkulasi darah. Ada beberapa cara untuk menentukan derajat
ikterus yang merupakan risiko terjadinya kern-ikterus, misalnya kadar bilirubin
bebas; kadar bilirubin 1 dan 2 atau secara klinis dilakukan di bawah sinar
matahari biasa (day-light). Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara
laboratoris, apabila fasilitas tidak memungkinkan dapat dilakukan secara klinis.
beberapa cara yang dapat digunakan untuk penegakan diagnosa ikterus, yaitu1)
Visual WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara
visual, yaitu sebagai berikut : a) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan
yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat
lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan biasanya tidak terlihat
pada pencahayaan yang kurang. b) Tekan kulit bayi dengan lembut
menggunakan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan
subkutan. c) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian
tubuh yang tampak kuning. Daerah kulit bayi yang berwarna kuning ditentukan
menggunakan rumus Kremer, seperti di bawah ini

14
Pada kern-ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain,
bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements),kejang, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
epistotonus.
2) Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas
penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya
intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan
tindakna invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus 25
dilindungi dari cahaya dengan aluminium foil. Beberapa senter menyarankan
pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total >20 mg/dl atau usia bayi
>2 minggu.
3) Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen
spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang
menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan
merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini yang dipakai alat menggunakan
multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen.

15
Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk
diagnosis.
4) Pemeriksaan Bilirubin Bebas dan Co Bilirubin bebas secara difusi
dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati
bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa
metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah
satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip dari metode ini
berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin
menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata 26
laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa
pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang
ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi
bilirubin.

BAB 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

16
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme
dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel.
Jika terlalu banyak bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh bayi maka itu
menyebabkan warna kuning yang disebut hiperbilirubin.
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum
total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi
meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat
perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis
(terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates
kurang bulan). Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu
dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi
kadar bilirubin dalam darah.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Eprints.poltekkesjogja.2020.Ikterus-
neonatorum.http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2310/3/BAB%20II.pdf.
.Diunduh pada tanggal 14 Oktober 2020

2. BAB 2 TINJAUAN PSTAKA DEFENISI


IKTERUSIkterus.http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/1234567
89/41185/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y. .Diunduh
pada tanggal 14 Oktober 2020

3. Download (1MB) - Repository Unimus. 2018.


Unimus.http://repository.unimus.ac.id/3146/4/13.%20BAB%20II.
%20pd.pdf.Diunduh pada tanggal 14 Oktober 2020

iii
Lembar Penilaian Makalah

NO BAGIAN YANG DINILAI SKOR NILAI

1. Ada Makalah 60
2. Kesesuaian dengan LO 0-10
3. Tata cara penulisan 0-10
4. Pembahasan materi 0-10
5. Cover dan penjilidan 0-10
Total :

NB :

LO = Learning Objective

Medan, 14 Oktober 2020

Dinilai oleh:

dr. Ari Kurniasih, M. Ked. (Ped), Sp.


A

iv
v

Anda mungkin juga menyukai