Anda di halaman 1dari 20

1

KASUS 4

KULIT KUNING

Seorang bayi baru lahir 10 jam yang lalu, lahir spontan cukup bulan, berat
badan 2800 gram. Dibawa ibunya ke RS dengan keluhan kulit tampak kuning.
Selain itu, bayi tidak mau menyusu. Pada pemeriksaan fisik bayi tampak letargi,
sklera ikterik, ikterik kepala dan leher sampai umbilikus. Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan bilirubin total 14 mg/dl. Bayi tersebut diberikan
terapi dan dirawat di RS. Selama 4 hari perawatan di RS didapatkan urine pasien
berwarna gelap dan feses dempul. Pasien kemudian dirujuk untuk ditangani
dokter bedah.

STEP 1

1. Letargi = Suatu keadaan penurunan kesadaran biasanya seperti mengantuk


atau nafsu tidur yang berlebihan, biasanya disebabkan gangguan metabolik
dan keracunan.
2. Ikterik = Perubahan warna kulit atau jaringan lainnya pada membran
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan pada bilirubin yang
mengikat konsentrasinya.
3. Lahir spontan cukup bulan = Kelahiran dengan usia kandungan 9 bulan,
dengan jalan lahir normal tanpa operasi.

STEP 2

1. Anatomi dan fisiologi hepatobillier ?


2. Metabolisme bilirubin ?
3. Apa penyebab bayi tampak kuning ?
4. Membedakan ikterus fisiologis dan patologis ?
5. Kadar bilirubin normal ?
6. Penilaian derajat ikterus menurut kremer ?

STEP 3

1. Anatomi dan fisiologi hepatobilier


2

Gambar 1. Anatomi hepatobilier

Fisiologi hepatobilier
a. Fungsi hepar :
o Memproduksi empedu.
o Metabolisme KH, lemak dan protein.
o Detoksikasi yaitu membersihkan darah dari amonia dengan mengubahnya
menjadi urea yang kemudian diekskresi lewat urine.
o Mengatur pembekuan darah.Mengganti atau meregenerasi jaringan sendiri
yang rusak.
b. Fungsi kandung empedu :
o Memekatkan empedu.
o Mengemulsi lemak.
o Menyimpan empedu yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.

2. Metabolisme bilirubin
3

Gambar 2. Sel darah merah

Pada individu normal, sekitar 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan sel
darah merah tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata sel darah
merah adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan
200 sampai 250 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 % pigmen empedu
total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari destruksi sel
eritrosit matang dalam sumsum tulang (hematopoiesis tidak efektif) dan dari
hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globulin
mula-mula dipisahkan dari hem, setelah itu hem diubah menjadi biliverdin.
Bilirubin tak terkonyugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Bilirubin tak
terkonyugasi berikatan lemah dengan albumin, diangkut oleh darah ke sel-sel hati.
Metabolisme bilirubin oleh sel hati berlangsung dalam empat langkah produksi,
transportasi, konyugasi, dan ekskresi.
4

Gambar 3. Metabolisme bilirubin

1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk scbagai akibat degradasi hemoglobin pada
sistem retikulocndotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada
neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat
menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat wama diazo (reaksi Hymans van den Bergh),
yang bcrsifat tidak. larut dalam air tetapi larut dalam Iemak.
2. Transportasl
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkima hepar mempunyai
cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin
ditransfer melalui membran sel kcdalam hcpatosit sedangkan albumin
tidak. Pengambilan oleh sel hati memerlukan protein sitoplasma atau protein
penerima, yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Di dalam sel bilirubin akan
terikat terutama pada ligandin (- protein Y, glutation S-transferase B) dan sebag;an
5

kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses
2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan
ligandin dalam hepatosit Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit
dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar,
ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang Iebih
banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Konyugasi molekul bilirubin dengan asam glukuronat berlangsung dalam
retikulum endoplasma sel hati. Langkah ini bergantung pada adanya glukuronil
transferase, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi. Konyugasi molekul bilirubin
sangat mengubah sifat-sifat bilirubin. Bilirubin terkonyugasi tidak larut dalam
lemak, tetapi larut dalan air dan dapat diekskresi dalam kemih. Sebaliknya
bilirubin tak terkonyugasi larut lemak, tidak larut air, dan tidak dapat diekskresi
dalam kemih. Transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel dan sekresi ke
dalam kanalikuli empedu oleh proses aktif merupakan langkah akhir metabolisme
bilirubin dalam hati. Agar dapat diekskresi dalam empedu, bilirubin harus -diko-
nyugasi. Bilirubin terkonyugasi kemudian diekskresi melalui saluran empedu ke
usus halus. Bilirubin tak terkonyugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu
kecuali setelah proses foto-oksidasi.
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan
diekskresi dengan cepat ke sistem empcdu kemudian ke usus. Bakteri usus
mereduksi bilirubin terkonyugasi menjadi serangkaian senyawa yang dinamakan
sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna
coklat. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin
direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan dircabsorpsi. Siklus ini disebut
siklus enterohepatis. Sekitar 10% sampai 20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih.
6

3. Etiologi bayi tampak kuning


a. Prehepatik : hemolisis, hematoma, sepsis, malaria dll.
b. Hepatik : kerusakan sel hepatosist(sirosis hepatis, hepatitis, carcinoma dan
trauma).
c. Posthepatik : obstruksi intrinsik atau ekstrinsik dari duktus billiaris (sistem
duktus), biasanya dapat menyebabkan : kolelitiasis, kolesistitis, kolangitis,
koledokolitiasis, dan sistikolitiasis.
4. Perbedaan ikterus fisiologis dan patologis

Fisiologis Patologis

Timbul setelah 24 jam bayi baru Timbul dalam 24 jam pertama


lahir (BBL) bayi baru lahir (BBL)
Kenaikan kadar bilirubin < 5 Kenaikan kadar bilirubin > 5
mg/dl/hari mg/dl/hari
Bilirubin serum <15 mg/dl Bilirubin serum >15 mg/dl
Ikterus hilang dalam 14 hari Ikterus berlangsung > 14 hari
Bilirubin direk < 2 mg/dl Bilirubin direk > 2 mg/dl
Biasanya ikterus hilang tanpa Biasanya warna feses dempul
perlu pengobatan dan urine kuning tua

5. Kadar bilirubin normal

o Konsentrasi dalam plasma 0,5 mg/dl


o Bilirubin serum total 0,2- <1 mg/dl
o Bilirubin indirek 1 gram Hb = 34 mg/dl
o Bilirubin direk 1 gram Hb = 34 mg/dl

6. Penilaian derajat ikterus dan kadar bilirubin menurut kremer


a. Derajat kremer
Kremer 1 = kepala sampai leher
Kremer 2 = badan sampai dengan umbilikus
Kremer 3 = badan, paha sampai dengan lutut
7

Kremer 4 = badan, ektermitas sampai dengan pergelangan tangan atau


kaki
Kremer 5 = badan, semua ektermitas sampai dengan ujung jari
b. Kadar bilirubin kremer

Daerah tubuh Kadar bilirubin mg/dl


Muka 4-8
Dada dan punggung 5-12
Perut dan paha 8-16
11-18
Tangan dan kaki
>15
Telapak tangan dan kaki

STEP 4

Ikterus Anatomi Etiologi Patofisiologi

Fisiologi Metabolisme bilirubin Penatalaksanaan

STEP 5

1. Etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dari prehepatik, hepatik, dan


posthepatik?
2. Perbedaan ikterus?
3. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium?
4. Cari pemeriksaan laboratorium dan interpretasinya?

STEP 6
8

PRIVATE STUDY

STEP 7

Hati dan sekresi empedu

A. Anatomi hati

Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka


iga.Beratnya 1,500 g (3 lbs) dan pada kondisi hidupberwarna merah tua
karena kaya akan persediaan darah. Hati menerima darah teroksigenasi
dan arteri hepatika dan darah yang tidakterokigenasi tetapi kaya akan
nutrien dad vena portal hepatika. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan
kiri. (1) Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan
memllikitigabagian utama: lobus kanan atas, lobus kaudatus, dan
lobuskuadratus. (2) Ligamen falsiform memisahkan lobus kanan dan lobus
kiri. Di antara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dankeluar
pembuluh darah, saraf dan duktus. (3) Dalam lobus lempengan sel-sel hati
bercabang dan beranastomosisuntuk membentuk jaringan tiga
dimensi.Ruang-ruang darah sinusoid tertetak di antara lempeng-lempeng
sel. Saluran portal, masing-masing berisi sebuah cabang vena portal, arterl
hepatica, dan duktus empedu, membentuk sebuah lobulus portal.

B. Fungsi utama hati

1. Sekresi, hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi


dan absorpsi lemak.

2. Metabolisme, hati memetabolis protein, lemak, dan karbohidrat


tercerna.
9

a. Hati berperan penting dalam mempertahankan homeostatic gula


darah.Hatimenyimpanglukosa dalam bentuk glikogendan mengubahnya
kembali menjadi glukosa jika diperlukantubuh.

b. Hati mengurai protein dari sel-set tubuh dan sel darahmerah yang rusak.
Organ ini membentuk urea dan asamamino berlebih dan sisa nitrogen.

c. Hati menyintesis lemak dan karbohidrat dan protein, danterlibat dalam


penyimpanan dan pemakaian lemak.

d. Hati menyintesis unsur-unsur pokok membran sel (lipoprotein,


kolesterol, dan fosfolipid).

e. Hati menyintesis protein plasma dan faktor-faktor


pembekuandarah.Organ ini juga menyintesis bilirubindari produk
penguraian hemoglobin dan mensekresinya ke dalam empedu.

3. Penyimpanan. Hati menyimpan mineral, seperti zat besi dantembaga,


serta vitamin larut lemak (A. D. E. dan K).dan hati menyimpan toksin
tertentu (contohnya pestisida) serta obat yangtidak dapat diuraikan dan
diekskresikan.

4. Detoksifikasi. Hati melakukan inaktivasi hormon dan dektosifikasi


toksin dan obat.Hati memfagosit eritrosit dan zat asingyang
terdistintegrasi dalam darah.

5. Produksi panas. Berbagai aktivitas kimia dalam hati menjadikanhati


sebagai sumber utama panas tubuh.terutama saat tidur.

6. Penyimpanan darah. Hati merupakan reservoar untuk sekitar30% curah


jantung dan.bersama dengan limpa,mengatur volume darah yang
diperlukan tubuh.

C. Empedu

1. Anatomi sekresi empedu


10

a. Empedu yang diproduksl oleh sel-sel hati memasuki kanalikuliempedu


yang kemudian menjadi duktus hepatika kanan dankiri.

b. Duktus hepatika menyatu untuk membentuk duktus hepatickomunis


yang kemudian menyatu dengan duktus sistikusdari kandung empedu
dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis.

c. Ductus empedu komunis, bersama dengan duktus pancreas,bermuara di


duodenum atau dialihkan untuk penyimpanan di kandung empedu.

2. Komposisi empedu.

Empedu adalah larutan berwarna kuning, kehijauan terdiri dari


97% air, pigmen empedu, dan garam-garamempedu.

a. Pigmen empedu terdiri dan biliverdin (hijau) dan bilirubin(kuning).


Pigmen ini merupakan basil penguraian hemoglobinyang dilepas dan
sel darah merahterdisintegrasi. (i) Pigmen utamanya adalah bilirubin
yang memberikanwarna kuning pada urine dan feses. (ii) Jaundice. atau
warna kekuningan pada jaringan, merupakan akibat dari peningkatan
kadar bilirubindarah. Ini merupakan indikasi kerusakan fungsl hatidan
dapat disebabkan oleh kerusakan sel hati (hepatitis), peningkatan
dekstruksi sel darah rnerah, atauobstruksi duktus empedu oleh batu
empedu.
b. Garam-garam empedu terbentuk dari asam empedu yangberikatan
dengan kolesterol dan asam amino.Setelah disekresike dalam usus,
garam tersebut direabsorpsl dari ileum bagianbawah kembali ke hati
dan di daur ulang kembali. Peristiwa inidikenal sebagai sirkulasi
enterohepatika garam empedu
3. Fungsi garam empedu dalam usus halus.
a. Emulsifikasi lemak. Garam empedu mengemulsi globuluslemak
besar dalarn usus halus yang kemudian menghasilkanglobulus
lemak lebih kecil dan area permukaan yang leblhluas untuk kerja
enzim.
b. Absorpsi lemak. Gararn empedu membantu absorpsi zatterlarut
lemak dengan caramemfasilitasi jalurnya menembusmembran sel.
11

c. Pengeluaran kolesterol dari tubuh. Garam empedu berikatandengan


kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecildisebut
micelle yang akan dibuang melalui feses.
4. Kendali pada sekresi dan aliran empedu. Sekresi empedu diaturoleh
faktor saraf( Impuls parasimpatis) dan hormon (sekretin danCCK)
yang sarna dengan yang mengatur sekresi cairan pankreas.Saat asam
lemak dan asam amino mencapal usus halus, CCKdilepas untuk
mengkontraksi otot kandung empedu dan merelaksasi sfingter Oddi.
Cairan empedukemudian di dorong kedalam duodenum.

Kandung empedu

a. Anatomi

Kandung empedu adalah kantong muskular hijau menyerupai pir dengan


panjang 10 cm. Organ ini terletak dilekukan dibawah lobus kanan hati. Kapasitas
total kandung empedu kurangleblih 30 ml sampai 60 ml.

b. Fungsi

1. Kandung empedu menyimpan cairan empedu yang secara terus-menerus


disekresi oleh sel-sel hati, sampai diperlukan dalam duodenum. Di antara
waktu makan, sflngter Oddi menutup dancairan empedu mengalir ke dalam
kandung empedu yang relaks.Pelepasan cairan ini dirangsang oleh CCK.

2. Kandung empedu mengkonsentrasi cairannya dengan caramereabsorpsi air dan


elektrolit. Dengan demikian, kandung ini mampu menampung hasil 12 jam
sekresi empedu hati.

Etiologi Ikterus

Penyebab ikterus yang umum adalah (1) meningkatnya pemecahan sel darah
merah, dengan pelepasan bilirubin yang cepat ke dalam darah, dan (2) sumbatan
duktus biliaris atau kerusakan sel hati sehingga bahkan jumlah bilirubin yang
biasa sekalipun tidak dapat di ekskresikan ke dalam saluran pencernaan. Dua tipe
ikterus ini disebut, berturut-turut ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.
Keduanya berbeda satu sama lain dalam cara berikut ini.
12

1. Ikterus hemolitik disebabkan hemolisis sel darah merah


Pada ikterus hemolitik, fungsi ekskresi hati tidak terganggu, tetapi sel
darah merah dihemolisis begitu cepat sehingga sel hati tidak dapat
mengekskresi bilirubin secepat pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi
plasma bilirubin bebas meningkat di atas nilai normal. Selain itu, kecepatan
pembentukan urobilinogen dalam usus meningkat, dan sebagian besar
urobilinogen diabsorbsi ke dalam darah dan akhirnya diekskresikan ke dalam
urin.
2. Ikterus obstruktif disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris atau penyakit hati
Ikterus obstruktif disebabkan obstruksi duktus biliaris (yang sering
terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau
kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan
bilirubinnya normal, tetapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari
darah ke dalam usus. Bilirubin bebas masih masuk ke sel hati dan dikonjugasi
dengan cara yang biasa. Bilirubin terkonjugasi ini kemudian kembali ke
dalam darah, mungkin karena pecahnya kanalikuli biliaris yang terbendung
dan pengosongan langsung ke saluran limfe yang meninggalkan hati. Jadi,
kebanyakan bilirubin dalam plasma menjadi terkonjugasi dan bukan bilirubin
bebas.

Patofisiologi

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang


berlangsung 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan,
walaupun diperlukan penjelasan akan adanya penjelasan fase tambahan dalam
tahapan metabolisme bilirubin. Pembagian yang baru menambahkan 2 fase lagi
sehingga tahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase. Yaitu :

1. Pembentukan bilirubin
2. Transpor plasma
3. Liver uptake
4. Konjugasi
5. Ekskresi bilier
13

Fase prehepatik

1. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250-350 mg bilrubin atau sekitar 4 mg/kg


berat badan terbentuk setiap harinya 70-80% berasal dari pemecahan sel
darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled
bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam
sum-sum tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi
dan produk antara bilverdin dengan perantara enzim hemeokasigenis
enzim lain biliverdin reduktase mengubah biliverdin menjadi bilirubin.
Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial
(monoknuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
Pembentukan early labelled bilirubin meingkatkan pada beberapa kelainan
dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang
penting.
2. Transport plasma. Bilirubin tidak laraut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dalam albumin dan
tidak dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam
air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan
beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat
ikatan dengan albumin.

Fase intrahepatik

3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin takterkonjugasi oleh hati


secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligadin atau protein Y,
belum jelas. Pengambilan bilirubin melalaui transport yang aktif dan
berjalan dengan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin di glukoronida
atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi
oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin
yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya
menghasilkan bilirubin monoglukoronida, yang bagian asam glukoronik
kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalaui sistem enzim yang
14

berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi


lainnya selain di glukoronid juga terbentuk namun kegunaannya tidak
jelas.

Fase pascahepatik

5. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus


bersama bahan lainnya. Anion organiklainnya atau obat dapat
mempengaruhi prosis yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri
mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang berwarna coklat.
Sebagian diserap dan di keluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam
jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat
mengeluarkan di glukoronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini
menerangkan warna air seni yang gelap yang khas pada gangguan
hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya
bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau masuk ke
dalam plsenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses
konjugasi dengan gula melalui enzim glukoroniltransferase dan larut
dalam empedu cair.

Manifestasi Klinis

Ikterik atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama


kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi bilirubin yang
berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah. Ikterus yang
ringan dapat dilihat paling awal pada sclera mata, dan ini terjadi kalau
konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2 2,5 mg/dL (34 43
umol/L)jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin
sudah mencapai 7 mg%.

Klasifikasi:

1. Ikterus prehepatik (unconjugated prehepatic hyperbilirubinemia)


2. Ikterus hepatik (unconjugated hepatic hyperbilirubinemia)
15

3. Ikterus hepatik (conjugated hepatic hyperbilirubinemia)


4. Ikterus posthepatik (conjugated posthepatic hyperbilirubinemia)
1. Unconjugated prehepatic hyperbilirubinemia
Etiologi : anemia hemoltik dan malaria
Patofisiologi: Pemusnahan ertirosit yang berlebihan akan menyebabkan
terbentuknya bilirubin indirek banyak, yang kadang-kadang melebihi
kemampuan hepar untuk mengkonjugasinya sehingga bilirubin direk serum
meninggi. Hepar akan berusaha untuk mengkonjugasi bilirubin indirek
menjadi bilirubin direk sehingga bilirubin direk yang masuk ke intestin
bertambah, urobilinogen yang terbentuk bertambah sehingga urobilinogen
urine dan feses bertambah pula.
Pemeriksaan laboratorium :
a. Bilirubin indirek serum meninggi
b. Urobilinogen urine dan feses positif kuat
c. Bilirubin terkonjugasi urine positif

Manifestasi klinis:
- Warna kulit kuning pucat
- Warna urin : normal/gelap
- Warna feses normal/gelap (lebih banyak sterkobilin)
- Tidak ada pruritus
- Splenomegali (pada penyakit darah, malaria)

2. Unconjugated hepatic hyperbilirubinemia :


Etiologi : kelainan kogenital (Gilbert syndrome, Crigler-Najar syndrome)
Patofisiologi: Hal ini terjadi karena pemindahan bilirubin indirek dari darah
ke sel-sel hepar atau konjugasi bilirubin indirek di dalam hepar terganggu.
Pemeriksaan laboratorium :
a. Bilirubin indirek serum meninggi
b. Urobilinogen urine dan feses masih positif
c. Bilirubin urine negatif

Manifestasi klinis:

- Warna kulit orange-kuning muda/tua


- Warna urin gelap
- Warna feses pucat (lebih sedikit sterkobilin)
- Hepatomegali + nyeri tekan (pada hepatitis akut)
- Splenomegali (pada sirosis hepatis)

3. Conjugated hepatic hyperbilirubinemia (Ikterus parenkhimatosa) :

Etiologi: virus hepatitis dan sirosis hepatis


16

Patofisiologi: Peradangan dari sel-sel hepar menyebabkan hepar


membengkak, menekan kholangiole sehingga permiabilitas dari saluran
empedu meningkat. Keutuhan saluran empedu terganggu karena nekrosis dari
sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan bocornya bilirubin ke dalam darah.
Kemampuan hepar untuk mengkonjugasi berkurang karena functio laesa dari
sel-sel hepar.

Pemeriksaan laboratorium :
a. Bilirubin indirek dan direk dalam serum meninggi
b. Urobilinogen urine dan feses masih positif
c. Bilirubin urine positif
Manifestasi klinis:

- Warna kulit orange-kuning muda/tua


- Warna urin gelap
- Warna feses pucat (lebih sedikit sterkobilin)
- Hepatomegali + nyeri tekan (pada hepatitis akut)
- Splenomegali (pada sirosis hepatis)

4. Conjugated posthepatic hyperbilirubinemia (Icterus obstructiva


extrahepatal):
Etiologi: sumbatan pada duktus hepatikus, duktus choledokus, ampula Vateri
oleh karsinoma, batu atau pankreatitis akut, karsinoa pancreas..
Patofisiologi: Bilirubin tidak dapat masuk ke intestinum karena sumbatan
tersebut sehingga urobilinogen tidak terbentuk (urobilinogen urine dan feses
negatif), bila sumbatannya total. Bilirubin masih dapat masuk ke dalam
intestin bila sumbatannya tidak total sehingga urobilinogen masih terbentuk
(urobilinogen urine dan feses positif).
Sumbatan akan menyebabkan cairan empedu tertahan sehingga
tekanan dalam saluran empdeu ekstra dan intrahepatal bertambah,
permeabilitas bertambah, bilirubin bocor ke dalam darah. Selain itu tekanan
dalam saluran empedu intrahepatal yang bertambah akan menekan sel-sel
parenkhim hepar sehingga terjadi nekrosis dari sel-sel tersebut dan
menyebabkan bocornya bilirubin ke dalam darah.
17

Pemeriksaan laboratorium :
a. Bilirubin direk serum sangat meninggi
b. Urobilinogen urine dan feses negatif pada yang total dan positif pada yang
partial
c. Bilirubin urine positif

Gambaran Ikterus prehepatik Ikterus hepatik Ikterus


posthepatik
Warna kulit Kuning pucat Orange-Kuning Kuning hijau
Muda/tua muda
Warna urin Normal (gelap Gelap (B2) Gelap (B2)
oleh bilirubin)
Warna feses Normal/ gelap Pucat (lebih Spt dempul (tak
(banyak sedikit sterkobilin) ada sterkobilin)
sterkobilin)
Pruritus Tak ada Tak menetap Biasanya menetap
Bilirubin serum Meningkat Meningkat Meningkat
B1
Bilirubin serum N Meningkat Meningkat
B2
Bilirubin urine - Meningkat Meningkat
Urobilinogen Sangat meningkat Meningkat Menurun
urine

Manifestasi klinis:

- Warna kulit kuning-hijau muda/tua


- Warna urin gelap
- Warna feses dempul (tidak ada sterkobilin)
- Serangan kolik, disertai gigilan dingin, ikterus hilang timbul (pada
obstruksi batu empedu atau hepatokolangitis)
- Ikterus progresif tanpa gejala/tanda lain, atau dengan sakit pinggang (pada
keganasan di pancreas)
- Nyeri kolik bilier

Pemeriksaan Penunjang
18

Pada ikterus prahepatik ,banyak bilirubin yang dieksresi kedalam usus


halus sehingga stekobilin banyak di feses. Oleh karena itu , jumlah yang
diserap dari usus berat dan eksresi melalui kemih 79 > banyak.
Pada ikterus pascahepatik, kadar urobilin darah yang meningkat karena
hati tidak mampu mengeksresi akibat gangguan faal sel hati.
Pada ikterus pascahepatik, bilirubin tidak dapat masuk usus karena
obstruksi sel empedu oleh karena itu kadar strekobilin feses/urobilin urin
menjadi rendah sekali.
Pada keadaan normal , bilirubin tidak dijumpai didalam urin karena hanya
bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air dan dapat keluar melalui urin.
Oleh karena itu bilirubinia > mungkin disebabkan oleh hambatan aliran
empedu daripada kerusakan sel hati.
Feses yang berubah warna menjadi alkalis karena bertambahnya aliran
empedu keusus sehingga strokobilin tidak dapat mencapai usus.
Pengukuran kadar enzim SGPT / SGOT dan enzim lainnya membantu
menentukan ikterus akibat gangguan pancreas hati.
Alkali fosfatase meninggi pada ikterus obstruktif.
Pencitraan dengan USG merupakan pilahn pertama. Melalui USG , dapat
ditentukan secara tepat adanya batu empedu, pelebaran duktus massa
tumor / kelainan parankrim hati. Bila tidak dapat ditemukan pelebaran sel
empedu penyebabnya bukan sumbatan saluran empedu. Jika ada pelebaran
sel empedu ikterus obstruktif.
Pemeriksaan Radiologi kalngiopankreatikografi retrograd secara
endoskopi / ERCP. Dnengan bantuan endoskopi melalui papilla voter,
kontras dimasukan kedalam sel empedu dan sel pancreas dapat melalui
adanya kelainan pada muara papilla veter, seperti tumor / adanya
penyempitan.
Sumbatan sel empedu bagian distal dapat dicitrakan dengan sambaran
kolangografi transhepatik /PTC pemeriksaan ini dilakukan dengan
penyuntikan kontras dari sisi kanan penderita . Diagnosis kelainan primer
hati dan pemastian adanya keganasan dilakukan melalui biopsy jarum
untuk pemeriksaan histopatologi biopsy jarum tidak dianjurkan bila
terdapat tanda ostruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan
penyakit berupa kebocoran sel empedu.
19

Pemeriksaan urin dan feses

Pigmen empedu Jenis ikterus


Urin
Bilirubin + Pasca hepatic, hepatik
Bilirubin + Prahepatik, hepatic
Urobilin - pascahepatik
Feses
Akolik Pascahepatik, Hepatik
Darah samar + Sirosis Hepatik

DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C., Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
20

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 824 hal.

Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 4. Pusat


Penerbitan UGM, Yogyakarta.

Keith L, Moore. 2008. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6


Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Edisi 6. EGC. Jakarta.

Sudoyo, A.W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jil II Edisi 4. Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai