Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HIPERBIRILUBIN

Oleh
NI KADEK YULI DAMAYANTI
NIM 18.321.2885

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


PROGAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. (Suriadi 2010)
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernicterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik.
Hyperbilirubinemia (icterus pada bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa, dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 2010).

2. Epidemiologi
a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai  minggu I
b. Kejadian ikterus  :  60% bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
c. Perhatian utama  :  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin  
> 5mg/dl dalam 24 jam.
d. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
1) Proses hemolisis darah
2) Infeksi berat

3. Etiologi / penyebab
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
a. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia,
issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan obat (hemolysis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampenikol),
hemolisis ekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.
b. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah
metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
c. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
d. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
e. Gangguan dalam ekskresi.
f. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
(Mitayani, 2012 : 191)

4. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa
lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin
dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini
kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin
tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar
dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen
dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua
keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus
atau jaundice (Murray et al,2009).

5. Pathway
(Terlampir)

6. Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Timbul pada hari kedua-ketiga

2) Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg%


pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.

3) Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari

4) Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %

5) Ikterus hilang pada 10 hari pertama

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu


b. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis.
Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
c. Kernik Ikterus
Kernik ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada
dasar Ventrikulus IV.

DERAJAT HIPERBILIRUBIN MENURUT KRAMER


RATA-RATA SERUM
ZONA BAGIANs TUBUH INDIREK (Umol/L)
1 Kepala sampai leher 100
2 Kepala, leher, sampai umbilikus 150
3 Kepala, leher, pusar sampai paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Kepala sampai ke tumit kaki >250
(Sumber : Pengantar Ilmu Kesehatan Anak I, 2005)

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan
hiperbilirubinemia diantaranya :
a. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya.
Bila ditekan akan timbul kuning.
b. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada
ikterus berat.
c. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
d. Bayi menjadi lesu.
e. Bayi menjadi malas minum.
f. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
g. Letargi.
h. Tonus otot meningkat.
i. Leher kaku.
j. Opistotonus.
k. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Mitayani, 2012 : 192)

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
a) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
b) Hasil positif dari test Coomb  direk menandakan adanya sensitisasi
( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total.
a) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
b) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup
bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat
badan.
4) Protein serum total
a) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap
a) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
b) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa
a) Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida
a) Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
8) Meter ikterik transkutan
a) Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
9) Pemeriksaan bilirubin serum
a) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
b) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidak fisiologis
10) Smear darah perifer
a) Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
11) Test Betke-Kleihauer
a) Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.

d. Biopsy hati
Biopsy hati digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada
kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic
dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.

9. Penatalaksanaa
Tindakan umum meliputi :
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan


hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi


Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan
hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus
diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit
dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko
tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b) Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi

11. Komplikasi
a. Bilirubin encephahalopathi

b. Kernikterus; kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental,


hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang
melengking.

c. Asfiksia
d. Hipotermi

e. Hipoglikemi (Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus:  60% bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian
utama:  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >5mg/dl dalam
24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat
yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data
obyektif : lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan,
hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia,
gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua

6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
a) Bising usus hipoaktif.
b) Pasase mekonium mungkin lambat.
c) Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
d) Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
5) Neuro sensori
a) Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
b) Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
c) Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
a) Riwayat positif infeksi / sepsis neonates
b) Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
c) Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom
bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
a) Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
b) Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
c) Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
a) Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
b) Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
c) Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin
(Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal,
rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
d) Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman
tali pusat, atau trauma kelahiran.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan Penurunan berat badan abnormal (>7-
8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, > 15% pada bayi cukup bulan), Pola
makan tidak ditetapkan dengan baik, Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra
uterin, Usia kurang dari 7 hari, Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
b. Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi, Terpapar lingkungan panas, Proses
penyakit, Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, Peningkatan laju
metabolism, Respon trauma, Aktivitas berlebihan, Penggunaan incubator .
c. Resiko cidera berhubungan dengan Faktor eksternal: Terpapar pathogen,
Terpapar zat kimia toksik, Terpapar agen nosocomial, Ketidakamanan
transportasi dan Faktor internal: Ketidaknormalan profil darah, Perubahan
orientasi afektif, Perubahan sensasi, Disfungsi biokimia, Disfungsi autoimun,
Hipoksia jaringan, Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh, Malnutrisi,
Perubahan fungsi psikomotor, Perubahan fungsi kognitif
d. Resiko hypovolemia berhubungan dengan Kehilangan caiaran secara aktif,
Gangguan absorbsi cairan, Kelebihan berat badan , Status hipermetabolik,
Kegagalan mekanisme regulasi , Evaporasi, Kekurangan intake cairan, Efek agen
farmakologis

3. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 Ikterik neonatus Setelah diberikan asuhan 3. Foterapi neonates
berhubungan keperawatan selama…x… Observasi:
dengan: jam diharapkan: a. Monitor ikterik pada
1. Penurunan Luaran utama : sclera dan kulit bayi
berat badan 1. Integritas kulit dan b. Monitor suhu dan
abnormal (>7- jaringan meningkat tanda vital tiap 4 jam
8% pada bayi dengan kriteria hasil : sekali
baru lahir yang a. Elastisitas c. Monitor efek samping
menyusui ASI, meningkat fototerapi(mis:
> 15% pada b. Pigmentasi hipertermi,rush pada
bayi cukup abnormal menurun kulit)
bulan) Luaran tambahan : Terapeutik:
2. Pola makan 1. Berat badan membaik a. Berikan penutup mata
tidak ditetapkan dengan kriteria hasil: b. Lepaskan pakaian bayi
dengan baik a. Berat badan kecuali popok
3. Kesulitan membaik Edukasi:
transisi ke b. Tebal lipatan kulit a. Anjurkan ibu
kehidupan membaik menyusui sekitar 20-
ekstra uterin c. Indeks massa tubuh 30 menit
4. Usia kurang membaik b. Anjurkan ibu
dari 7 hari 2. Adaptasi neonatus menyusui sesering
5. Keterlambatan menurun dengan mungkin
pengeluaran kriteria hasil : Kolaborasi:
feses a. Membrane mukosa a. Kolaborasi
(meconium) kuning menurun pemeriksaan darah
b. Kulit kuning vena bilirubin direk
menurun dan indirek
c. Sclera kuning
menurun 4. Perawatan bayi
Observasi:
a. Monitor tanda-tanda
vital bayi
Terapeutik:
a. Mandikan bayi dengan
suhu ruangan 21-24˚C
b. Bersihkan pangkal tali
pusat yang telat diolesi
air matang
c. Lakukan pemijatan
bayi
d. Ganti popok bayi jika
basah
Edukasi:
a. Anjurkan ibu
menyusui sesuai
kebutuhan bayi
b. Ajarkan ibu cara
merawat bayi dirumah
Ajarkan cara
pemberian makanan
pendamping ASI pada
bayi usia >6 bulan.

2 Hipertermia Setelah diberikan asuhan 1. Ma


berhubungan keperawatan selama … najemen Hipertermia
dengan: x…. jam diharapkan : Obsevasi
1. Dehidrasi 1. Termoregulasi membaik a. Identifikasi penyebab
2. Terpapar dengan kriteria hasil: hipertermia (mis.
lingkungan a. Suhu tubuh Dehidrasi, terpapar
panas membaik lingkungan panas,
3. Proses b. Suhu kulit penggunaan incubator)
penyakit membaik b. Monitor suhu tubuh
4. Ketidaksesuaia c. Monitor kadar
n pakaian elektrolit
dengan suhu d. Monitor haluan urine
lingkungan e. Monitor komplikasi
5. Peningkatan akibat hipertermia
laju Terapeutik
metabolism a. Sediakan lingkungan
6. Respon trauma yang dingin
7. Aktivitas b. Longgarkan atau
berlebihan lepaskan pakaian
8. Penggunaan c. Basahi dan kipasi
incubator permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
(keringat berlebih)
f. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
g. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
h. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
a. Anjukan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

2. Regulasi
temperature
Observasi
a. Monitor suhu bayi
sampai stabil (36,50C-
37,50C)
b. Monitor suhu tubuh
anak jika perlu
c. Monitor warna dan
suhu kulit
d. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
a. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
b. Gunakan kasur
pendingin, water
circulating blankets,
ice pack atau gel pad
dan intravascular
cooling
catheterization untuk
menurunkan suhu
tubuh
c. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu

3 Resiko cedera Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen kesehatan


berhubungan keperawatan selama…x… lingkungan
dengan: jam diharapkan: Observasi:
1. Faktor 1. Tingkat cedera a. Identifikasi kebutuhan
eksternal: menurun dengan keselamatan
a. Terpapar kriteria hasil: b. Menitor perubahan
pathogen a. Kejadian cedera status kesehatan
b. Terpapar menurun lingkungan
zat kimia Terapeutik:
toksik a. Modifikasi lingkungan
c. Terpapar untuk meminimalkan
agen bahaya dan resiko
nosocomial b. Sediakan alat bantu
d. Ketidakam keamanan lingkungan
anan c. Fasilitasi relokasi ke
transportasi lingkungan yang aman
2. Faktor internal: d. Gunakan perangkat
a. Ketidaknor pelindung
malan Edukasi:
profil darah a. Ajarkan individu,
b. Perubahan keluarga dan
orientasi kelompok resiko tinggi
afektif bahaya lingkungan.
c. Perubahan
sensasi 2. Pencegahan cidera
d. Disfungsi Observasi:
biokimia a. Identifikasi area
e. Disfungsi lingkungan yang
autoimun menyebabkan cidera
f. Hipoksia Terapeutik:
jaringan a. Sediakan pencahayaan
g. Kegagalan yang memadai
mekanisme b. Soasialisasikan pasien
pertahanan dan keluarga dengan
tubuh lingkungan ruang
h. Malnutrisi rawat
i. Perubahan c. Gunakan pengaman
fungsi tempat tidur sesuai
psikomotor dengan kebijakan
j. Perubahan fasilitas pelayanan
fungsi kesehatan
kognitif d. Tingkatkan frekuensi
observasidan
pengawasan pasien
sesuai kebutuhan
Edukasi:
a. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga

4 Resiko Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen hipovolemia


hipovolemia keperawatan selama … Observasi
berhubungan x…. jam diharapkan : a. Periksa tanda dan
dengan: 1. Status cairan membaik gejala hypovolemia
1. Kehilangan dengan kriteria hasil: (mis, frekuensi nadi
caiaran secara a. Kekuatan nadi meningkat, nadi teraba
aktif meningkat lemah,turgor kulit
2. Gangguan b. Tugor kulit menurun, membrane
absorbsi cairan meningkat mukosa kering,
3. Kelebihan c. Output urine volume urin menurun,
berat badan meningkat lemah)
4. Status d. Membrane mukosa b. Monitor intake dan
hipermetaboli membaik output cairan
k e. Berat badan
5. Kegagalan membaik
mekanisme f. Suhu tubuh Terapeutik
regulasi membaik a. Hitung kebutuhan
6. Evaporasi cairan
7. Kekurangan b. Berikan asupan cairan
intake cairan oral
8. Efek agen Edukasi
farmakologis a. Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral

2. Pemantauan cairan
Observasi
a. Monitor frekuensi
nafas
b. Monitor berat badan
c. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
d. Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
Terapeutik
a. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuha dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursalam, 2011). Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi yang telah
dibuat.

5. Evaluasi
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan Penurunan berat badan
abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, > 15% pada bayi
cukup bulan), Pola makan tidak ditetapkan dengan baik, Kesulitan transisi ke
kehidupan ekstra uterin, Usia kurang dari 7 hari, Keterlambatan pengeluaran
feses (meconium)
1) Integritas kulit dan jaringan meningkat
2) Elastisitas meningkat
3) Pigmentasi abnormal menurun
b. Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi, Terpapar lingkungan
panas, Proses penyakit, Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
Peningkatan laju metabolism, Respon trauma, Aktivitas berlebihan, Penggunaan
incubator.
1) Termoregulasi membaik
2) Suhu tubuh membaik
3) Suhu kulit membaik
c. Resiko cedera berhubungan dengan Faktor eksternal: Terpapar
pathogen, Terpapar zat kimia toksik, Terpapar agen nosocomial, Ketidakamanan
transportasi dan Faktor internal: Ketidaknormalan profil darah, Perubahan
orientasi afektif, Perubahan sensasi, Disfungsi biokimia, Disfungsi autoimun,
Hipoksia jaringan, Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh, Malnutrisi,
Perubahan fungsi psikomotor, Perubahan fungsi kognitif
1) Tingkat cedera menurun
2) Kejadian cedera menurun
d. Resiko hipovolemia berhubungan dengan Kehilangan caiaran secara
aktif, Gangguan absorbsi cairan, Kelebihan berat badan , Status hipermetabolik,
Kegagalan mekanisme regulasi , Evaporasi, Kekurangan intake cairan, Efek agen
farmakologis Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat
badan.
1) Status cairan membaik.
2) Kekuatan nadi, turgor kulit, output urin meningkat.
3) Membrane mukosa, berat badan dan suhu tubuh membaik.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Marlyn & Moerorse Mary Frace.2010. Rencana Perawatan Maternal


Bayi.EGC. Jakarta
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta :
Salemba Medika.
Prawirohadjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka.
Jakarta.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aeseulupius
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.
Suriadi, dan Rita Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta
Pathway

Penyakit hemolitik Obat – obatan


antagonios misalnya, salisilat

Hemolisis Defisiensi albumin

Pembentukan Jumlah bilirubin yang


bilirubin bertambah akan di angkat ke hati
berkurang

HIPERBILIRUBIN
RISIKO
Bilirubin indirek meningkat
CEDERA

Dalam jaringan
ekstravaskuler

Ikterus IKTERIK
NEONATUS
Perubahan suhu lingkungan
Indikasi Fototerapi

Saraf Aferen

Hipotalamus

Vasokontriksi

Penguapan perubahan Suhu tubuh


termoregulasi meningkat

RISIKO HIPERTERMI
HIPOVOLEMIA

Anda mungkin juga menyukai