Oleh
NI KADEK YULI DAMAYANTI
NIM 18.321.2885
2. Epidemiologi
a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I
b. Kejadian ikterus : 60% bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
c. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin
> 5mg/dl dalam 24 jam.
d. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
1) Proses hemolisis darah
2) Infeksi berat
3. Etiologi / penyebab
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
a. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia,
issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan obat (hemolysis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampenikol),
hemolisis ekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.
b. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah
metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
c. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
d. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
e. Gangguan dalam ekskresi.
f. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
(Mitayani, 2012 : 191)
4. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa
lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin
dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini
kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin
tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar
dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen
dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua
keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus
atau jaundice (Murray et al,2009).
5. Pathway
(Terlampir)
6. Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan
hiperbilirubinemia diantaranya :
a. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya.
Bila ditekan akan timbul kuning.
b. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada
ikterus berat.
c. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
d. Bayi menjadi lesu.
e. Bayi menjadi malas minum.
f. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
g. Letargi.
h. Tonus otot meningkat.
i. Leher kaku.
j. Opistotonus.
k. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Mitayani, 2012 : 192)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
a) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
b) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi
( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total.
a) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
b) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup
bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat
badan.
4) Protein serum total
a) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap
a) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
b) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa
a) Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida
a) Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
8) Meter ikterik transkutan
a) Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
9) Pemeriksaan bilirubin serum
a) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
b) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidak fisiologis
10) Smear darah perifer
a) Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
11) Test Betke-Kleihauer
a) Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Biopsy hati digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada
kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic
dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.
9. Penatalaksanaa
Tindakan umum meliputi :
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
11. Komplikasi
a. Bilirubin encephahalopathi
c. Asfiksia
d. Hipotermi
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
a) Bising usus hipoaktif.
b) Pasase mekonium mungkin lambat.
c) Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
d) Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
5) Neuro sensori
a) Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
b) Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
c) Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
a) Riwayat positif infeksi / sepsis neonates
b) Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
c) Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom
bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
a) Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
b) Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
c) Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
a) Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
b) Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
c) Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin
(Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal,
rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
d) Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman
tali pusat, atau trauma kelahiran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan Penurunan berat badan abnormal (>7-
8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, > 15% pada bayi cukup bulan), Pola
makan tidak ditetapkan dengan baik, Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra
uterin, Usia kurang dari 7 hari, Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
b. Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi, Terpapar lingkungan panas, Proses
penyakit, Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, Peningkatan laju
metabolism, Respon trauma, Aktivitas berlebihan, Penggunaan incubator .
c. Resiko cidera berhubungan dengan Faktor eksternal: Terpapar pathogen,
Terpapar zat kimia toksik, Terpapar agen nosocomial, Ketidakamanan
transportasi dan Faktor internal: Ketidaknormalan profil darah, Perubahan
orientasi afektif, Perubahan sensasi, Disfungsi biokimia, Disfungsi autoimun,
Hipoksia jaringan, Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh, Malnutrisi,
Perubahan fungsi psikomotor, Perubahan fungsi kognitif
d. Resiko hypovolemia berhubungan dengan Kehilangan caiaran secara aktif,
Gangguan absorbsi cairan, Kelebihan berat badan , Status hipermetabolik,
Kegagalan mekanisme regulasi , Evaporasi, Kekurangan intake cairan, Efek agen
farmakologis
3. Intervensi
2. Regulasi
temperature
Observasi
a. Monitor suhu bayi
sampai stabil (36,50C-
37,50C)
b. Monitor suhu tubuh
anak jika perlu
c. Monitor warna dan
suhu kulit
d. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
a. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
b. Gunakan kasur
pendingin, water
circulating blankets,
ice pack atau gel pad
dan intravascular
cooling
catheterization untuk
menurunkan suhu
tubuh
c. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
2. Pemantauan cairan
Observasi
a. Monitor frekuensi
nafas
b. Monitor berat badan
c. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
d. Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
Terapeutik
a. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuha dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursalam, 2011). Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi yang telah
dibuat.
5. Evaluasi
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan Penurunan berat badan
abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, > 15% pada bayi
cukup bulan), Pola makan tidak ditetapkan dengan baik, Kesulitan transisi ke
kehidupan ekstra uterin, Usia kurang dari 7 hari, Keterlambatan pengeluaran
feses (meconium)
1) Integritas kulit dan jaringan meningkat
2) Elastisitas meningkat
3) Pigmentasi abnormal menurun
b. Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi, Terpapar lingkungan
panas, Proses penyakit, Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
Peningkatan laju metabolism, Respon trauma, Aktivitas berlebihan, Penggunaan
incubator.
1) Termoregulasi membaik
2) Suhu tubuh membaik
3) Suhu kulit membaik
c. Resiko cedera berhubungan dengan Faktor eksternal: Terpapar
pathogen, Terpapar zat kimia toksik, Terpapar agen nosocomial, Ketidakamanan
transportasi dan Faktor internal: Ketidaknormalan profil darah, Perubahan
orientasi afektif, Perubahan sensasi, Disfungsi biokimia, Disfungsi autoimun,
Hipoksia jaringan, Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh, Malnutrisi,
Perubahan fungsi psikomotor, Perubahan fungsi kognitif
1) Tingkat cedera menurun
2) Kejadian cedera menurun
d. Resiko hipovolemia berhubungan dengan Kehilangan caiaran secara
aktif, Gangguan absorbsi cairan, Kelebihan berat badan , Status hipermetabolik,
Kegagalan mekanisme regulasi , Evaporasi, Kekurangan intake cairan, Efek agen
farmakologis Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat
badan.
1) Status cairan membaik.
2) Kekuatan nadi, turgor kulit, output urin meningkat.
3) Membrane mukosa, berat badan dan suhu tubuh membaik.
DAFTAR PUSTAKA
HIPERBILIRUBIN
RISIKO
Bilirubin indirek meningkat
CEDERA
Dalam jaringan
ekstravaskuler
Ikterus IKTERIK
NEONATUS
Perubahan suhu lingkungan
Indikasi Fototerapi
Saraf Aferen
Hipotalamus
Vasokontriksi
RISIKO HIPERTERMI
HIPOVOLEMIA