PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dampak dari pengobatan kanker dengan kemoterapi pada
anak
2. Untuk mengetahui dampak pemberian desferal untuk anak dengan penyakit
thalasemia serta terapi penyakit kronis lainnya.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi kepada pasien, keluarga dan tenaga kesehatan tentang
dampak dari pengobatan dengan kemoterapi, penggunaan dasferal, dan obat-obatan
untuk mengobati penyakit kronis lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan jenis pengobatan yang dinilai paling efektif untuk
mengobati semua jenis kanker. Kemoterapi bersifat kuratif bila dapat mengeradikasi
semua sel-sel kanker sebelum obat tersebut menjadi resisten. Berdasarkan konsep
tersebut, maka pemberian kemoterapi dilakukan secara kombinasi dengan beberapa
jenis obat kemoterapi, seperti pengobatan fase induksi dan profilaksis (SSP) pada
leukemia limfoblastik akut (LLA) (Pui, 1994 dalam Ariawati dkk., 2016). Mekanisme
kerja obat-obat dalam golongan kemoterapi tidak bersifat selektif, artinya obat ini
akan membasmi semua sel yang aktif membelah baik itu sel kanker ataupun sel
normal, contoh sel normal yang aktif membelah yaitu sel sumsum tulang, saluran
pencernaan, folikel rambut, dan sistem reproduksi juga ikut terkena pengaruhnya.
Selama pengobatan dengan kemoterapi, pasien akan mengalami beberapa efek
samping yang tidak diinginkan. Efek samping yang ditimbulkan oleh kemoterapi
dapat berupa akut dan jangka panjang. Efek samping akut akan terjadi beberapa jam
sampai beberapa minggu setelah proses kemoterapi. Efek samping ini berupa
mielosupresi, mual, muntah, alopesia, mukositis orointestinal, kelainan fungsi hati,
alergi serta ulserasi lokal.
2.3 Terapi Lain pada Anak dengan Penyakit Kronis atau Terminal
Selain kanker dan thalasemia, terdapat beberapa penyakit kronis lainnya yang
pengobatannya menimbulkan efek merugikan bagi anak. Salah satunya adalah
cerebral palsy atau kelumpuhan otak pada anak. Ada beberapa tipe terapi untuk
meningkatkan kualitas hidup anak yang menderita cerebral palsy. Terapi fisik ini
bertujuan untuk memperbaiki gerakan motorik anak dan keseimbangan tubuh pada
anak yang menderita cerebral palsy, sehingga anak dapat beraktivitas sehari-hari.
Untuk memberikan latihan motorik yang maksimal, anak yang menderita CP harus
secara aktif berperan dalam terapi. Selain terapi fisik dilakukan juga terapi secara
farmakologis menggunakan obat-obatan seperti diazepam, baclofen, diantrolen,
levodopa, dan injeksi toksin.
Terapi-terapi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup anak tidak
selamanya berjalan lancar, terdapat sejumlah efek samping yang ditimbulkan pasca
terapi. Hal yang paling terasa berat yang dijalani anak dengan berbagai jenis penyakit
kronik selain efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan obat adalah kesehatan
mental. Anak-anak yang tumbuh dengan serba kekurangan akan memiliki kesehatan
mental yang buruk. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan hidup yang memandangnya
berbeda atau tidak normal dan juga peran orang tua sangat mempengaruhi kesehatan
mental anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa terapi untuk
penyakit kronik pada anak, selain dapat meningkatkan kualitas hidup juga dapat
menimbulkan efek samping yang merukan. Oleh karena itu, pentingnya pengawasan
dari tenaga kesehatan serta peran keluarga dan orang tua untuk membantu anak
menjalani pemulihannya.
3.2 Saran
Perlunya dilakukan studi lebih lanjut mengenai dampak dari pengobatan
terhadap semua jenis penyakit kronik pada anak supaya dengan adanya data yang
valid tersebut dapat membantu tenaga kesehatan dalam menjelaskan mengenai
dampak tersebut pada orang tua, sehingga orang tua bisa ikut berperan dalam
mendampingi anak menjalani pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Ariawati, K., Windiastuti, E., & Gatot, D.(2016). Toksisitas Kemoterapi Leukemia
Limfoblastik Akut pada Fase Induksi dan Profilaksis Susunan Saraf Pusat
dengan Methotrexat 1 gram. Sari Pediatri. Vol. 9. No. 4. Hal. 252-258.
Brisbois, T., de Kock, L., & Watanabe, S. (2011). Characterization of
chemotheraphy alteration in advanced cancer reveals pesific chemosensory
phenotypes impacting dietary intake and quality of life. Journal of Pain
Symptom Manage, (pp.673-683).
Dupuis, L., Milne-Wren, C., & Barrera, M. (2010). Symptom Assessment in Children
Receiving Cancer Therapy: The Parents' Perspective. Support Care Cancer,
(pp.281-299).
Gibson, F., & Soanes, L. (2008). Cancer in Children and Young People. Chichester:
John Wiley & Sons Ltd.
GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012).
Estimasi Presentasi Kasus Baru dan Kematian Akibat Kanker pada
Penduduk di Dunia. Kementrian Kesehatan RI.
National Vital Statistics System (NVSS). (2015). Death Leading Cause for 2012.
NVSS.
Nurhidayah Ikeu, Hendrawai Sri, dan Sutini Titin. 2018. Pemberdayaan Social
dalam Adaptasi Normalisasi pada Orangtua dengan Anak Kanker di Kota
Bandung. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. Vol. 7, No. 2, Juni 2018:
126 – 133.
Rahmawati, E., Gamayanti, I. L., & Setyarini, S. (2016). Pocket Book of Anxiety. For
Parents of Children With Acute Lymphoblastic Leukemia. International
Journal of Research in Medical Sciences , 1438.
Rachmat Ivan, Fadil R., Azhali. 2009. Hubungan Jumlah Darah Transfusi,
Pemberian Deferoksamin, dan Status Gizi dengan Kadar Seng Plasma pada
Penderita Thalasemia Mayor Anak. UNPAD Press, Bandung.
Ranaila R., Mardhiyah Ai, dan Hidayah NO. 2016. Gambaran Dampak Kemoterapi
pada Anak Menuruut Orang Tua di Rumah Cinta Bandung. Jurnal
Keperawatan UNPA.Volume 12, No.2, Oktober 2016, (Hal.143-158)
WHO. (2012). Palliative Definition. Dalam A. Goldman, R. Hain, & L. Stephen,
Oxford Text of Palliative Care for Children Second Edition (hal. 58). New
York: Ocford University Press.
Yayasan Onkologi Anak Indonesia. (2012). November 23 2020
http://www.yoaifoundation.org.