Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang beragam,
ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi maligna) dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di
dalam sumsum tulang belakang digantikan oleh sel abnormal. Sel abnormal
ini keluar dari sumsum dan dapat dijumpai di dalam darah perifer atau sel
darah tepi. Sel leukemia sangat mempengaruhi pembentukan sel darah normal
(hematopoiesis) dan imunitas tubuh penderita (Yayan, 2010).
American Cancer Society (2014) menyebutkan bahwa angka kejadian
leukemia di Amerika Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada
lakilaki (56,88%) dan 14.420 kasus pada perempuan (43,12%). Insiden Rate
(IR) leukemia pada laki-laki di Canada 14 per 100.000 penduduk dan pada
perempuan 8 per 100.000 penduduk
Kasus Leukemia banyak terjadi pada kelompok usia anak kurang dari
15 tahun. Jenis leukemia yang terjadi pada kelompok usia anak adalah
Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielositik Akut (LMA),
Leukemia Limfositik Kronis (LLK), dan Leukemia Mielositik Kronis (LMK).
Dimana kejadian LLA pada kelompok usia anak 5 kali lebih sering terjadi
dibanding dengan kejadian LMA. (Belson et al, 2007). Proporsi besar kejadian
kanker pada kelompok usia anak adalah 32% dan 74% dari kelompok usia
anak tersebut terdiagnosis 2 leukemia. Tahun 1994, insidensi kejadian
Leukemia di Amerika adalah 31,8 per 1.000.000 kelahiran hidup (Ross et al,
1994)
Data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2006 melaporkan kasus Leukemia berada pada peringkat kelima dengan
jumlah rawat inap 2.513 (5,93%) setelah kanker payudara, kanker servik,
kanker hati dan saluran empedu intrahepatik, limfoma non-Hodgkin dari
seluruh pasien kanker rawat inap rumah sakit yang berjumlah 31.188 pasien di
seluruh Indonesia. Sedangkan pada rawat jalan, leukemia menempati posisi
ketujuh dengan jumlah pasien 4.075 (4,42%) dari 92.233 pasien rawat jalan.
Sistem Registrasi Kanker di Indonesia (Srikandi) tahun 2005-2007 mencatat
bahwa diperkirakan insiden kanker pada anak (0-17 tahun) sebesar 9 per
100.000 anak. Dimana leukemia merupakan kasus kanker tertinggi pada anak
dengan estimasi insiden sebesar 2,8 per 100.000 anak, kanker bola mata
(Retinoblastoma) 2,4 per 100.000 anak, osteosarkoma 0,97 per 100.000 anak,
limfoma 0,75 per 100.000 anak, kanker nesopharing 0,43 per 100.000 anak.

1
Kanker pada anak merupakan 4,7% dari jumlah kanker pada semua umur
(Riskesdas, 2013).
Yayasan Hematologi Yasmia merupakan salah satu Yayasan yang
berada di Provinsi Jawa Tengah. Yayasan tersebut menaungi penderita
kelainan darah seperti leukemia, thalassemia, dan hemofilia. Yayasan
Hematologi Yasmia dalam hal ini mempunyai beberapa peran yaitu
memberikan kunjungan dan pendampingan terhadap orang tua dan penderita.
Selain itu, Yayasan Hematologi Yasmia juga memiliki rumah singgah yang
berfungsi sebagai tempat tinggal sementara pasien dan keluarganya.
Berdasarkan data dari Yayasan Hematologi Yasmia (2015) bahwa
jumlah pasien leukemia anak yang terdaftar dalam Yayasan Hematologi
Yasmia mengalami tren yang fluktuatif bahkan meningkat dengan jumlah
penderita dari tahun 2011 adalah 33 penderita, tahun 2012 sebesar 37
penderita, tahun 2013 sebesar 44 penderita, dan tahun 2014 sebesar 53
penderita.
Menurut data di Yayasan Hematologi Yasmia dari bulan Januari hingga
Maret (2015) penderita leukemia anak yang sudah terdaftar di Yayasan
Hematologi Yasmia berjumlah 59 penderita dengan penderita leukemia anak
yang bertempat tinggal di Kota Semarang berjumlah 31 penderita dan 28
penderita bertempat tinggal di luar Kota Semarang. Jumlah penderita laki-laki
sebesar 36 anak dan perempuan sebesar 23 anak, untuk anak umur 0-5 tahun
berjumlah 32 anak, umur 6-15 tahun 22 anak, dan umur 16-18 tahun 5 anak.
Seluruh penderita yang tercatat merupakan pasien-pasien yang mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang intensif dari tenaga medis rumah sakit di
Semarang, seperti RSUP. dr. Kariadi, RS. Elizabeth, dan RS. Telogorejo.
Sampai sekarang ini, penyebab Leukemia belum diketahui secara pasti.
Beberapa sumber menyebutkan leukemia disebabkan karena terjadinya mutasi
pada DNA somatik. Mutasi pada DNA tertentu menyebabkan terjadinya
leukemia yang disebabkan oleh terjadinya aktivasi onkogen atau deaktivasi
gen tumor supresor dan terganggunya pengaturan program kematian sel
(apoptosis). Mutasi tersebut mungkin terjadi secara spontan atau karena
pengaruh radiasi atau pemaparan substansi karsinogen dan erat hubungannya
dengan faktor genetik. Beberapa jenis virus juga ada hubungannya dengan
leukemia, pada hewan coba 4 mencit dan hewan coba lainnya dengan infeksi
retrovirus ada hubungannya dengan kejadian penyakit leukemia. Pada
manusia retrovirus yang teridentifikasi bahwa “Human T-lymphotropic virus”
atau HTLV-1, diketahui sebagai penyebab leukemia (Darmono, 2012).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi kejadian leukemia. Beberapa faktor tersebut adalah faktor
genetik, faktor karakteristik kelahiran, faktor lingkungan, faktor immunologi,

2
dan faktor reproduktif orang tua. Faktor genetik seperti, riwayat keluarga
dengan leukemia dan riwayat down’s syndrome pada anak. Faktor
karakteristik kelahiran anak seperti berat badan lahir, urutan lahir, dan jenis
kelamin. Faktor lingkungan seperti, paparan radiasi, paparan insektisida
rumah tangga, dan paparan asap rokok/polusi. Faktor immunologi seperti,
pemberian ASI kepada anak sewaktu bayi. Faktor reproduktif orang tua
seperti, usia ibu saat mengandung anak, usia ayah saat ibu mengandung anak,
dan riwayat keguguran pada ibu (Kennedy, 2013).
Penelitian mengenai karakteristik anak yang menderita leukemia yang
dilakukan oleh Sulastriana (2013) di RSUP. H. Adam Malik Medan
menyatakan bahwa proporsi anak yang menderita leukemia berdasarkan
sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 0-4 tahun (36,8%), jenis
kelamin laki-laki (52,9%), beragama islam (66,1%), bertempat di luar kota
medan (77,6%).
Penelitian juga dilakukan oleh Pulina K. Bangun, dkk. (2014) di RS. H.
Adam Malik Medan pada 140 sampel dengan 70 kelompok kasus dan 70
kelompok kontrol mengenai faktor risiko leukemia anak dengan desain case 5
control menyebutkan bahwa berat lahir anak ≥4000 gram, umur ibu saat hamil
≥35 tahun, dan paparan pestisida merupakan faktor risiko yang signifikan
dengan hasil analisis data berturut-turut OR 10.13 (95% CI 1.124-91.27), OR
4.98 (95% CI 1.276-19.445), dan OR 6.66 (95% CI 2.021-21.966).
Hasil review literatur komprehensif oleh Andreas C. dan Panagiota V.
(2012) menyimpulkan bahwa dari pencarian 1726 artikel didapatkan 26 artikel
yang memenuhi kriteria inklusi. Beberapa faktor risiko internal dan eksternal
untuk leukemia anak yang diidentifikasi dalam review ini. Faktor risiko
tersebut adalah paparan radiasi magnetik dan voltase tinggi, paparan kimia
yang terjadi pada orang tua, radiasi nuklir, radiasi ion, pemberian vitamin K
intramuskular, percampuran populasi, dan faktor endogenus yang
mempengaruhi berat badan bayi lahir. Hasil review menyebutkan bahwa
banyak faktor risiko yang tidak konsisten dan bahkan menjadi lemah untuk
bisa menjadi faktor risiko yang berhubungan dengan leukemia anak. Hanya
faktor risiko radiasi ion yang memberikan hubungan yang signifikan terhadap
kejadian leukemia anak.
Sampai saat ini, penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian leukemia anak belum banyak dilakukan oleh para peneliti di
Indonesia. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah mengenai
hubungan paparan polutan mengandung benzena dengan leukemia anak yang
dilakukan oleh Faisal I. pada tahun 2013, pengaruh pemberian ASI terhadap
kejadian leukemia akut pada anak yang dilakukan oleh Rizky Aditya F. pada

3
tahun 2013, dan penelitian mengenai faktor-faktor risiko leukemia anak yang
dilakukan oleh Paulina K. Bangun et al pada tahun 2013.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan leukimia
2. Apa saja manifestasi klinis dan etiologi dari leukemia?
3. Apa patofisiologi dari leukemia?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan bagi pasien leukemia?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dan pemahaman tentang leukimia
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis dan etiologi dari leukemia.
3. Untuk memahami patofisiologi dari leukemia.
4. Untuk memahami asuhan keperawatan bagi pasien leukemia.

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1 KONSEP TEORI PENYAKIT


2.1.1 PENGERTIAN
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer,
S C and Bare, B.G, 2002 : 248 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Leukemia merupakan penyakit neoplastik yang ditandai adanya proliferasi
abnormal dari sel-sel hematopoitik (Sylvia anderson, 1995). Leukimia merupakan
penyait maligna yang disebabkan abnormal overproduksi dari tipe sel darah putih
tertentu, biasanya sel-sel imatur dalam sumsum tulang. Karakteristi dari leukimia
adalah sel-sel yang abnormal, tidak terkontrolnya proliferasi dari suatu tipe sel
darah putih seperti granulosit, linnfosit, monosit.
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah
dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Dari beberapa pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa leukimia
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2.1.2 Jenis- jenis Leukimia


a. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel sistem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua

5
kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia.
Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
LMK juga di masukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun
lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih
ringan. LMK jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip
dengan gambaran LMA tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan
tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah
yang luar biasa, limpa membesar.
c. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada
anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4
tahun, setelah usia 15 LLA jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal..
d. Leukemia Limfositik Kronis (LLC)
LLC merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70
tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat
pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

2.1.3 Anatomi Fisiologi


a. Anatomi
Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel
darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit
infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak
berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus
dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga
11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar
7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000
sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih .Dalam kasus leukemia, jumlahnya
dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes. Di dalam tubuh, leukosit tidak

6
berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja
secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara
bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau
mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau
bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk
dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada pada sumsum tulang. Leukosit
turunan meliputi: sel NK,sel biang, eosinofil, basofil, dan fagosit termasuk
makrofag, neutrofil, dan sel dendritik. Ada beberapa jenis sel darah putih yang
disebut granulosit atau sel polimorfonuklear yaitu:
- Basofil.
- Eosinofil.
- Neutrofil.
dan dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma:
- Limfosit
- Monosit.

b. Fisiologi
Fisiologi sel darah manusia
Leukosit
Leukosit adalah sel darah berinti. Di dalam darah manusia, jumlah normal
leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan
ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam
mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit),
yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan
mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula,
sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua
jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak
besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:
Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas
granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia

7
secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar
precursor (pra zatnya). Meski masing-masing jenis sel terdapat dalam sirkulasi
darah, leukosit tidak secara acak terlihat dalam eksudat, tetapi tampak sebagai
akibat sinyal-sinyal kemotaktik khusus yang timbul dalam berkembangnya proses
peradangan. (Effendi, 2003)
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran
lambat, leukosit mengalami marginasi, yakni bergerak ke arah perifer sepanjang
pembuluh darah. Kemudian melekat pada endotel dan melakukan gerakan
amuboid. Melalui proses diapedesis, yakni kemampuan leukosit untuk
menyesuaikan dgn lubang kecil lekosit, dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.
Pergerakan leukosit di daerah intertisial pada jaringan meradang setelah leukosit
beremigrasi, atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal kimia. (Effendi, 2003).
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah
4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai
12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel
darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun
persentase khas dewasa tercapai. (Effendi, 2003).
Fungsi sel Darah putih
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan
badan terhadap mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-
memakan), mereka memakan bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran
darah. melalui mikroskop adakalanya dapat dijumpai sebanyak 10-
20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit. pada waktu menjalankan
fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat
bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari
seluruh bagian tubuh. dengan cara ini ia dapat mengepung daerah yang terkena
infeksi atau cidera, menangkap organisme hidup
danmenghancurkannya, menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-
kotoran,serpihan-serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai

8
granulosit memiliki enzim yang dapat memecah protein, yang memungkinkan
merusak jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya.
Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
penyembuhannya dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah
putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil
dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah beisi "jenazah" dari kawan
dan lawan - fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah. demikian
juga terdapat banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan
sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan
disingkirkan oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.

2.1.4 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (
T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV).
b. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya.
c. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,
dan agen anti neoplastik.
d. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
e. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
f. Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s),
TrisomiG (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom
Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia

Gejala penyakit leukemia biasanya ditandai dengan adanya anemia. Infeksi


akan mudah atau sering terjadi karena sel darah putih tidak dapat berfungsi
dengan baik, rasa sakit atau nyeri pada tulang, serta pendarahan yang sering
terjadi karena darah sulit membeku. Jika tidak diobati, maka akan mengakibatkan
leukemia akut dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.Penyebab yang pasti
belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan

9
terjadinya leukemia, yaitu Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah
putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.Pemaparan
terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan
pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma
Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah
sebagai berikut :
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar tanpa sebab
6. Nyeri abdomen
7. Lumphedenopathy
8. Hepatosplenomegaly

Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat
disalahartikan sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat
infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura,
kejang pada leukemia serebral (Iman, 1997).

2.1.6 Patofisiologi
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan,
imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet
terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia. Sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi. Manifestasi akan tampak pada
gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat.

10
Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan
berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan
tekanan jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian (Iman, 1997).

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LEUKIMIA

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standa praktik keperawatan dari
ANA (American Nurses Association) (Handayaningsih, 2007).
3.1.1 Data biografi pasien
Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang
pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa.

3.1.2 Riwayat Kesehatan


a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah
terlihat pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
b) Riwayat penyakit
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemiayaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji adanya tanda-tanda
leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda
trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji
adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi,
gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).

3.1.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

12
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar
monozigot.

3.1.4 Riwayat kebiasaan sehari-hari


Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.

3.1.5 Riwayat psikososial


1. Psikologi
Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas terhadap
penyakit yang diderita. Klien sangat membutukan dukungan dari keluarga dan
perawat.
2. Sosial Ekonomi
Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maupun dengan
tetangga disekitar rumahnya dengan adanya keluarga dan tetangga yang
membesuk serta klien hidup dalam keadaan ekonomi yang sederhana.

3.1.6 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan Umum tampak lemah
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : dbn
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan Kepala Leher
Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat
infiltrasi ke SSP.
4. Pemeriksaan Integumen

13
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi
dehidrasi.
5. Pemeriksaan Dada dan Thorax
- Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat
infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
- Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
6. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan
vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran
hepar dan limpa.
- Perkusi tanda asites bila ada.
7. Pemeriksaan Ekstremitas
Adakah cyanosis kekuatan otot.
SISTEM DATA DATA OBYEKTIF
SUBYEKTIF
Aktivitas Lesu, lemah, terasa Kontraksi otot lemah
payah, merasa tidak Klien ingin tidur terus dan
kuat untuk tampak bingung
melakukan aktivitas
sehari-hari
Sirkulasi Berdebar Tachycadi, suara mur-mur
jantung, kulit dan mukosa
pucat, defisit saraf cranial
terkadang ada pendarahan
cerebral.
Eliminasi Diare, anus terasa Perianal absess, hematuri.
lebih lunak, dan
terasa nyeri.

14
Adanya bercak
darah segar pada
tinja dan kotoran
berampas, Adanya
darah dalam urine
dan terjadi
penurunan output
urine.
Rasa nyaman Nyeri abdominal, Meringis, kelemahan,
sakit kepala, nyeri hanya berpusat pada diri
persendian, sendiri.
sternum terasa
lunak, kram pada
otot.
Rasa aman Merasa kehilangan Depresi, mengingkari,
kemampuan dan kecemasan, takut, cepat
harapan, cemas terangsang, perubahan
terhadap mood dan tampak bingung.
lingkungan baru Panas, infeksi, memar,
serta kehilangan purpura, perdarahan retina,
teman. perdarahan pada gusi,
Riwayat infeksi epistaksis, pembesaran kele
yang berulang, njar limpa, spleen, atau
riwayat jatuh, hepar, papiledema dan
perdarahan yang exoptalmus,
tidak terkonrol
meskipun trauma
ringan.
Makan dan minum Kehilangan nafsu Distensi abdomen,
makan, tidak mau penurunan peristaltic usus,

15
makan, muntah, splenomegali,
penurunan berat hepatomegali, ikterus,
badan, nyeri pada stomatitis, ulserasi pada
tenggorokan dan mulut, gusi membengkak
sakit pada saat (acute monosit leukemia).
menelan.
Sexualitas Perubahan pola
menstruasi,
menornhagi.
Impoten.
Neurosensori Penurunan Peningkatan kepekaan otot,
kemampuan aktivitas yang tak
koordinasi, terkontrol.
perubahan mood,
bingung,
disorientasi,
kehilangan
konsentrasi, pusing,
kesemutan, telinga
berdenging,
kehilangan rasa
Respirasi Nafas pendek, Dyspnoe, tachypnoe, batuk,
ada suara ronci, rales,
penurunan suara nafas.
Penyuluhan/pembel Riwayat terpapar
ajar bahan kimia seperti
benzena,
phenilbutazone,
chloramfenikol,
terkena paparan

16
radiasi, riawat
pengobatan dengan
kemotherapi. Riwa
yat keluarga yang
menderita
keganasan.

3.1.7 Pemeriksaan laboratorium


No. Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal
1. Hemoglobin < 10 gr/100ml Pria 13,5-18,0 g/dl
Wanita 12-16 g/dl
2. Complete blood cell >10.000/mm3 10.000/mm3
(CBC)
3. Leukosit > 50.000/mm3 50.000/mm3
(5000-10.000 ul)
4. PT/PTT >12-15 detik 12-15 detik
(memenjang) 50000/mm
5. Trombosit < 50000/mm (150.000-400.000/ul,
300-800/100lap)
6. Retikulosit < 0,5- 1,5%(rendah 0,5- 1,5%
7. LDH ) 80-240 I
>80-240 U/I

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai
pengalaman/respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah
kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan memberi dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga
perawat menjadi akuntabel (NANDA (North American Nursing Dianosis
Association), 2012)

17
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan
efek samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita leukemia (Simon, 2003).

3.3 INTERVENSI
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan
merupakan suatu petunjuk atau bukti tertulis yang menggambarkan secara
tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan (Asmadi, 2008).
a) Dx. 1
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negative

18
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
1. Pantau suhu dengan teliti (TTV)
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
2. Tempatkan klien dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya klien dari sumber infeksi
3. Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
4. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
5. Evaluasi keadaan klien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
6. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme
7. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
8. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
9. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus

b) Dx. 2
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria hasil : - klien tidak pusing
- Klien tidak lemah
- HB 12 gr/%
- Leukosit normal
- Tidak anemis

19
Intervensi :
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
2. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
3. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi
4. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
5. Kolaborasikan pemasangan tranfusi darah
Rasional : transfusi darah dapat meningkatkan kadar hemoglobin di dalam
darah klien.

c) Dx. 3
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Kriteria hasil : HB 12gr/%
Tidak anemis
Intervensi :
1. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah
ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi dengan adanya anemia
2. Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
3. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeks
Rasional : untuk mencegah perdarahan
4. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan

20
5. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi
cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
6. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
7. Ajarkan orang tua dan klien yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan
hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan

d) Dx. 4
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, pasien tidak mengalami mual
dan muntah
Kriteria hasil : - klien tidak lemah dan anemis
- Turgor kulit baik
- Mukosa bibir lembab, tidak sianosis
Intervensi :
1. Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
2. Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
3. Kaji respon klien terhadap anti emetic
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
4. Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6. Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi

e) Dx. 5
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral

21
Kriteria hasil : - kesehatan oral klien baik
Intervensi :
1. Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
2. Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
3. Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang
dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
4. Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa
larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
5. Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah
(fisura)
6. Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah
yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
7. Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi klien
8. Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
9. Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
10. Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat
mengeringkan mukosa
11. Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
12. Berikan analgetik

22
Rasional : untuk mengendalikan nyeri

f) Dx. 6
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil : - klien tidak pucat
- Klien tidak anemis
- Mukosa bibir lembab
- Nafsu makan meningkat
- Bb meningkat
Intervensi :
1. Dorong klien untuk tetap rileks saat makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari
mual dan muntah serta kemoterapi
2. Izinkan klien memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan
unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan klien meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
3. Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau
suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
4. Izinkan klien untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar klien mau makan
5. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6. Dorong klien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting
dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang kuat
7. Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori,
khususnya bila BB kurang dari normal

23
g) Dx. 7
Tujuan : klien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima klien
Kriteria hasil : - skala nyeri 3
Intervensi :
4. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan
atau keefektifan intervensi
5. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
6. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian
atau obat
7. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
8. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

h) Dx. 8
Tujuan : klien mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil : - klien bersih
- Klien merasa nyaman
Intervensi :
1. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah
perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
2. Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
3. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit

24
4. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
5. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
6. Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative
7. Anjurkan memilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
i) Dx. 9
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Kriteria hasil : - Keluarga tidak cemas
- Klien memahami instruksi dari perawat
Intervensi :
1. Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari,
angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
2. Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan
halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
3. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin
warna atau teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan klien dan keluarga terhadap perubahan
penampilan rambut baru
4. Dorong hygiene dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig,
skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
j) Dx. 10
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik atau terapi
Kriteria hasil :

25
- klien dan keluarga bisa memahami prosedur yang disampaikan perawat
- Klien dan keluarga tidak cemas
Intervensi :
1. Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pada klien
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
2. Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
3. Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam
membantuklien menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan klien yang optimal
4. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai
kehidupanklien sebelum diagnosa dan prospek klien untuk bertahan hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa
takut secara realistis
5. Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu klien tentang
hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi
tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
6. Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga(Doenges,
1999).

3.4 IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan

26
observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama
merupakan fase persiapan yang mencakup pegetahuan tentang validasi
rencana, implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan.
Pada fase ini, perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi
klien. Fase ketiga merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi
keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2008).

3.5 EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi, 2008). hasil yang diharapkan pada
klien dengan leukimia adalah :
a. Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya
laporan peningkatan toleransi aktifitas.
c. Klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. Klien menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak
nyaman
f. Masukan nutrisi adekuat
g. Klien beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan
bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h. Kulit tetap bersih dan utuh

27
i. Klien mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan
rambut, klienmembantu menentukan metode untuk mengurangi efek
kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan klien tampak bersih, rapi,
dan berpakaian menarik.
j. Klien dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga
menunjukkan pengetahuan tentang penyakit klien dan tindakannya. Keluarga
mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu
bersama klien.
k. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga
danklien mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan
mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang
adekuat(Wong. D.L, 2004).

28
BAB IV
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Leukimia atau kanker darah adalah keganasan pada organ pembuat sel
darah, berupa proliferasi patologis sel hemapoetik muda yang ditandai oleh
adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan disertai
infiltrasi keorgan-organ lain.
Sebab-sebab terjadinya leukimia belum diketahui secara pasti. Ada
kemungkinan proses awal leukimia terjadi karena mutasi salah satu sel yang
kemungkinan berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab sering
dihubungkannya dengan radiasi, zat kimia, gangguan imunologik, virus dan faktor
genetik.
Sampai saat ini leukimia masih merupakan penyakit yang angka
kematiannya masih tinggi. Adanya mediastinal massa dan infiltrasi ke CNS
merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.

3.2 SARAN
Kami yakin makalah ini banyak kekurangannya maka dari itu kami sangat
mengharapkan saran dari teman-teman dalam penambahan untuk kelengkapan
makalah ini, karna dari saran yang kami terima dapat mengkoreksi makalah yang
kami buat ini.atas saran dari teman-teman kami ucapkan terima kasih.

29
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, dkk. 2002. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
1, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 – 418.

Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Sumatera Utara: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Handayaningsih,Isti.2007.Dokumentasi Keperawatan “DAR” panduan, konsep


dan aplikasi.Jogjakarta: MITRA CENDIA Press

Imam Supandi DSPD, dr, Prof. 1997. Hematologi Klinik. Ed 2. Bandung: alumni.
Halaman 95-101

Reeves CJ, Roux G and Lockhart R, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika

Ross, Julie dkk. 1994. ‘Epidemiology of Childhood Leukimia, with a Focus on


Infants’. Epidemiologic Reviews American Journal of Epidemology,
Volume 15, Nomor 1, 234.

Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi VIII. Jakarta: EGC.
Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Agung Setia.

30

Anda mungkin juga menyukai