PENDAHULUAN
Leukemia merupakan gangguan utama pada sumsum tulang, yakni elemen normal
digantikan dengan sel darah putih abnormal. Normalnya, sel limfoid tumbuh dan
berkembang menjadi limfoid dan sel mieloid tumbuh dan berkembang menjadi sel
darah merah, granulosit, monosit dan trombosit (Kyle & Susan, 2016). Menurut
pada dewasa dan anak yang dikarakteristikkan dengan banyaknya jumlah sel darah
Leukemia dapat didiagnosis sebagai akut atau kronik. Pada bentuk leukemia akut,
sel imatur berpoliferasi dan terakumulasi pada sumsusm tulang individu. Pada
leukemia kronik, sel yang tampak matur menjadi sakit. Jenis leukemia ditentukan
oleh jalur yang terkena limfoid dan mieloid. Pada semua jenis leukemia, sel darah
putih yang abnormal mengambil alih sumsum yang normal. Sel darah merah dan
trombosit juga terganggu. Sel leukemia dan berpoliferasi dan dilepaskan ke dalam
Leukemia limfoid akut (LLA), leukemia limfoid kronik (LLK), leukemia mieloid
1
2
akut (LMA) dan leukemia mieloid kronik (LMK) (Roshdal & Mary, 2015).
didiagnosis pada anak-anak, yang mewakili lebih dari seperempat dari semua jenis
kanker pada anak. Penyebab leukemia pada anak tidak diketahui dan kemungkinan
Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer WHO pada 2008,
insiden leukemia di seluruh dunia adalah 5 per 100.000 dengan angka kematian 3,6
per 100.000 penduduk (Simanjorang, dkk, 2013). Menurut data Union for
International Cancer Control (UICC), setiap tahun terdapat sekitar 176.000 anak
rendah dan menengah. Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian
penyebab kedua terbesar kematian anak berumur 5-14 tahun (Kemenkes, 2015).
Leukemia, kanker pada jaringan pembentuk darah adalah bentuk kanker pada
kasus per 100.000 anak-anak kulit putih yang berusia dibawah 15 tahun. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yang
berusia diatas 1 tahun, dan awitan puncaknya terjadi antara usia 2 dan 6 tahun.
Setiap tahunnya, 2.500-3.000 kasus baru leukemia anak terjadi di Amerika Serikat.
3
Penyakit ini menyerang 40 dari 1 juta anak di bawah usia 15 tahun. Leukemia
limfoblastik akut (LLA) mencakup sekitar 75% kasus (Marcdante, dkk, 2014).
Menurut Kemenkes (2015) di Indonesia, terdapat sekitar 11.000 kasus kanker anak
setiap tahunnya dan terdapat sekitar 650 kasus kanker anak di Jakarta. Data lain
estimasi 2000-3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya (Wolly, dkk, 2016).
baru kanker pada anak dan menurut data yang di peroleh dari Rumah Sakit Kanker
Dharmais sejak tahun 2006-2014 kasus kanker pada anak cenderung meningkat.
Selama 9 tahun terakhir, leukemia juga merupakan jenis kanker anak terbanyak di
RSK Dharmais. Data tersebut diperoleh pada tahun 2014 terdapat 46 kasus.
kanker yang paling banyak terjadi pada anak dengan umur di bawah 15 tahun (30-
40%) (Wolly, dkk, 2016). Data yang diperoleh dari RS Kramat 128 Jakarta Pusat
selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2016 terdapat 51 (94,4%)
kasus anak penderita LLA yang menjalani kemoterapi dari 54 kasus anak yang
menderita LLA, sedangkan pada bulan Januari sampai dengan November tahun
2017 diperoleh data 49 (85,9%) kasus anak penderita LLA yang menjalani
Komplikasi yang terjadi apabila pasien dengan LLA tidak tertangani adalah gagal
pada pasien leukemia (Betz & Linda, 2002; Latamu, dkk, 2015).
Data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya di RSUP H. Adam Malik Medan
tahun 2012 yaitu 45 anak penderita leukemia, yang menjalani kemoterapi sebanyak
38 orang, sedangkan pada tahun 2013 dari 84 anak penderita leukemia, yang
didapatkan anak dengan LLA yang menjalani kemoterapi sebesar 72,09% (155
dari 215 anak). Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun
49,2% (Handian, dkk 2017). Data yang diperoleh dari RS Kramat 128 Jakarta
Pusat selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2016 terdapat 51
(94,4%) kasus anak penderita LLA yang menjalani kemoterapi dari 54 kasus anak
yang menderita LLA, sedangkan pada bulan Januari sampai dengan November
tahun 2017 diperoleh data 49 (85,9%) kasus anak penderita LLA yang menjalani
Manajamen teraupetik atau pengobatan anak yang mengalami LLA berfokus pada
untuk menghancurkan sel yang bersifat kanker (Roshdal & Mary, 2015). Ada
rumatan dan profilaksis SSP (Kyle & Susan, 2016). Banyak penelitian
anak LLA memerlukan perawatan yang cukup lama yakni sekitar dua tahun.
Dalam perawatan yang cukup lama itu, anak diwajibkan mengikuti kemoterapi,
konsumsi obat, menjaga pola makan, istirahat dan lainnya (Mushyama, 2016).
Namun, kemoterapi juga memiliki kelemahan yaitu tidak hanya mematikan sel
kanker tetapi juga sel normal yang membelah secara cepat. Sel yang terpengaruh
oleh kemoterapi adalah sel yang ada di sumsum tulang, saluran cerna (khususnya
Efek samping yang ditimbulkan antara lain mual, muntah, anoreksia, alopesia,
stomatitis dan perubahan mood (Wong, dkk, 2009). Menurut Kyle & Susan (2016)
Menurut National Cancer Institute (2017) efek samping dari kemoterapi adalah
alopesia, masalah pada mulut dan tenggorokan, mual, muntah dan nyeri. Anak
melibatkan orang tua, untuk itu diperlukannya ibu untuk mendampingi anak
selama masa pengobatan kemoterapi secara rutin agar anak merasa aman, nyaman
dan dicintai.
6
Kehadiran ibu dalam setiap pengobatan kemoterapi anak di rumah sakit setiap
dengan LLA. Motivasi dapat diartikan dengan dorongan. Secara teknis, motivasi
kekuatan pada diri individu, sikap yang dipengaruhi untuk mencapai suatu tujuan.
Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari
dalam diri sendiri dan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar
diri sendiri (Simamora, 2009). Motivasi intrinsik dorongan atau rangsangan yang
bersumber dari dalam diri, tanpa harus menunggu rangsangan dari luar dan
motivasi ekstrinsik adalah diperoleh adanya dorongan atau rangsangan dari luar
(Sarinah & Mardalena, 2017). Menurut Taufik (2007), faktor yang mempengaruhi
kepatuhan ibu mengikuti kemoterapi pada anak (Doloksaribu dan Risma, 2014;
rasa kepedulian dan rasa sayang kepada anak serta menjaga kondisi kesehatan anak
agar hasil pengobatan tetap stabil membuat anak merasa aman, nyaman dan
dominan yang mempengaruhi kepatuhan orang tua yang mempunyai anak dengan
tahun 2014 menunjukkan pengetahuan merupakan faktor yang paling penting yang
kemoterapi. Namun, masih ada beberapa orang tua yang tidak patuh terhadap
sakit dan kesadaran untuk mengontrol anak kurang yang menyebabkan kepatuhan
Hasil penelitian Handian, dkk (2017) menunjukkan tingkat pendidikan orang tua
kepada orang tua untuk bertahan menjalani kemoterapi pada anaknya. Selain itu,
keluarga dalam memberikan informasi dan nasihat mendorong orang tua untuk
dapat bertahan dalam pengobatan kemoterapi dan untuk menjaga kesehatan anak
mereka.
Jakarta Pusat pada tanggal 30 November 2017 pukul 10.00 WIB melalui
wawancara dengan 7 ibu yang memiliki anak LLA yang sedang di kemoterapi,
kemoterapi dapat sembuh, adanya perasaan secara psikolgis bahwa ibu tidak
8
sendirian yang memiliki anak dengan LLA yang sedang kemoterapi sehingga
membuat ibu termotivasi. Namun, 4 ibu memiliki jarak rumah dengan rumah sakit
yang cukup jauh, 7 ibu khawatir dengan efek samping kemoterapi, 1 ibu memiliki
anak dengan kondisi fisik anak yang lemah dan demam serta 2 ibu memiliki
pada anak-anak. Pengobatan anak yang mengalami LLA berfokus pada pemberian
cukup lama yakni sekitar dua tahun. Hal ini membutuhan kehadiran ibu setiap
dengan 7 ibu yang memiliki anak dengan LLA yang sedang dikemoterapi
didapatkan bahwa jarak rumah dengan rumah sakit yang cukup jauh, efek samping
kemoterapi pada anak, kondisi fisik anak dan demam serta dukungan keluarga
dengan LLA.
9
Jakarta Pusat.
keluarga dan orang tua anak untuk memberikan motivasi dalam merawat
kesembuhan anak.
1.5.3. Peneliti
dengan LLA.
11
1.5.4 Ibu