Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia merupakan gangguan utama pada sumsum tulang, yakni elemen normal

digantikan dengan sel darah putih abnormal. Normalnya, sel limfoid tumbuh dan

berkembang menjadi limfoid dan sel mieloid tumbuh dan berkembang menjadi sel

darah merah, granulosit, monosit dan trombosit (Kyle & Susan, 2016). Menurut

Roshdal dan Mary (2015) leukemia merupakan gangguan hematologi maligna

pada dewasa dan anak yang dikarakteristikkan dengan banyaknya jumlah sel darah

putih abnormal. Pada leukemia, faktor yang normalnya mengatur proses

diferensiasi dan pematangan sel berkurang.

Leukemia dapat didiagnosis sebagai akut atau kronik. Pada bentuk leukemia akut,

sel imatur berpoliferasi dan terakumulasi pada sumsusm tulang individu. Pada

leukemia kronik, sel yang tampak matur menjadi sakit. Jenis leukemia ditentukan

oleh jalur yang terkena limfoid dan mieloid. Pada semua jenis leukemia, sel darah

putih yang abnormal mengambil alih sumsum yang normal. Sel darah merah dan

trombosit juga terganggu. Sel leukemia dan berpoliferasi dan dilepaskan ke dalam

darah perifer yang menginvasi organ tubuh yang menyebabkan metastasis

(Roshdal & Mary, 2015). Leukemia diklasifikasikan menjadi empat yaitu

Leukemia limfoid akut (LLA), leukemia limfoid kronik (LLK), leukemia mieloid

1
2

akut (LMA) dan leukemia mieloid kronik (LMK) (Roshdal & Mary, 2015).

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan keganasan yang paling banyak

didiagnosis pada anak-anak, yang mewakili lebih dari seperempat dari semua jenis

kanker pada anak. Penyebab leukemia pada anak tidak diketahui dan kemungkinan

bersifat multifaktorial, faktor lingkungan memegang peranan penting. Faktor

genetik dan abnormalitas kromososm dapat berperan dalam perkembangan ALL

(Kyle & Susan, 2016; Marcdante, dkk, 2014).

Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer WHO pada 2008,

insiden leukemia di seluruh dunia adalah 5 per 100.000 dengan angka kematian 3,6

per 100.000 penduduk (Simanjorang, dkk, 2013). Menurut data Union for

International Cancer Control (UICC), setiap tahun terdapat sekitar 176.000 anak

yang didiagnosis kanker, yang mayoritas berasal dari negara berpenghasilan

rendah dan menengah. Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian

90.000 anak setiap tahunnya. Di negara berpenghasilan tinggi, kanker merupakan

penyebab kedua terbesar kematian anak berumur 5-14 tahun (Kemenkes, 2015).

Leukemia, kanker pada jaringan pembentuk darah adalah bentuk kanker pada

anak-anak yang paling sering ditemukan. Insidensi pertahunnya adalah 3 hingga 4

kasus per 100.000 anak-anak kulit putih yang berusia dibawah 15 tahun. Penyakit

ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yang

berusia diatas 1 tahun, dan awitan puncaknya terjadi antara usia 2 dan 6 tahun.

Setiap tahunnya, 2.500-3.000 kasus baru leukemia anak terjadi di Amerika Serikat.
3

Penyakit ini menyerang 40 dari 1 juta anak di bawah usia 15 tahun. Leukemia

limfoblastik akut (LLA) mencakup sekitar 75% kasus (Marcdante, dkk, 2014).

Menurut Kemenkes (2015) di Indonesia, terdapat sekitar 11.000 kasus kanker anak

setiap tahunnya dan terdapat sekitar 650 kasus kanker anak di Jakarta. Data lain

menyatakan bahwa di Indonesia insiden leukemia 2,5-4,0 per 100.000 anak

estimasi 2000-3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya (Wolly, dkk, 2016).

Kemenkes (2015) juga menyatakan bahwa di Indonesia, diperkirakan 4.100 kasus

baru kanker pada anak dan menurut data yang di peroleh dari Rumah Sakit Kanker

Dharmais sejak tahun 2006-2014 kasus kanker pada anak cenderung meningkat.

Selama 9 tahun terakhir, leukemia juga merupakan jenis kanker anak terbanyak di

RSK Dharmais. Data tersebut diperoleh pada tahun 2014 terdapat 46 kasus.

Sementara itu, di Indonesia, melalui penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusomo (RSCM) ditemukan bahwa leukemia merupakan jenis

kanker yang paling banyak terjadi pada anak dengan umur di bawah 15 tahun (30-

40%) (Wolly, dkk, 2016). Data yang diperoleh dari RS Kramat 128 Jakarta Pusat

selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2016 terdapat 51 (94,4%)

kasus anak penderita LLA yang menjalani kemoterapi dari 54 kasus anak yang

menderita LLA, sedangkan pada bulan Januari sampai dengan November tahun

2017 diperoleh data 49 (85,9%) kasus anak penderita LLA yang menjalani

kemoterapi dari 57 kasus anak yang menderita LLA .

Komplikasi yang terjadi apabila pasien dengan LLA tidak tertangani adalah gagal

sumsum tulang, infeksi, hepatomegali, splenomegali dan limfadenopati.


4

Komplikasi infeksi atau perdarahan hebat adalah penyebab tersering kematian

pada pasien leukemia (Betz & Linda, 2002; Latamu, dkk, 2015).

Data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya di RSUP H. Adam Malik Medan

tahun 2012 yaitu 45 anak penderita leukemia, yang menjalani kemoterapi sebanyak

38 orang, sedangkan pada tahun 2013 dari 84 anak penderita leukemia, yang

menjalani kemoterapi sebanyak 63 orang (Doloksaribu & Risma, 2014). Penelitian

sebelumnya oleh Handian, dkk (2017) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,

didapatkan anak dengan LLA yang menjalani kemoterapi sebesar 72,09% (155

dari 215 anak). Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2006, menunjukkan bahwa pengetahuan, persepsi dan dukungan keluarga terhadap

anak dengan LLA dalam melaksanakan kemoterapi memberikan kontribusi sebesar

49,2% (Handian, dkk 2017). Data yang diperoleh dari RS Kramat 128 Jakarta

Pusat selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2016 terdapat 51

(94,4%) kasus anak penderita LLA yang menjalani kemoterapi dari 54 kasus anak

yang menderita LLA, sedangkan pada bulan Januari sampai dengan November

tahun 2017 diperoleh data 49 (85,9%) kasus anak penderita LLA yang menjalani

kemoterapi dari 57 kasus anak yang menderita LLA .

Manajamen teraupetik atau pengobatan anak yang mengalami LLA berfokus pada

pemberian kemoterapi untuk mengeradikasi sel leukemik dan mengembalikan

fungsi normal sumsum tulang. Kemoterapi adalah penggunaan agens kimiawi

untuk menghancurkan sel yang bersifat kanker (Roshdal & Mary, 2015). Ada

empat tahapan terapi leukemia, yaitu tahapan induksi, konsolidasi (intensifikasi),


5

rumatan dan profilaksis SSP (Kyle & Susan, 2016). Banyak penelitian

menunjukkan bahwa pengobatan dengan cara kemoterapi telah berhasil menaikkan

angka kesembuhan pada penderita leukemia tetapi pengobatan kemoterapi dengan

anak LLA memerlukan perawatan yang cukup lama yakni sekitar dua tahun.

Dalam perawatan yang cukup lama itu, anak diwajibkan mengikuti kemoterapi,

konsumsi obat, menjaga pola makan, istirahat dan lainnya (Mushyama, 2016).

Namun, kemoterapi juga memiliki kelemahan yaitu tidak hanya mematikan sel

kanker tetapi juga sel normal yang membelah secara cepat. Sel yang terpengaruh

oleh kemoterapi adalah sel yang ada di sumsum tulang, saluran cerna (khususnya

mulut), sistem reproduksi dan folikel rambut (Wong, dkk, 2009).

Efek samping yang ditimbulkan antara lain mual, muntah, anoreksia, alopesia,

stomatitis dan perubahan mood (Wong, dkk, 2009). Menurut Kyle & Susan (2016)

efek samping yang umum terjadi dari kemoterapi adalah imunosupresi,

mielosupresi, mual, muntah, konstipasi, mukositis oral, alopesia dan nyeri.

Menurut National Cancer Institute (2017) efek samping dari kemoterapi adalah

anemia, kehilangan nafsu makan, trombositopenia, konstipasi, diare, kelemahan,

alopesia, masalah pada mulut dan tenggorokan, mual, muntah dan nyeri. Anak

dengan penyakit kanker membutuhkan perawatan jangka panjang dengan

melibatkan orang tua, untuk itu diperlukannya ibu untuk mendampingi anak

selama masa pengobatan kemoterapi secara rutin agar anak merasa aman, nyaman

dan dicintai.
6

Kehadiran ibu dalam setiap pengobatan kemoterapi anak di rumah sakit setiap

minggunya diharapkan dapat memaksimalkan kondisi kesehatan anak, sehingga

diperlukan motivasi ibu dalam mengikuti program pengobatan kemoterapi anak

dengan LLA. Motivasi dapat diartikan dengan dorongan. Secara teknis, motivasi

adalah seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong timbulnya

kekuatan pada diri individu, sikap yang dipengaruhi untuk mencapai suatu tujuan.

Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari

dalam diri sendiri dan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar

diri sendiri (Simamora, 2009). Motivasi intrinsik dorongan atau rangsangan yang

bersumber dari dalam diri, tanpa harus menunggu rangsangan dari luar dan

motivasi ekstrinsik adalah diperoleh adanya dorongan atau rangsangan dari luar

(Sarinah & Mardalena, 2017). Menurut Taufik (2007), faktor yang mempengaruhi

motivasi adalah pengaruh lingkungan, sistem hubungan, komponen fisik,

perkembangan dan psikologis. Pengetahuan, pendidikan, jarak tempuh ke RS,

penghasilan dan umur merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi dalam

kepatuhan ibu mengikuti kemoterapi pada anak (Doloksaribu dan Risma, 2014;

Handian, dkk (2017); Mushyama (2015).

Pada penelitian Mushyama (2015), orang tua memberikan perhatian, menunjukkan

rasa kepedulian dan rasa sayang kepada anak serta menjaga kondisi kesehatan anak

agar hasil pengobatan tetap stabil membuat anak merasa aman, nyaman dan

dicintai. Hasil penelitian Doloksaribu & Risma (2014), tentang faktor-faktor

dominan yang mempengaruhi kepatuhan orang tua yang mempunyai anak dengan

leukemia dalam menjalani terapi kemoterapi di RB4 RSUP H.A.Malik Medan


7

tahun 2014 menunjukkan pengetahuan merupakan faktor yang paling penting yang

mempengaruhi kepatuhan orang tua dalam menjalankan kemoterapi bagi anaknya.

Berdasarkan penelitian tersebut banyak orang tua patuh terhadap pengobatan

kemoterapi. Namun, masih ada beberapa orang tua yang tidak patuh terhadap

pengobatan kemoterapi dikarenakan kesibukan bekerja, jarak rumah dengan rumah

sakit dan kesadaran untuk mengontrol anak kurang yang menyebabkan kepatuhan

akan pengobatan menjadi berkurang.

Hasil penelitian Handian, dkk (2017) menunjukkan tingkat pendidikan orang tua

dan sikap petugas kesehatan mampu memfasilitasi sumber-sumber dukungan

kepada orang tua untuk bertahan menjalani kemoterapi pada anaknya. Selain itu,

penelitian menunjukkan penghasilan keluarga dan jarak tempuh ke RS dengan

memanfaatkan segala sumber dukungan dari eksternal mampu memotivasi orang

tua untuk terus bertahan dengan pengobatan kemoterapi meskipun ada

keterbatasan finansial. Hasil penelitian Mushyama (2015), menunjukkan dukungan

keluarga dalam memberikan informasi dan nasihat mendorong orang tua untuk

dapat bertahan dalam pengobatan kemoterapi dan untuk menjaga kesehatan anak

mereka.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RS Kramat 128

Jakarta Pusat pada tanggal 30 November 2017 pukul 10.00 WIB melalui

wawancara dengan 7 ibu yang memiliki anak LLA yang sedang di kemoterapi,

didapatkan bahwa 7 ibu tersebut mempunyai keinginan agar anaknya yang di

kemoterapi dapat sembuh, adanya perasaan secara psikolgis bahwa ibu tidak
8

sendirian yang memiliki anak dengan LLA yang sedang kemoterapi sehingga

membuat ibu termotivasi. Namun, 4 ibu memiliki jarak rumah dengan rumah sakit

yang cukup jauh, 7 ibu khawatir dengan efek samping kemoterapi, 1 ibu memiliki

anak dengan kondisi fisik anak yang lemah dan demam serta 2 ibu memiliki

dukungan keluarga yang kurang menghambat ibu untuk mengikuti pengobatan

kemoterapi secara rutin. Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian

“Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi ibu mengikuti program

pengobatan kemoterapi anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) di RS

Kramat 128 Jakarta Pusat”.

1.2 Rumusan Masalah

Leukemia limfoblastik akut merupakan kanker yang paling banyak didiagnosis

pada anak-anak. Pengobatan anak yang mengalami LLA berfokus pada pemberian

kemoterapi. Namun, pengobatan kemoterapi ini memerlukan perawatan yang

cukup lama yakni sekitar dua tahun. Hal ini membutuhan kehadiran ibu setiap

pengobatan kemoterapi untuk memaksimalkan kondisi anak, sehingga diperlukan

motivasi ibu untuk mengikuti pengobatan kemoterapi anak. Hasil wawancara

dengan 7 ibu yang memiliki anak dengan LLA yang sedang dikemoterapi

didapatkan bahwa jarak rumah dengan rumah sakit yang cukup jauh, efek samping

kemoterapi pada anak, kondisi fisik anak dan demam serta dukungan keluarga

yang kurang menghambat ibu mengikuti pengobatan kemoterapi pada anak.

Berdasarkan data tersebut peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan motivasi ibu mengikuti program pengobatan kemoterapi anak

dengan LLA.
9

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti mengangkat pertanyaan “Apa saja

faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi ibu mengikuti program

pengobatan kemoterapi anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) di RS

Kramat 128 Jakarta Pusat?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini untuk diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan

dengan motivasi ibu mengikuti program pengobatan kemoterapi anak

dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) di RS Kramat 128 Jakarta Pusat.

1.4.2 Tujuan khusus

1.4.2.1 Teridentifikasi karakteristik ibu yang memiliki anak leukemia

yang sedang dikemoterapi di RS Kramat 128 Jakarta Pusat.

1.4.2.2 Teridentifikasi hubungan pengetahuan dengan motivasi ibu yang

memiliki anak LLA yang sedang dikemoterapi di RS Kramat 128

Jakarta Pusat.

1.4.2.3 Teridentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan motivasi ibu

yang memiliki anak LLA yang sedang dikemoterapi di RS Kramat

128 Jakarta Pusat.

1.4.2.4 Teridentifikasi hubungan jarak rumah ke rumah sakit dengan

motivasi ibu yang memiliki anak LLA yang sedang dikemoterapi

di RS Kramat 128 Jakarta Pusat.


10

1.4.2.5 Teridentifikasi hubungan sikap petugas kesehatan dengan

motivasi ibu yang memiliki anak LLA yang sedang dikemoterapi

di RS Kramat 128 Jakarta Pusat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1.5.1 Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi ruang

kemoterapi anak RS Kramat 128 Jakarta Pusat untuk meningkatkan

pelayanan keperawatan dengan membuat suatu perencanaan untuk

meningkatkan motivasi keluarga dan orang tua dalam menjalankan

kemoterapi bagi anaknya.

1.5.2 Ilmu Keperawatan

Sebagai masukan bagi ilmu keperawatan, meningkatkan pengetahuan dan

sikap dalam pengelolaan pasien anak dengan LLA dengan melibatkan

keluarga dan orang tua anak untuk memberikan motivasi dalam merawat

anak dengan LLA yang sedang kemoterapi agar dapat meningkatkan

kesembuhan anak.

1.5.3. Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

pengalaman serta dapat mengetahui pentingnya motivasi keluarga dan

orang tua dalam mengikuti program pengobatan kemoterapi pada anak

dengan LLA.
11

1.5.4 Ibu

Dengan adanya hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi

sehingga keluarga dan orang tua anak dapat meningkatkan motivasinya

dalam mengikuti program pengobatan kemoterapi pada anak dengan LLA.

Anda mungkin juga menyukai