Anda di halaman 1dari 50

TUGAS

KEPERAWATAN ANAK SEHAT DAN SAKIT AKUT


ASKEP PADA ANAK DENGAN LEUKIMIA

Disusun oleh:
KELOMPOK 4
L. GITA ARYUMI SEJATI (2217020)
LYA RIA WESTRI (2217022)
LULU NUR DHAHANI (2217021)
M NUROKHIM (2217023)
ILHAM SETIAWAN (2217019)

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah leukosit
dalam bentuk akut seringkali rendah (hingga dinamakan Leukimia). Sel-sel imatur ini tidak dengan
sengaja menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Pengahncuran sel
terjadi melalui infiltrasi dan kompresi yang terjadi kemudian pada unsur metabolic (Apriany, 2016)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali dan kegagalan organ. LLA sering ditemukan pada anak-anak (82%) dari pada umur
dewasa (18%). Tanpa pengobatan sebagian anak-anak hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosa
diakibatkan oleh kegagalan sumsum tulang (NANDA,2015).
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2013, insiden kanker
meningkat dari 12,7 juta kasus tahun 2008 jadi 14,1 juta kasus tahun 2012 dan kematian meningkat
dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun 2012. Leukemia merupakan jenis kanker
yang paling sering pada anak dengan insiden 31,5% dari semua kanker pada anak di bawah usia 15
tahun di Negara industry dan sebanyak 15,7% di Negara berkembang, tipe leukemia yang paling
sering pada anak-anak adalah Leukemia Limfositik Akut (LLA), yang terjadi sekitar 80% dari
kasus leukemia dan diikuti hamper 20% dari Leukimia Mieloid Akut (LMA) (WHO,2009)
Data statistika LLA di peroleh pada tahun 2015 di Amerika Serikat memperkirakan ada kasus
baru yang di diagnosis Leukemia Limfositik Akut pada anak usia 0-14 tahun sebanyak 45.270 kasus
(American Cancer Society, 2015).
Menurut data National Cancer Institute pada tahun 2012. Kasus Leukemia Limfositik Akut
telah terjadi pada 47.150 orang. Leukemia adalah kanker yang peling sering di temui pada anak-
anak di Indonesia dengan persentasi 10,4% leukemia adalah jenis kanker yng mempengaruhi
sumsum dan tulang jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel yang membuat darah dan
jaringan lainya (WHO, 2012).
Di Indonesia, saat ini terdapat sekitar 80.000.000 anak yang berumur di bawah usia 15 tahun
dan di perkirakan terdapat sekitar 3000 kasus LLA baru setiap tahun nya (Rahimul, Syahrizal, Edi
Setiawan, 2017).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2013 di Indonesia, insiden kanker pada
anak usia kurang dari 1 tahun ( 0,3 %), usia 1-4 tahun (0,1%), usia 5-14 tahun (0,1%) dan usia 4-24
tahun (0.6%). Di Indonesia leukemia merupakan kanker tertingi pada anak sebesar 2,8 per 100.000
anak. kasus kanker pada anak-anak mencapai 4,7% dari kanker pada semua umur (Kemenkes RI,
2013).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2015 di Indonesia sekitar 6% atau 13,2
juta jiwa penduduk Indonesia menderita kanker dan kanker merupakan penyebab kematian nomor 5
di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum, studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman Asuhan Keperawatan
Anak Leukemia Limfositik Akut
2. Tujuan Kusus
a. Melakukan pengkajian anak pada kasus Leukemia
b. Merumuskan diagnosa keperawatan anak pada kasus Leukemia
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada kasus Leukemia
d. Melakukan tindakan keperawatan anak pada kasus Leukemia
e. Melakukan evaluasi keperawatan anak pada kasus Leukemia

C. Manfaat
Hasil studi khasus ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi perkembangan
keperawatan anak tentang asuhan keperawatan pada anak Leukemia Limfositik Akut (LLA)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum sum tulang yang di tandai
oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi (Muthia dkk, 2012)
Leukemia limfositik akut (LLA) adalah proliferasi maligna limfoblas dalam sumsung tulang yang
disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistematik (Smelrzer et sl, 2008).
Leukemia limfositik akut merupakan penyakit keganasan sel-sel darah yang berasal dari sum-sum
tulang dan ditandai dengan proliferasi maligna sel leukosit immaturea, pada darah tapi terlihat adanya
pertumbuhan sel-sel yang abnormal (Friehlig et al, 2015). Sel leukosit dalam darah penderita leukemia
berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga
mengganggu fungsi sel normal lain (Permono, 2012).

B. Etiologi
Penyebab yang pasti untuk LLA ini belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu : (Sibuea,2009)
1. Faktor genetik : virus tertntu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukimia-
Lhympoma virus/HLTV)
2. Radiasi
3. Obat–obat imunosupresi, obat-obat kardiogenik seperti diet hylstilbestrol
4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
5. Kelainan kromoson missal nya pada down sindrom leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih.
Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran radiasi
dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakain obat anti kanker, meningalkan resoko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetic tertentu (misalnya down sindrom dan
sindrom fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

C. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini
secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia
meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat
berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi
sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel
darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang
terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi
(penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami
gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan
penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan
menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-
sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias menyusup ke dalam organ
lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia,
infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang. Gejala
klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri
tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan
sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan
kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan
metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala
biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain
yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan
berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia
yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah tepi
Adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton
terdapat sel blast, yang merupakan gejala patogenamik untuk leukemia.
2. Sum-sum tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari
sel lomfopoetik patologis sedangkan sistem yang lain terdesak (apanila skunder).
3. Pemeriksaan lain : Biopsi Limpa.
Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000-200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitive
(NANDA, 2015)

F. PENATALAKSANAAN
1. Kemoterapi
a. Kemoterapi pada penderita LLA
i. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak
sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan
memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan
asparaginase.
ii. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan
untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel
yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
iii. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini
menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan
terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
iv. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

b. Kemoterapi pada penderita LMA


i. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel
leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah
tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi.
Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

ii. Fase konsolidasi


Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi
biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan
dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun
dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.

c. Kemoterapi pada penderita LLK


Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah
satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
i. Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
ii. Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
iii. Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
iv. Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
v. Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3 dengan / tanpa gejala
pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional,
terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala
karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah
pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10
tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada
pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.
d. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
i. Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari gejala
untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi
pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
ii. Fase Akselerasi,
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar berenergi
tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia.
Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan
kelenjar getah bening setempat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak dengan sumsum
tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau
terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah
yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai
jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human
Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada
penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang
pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien, baik fisik, mental sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012:36)
1. Identitas
Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia dibawah 15 tahun (85%), puncaknya
berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual muntah, tidak nafsu
makan dan lemas.
3. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya mengalami demam yang naik turun, gusi berdarah, lemas dan dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat karena belum mengetahui tentang penyakit yang diderita.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit LLA karena merupakan penyakit ginetik
(keturunan)
5. Riwayat pada faktor-faktor pencetus
Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-obatan tertentu secara kronis.
6. Manifestasi dari hasil pemeriksaan
Biasanya di tandai dengan pembesaran sum-sum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya
menekan fungsi sum-sum tulang, sehingga menyebabkan gejala seperti dibawah ini.
a. Anemia
Ditandai dengan penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malaise, kelemahan, dan anoreksia.
b. Trombositopenia
Ditandai dengan perdarahan gusi, mudah memar, dan petekie.
c. Netropenia
Ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi, berkeringat di malam hari (Nursalam dkk,
2008:100).
7. Pemeriksaan Fisik
Didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati), pembesaran limpa
(splenomegali), dan pembesaran hati (splenomegali), dan pembesaran hati (hepatomegali). Pada
pasien dengan LLA precursor sel-T dapat ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava
karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran .
sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan
tekanan intracranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI
dan VII) (Roganovic, 2013).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnose, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
a. Darah tepi : adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah
tepi monoton terdapat sel belst, yang merupakan gejala patogonomik untuk leukemia.
b. Sum-sum tulang : dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton
yaitu hanya terdiri dari sel lomfopoetik sedangkan sistem yang lain terdesak (apanila skunder)
c. Pemeriksaan lain : biopsy limpa, kimia darah, cairan cerebrospinal dan sitogenik.

H. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawaratan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas
terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang actual, potensial yang merupakan dasar untuk
memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat
(Dermawan, 2012:58)
Diagnose keperawatan yang muncul menurut sdki
1. Nyeri D.0007
2. Resiko infeksi D.0142
3. Perfusi perifer tidak efektif D.0009
4. Pola nafas tidak efektif D.0005
5. Intoleransi aktivitas D.0056
6. Hipertermi D.0130
7. Defisit nutrisi D.0019
I. Intervensi
Diagnosa Luaran intervensi berdasarkan SIKI,
keperawatan

1. Nyeri D.0077 tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri (I.08238)

menurun   L.08066 Observasi


a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Idenfitikasi respon nyeri non
verbal
d. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
e. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
h. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetic
Terapeutik
a. Berikan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
e. Ajarkan Teknik farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Pemberian analgesic (I.08243)


Observasi
a. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis: pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
b. Identifikasi Riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis:
narkotika, non-narkotik,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
c. Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Resiko infeksi infeksi Pencegahan infeksi (I.14539)


D.0142 menurun Observasi
L.14137 a. Monitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistemik
Terapeutik
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area
edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu

3. Perfusi perifer Perfusi perifer Perawatan sirkulasi (I.02079)


tidak efektif meningkat    Observasi
D.0009 L.02011  a. Periksa sirkulasi perifer (mis:
nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna,
suhu, ankle-brachial index)
b. Identifikasi faktor risiko
gangguan sirkulasi (mis:
diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi, dan kadar
kolesterol tinggi)
c. Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
a. Hindari pemasangan infus,
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
c. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cidera
d. Lakukan pencegahan infeksi
e. Lakukan perawatan kaki dan kuku
f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
b. Anjurkan berolahraga rutin
c. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
e. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
f. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
g. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis: melembabkan kulit
kering pada kaki)
h. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
i. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis:
rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
j. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis: rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

Manajemen sensasi perifer (I.06195)


Observasi
a. Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
b. Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prosthesis, sepatu, dan
pakaian
c. Periksa perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
d. Periksa perbedaan sensasi panas
atau dingin
e. Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
f. Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
g. Monitor perubahan kulit
h. Monitor adanya tromboplebitis
dan tromboemboli vena
Terapeutik
a. Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
a. Anjurkan penggunaan
thermometer untuk menguji suhu
air
b. Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
c. Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

4. Pola nafas tidak pola napas Manajemen jalan napas (I.01011)


efektif D.0005 membaik Observasi
(L.01004) a. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan
(misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
c. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma fraktur
servikal)
b. Posisikan semi-fowler atau fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
e. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
b. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Pemantauan respirasi
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot,
ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai analisa gas darah
j. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.

5. Intoleransi Aktivitas Manajemen energi (I.05178)


aktivitas D.0056 adalah toleransi Observasi
aktivitas a. Identifikasi gangguan fungsi
meningkat tubuh yang mengakibatkan
(L.05047) kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Terapi aktivitas (I.01026)
Observasi
a. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
c. Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
d. Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
e. Identifikasi makna aktivitas rutin
(mis: bekerja) dan waktu luang
f. Monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
a. Fasilitasi fokus pada kemampuan,
bukan defisit yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
d. Koordinasikan pemilhan aktivitas
sesuai usia
e. Fasilitasi makna aktivitas yang
dipilih
f. Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
g. Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang dipilih
h. Fasilitasi aktivitas rutin (mis:
ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
i. Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
j. Fasilitasi aktivitas motorik kasar
untuk pasien hiperaktif
k. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika
sesuai
l. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
m. Fasilitasi aktivitas aktivitas
dengan komponen memori
implisit dan emosional (mis:
kegiatan keagamaan khusus)
untuk pasien demensia, jika sesuai
n. Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
o. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan
(mis: vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan
kartu)
p. Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
q. Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
r. Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
s. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
t. Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
c. Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
Kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
e. Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika
sesuai
b. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
6. Hipertermi termoregulasi Manajemen hipertermia (I.15506)
D.0130 membaik. Observasi

(L.14134) a. Identifikasi penyebab hipertermia


(mis: dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan
inkubator)
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar elektrolit
d. Monitor haluaran urin
e. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
f. Lakukan pendinginan eksternal
(mis: selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

Regulasi temperature (I.14578)


Observasi
a. Monitor suhu tubuh bayi sampai
stabil (36,5 – 37,5°C)
b. Monitor suhu tubuh anak tiap 2
jam, jika perlu
c. Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
d. Monitor warna dan suhu kulit
e. Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia atau hipertermia
Terapeutik
a. Pasang alat pemantau suhu
kontinu, jika perlu
b. Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
c. Bedong bayi segera setelah lahir
untuk mencegah kehilangan panas
d. Masukkan bayi BBLR ke dalam
plastic segera setelah lahir (mis:
bahan polyethylene,
polyurethane)
e. Gunakan topi bayi untuk
mencegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir
f. Tempatkan bayi baru lahir di
bawah radiant warmer
g. Pertahankan kelembaban
incubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
h. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
i. Hangatkan terlebih dahulu bahan-
bahan yang akan kontak dengan
bayi (mis: selimut, kain bedongan,
stetoskop)
j. Hindari meletakkan bayi di dekat
jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas
angin
k. Gunakan matras penghangat,
selimut hangat, dan penghangat
ruangan untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
l. Gunakan Kasur pendingin, water
circulating blankets, ice pack, atau
gel pad dan intravascular cooling
cathetherization untuk
menurunkan suhu tubuh
m. Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
Edukasi
a. Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
b. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
c. Demonstrasikan Teknik
perawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu

7. Defisit nutrisi status nutrisi Manajemen nutrisi (I.03119)


D.0019 membaik. observasi
(L.03030) a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
e. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis: piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
a. Ajarkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis: Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

Promosi berat badan (I.03136)


Observasi
a. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
b. Monitor adanya mual dan muntah
c. Monitor jumlah kalori yang di
konsumsi sehari-hari
d. Monitor berat badan
e. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
a. Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
b. Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien (mis:
makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender,
makanan cair yang diberikan
melalui NGT atau gastrostomy,
total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
c. Hidangkan makanan secara
menarik
d. Berikan suplemen, jika perlu
e. Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
a. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
b. Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Ruangan : Ruang Gladiol RSUD.BAHTERAMAS
Tanggal : 07 Oktober 2019
Jam : 09.45 Wita
Identitas pasien
Nama : Muh Yusuf
No. Rekam Medis : 897568
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl/ Umur : 14 Juni 2006 ( 13 tahun )
Alamat : Kolaka
Diagnosa : Akut Leukimia Limfoblastik
Keluarga yang dihubungi : Ny“ W ”
Keluhan utama : Sesak sudah dialami 2 bulan sebelum masuk
RS
Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak napas ada, pola napas 32x/mnt,
penggunaan otot bantu pernapasan, pasien
nampak lemah, ada nyeri pada persendian
dialami sejak 2 bulan yang lalu, tidak

demam, tidak muntah.

1. Pengkajian
a. Primary survey
Airway
1) Pengkajian jalan napas
☑ Bebas Tersumbat Trachea
di tengah: ☑ Ya Tidak
Lendir : ada Tidak ada
2) Masalah keperawatan : -
3) Intervensi:
Breathing☑
1) Fungsi pernapasan :
a) Dada simetris : ☑ Ya Tidak
b) Sesak napas : ☑Ya Tidak
c) Respirasi : 32x/menit, takipnea.
d) Krepitasi : Ya ☑Tidak
e) Suara napas
Kanan : □ Ada □ Jelas □ Menurun
□ Ronchi □ Wheezing
□ TidakAda
Kiri : □ Ada □ Jelas □ Menurun
□ Ronchi □ Wheezing
□TidakAda
f) Penggunaan oksige : Nasal kanul 4 liter/menit
g) Saturasi 02 : 99 %
2) Masalah keperawatan :
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
3) Intervensi:
a) Monitor Frekuensi, irama, dan usaha bernapas
b) Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kusmaul, cheyne stokes, biot)
c) Posisikan pasien pada posisi semi fowler
d) Auskultasi bunyi napas
e) Kolaborasi pemberian terapi O2
Circulation
1) Keadaan sirkulasi :
a) Tensi : 90/60 mmHg
b) Nadi : 107 x/menit. Kuat , Regular
c) Suhu : 36,5oC
d) Temperatur kulit : Hangat
e) Gambaran kulit: Warna
sawo matang

Kulit elastis
Kulit kering
Pengisian kapiler <2 detik, memendek
2) Masalah keperawatan :-
Disability
1) Penilaian fungsi neurologis
Kesadaran composmentis dengan GCS 15 ( E4 V5 M6 )
a) Pupil
Kanan: 2,5, Kiri : 2,5
b) Reflex cahaya : /
2) Masalah keperawatan :-
3) Intervensi:
Exposure
1) Penilaian Hipotermia/hipertermia
Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu
a) Suhu : 36,50C
b) Nyeri :√ ada Tidak
2) Masalah keperawatan :
Nyeri akut berhubungan dengan akibat efek fisiologis dari
leukemia.
3) Intervensi
a) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
b) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi.
c) Ajarkan tehnik non farmakologi untuk mengurasi nyeri
Trauma skor
1) Frekuensi pernapasan 10
-25 4
☑ 25 -35 3
> 35 2
< 10 1
4 0
2) Usaha napas
Normal 1
☑ Dangkal 0
3) Tekanan darah
☑> 89mmHg 4
70 -89 3
50 -69 2
1- 49 1
4 0
4) Pengisian kapiler
☑<2 dtk 2
> 2 dtk 1
5) Glasgow Coma Score (GCS)

☑14 -15 5
11- 13 4
8 – 10 3
5- 7 2
3- 4 1
Total trauma score : 14
b. Secondary survey
1) Riwayat kesehatan

S : Sign/symptoms (tanda dan gejala):

Pada saat pengkajian pasien mengeluh sesak napas, nyeri pada

daerah persendian. Keadaan umum pasien lemah, nasal kanul 4

liter/menit

A : Allergies (alergi) :

Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan.

M : Medications (pengobatan)

Infus ringer laktat 18 tpm

P : Past medical history (riwayat penyakit)

riwayat muntah ada dialami sejak 12 jam yang lalu

L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir, sebelum

sakit ) : Pasien mengatakan hanya mengomsumsi nasi,sayur,

lauk.
E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit): Persendian terasa sakit, sesak napas.

2) Riwayat dan mekanisme trauma

(Dikembangkan menurut OPQRST)

O : Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi): Pasien

mengatakan nyeri pada persendian

P : Provokatif (penyebab) : saat aktivitas

Q : Quality (Kualitas) : Tertusuk-tusuk

R : Radiation (paparan) :Pada persendian

S : Severity ( tingkat keparahan) : 4 ( sedang )

T : Timing (waktu) : Hilang timbul

3) Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 90/60mmHg

Nadi : 107x/menit

Pernapasan : 32x/menit

Suhu : 36,50C

4) Pemeriksaan fisik ( Head to toe )

Kepala:

a) Kulit kepala: kulit kepala tampak bersih dan tidak ada ketombe

b) Mata: konjungtiva anemis, tidak ada cidera pada kornea dan

pupil isokor
c) Telinga: simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya serumen

d) Hidung:

I. Mukosa hidung: tampak bersih, tidak ada benjolan pada

hidung

II. Septum: berada ditengah

e) Mulut: mukosa mulut lembab, tidak ada bau mulut

f) gigi: gigi klien tampak bersih:

g) Tonsil: T1 ( normal )

h) Waja: Ekspresi wajah pasien tampak murung

Leher: tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Dada/ thoraks

a) Inspeksi :

Postur dada tampak simetris, pasien tampak menggunakan otot

bantu pernapasan, ekspansi paru tidak maksimal

b) Palpasi: vocal fremitus

c) Perkusi: Redup/redup

d) Auskultasi: vesikuler

Jantung

a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

b) Perkusi : suara pekak, batas atas 67otoric67tal 3 kiri, batas

kanan linea parasternal kanan, batas kiri linea mid clavicularis

bawah, batas bawah intercostals 6


c) Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 murni regular.

Abdomen

a) Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen

b) Auskultasi : peristaltic usus 18x /menit

c) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

d) Perkusi : terdengar bunyi tympani

Pelvis
a) Inspeksi : simetris kiri dan kanan

b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perineum dan rectum: tidak ada kelainan

Genitalia

a) Palpasi : ada nyeri tekan pada suprapubis

Ekstremitas

a) Status sirkulasi: pengisian kapiler pada

ekstremitas kanan atas pengisian kapiler > 2 detik

kiri atas pengisian kapiler > 2 detik kanan

bawah pengisian kapiler < 2 detik kiri

bawah pengisian kapiler < 2 detik

b) Nyeri di persendian

Neurologis

a) Fungsi sensorik : pasien dapat merasakan stimulus

sentuhan ringan pada anggota tubuh


b) Fungsi motoric : 5 5

4 4

c) Ambulasi : Di bantu oleh keluarga, Pasien mengatakan segala kebutuhannya dibantu

oleh keluarga serta mudah lelah ketika beraktifitas.

4) Hasil pemeriksaan laboratorium

No. RM : 897568
Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama : Muh Yusuf TTL : 13 Juni 2006/ 13 tahun.

Tgl hasil : 07 Oktober 2019

Nama : Muh Yusuf TTL : 13 Juni 2006/ 13 tahun.

Tgl hasil : 07 Oktober 2019


PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hematologi
Rutin
WBC 18 4.00 – 10.0 [ 1Ø^3/Ul ]
RBC 4,86 4.00 – 6.00 [ 1Ø^6/Ul ]
HGB 8,9 12.0 – 16. 0 Gr/dl
HCT 41 37.0 – 48.0 %
MCV 84 80.0 – 97.0 [ Fl ]
MCH 29 26.5 – 33.5 [ pg ]
MCHC 34 31.5 – 35.0 [ g/Dl ]
PLT 327 150 – 400 [ 1Ø^3/Ul ]
RWD-SD 37.0 – 54.0 [ Fl ]
RDW-CV 14.2 10.0 – 15.0 [ Fl ]
PDW 10.5 10.0 – 18.0 [%]
MPV 7,2 6.50 – 11.0 [ Fl ]
P-LCR 13.0 – 43.0 [ Fl ]
PCT 0.23 0.15 – 0.5 0 [%]
NEUT 58.20 52.0 - 75.0 [ 1Ø^3/uL ]
LYMPH 23.0 20.0 - 40.0 [ 1Ø^3/uL ]
MONO 11.0 2.00 – 8.00 [ 1Ø^3/uL ]
EO 7.0 1.00 – 3.00 [ 1Ø^3/uL ]
BASO 0.07 0.00 – 0.10 [ 1Ø^3/uL ]
LED I 0.00 – 0.10 [ 1Ø^3/uL ]
LED jam II ( L < 10. P <20 ) Mm
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS 86 140 mg/dl
Eletrolit
Natrium 139 136 – 145 mmol/l
Kalium 3.8 3.5 – 5.1 mmol/l
Klorida 105 97 – 111 mmol/l

4) Hasil Pemeriksaan Radiologi


No. RM : 897568 Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama : Muh Yusuf

TTL : 13 Juni 2006/ 13 tahun. Tgl hasil : 07 Oktober 2019

Uraian Kesan Pemeriksaan:


a) Tidak tampak lesi hipodens/hiperdens patologi intracranial.

b) Suspek sinusitis maxillaris bilateral.


B. Analisa Data
NO DATA MASALAH KEPRAWATAN
1 DS:
a. Pasien mengatakan
mengalami sesak sudah sejak 2
bulan yang lalu.
DO:
a. Pernapasan 28kali/mnt POLA NAPAS TIDAK
b. Pasien tampak sesak. EFEKTIF
c. Tampak pasien menggunaan
otot bantu pernapasan.
d. Saturasi 02 : 99 %
e. Suara napas: Vesikuler.
f. HGB : 8,9 Gr/dl
2 DS:
a. Pasien mengatakan nyeri pada
persendiannya
b. Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan sudah sejak 2 bulan
yang lalu
c. Pencetus:saat aktivitas
NYERI AKUT
Qualitas: Tertusuk-tusuk
Regio: Pada persendian
Skala: 4 dari 10
Time: Hilang timbul
DO:
a. Ekpresi wajah pasien tampak
murung.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

2. Nyeri akut berhubungan dengan akibat efek fisiologis dari Leukimia.

D. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA LUARAN DAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL

1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I.01011)


efektif berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan selama 3 x 24 jam, a. Monitor pola napas (frekuensi,
Ketidakseimbangan maka pola napas kedalaman, usaha napas)
antara suplai dan membaik, dengan b. Monitor bunyi napas tambahan
kebutuhan oksigen. kriteria hasil: (misalnya: gurgling, mengi,
DS: wheezing, ronchi kering)
a.Pasien mengatakan 1. Dispnea menurun c. Monitor sputum (jumlah, warna,
mengalami sesak 2. Penggunaan otot aroma)
sudah sejak 2 bulan bantu napas Terapeutik
yang lalu. menurun a. Pertahankan kepatenan
DO: 3. Pemanjangan fase jalan napas dengan head-tilt
a. Pernapasan 28 ekspirasi menurun dan chin-lift (jaw thrust jika
kali/mnt.
4. Frekuensi napas curiga trauma fraktur
b. Pasien tampak
membaik servikal)
sesak.
5. Kedalaman napas b. Posisikan semi-fowler atau
c. pasien
menggunakan otot membaik fowler
bantu pernapasan
c. Berikan minum hangat
d. Menggunakan nasal
d. Lakukan fisioterapi dada, jika
oksigen 4lpm
perlu
e. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
b. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Pemantauan respirasi
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas
(seperti bradypnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes,
biot, ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk
efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai analisa gas darah
j. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.
2 Nyeri Akut Manajemen nyeri
Setelah dilakukan
berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi
akibat efek fisiologis selama 3 x 24 jam, maka a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
tingkat nyeri menurun,
dari leukemia. dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
DS: nyeri
a. Keluhan nyeri
menurun b. Identifikasi skala nyeri
1. Pasien mengatakan
b. Meringis menurun
c. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
nyeri pada c. Sikap protektif
menurun d. Identifikasi faktor yang
persendiannya
d. Gelisah menurun
memperberat dan memperingan
2. Pasien mengatakan e. Kesulitan tidur
menurun nyeri
nyeri yang
f. Frekuensi nadi
e. Identifikasi pengetahuan dan
dirasakan sudah membaik
keyakinan tentang nyeri
sejak 2 bulan yang
f. Identifikasi pengaruh budaya
lalu
terhadap respon nyeri
3. Pencetus:Proses
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
penyakit
kualitas hidup
Qualitas:
h. Monitor keberhasilan terapi
Tertusuk-tusuk
komplementer yang sudah diberikan
Regio: Pada
i. Monitor efek samping penggunaan
persendian
analgetik
Skala : 4 dari
Terapeutik
10
a. Berikan Teknik nonfarmakologis
Time: Hilang
untuk mengurangi nyeri (mis:
timbul
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi
DO:
terbimbing, kompres hangat/dingin,
a. Ekpresi wajah
terapi bermain)
pasien tampak
b. Kontrol lingkungan yang
murung.
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
b. Pasien tampak
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
menunjukan area
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
nyeri
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
Skala: 4 ( sedang ) nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
e. Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Pemberian analgesic
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis:
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
b. Identifikasi Riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis: narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
c. Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons
pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada pasien dengan Leukimia di
Ruang Gladiol RSUD BAHTERAMAS. Dalam bab ini. penulis akan membahas meliputi segi
pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan
mengenai kasus yang penulis angkat.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam proses perawatan. Didapatkan
data pasien mengalami sesak napas selama 2 bulan SMRS dan nyeri persendian. Didukung dengan
data penunjang Leukosit 18.000 dan hemoglobin 6,9. Pasien bernapas dengan otot bantu pernapasan,
mengunakan kanul oksigen 4lpm untuk membantu mengurangi sesak.
Berdasarkan hal tersebut pengkajian tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan tinjauan teori
yang ada.
B. Diagnosa
 Diagnosis keperawatan sesuai SDKI. Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Berdasarkan data diatas penulis menegakkan 2 diagnosa
dan 5 diagnosa tidak ditegakkan.
1. Diagnosa yang muncul
Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, penulis menegakkan diagnosa yang
pertama yaitu Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen. Pola napas tidak efektif merupakan suatu keadaan dimana inspirasi
dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016). Penulis menegakkan diagnosa ini karena pasien mengalami sesak napas selama 2
bulan SMRS, menggunakan otot bantu saat bernapas, RR 32x/m, menggunakan oksigen kanul
4lpm.
Diagnosa kedua yang muncul yaitu Nyeri akut berhubungan dengan akibat efek
fisiologis dari Leukimia. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Pasien mengatakan nyeri pada persendian, nyeri terjadi saat
melakukan aktivitas, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
2. Diagnose yang tidak muncul
Diagnosa yang tidak muncul Pada kasus pasien leukimia, penulis tidak memunculkan
diagnosa sesuai dengan tinjauan teori dikarenakan data yang diperoleh tidak menunjukkan
adanya tanda – tanda yang mendukung diagnosa ini dimunculkan. Diagnose yang tidak
muncul pada kasus ini antara lain :
a. Resiko infeksi D.0142
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena saat dilakukan pengkajian pasien tidak ditemukan penyakit
lain selain penyakit utama. Nilai leukosit yang tinggi disebabkan karena perjalanan penyakit leukimia.
b. Perfusi perifer tidak efektif D.0009
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena saat dilakukan pengkajian pasien
didapatkan data suhu tubuh normal, akral hangat, kulit elastis.
c. Intoleransi aktivitas D.0056
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena pasien mampu melakukan aktifitas secara normal, mampu
berjalan, duduk, bangun dari tempat tidur secara mandiri terkadang juga dibantu keluarga untuk
memegangi saja
d. Hipertermi D.0130
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena saat dilakukan pengkajian pasien tidak mengeluh demam,
dengan data dukung suhu 36,5 yaitu suhu normal
e. Defisit nutrisi D.0019
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan meskipun pasien mengeluh muntah <12 jam SMRS, didapatkan data
masih mau makan dan menghabiskan porsi makan yang disediakan.

C. Perencanaan
Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan semua rencana tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang diberikan kepada pasien. Diagnosis pertama Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ,
dalam perencaannya menurut SDKI adalah manajemen jalan nafas dan pemauntauan respirasi. Diagnosa yang
kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan akibat efek fisiologis dari Leukimia.. Perencanaan yang
dilakukan untuk diagnosa kedua menurut SDKI yaitu manajemen nyeri dan pemberian analgesic.

D. Implementasi Keperawatan
Menururt Mufidaturrohmah (2017) Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Berdasarkan hal tersebut penulis dalam mengelola pasien dalam implementasi dengan
masing – masing diagnosa. 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen Pada diagnosa ini penulis selama 3 kali 24jam melakukan pengkajian pola nafas. RR
28 x/menit, penggunaan otot bantu napas. Perawat memonitor saturasi pasien didapatkan hasil SpO2 85%, lalu
diberikan oksigen kanul 4lpm dan saturasi naik SpO2 99%. Perawat memposisikan semi fowler untuk
memaksimalkan pengembangan dada. Pemberian terapi obat untuk mengurangi sesak napas sesuai advis 2.
Nyeri akut berhubungan dengan akibat efek fisiologis dari Leukimia Pada diagnosa ini penulis selama 3 kali
24jam melakukan pengkajian nyeri menggunakan metode PQRST, dan respon pasien secara subyektif yaitu
pasien mengatakan nyeri pada persendian karena P : saat aktivitas, Q : seperti ditusuk – tusuk, R : persendian,
S : skala 4 ( 0 – 10 ),T : hilang timbul, respon obyektifnya adalah ekpresi pasien tampak menahan nyeri.
Tujuan dilakukannya pengkajian nyeri yaitu untuk mengetahui tindakan perawatan selanjutnya untuk pasien.
Monitoring tanda – tanda vital pada pasien untuk implementasi diagnosa pertama , tujuan dilakukannya
monitoring tanda – tanda vital ini yaitu untuk mengetahui tingkat kesehatan dari pasien dan mengetahui
perkembangan kesehatan pasien. Dari tindakan implementasi ini diperoleh data tanda – tanda vital sebagai
berikut TD : 90/ 60 mmHg , Nadi 102 kali / menit, suhu 36, 5 oC, pernapasan 28 kali / menit. Penulis
menganjurkan pasien tirah baring untuk mengurangi nyeri persendian yang bertambah saat beraktivitas.
Penulis memberikan terapi analgetic untuk mengurangi nyeri sesuai advise.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah
tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi
keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi
selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda
gejala yang spesifik ( Olfah & Ghofur, 2016).
Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan evaluasi keperawatan pada kasus ini antara lain : 1. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Pada
diagnose ini perawat telah melakukan Tindakan keperawatan sesuai tinjauan teori yang ada dan dilakukan
semaksimal mungkin dengan tujuan masalah pola napas membaik. Pada proses keperawatan sebelumnya yaitu
implementasi keperawatan sudah dijabarkan bagaimana penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
Dan evaluasi keperawatan yang diperoleh penulis dari asuhan keperawatan yang dilakukan selama 3 kali 24
jam yaitu masalah pola napas tidak efektif teratasi sebagian karena pasien mengatakan merasakan sesak nafas
berkurang dengan RR 20x/m walaupun sesak akan bertambah saat aktivitas. 2. Nyeri akut berhubungan
dengan akibat efek fisiologis dari Leukimia Pada diagnosa ini penulis sudah melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan tinjauan teori yang ada dan dilakukan semaksimal mungkin dengan tujuan masalah nyeri akut
dapat teratasi. Pada proses keperawatan sebelumnya yaitu implementasi keperawatan sudah dijabarkan
bagaimana penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien. Dan evaluasi keperawatan yang diperoleh
penulis dari asuhan keperawatan yang dilakukan selama 3 kali 24 jam yaitu masalah nyeri akut teratasi
sebagian karena pasien mengatakan masih merasakan nyeri walaupun hilang timbul dan skala nyeri berkurang
menjadi 2 (0 - 10).
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
Sel leukosit dalam darah penderita leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan
perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga mengganggu fungsi sel normal lain (Permono, 2012).
Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan selkanker yaitu Leukemia
Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK), Leukemia Limfoblastik Akut (LLA),
dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas, pendarahan gusi,
mimisan, mudah memar, penurunan berat badan, nyeri tulang dan nyeri sendi. Kemoterapi
merupakan jenis pengobatan yang menggunakan obat - obatan untuk membunuh sel - sel leukemia,
tetapi juga berdampak buruk karena membunuh sel- sel normal pada bagian tubuh yang sehat.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2015 di Indonesia sekitar 6% atau 13,2
juta jiwa penduduk Indonesia menderita kanker dan kanker merupakan penyebab kematian nomor 5
di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).
Penatalaksanaan pada leukimia yaitu kemoterapi, radioterapi, Transplantasi Sumsum Tulang,Terapi
Suportif.
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi
lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi
agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2015). Cancer in children.

Diperolehdarihttp://www.cancer.org/cancer/cancerinchildren/detail dguide/cancer-
in-children-cancer.
David, G., 2015. Acute lymphoblastic leukemia. The pharmacogenomics journal,
hlm.77–89
Damayanti, T K. (2016).Gambaran Strategi Koping Anak Dengan Leukemia
Limfostik Akut Dalam Menjalani Terapi Pengobatan.(Fakultas Kedokteran
Universits Udayana).
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Friehling, E., Ritchey, K., David. G., &amp; Bleyer, A., 2015. Acute
lymphoblastic leukemia 20th ed. B. E. Kliegman MR, Stanton B, ed., Nelson
Textbook of Pediatrics, hlm. 2437-2442.
KemenkesRepublik Indonesia.ProfilKesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakerta

:KementrianKesehatan RI.

Kemenkes, L. (2013). LaporanHasilRisetKesehatanDasar(Riskesdas)Tahun 2013.


Lanzkowsky P., 2011 Leukemias. Manual of pediatric hematology and oncology.
5thEd. California: Elsevier academic press. hlm. 518-65.

Pusat Data danInformasi. (2015). Data danInformasiKesehatan. Jakarta:


BadanLitbangKemenkes RI
World Heatlh Organization. (2012). Prevention. Cancer Control: knowladge into
action: WHO guide for effeciveprogrammes: modul. Genewa: World Heatlh
Organization.

Anda mungkin juga menyukai