Anda di halaman 1dari 11

LEUKIMIA MIELOSTIK KRONIK (LMK)

Gejala, Penyebab, dan Bagian Tubuh Yang Mengalami Gangguan

Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan
Yang dibimbing oleh :
Dra. Amy Tenzer, M. S dan Siti Imroatul Maslikah, S. Si, M. Si

Disusun Oleh :
Uswatun Khasanah
130341614803 / Offering B / S1 Pendidikan Biologi

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Mei 2014

BAB I

1.1 Latar Belakang Masalah


Di era globalisasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat, banyak hal-hal baru bermunculan; baik itu dari
segi fashion, food, maupun disease. Seiring dengan kian majunya peradaban
zaman, kita menjumpai berbagai penyakit baru yang pada jaman purbakala
dahulu tidak ada atau mungkin ada tapi belum ditemukan dan di identifikasi.
Selama 20 tahu terakhir, telah terjadi beerapa peningkatan kejadian
anak yang di diagnosa dengan segala bentuk kanker. Hal ini dapat dilihat dari
data bahwa 11,5 kasus per 100.000 anak di tahun 1975 meningkat menjadi
14,8 per 100.000 anak di tahun 2004. Data World Health Organization (WHO)
tahun 2009 menyebutkan bahwa secara global, angka kejadian kanker pada
anak usia dibawah 15 tahun mencapai 160.000 kasus baru per tahun.
Sedangkan angka kematian mencapai 90.000 per tahun. Data National Cancer
Institute (2009), menyebutkan bahwa sekitar 10400 anak usia kurang dari 15
tahun didiagnosa kanker dan 1.545 anak meninggal di USA pada tahun 2007,
sehingga kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak di Amerika.
Penelitian yang dilakukan oleh Yaris dan Mandiacloqlu (2004)
didapatkan bahwa lebih dari 85% kasus kanker anak terjadi di negara
berkembang, termasuk Indonesia dan diperkirakan dalam dekade mendatang
jumlahnya akan meningkat menjadi 90%. Adanya peningkatan jumlah
penderita kanker dipengaruhi oleh adanya faktor utama berupa : faktor
lingkungan, gaya hidup, kebiasaan diet dan kondisi kebersihan diri (hygiene).
Hanya 20% dari mereka yang tinggal di negara maju mendapatkan pengobatan
memadai. Data Yayasan Onkologi Anak Indonesia menunjukkan 2-3% dari
jumlah kasus kanker di Indonesia terjadi pada anak-anak, yakni sekitar 150
dari 1.0000.000 anak. Oleh karena itu, diperkirakan setiap tahunnya ada 4.100
kasus baru kanker pada anak di Indonesia (Umiati, 2010)
Berbagai macam jenis penyakit kanker diantaranya adalah kanker
darah (leukemia), kanker otak, kanker payudara, kanker paru-paru, kanker hati
dlsb.
Leukemia adalah gangguan maligna darah dan sumsum tulang yang
menyebabkan akumulasi sel darah putih imatur yang mengalami disfungsi di
dalam sumsum tulang, darah perifer dan jaringan tubuh. (Nettina.2001)

Dengan berbagai kasus diatas, maka disusunlah makalah singkat


tentang penyakit leukemia myelostik kronik ini; antara lain untuk
menganalisis penyebab dari leukemia myelostik kronik sendiri dan
mengetahui bagaimana dampaknya terhadap kestabilan tubuh.
Selain hal tersebut diatas, penyusunan makalah ini juga ditujukan
untuk menginformasikan kepada mahasiswa biologi UM khususnya dan
masyarakat umumnya mengenai penyebab dan gejala dari leukemia myelostik
kronik.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah leukemia myelostik kronik?
- Apa penyebab leukemia myelostik kronik?
- Apa saja gejala dari penderita leukemia myelostik kronik?
- Bagian tubuh apakah yang mengalami gangguan apabila seseorang
menderita Leukemia Myelostik Kronik?
1.3 Tujuan
- Mengetahui secara umum tentang leukemia myelostik kronik
- Mengetahui penyebab dari timbulnya penyakit leukemia myelostik kronik
- Mengetahui gejala-gejala leukemia myelostik kronik
- Mengetahui bagian tubuh yang mengalami gangguan pada penderita
Leukemia Myelostik Kronik.
-

BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi dan Klasifikasi Leukemia Myelostik kronik
Leukemia adalah suatu penyakit malignan yang mengenai sumsum
tulang dan sistem getah bening (lymphatic). (Hockenberry.2003 &
Wong.2001)
Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk system
hematopoetik yang mengakibatkan proliferasi sel-sel darah putih tidak
terkontrol dimana sel-sel darah tersebut dibentuk dan ditandai dengan
proliferasi sel-sel imatur abnormal. Keberadaan sel-sel ini mempengaruhi
produksi sel-sel darah normal lainnya. (Gale.1999)
Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah penyakit klonal sel induk
pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif
(Hoffbrand et.al., 2005).
CML merupakan neoplasma pada sel tunas hematopoietik yang
berpotensi menimbulkan proliferasi progenitor granulositik.(Robbins &
Cotran, 2009).
CML merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh elevasi yang
cukup besar dari jumlah leukosit darah, tanpa akumulasi dari segala bentuk
dan belum menghasilkan granulosit matang (Athens, 2004).
CML merupakan leukemia kronik dengan gejala yang timbul perlahan
lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk myeloid. CML
termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari pluripotent stem cell dan
tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif (myeloproliferative
disorders)(Bakta, 2007).
Penyakit ini mencakup sekitar 15% leukemia dan dapat terjadi pada
semua usia (Hoffbrand, 2005).
CML mencakup enam tipe leukemia yang berbeda, tetapi sejauh ini
tipe yang paling umum adalah chronic myeloid leukemia yang disertai
dengan kromosom Philadelphia (Ph).
Nama lain untuk leukemia myeloid kronik adalah
1. Chronic myelogenous leukemia (CML).
2. Chronic myelocytic leukemia (CML) (Bakta, 2007).
Klasifikasi Leukimia Myelostik Kronik :

1. Leukemia myeloid kronik, Ph positif (CML, Ph+) (chronic granulocytic


2.

leukemia, CGL)
Leukemia myeloid kronik, Ph negatif (CML, Ph-) Kurang dari 5% pasien
yang memiliki gambaran mengesankan CML, tidak mempunyai kromosom
Ph dan translokasi BCR ABL. Pasien pasien ini biasanya mempunyai
gambaran hematologik yang khas untuk mielodisplasia dan prognosis

tampaknya lebih buruk dibandingkan CML Ph+.


3. Juvenile chronic myeloid leukemia Penyakit yang jarang terjadi ini
mengenai anak kecil dan mempunyai gambaran klinis yang khas antara lain
ruam kulit, limfadenopati, hepatosplenomegali, dan infeksi rekuren. Sediaan
apus darah memperlihatkan adanya monositosis. Kadar hemoglobin F (HbF)
yang tinggi merupakan ciri diagnostik yang berguna, kadar fosfatase alkali
netrofil normal dan hasil uji kromosom Philadelphia negatif. Prognosisnya
buruk dan SCT (Transplantasi Sel Induk) adalah pengobatan yang terpilih.
4. Chronic neutrophilic leukemia & Eosinophilic leukemia Merupakan
penyakit yang sangat jarang dijumpai dengan terdapatnya proliferasi sel
matur yang relatif murni. Mungkin didapatkan splenomegali, dan secara
umum prognosisnya baik.
5. Chronic myelomonocytic leukemia (CMML) CMML menggambarkan
daerah yang bertumpang tindih antara penyakit mieloproliferatif dan
mielodisplasia, tetapi digolongkan ke dalam kelompok mielodisplasia
(Hoffbrand,2005).
6. Eosinophilic leukimia Dengan sebagian besar (>95%) CML tergolong
sebagai CML Ph+ (Bakta, 2007).

1.2 Penyebab Leukemia Myelostik Kronik


Sampai saat ini yang dicurigai ikut berperan dalam patogenesis terjadinya
LMK adalah factor radiasi ion, virus dan bahan-bahan kimia. Menurut beberapa
laporan kasus LMK lebih tinggi pada orang yang bekerja di unit radiology, orang
yang terpapar radiasi bom atom, penderita yang mendapat terapi radiasi karena
penyakit Ankilosing spondilitis dan penyakit lain. Walaupun begitu, hanya 5 7
% dari kasus LMK yang dilaporkan berhubungan dengan adanya paparan radiasi
dan hal ini sangat jarang mengenai kelompok anak-anak. Berdasarkan penelitian
terhadap penduduk yang hidup setelah terpapar radiasi bom atom, waktu yang
diperlukan mulai dari saat terpapar sampai timbulnya gejala klinis adalah antara 510 tahun. Pada anak muda, khususnya yang terpapar saat umur di bawah 5 tahun
akan meningkatkan kejadian LMK, tetapi tidak dijumpai adanya peningkatan
kejadian pada bayi dalam kandungan yang ibunya terpapar saat hamil. Secara
skematis perubahan-perubahan yang terjadi mulai dari masa inisiasi preleukemia
dan akhirnya menjadi leukemia.
1.3 Gejala-Gejala bagi penderita Leukemia Myelostik Kronik
Perjalanan penyakit LMK dibagi menjadi 3 fase yaitu :
1. Fase kronik
Fase kronik ditandai ekspansi yang tinggi dari hemopoetik pool dengan
peningkatan pembentukan sel darah matur, dengan sedikit gangguan fungsional.
Umumnya sel neoplasma sedikit dijumpai di sumsum tulang, hepar, lien dan darh
perifer. Akibatnya gejala penyakit tergantung infiltrasi ke organ, pengaruh
metabolik dan hiperviskositas serta umumnya mudah dikontrol. Lama waktu fase
kronik umumnya 3 tahun.
Gejala klinik umumnya non spesifik akibat hipermetabolik seperti panas,
keringat malam, lemah, perut kembung, gangguan penglihatan, penurunan berat
badan dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak pucat, ekimosis,
hepatosplenomegali dan nyeri sternum. Gejala tersebut berhubungan dengan
derajat leukositosis Kadang-kadang (20%) asimptomatis dan ditemukan secara
kebetulan. Pemeriksaan Laboratorium dapat dijumpai anemia normokrom
normositer, Leukostosis berat dengan shift to the left dan trombostosis. Kadar
leukosit meningkat antara 80.000 800.000 / mm3. Leukositosis sangat berat (>

500.000 /mm3) dapat dijumpai pada anak-anak. Pemeriksaan hapusan darah tepi
dijumpai seluruh stadium diferensiasi sel seperti myeloblas dan promileosit yang
umumnya dibawah 15%, serta tidak dijumpai hiatus leukemikus. Juga dijumpai
peningkatan absolut basofil dan eosinofil.
Pemeriksaan sumsum tulang dijumpai hiperselular dengan granulositosis
(sering diikuti megakariositik), maturasi granulosit lebih matur disertai basofilia
dan eosinofilia. Myelofibrosis umumnya jarang dijumpai pada fase kronik, dan
dapat dijumpai pada 30-40% penderita. Juga dapat dijumpai lipid-laden histiosit
atau gaucher sel atau sea blue histiosit. Pada pemeriksaan serologi dapat dijumpai
peningkatan asam urat, laktik dehidrogenase, vitamin B12 dan vitamin B12
binding protein. Kelainan granulosit dapat diketahui dengan adanya penurunan
aktivitas leukosit alkalin fosfatase (LAP) dengan pemeriksaan sitokimia.
Diagnosis banding LMK fase kronik reaksi lekemoid, LMK tipe juvenil dan
penyakit myeloproliferatif lain. Pada lekemoid, splenomegali biasanya tidak
menonjol, aktivitas LAP meningkat tinggi, Ph kromosom negatif, leukositosis
dan splenomegali tidak sehebat LMK dan melibatkan organ seperti kulit dan
kelenjar limpa. Penyakit myeloproliferatif dibedakan dari LMK dengan
2.

pemeriksaan granulosit berseri dan Ph kromosom.


Fase akselerasi
Setelah lebih kurang 3 tahun, LMK kronik akan menjadi fase akselerasi
dengan meningkatnya progresifitas penyakit. Sekitar 5 % kasus, terjadi perubahan
mendadak dengan peningkatan yang cepat sel blas pada darah perifer (krisis blas).
Sekitar 50% kasus akan berkembang menjadi lebih progressif yang menimbulkan
gejala seperti leukemia akut dan sisanya 45% terjadi peningkatan progresif secara
pelan-pelan. Gejala dan tanda dari fase akselerasi :
Panas tanpa penyebab yang jelas dan splenomegali progresif
Anemia dan trombositopnia setelah sebelumnya sempat normal
Trombositosis > 1000 x 109/ L
Basofil > 20% dan myeloblas > 5 %
Gambaran myelodisplasia seperti hipogranulasi nuetrofil, mikro megakariosit atau

mononuclear yang besar.


Fibrosis kolagen pada sumsum tulang
Terdapat kromosom baru yang abnormal seperti Ph-2 kromosom
Peningkatan uptake timidin oleh neutrofil
Peningkatan kandungan DNA dan penurunan fraksi proliferasi.
3. Fase blas

Pada fase ini gejala klinik meliputi anemia, trombositopenia dan


peningkatan sel blas pada darah tepi dan sumsum tulang. Pada sumsum tulang
dijumpai lebih dari 30 % sel blas yang merupakan tanda diagnostik fase ini. Sel
blas didominasi oleh sel myeloid tetapi sel eritroid, megakariositik dan limfoblas
dapat dijumpai.
Gejala klinik pada fase ini sama dengan leukemia akut dan jika sel blas
mencapai lebih dari 100 000 per mm3 maka penderita memiliki resiko terjadinya
sindroma hiperleukositosis. Fase ini dibedakan dengan leukemia akut di mana
splenomegali tidak menonjol, basofilia dan adanya Ph-2 kromosom.
1.4 Bagian Tubuh yang Terganggu (Patofisiologi)
LMK merupakan penyakit keganasan pertama yang dijumpai berhubungan
dengan kelainan genetic spesifik yaitu pada krosomom nomor 22 (Ph
kromosom. Pada lebih dari 90 % pasien terdapat pergantian sumsum tulang
normal oleh sel dengan kromosom golongan G abnormal (nomor 22)kromosom Philadelphia atau Ph. Abnormalitas terjadi karena adanya
translokasi bagian lengan panjang (q) kromosom 22 ke kromosom lain,
biasanya kromosom 9 pada golongan C. Ini adalah abnormalitas akuisita
yang ada dalam semua sel granulositik, eritroid dan megakariositik yang
sedang membelah dalam sumsum tulang dan juga dalam sel limposit B.
Peningkatan besar dalam massa graulosit total tubuh bertanggung jawab untuk
kebanyakan gambaran klinisnya.
Akibat kromosom lain (sering kromosom 9) menerima translokasi lengan
panjang (q) kromosom 22 maka akan terbentuk gen hybrid, yang dapat
memproduksi fosfoprotein-P210, yang memiliki aktivitas tirosin kinase yang
berbeda dari normal. Perubahan aktivitas tirosin kinase inilah yang
menyebabkan terjadinya transformasi selular yang mendasari timbulnya LMK.
Terjadinya krisis blastik pada LMK dihubungkan dengan munculnya gen yang
memproduksi cyklin-dependent kinase-2 inhibitor (CDKN-2) atau dikenal
dengan Ph-2 kromosom pada kromosom nomor 9, dimana gen tersebut
memiliki sifat mengaktifkan pertumbuhan sel ganas. Di samping itu ada
penelitian mendapatkan adanya T-sel resptor abnormal denan teknik
polimerase pada darah tepi penderita LMK. Khususnya fase akselerasi dan
blas.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Leukemia Myelostik Kronik/CML merupakan leukemia kronik dengan gejala
yang timbul perlahan lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk
myeloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari pluripotent stem
cell

dan

tergolong

sebagai

salah

satu

kelainan

mieloproliferatif

(myeloproliferative disorders).
Radiasi ion, virus dan bahan-bahan kimia merupakan faktor penyebab
patogenesis terjadinya leukemia Myelostik Kronik. Secara skematis perubahanperubahan yang terjadi mulai dari masa inisiasi preleukemia dan akhirnya menjadi
leukemia.
Dalam perkembangannya, Leukemia Myelostik Kronik bertahap dalam 3 fase,
yaitu : Fase Kronik, Fase Akselerasi dan Fase Blass.
Penyakit ini disebabkan oleh adanya kelainan kromosom pada sumsum tulang.
Perubahan aktivitas tirosin kinase yang menyebabkan terjadinya transformasi
selular yang mendasari timbulnya Leukemia Myelocid Kronik.

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Druker et.al. 2006. Five-Year Follow-up of Patients Receiving Imatinib for
Chronic Myeloid Leukemia. The New England Journal Medicine 2006 :
355:2408-17.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta: EGC
Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Jakarta:
EGC.
Bangun, Meidiana.2012.Analisis Faktor Kejadian Relapse Pada Anak Dengan
Leukimia.Depok:

Anda mungkin juga menyukai