RESTI RIANDANI
NIM.150070300011128
Chronic Myeloid Leukemia adalah salah satu bentuk dari leukemia yang ditandai
dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel myeloid di dalam sum-
sum tulang dan terakumulasi juga di dalam darah.
Leukemia mielositik kronik atau sering disebut juga leukemia granulositik kronik
adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai salah satu
penyakit mieloproliferatif (Price dan Wilson, 2006). Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk
pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-ABL (break
cluster region-Abelson) (Vardiman, 2007). Penyakit proliferatif adalah penyakit yang
ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada
apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit,
sampai granulosit (Fadjari, 2006). Leukemia mielositik kronik yang paling umum adalah
disertai dengan kromosom Philadelphia (Ph) (Hoffbrand et al, 2005).
Leukemia mieloid kronik (CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang
timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML
termasuk kelainan klonal sel induk pluripoten, dan digolongkan penyakit
mieloproliferatif.
1.2 Etiologi
Menurut Markman (2009), Leukemia mielositik kronik adalah salah satu dari kanker yang
diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari 90% kasus.
Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah translokasi respirokal dari
gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada kromosom 9, menghasilkan gabungan gen
BCR-ABL yang dijuluki kromosom Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen
tersebut, meningkatkan proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.
Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik terdiri atas 3 fase yaitu :
1. Fase kronik
Fase ini ditandai dengan ekspansi yang tinggi dari hemopoietik pool dengan
peningkatan sel darah matur dengan sedikit gangguan fungsional. Pada sumsum tulang,
hepar, lien, dan darah perifer dijumpai sel neoplasma yang sedikit. Lama fase kronik 3
tahun. Gejala klinis akibat hipermetabolik seperti panas, keringat malam, lemah, perut
kembung, gangguan penglihatan, penurunan berat badan, gangguan penglihatan, dan
anorexia. Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan anemia normokromik normositer,
dengan kadar leukosit meningkat antara 80.000-800.000/mmk. Pada pemeriksaan
apusan darah dapat dilihat seluruh stadium diferensiasi sel. Kadar eosinofil dan basofil
juga meningkat.
2. Fase Akselerasi
Setelah kurang lebih 3 tahun, leukemia mielositik kronik akan masuk ke fase akselerasi
yang lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik dan fase ini dapat berlangsung selama
beberapa bulan (Hoffbrand et al, 2005).
Gejala fase akselerasi :
Panas tanpa penyebab yang jelas.
Spleenomegali progresif.
Trombositosis.
Basofilia (>20%), Eosinofilia, Myeloblast (>5%).
Gambaran myelodisplasia seperti hipogranulasi neutrofil, mikro megakariosit atau
mononuclear yang besar.
Fibrosis kolagen pada sumsum tulang.
Terdapat kromosom baru yang abnormal seperti kromosom Philadelphia.
3. Fase Krisis Blas
Fase ini ditandai dengan ditemukannya lebih dari 30% sel blas pada sumsum tulang. Sel
blas kebanyakan adalah myeloid, tetapi dapat juga dijumpai eritroid, megakariositik, dan
limfoblas. Jika sel blas mencapai >100.000/mmk, maka penderita memiliki resiko
terkena sindrom hiperleukositosis.
Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010) Beberapa
asosiasi menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi di
kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan.
Agung (2010) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan CML, yaitu faktor
instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).
1. Faktor Instrinsik
a. Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor
predisposisi untuk mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada
saudara kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada suadara
lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price atau Wilson (1982) yang
menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi leukemia terjadi
lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang dengan insiden yang
meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot), (Agung ,2010).
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas
kromosom (anemia fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang
abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom klinefelter dan sindrom turner.
2. Faktor Ekstrinsik
a. Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan
tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung),
penderita dengan pembesaran kelenjar tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit
Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia
memiliki latar belakang radiasi Sebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli
radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk
Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun 1945
mempunyai insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak. Demikian pula
pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari
2000 rads mempunyai insidensi LMA 14 kali lebih banyak (Agung ,2010).
b. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan
leukemia akut pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen dalam jumlah besar
dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia. Penelitian Akroy et al (1976)
telah membuktikan bahwa pekerja pabrik sepatu di Turki yang kontak lama dengan
benzen dosis tinggi banyak yang menderita LMA . Kloramfenikol dan fenilbutazon
diketahui menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri dengan
leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat-obat imunosupresif (Agung ,2010).
c. Infeksi Virus
1.3 Epidemiologi
I Made (2006) dan Victor et al., (2005) mengungkapkan bahwa CML merupakan 15-
20% dari leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering di jumpai di
Indonesia, sedangkan di negara Barat Leukemia kronik lebih banyak dijumpai dalam bentuk
CLL (Chronic Lymphocytic Leukemia). Insiden CML di negara Barat sekitar 1-
1,4/100.000/tahun. Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria : wanita sebesar
1,4:1). Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak pada umur 40-50 tahun.
Pada anak-anak dapat di jumpai bentuk juvenile CML.
1.4 Patofisiologi
Terlampir
1.5 Klasifikasi
Perjalanan penyakit CML, menurut I Made (2006); Agung (2010) dibagi menjadi
beberapa fase, yaitu:
1. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit
kurang dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan over
produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. Pasien mengalami gejala
ringan dan mempunyai respon baik terhadap terapi konvensional.
2. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari
5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa mencapai
300.000/mmk dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik
mempunyai kelainan kromosom lebih dari satu (selain Philadelphia kromosom).
3. Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel blast pada
darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ
diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik
Akut atau Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%.
1.8 Komplikasi
a. Perdarahan berat. Trombositopenia dapat menyebabkan mudah berdarah dan lebam.
Perdarahan bisa merupakan perdarahan hidung, gusi, maupun pada kulit (petechiae).
b. Nyeri. CML dapat menyebabkan nyeri sendi karena sumsum tulang berkembang ketika
terdapat peningkatan sel darah putih.
c. Splenomegali. Sel darah berlebih yang diproduksi pada CML banyak disimpan dalam
limpa. Hal ini menyebabkan limpa membesar dan bengkak. Adanya perbesaran limpa
ini juga dapat menimbulkan rasa penuh pada perut setelah makan atau menyebabkan
nyeri pada sisi kiri di bawah tulang rusuk.
d. Stroke atau pembekuan berlebihan. Pada beberapa orang yang menderita CML terdapat
juga kelebihan produksi platelet. Tanpa adanya pengobatan, trombositosis ini dapat
menyebabkan pembekuan darah berlebihan dan menyebabkan stroke.
e. Infeksi. Meskipun terdapat sel darah putih dalam jumlah yang tinggi, namun fungsi
mereka dalam pertahanan tubuh menurun sehingga imunitas tubuh menurun dan rentan
terkena infeksi. Selain itu, obat-obatan CML juga dapat menurunkan jumlah sel darah
putih (neutropenia) sehingga memudahkan pula infeksi terjadi.
f. Kematian. Terutama jika tidak diobati secara adekuat, dapat menimbulkan kematian.
a. Hematologi Rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-
60.000/mmk. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah
trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mmk, tetapi dalam beberapa kasus dapat
normal atau menurun. (Fadjari, 2006).
b. Apus Darah Tepi
Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan adanya
polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan diferensiasi dan
maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,
demikian juga presentasi eosinofil dan basofil. (Fadjari, 2006).
c. Apus Sumsum Tulang
Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia, sehingga
rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga meningkat. Dengan pewarnaan
retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami fibrosis. (Fadjari,2006).
d. Kariotipik
Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization), beberapa aberasi
kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik antara lain : +8, +9,
+19, +21, i(17). (Fadjari, 2006).
I Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML, yaitu :
1. Laboratorium
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase transformasi
akut), bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.
b. Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya
lebih dari 100.000/mm3.
2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai
netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen) dan
mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast <
5%. Sel darah merah bernukleus.
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu rendah.
Gambaran apusan darah tepi dengan Gambaran apusan darah tepi dengan
perbesaran 400x menunjukkan perbesaran 1000x menunjukkan promielosit,
hyperlekositosis. eosinofil,3 basofil, netrofil batang dan
segmen.
Terdapat juga eosinophilia, basofilia,
thrombocytosis.
Gambaran apusan darah tepi dengan Gambaran apusan darah tepi, dengan
perbesaran 400x menunjukkan berbagai perbesaran 1000x menunjukkan tahapan
tahap granulopoiesis termasuk promielosit, granulocytic termasuk eosinofil dan basofil.
mielosit, metamielosit, dan netrofil batang
serta segmen.
3. Pemeriksaan Penunjang Lain
Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk
penyakit CML, antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.
b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
c. David et al., (2009) menambahkan pemeriksaan lain, yaitu tes untuk mendeteksi
adanya kromosom Philadelphia.
DAFTAR PUSTAKA
Heslop, Helen E. Leukemia myeloid kronik. In Nelson ilmu kesehatan anak, editor: Nelson,
Waldo E.ed 15 vol 3. Jakarta: EGC;2005.
Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology; 4th Edition. London;
Elsevier Academic Press; 2006.
Roberts, Irene A.G. Chronic myeloid leukemia. In Pediatric hematology, editor: Arceci, Robert J.
3rd edition. London: Blackwell publishing; 2006 .