FRAKTUR CERVIKAL
A. DEFINISI
Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala dan
menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu
tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
(Sjamsuhidayat, 1997).
B. ETIOLOGI
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet
yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh
akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal.
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi
saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :
Kecelakaan lalulintas
Kecelakaan olahraga
Kecelakaan industry
Jatuh dari pohon/bangunan
Luka tusuk
Luka tembak
Kejatuhan benda keras
C.EPIDEMIOLOGI
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker
dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3 % penyebab kematian
ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma
pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal
cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport,
kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti
dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.
D. PATOFISIOLOGI
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI Mekanisme klasifikasi cervical spine injury
1. Fleksi
- Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain)
- Bilateral inter facetal dislokasi
- Simple wedge compression fracture
- Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion)
- Flexion tear drop fracture
- Flexion rotation
- Unilateral facet dislocation
2. Extension
- Hyperextention dislocation
- Avulsion tear drop fracture of axis
- Fracture of posterior arch of atlas
- Lacunar fracture
- Traumatic spodylolistesis (Hangmans Fracture)
- Hyperextension fracture dislocation)
3. Vertical Compresion
4. Lateral Flexion
Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan kesadaran atau
gangguan kranial nerve.
2. Condylar fracture terbagi 3 tipe:
Tipe I : fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas, fracture terjadi di
occipital condyle tanpa/minimal displacement ke foramen magnum
Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum. Tampak fracture linien CT-
Tipe III : Condyle fracture avulsi Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral bending
atau keduanya merupakan fracture unstable dan harus dilakukan craniocervical fusion.
Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest Diagnosa ditegakkan dari
perhitungan lateral skull X-ray : >1 Normal: 0.7-0.009 Cervical traksi merupakan kontra
indikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion. Occipital fusion merupakan pilihan
4. Atlas Fracture
5 10 % cervical spine injury. Gambaran fracture: posterior arch fracture, lateral mass
fracture, Jefferson fracture, Horizontal fracture. Penanganan : mobilisasi dengan halo
vest, bila fracture avulsi dengan axial traksi
5. Axis Fracture, terbagi:
o Fracture odontoid o
Fracture lateral mass
o Hangmans fracture/traumatic spondylolistesis o
Combine fracture
6. Odontoid fracture
3. Fracture melewati body axis # hale vest 12 mgg Basion posterior arch Anterior arch
atlas for magnum
7. Traumatic spondylolistesis (Hangmans fracture) Dibagi
3 tipe:
1. Subluksasi C2 C3 <>
G. KOMPLIKASI
a. Syok neurogenik yaitu hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla
spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
visceral serta ekstermitas bawah maka akan terjadi penumpukan darah dan
konsekuensinya terjadi hipotensi
b. Syok spinal dimana keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlhat setelah terjadinya cedera
medulla spinalis. Padas yok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun
tidak seluruh bagian rusak
c. Hipoventilasi, hal ini trejadi disebabkan karena paralisis otot intercostal yang merupakan
hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Evaluasi Radiologis
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya
adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography
CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.
Plain foto
Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal, deformitas,
krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis atau cedera kepala,
pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical spine injury. Komplit cervical
spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi
dilakukan bila diperlukan.
Computer tomography
Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal trauma, potongan
tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga dilakukan bila
hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis, adanya defisit neurologis, fraktur
posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen
tulang ke
kanal saat ini CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT
imaging memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh
plain foto.
Myelografi
Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT dapat melihat
siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi intra meduler,
extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus trauma pemeriksaan ini
masih kontraversial.
MRI banyak digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, mendiagnosis akut
spinal cord dan cervical spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat
terlihat.
I. PENATALAKSANAAN
Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah
fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan
segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .
Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai
tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan
adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan.
Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang
menjalar ke bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang leher.
2. Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen
neural dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior Anterior approach,
indikasi:
- ventral kompresi
- lebih mudah
- minimal morbility
3. Pembatasan aktivitas
Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku/
keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft
collars ), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak : memberikan
kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72%. Penggunaan kolar
sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat
digunakan hanya pada keadaan khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak
digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu
yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa
nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai
petunjuk.
pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa
lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada
herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa
operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.
6. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
7. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral
kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
8. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di
bawah pelvis kemudian mengikatnya.
9. Menyediakan oksigen tambahan.
10. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
11. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
12. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan
bradikardi.
13. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
14. Berikan antiemboli
15. Tinggikan ekstremitas bawah
16. Gunakan baju antisyok.
17. Meningkatkan tekanan darah
18. Monitor volume infus.
19. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
20. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
21. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
22. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
23. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid
dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah
kejadian.
a.Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b.Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada
indikasi.
c.Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d.Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e.Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f.Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk
menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g.Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan
4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan
persarafan usus & rectum.
Rencana Intervensi
Kriteria hasil :
a) ventilasi adekuat
b) PaCo2<45
c) PaO2>80
d) RR 16-20x/ menit
Intervensi keperawatan :
Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah
aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi pernapasan.
Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial,
karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat
pnemonia.
Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional :
menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi
adanya kegagalan pernapasan.
Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
Berikan oksigen dengan cara yang tepat.
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X
24 jam
Intervensi keperawatan :
Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih
dan berbaring lama.
Kriteria hasil :
Intervensi keperawatan:
Intervensi keperawatan :
Kriteria hasil :
Intervensi keperawatan :
Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan
spastisitas.
Intervensi keperawatan :