Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CERVIKAL

A. DEFINISI

Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala dan
menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu
tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
(Sjamsuhidayat, 1997).

B. ETIOLOGI

Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet
yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh
akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal.
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi
saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :
Kecelakaan lalulintas
Kecelakaan olahraga
Kecelakaan industry
Jatuh dari pohon/bangunan
Luka tusuk
Luka tembak
Kejatuhan benda keras
C.EPIDEMIOLOGI
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker
dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3 % penyebab kematian
ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma
pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal
cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport,
kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti
dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.

D. PATOFISIOLOGI
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI Mekanisme klasifikasi cervical spine injury
1. Fleksi
- Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain)
- Bilateral inter facetal dislokasi
- Simple wedge compression fracture
- Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion)
- Flexion tear drop fracture
- Flexion rotation
- Unilateral facet dislocation
2. Extension
- Hyperextention dislocation
- Avulsion tear drop fracture of axis
- Fracture of posterior arch of atlas
- Lacunar fracture
- Traumatic spodylolistesis (Hangmans Fracture)
- Hyperextension fracture dislocation)

3. Vertical Compresion

- Occipital condyle fracture


- Burst fracture
- Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas)

4. Lateral Flexion

- Uncinate process fracture

Lesi spesifik dan penanganannya :

1. Occipital condyle fractures

Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan kesadaran atau
gangguan kranial nerve.
2. Condylar fracture terbagi 3 tipe:

Tipe I : fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas, fracture terjadi di
occipital condyle tanpa/minimal displacement ke foramen magnum
Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum. Tampak fracture linien CT-

Scan merupakan fracture stabil

Tipe III : Condyle fracture avulsi Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral bending
atau keduanya merupakan fracture unstable dan harus dilakukan craniocervical fusion.

3. Atlanto occipital dislocation

Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest Diagnosa ditegakkan dari
perhitungan lateral skull X-ray : >1 Normal: 0.7-0.009 Cervical traksi merupakan kontra
indikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion. Occipital fusion merupakan pilihan

4. Atlas Fracture

5 10 % cervical spine injury. Gambaran fracture: posterior arch fracture, lateral mass
fracture, Jefferson fracture, Horizontal fracture. Penanganan : mobilisasi dengan halo
vest, bila fracture avulsi dengan axial traksi
5. Axis Fracture, terbagi:
o Fracture odontoid o
Fracture lateral mass
o Hangmans fracture/traumatic spondylolistesis o
Combine fracture

6. Odontoid fracture

7 14 % fracture cervical. Keluhan pasien: nyeri pada occipital cervical


Pemeriksaan: open mount Ro, CT axial, coronal, sagital Dibagi 3 tipe:
1. Avulsi distal odontoid # cervical collar

2. Fracture pada basis odontoid # imobilisasi 12 mhh halo orthosis

3. Fracture melewati body axis # hale vest 12 mgg Basion posterior arch Anterior arch
atlas for magnum
7. Traumatic spondylolistesis (Hangmans fracture) Dibagi
3 tipe:
1. Subluksasi C2 C3 <>

2. Terpisah discus C2 C3 dan posterior longitudinal ligament subluksasi C2 C3 <>


11o IIA Seperti II, angulasi lebih besar
3. Facet C2 C3 terpisah, Anterior longitudinal ligament terpisah II, IIA, III # halo
orthosis, bila gagal anterior fusion plate fixasi

G. KOMPLIKASI

a. Syok neurogenik yaitu hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla
spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
visceral serta ekstermitas bawah maka akan terjadi penumpukan darah dan
konsekuensinya terjadi hipotensi

b. Syok spinal dimana keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlhat setelah terjadinya cedera
medulla spinalis. Padas yok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun
tidak seluruh bagian rusak

c. Hipoventilasi, hal ini trejadi disebabkan karena paralisis otot intercostal yang merupakan
hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas

d. Hiperfleksia autonomic yang dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat


banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Evaluasi Radiologis

Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya
adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography
CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

Plain foto

Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal, deformitas,
krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis atau cedera kepala,
pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical spine injury. Komplit cervical
spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi
dilakukan bila diperlukan.
Computer tomography

Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal trauma, potongan
tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga dilakukan bila
hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis, adanya defisit neurologis, fraktur
posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen
tulang ke
kanal saat ini CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT
imaging memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh
plain foto.

Myelografi

Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT dapat melihat
siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi intra meduler,
extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus trauma pemeriksaan ini
masih kontraversial.

Magentic Resonance Imaging (MRI)

MRI banyak digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, mendiagnosis akut
spinal cord dan cervical spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat
terlihat.

I. PENATALAKSANAAN

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2.Pertolongan Pertama untuk Fraktur Servikal

Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah
fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan
segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .
Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai
tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan
adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan.
Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang
menjalar ke bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang leher.

2. Penanganan Operasi

Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen
neural dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior Anterior approach,
indikasi:
- ventral kompresi

- kerusakan anterior collum

- kemahiran neuro surgeon

Posterior approach, indikasi:

- dorsal kompresi pada struktur neural

- kerusakan posterior collum Keuntungan:


- dikenal banyak neurosurgeon

- lebih mudah

- medan operasi lebih luas dapat membuka beberapa segmen

- minimal morbility

3. Pembatasan aktivitas

Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan


aktivitas belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual
sebaiknya menjadi panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan
yang mengharuskan gerak leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher
yang benar sangatlah membantu untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti
contohnya : penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan
menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan ekstensi leher
yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton pertandingan pada lapangan
terbuka , maupun layar lebar sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan
kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.

4. Penggunaan collar brace

Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku/
keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft

collars ), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak : memberikan
kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72%. Penggunaan kolar
sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat
digunakan hanya pada keadaan khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak
digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu
yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa
nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai
petunjuk.

5. Modalitas terapi lain

Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas


terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot.
Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau
kompres panas /pemanasan selama 30 menit , 2 sampai 3 kali sehari jika dengan
kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas panas atau dingin
sangatlah pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.
Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan meskipun
efektifitasnya belum dibuktikan dan dapat menimbulkan komplikasi sendi
temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di rumah
adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit , dan dapat
dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah
keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada
pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi
atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher maupun merangsang nyeri sebaiknya
dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang latihan penguatan otot leher isometrik lebih
dianjurkan.
Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan
mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf (meskipun inflamasi sebenarnya
tidak pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus).
Jika gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas , aktivitas dapat secara
progresif ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada
perbaikan atau justru mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih
jauh termasuk pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi seperti

pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa
lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada
herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa
operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.
6. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
7. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral
kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
8. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di
bawah pelvis kemudian mengikatnya.
9. Menyediakan oksigen tambahan.
10. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
11. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
12. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan
bradikardi.
13. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
14. Berikan antiemboli
15. Tinggikan ekstremitas bawah
16. Gunakan baju antisyok.
17. Meningkatkan tekanan darah
18. Monitor volume infus.
19. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
20. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
21. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
22. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
23. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid
dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah
kejadian.
a.Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

b.Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada
indikasi.
c.Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d.Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e.Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f.Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk
menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g.Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan Keperawatan
Aktifitas dan istirahat : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
Sirkulasi : Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat
Eliminasi : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi
perut, peristaltik usus hilang
Integritas ego : Menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisah dan menarik diri.
Pola makan : Mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang Pola
kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
Neurosensori : Kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid,
hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,
perubahan reaksi pupil, ptosis.
Nyeri/kenyamanan : Nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
mengalami deformitas pada derah trauma.
Pernapasan : Nafas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
Keamanan : Suhu yang naik turun

Daftar Masalah Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla
spinalis.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis

3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan

4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan
persarafan usus & rectum.

5. Hambatan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

Rencana Intervensi

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

Kriteria hasil :

a) ventilasi adekuat

b) PaCo2<45

c) PaO2>80

d) RR 16-20x/ menit

e) Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detik

Intervensi keperawatan :
Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.

Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah
aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.

Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi pernapasan.

Kaji fungsi pernapasan.

Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial,
karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

Auskultasi suara napas.

Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat
pnemonia.

Observasi warna kulit.

Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

Kaji distensi perut dan spasme otot.

Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai


ekspektoran.

Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional :
menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi
adanya kegagalan pernapasan.

Pantau analisa gas darah.

Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
Berikan oksigen dengan cara yang tepat.

Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.

Lakukan fisioterapi nafas.

Rasional : mencegah sekret tertahan

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X
24 jam

Intervensi keperawatan :

Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.

Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih
dan berbaring lama.

Berikan tindakan kenyamanan.

Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.


Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

Kriteria hasil :

a) Produksi urine 50cc/jam

b) Keluhan eliminasi urin tidak ada

Intervensi keperawatan:

1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.

Rasional : mengetahui fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.

4. Pasang dower kateter.

Rasional membantu proses pengeluaran urine

4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada


usus dan rektum.

Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.

Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.


4. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan
stress.

5. Berikan diet seimbang TKTP cair

Rasional : meningkatkan konsistensi feces

6. Berikan obat pencahar sesuai pesanan.

Rasional: merangsang kerja usus

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan

Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai


cedera diatasi dengan pembedahan.

Kriteria hasil :

a) Tidak ada konstraktur

b) Kekuatan otot meningkat

c) Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap

Intervensi keperawatan :

1. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan.

Rasional memberikan rasa aman

3.Lakukan log rolling.

Rasional : membantu ROM secara pasif


4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.

Rasional mencegah footdrop

5.Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.

Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

6.Inspeksi kulit setiap hari.

Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

7.Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.

Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan
spastisitas.

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

Intervensi keperawatan :

1. Inspeksi seluruh lapisan kulit.

Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.

2.Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan.

Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit

3. Bersihkan dan keringkan kulit.

Rasional: meningkatkan integritas kulit

4. Jagalah selimut tetap kering.

Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit

5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan.


Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit
serta mengurangi kerusakan kulit.

Anda mungkin juga menyukai