TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pneumothorax adalah adanya uadara dalam rongga pleura. Pneumothorax
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society,
2010). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan posisi pada saat
udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax dapat
menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam
dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar
yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan
wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural,
terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema
yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit
dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paruatau Ca
paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru (Sudoyo, Aru, Setyohadi,
et.al, 2006).
2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru (Bowman,
jeffery, & Glen, 2010).
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis
ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe
ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya
mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi
negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada
kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu
pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan
yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (Alsagaf, Mukty
& Abdul, 2009). Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif
Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan
normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke
arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound),
(Sudoyo, Aru, Setyohadi, et.al, 2006).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah
pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi
udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya
dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka (Alsagaf, Mukty & Abdul, 2009). Waktu ekspirasi
udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga
sering menimbulkan gagal napas (Sudoyo, Aru, Setyohadi,
et.al, 2006).
C. Etiologi
Etiologi Trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama
disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga
sering disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala,
dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Kelainan yang
sering timbul secara umum pada setiap trauma thorax baik tajam maupun
tumpul yaitu :
a. Kulit : dan jaringan lunak : luka, memar, dan emfisema subkutis
b. Tulang : fraktur costa, sternum, pernapasan paradoksal.
c. Pleura :Pneumothorax, hemothoraxhemopneumothorax,
kilothorax, serothorax
d. Jaringan paru: traumatic wet lug
e. Mediastinum: pneumomediastinum, robekan esofagus, robekan
bronkus
f. Jantung: hemoperikardium, luka jantung (Prabowo, 2010)
D. Patwhay Komplikasi PPOK
Robekan pleura
Penumothorax
Ketidakefektifan pola
nafas
Diskontiunitas Jaringan Pemasangan WSD
Merangsang reseptor nyeri pada pleura viselaris dan Merangsang reseptor nyeri
parietalis pada periver kulit
Nyeri Akut
E. Tanda dan Gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis)
Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis
pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.
Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
, deviasi trakhea, ruang interkostal melebar, terdapat jejas dan distensi
vena jugularis
Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat , Fremitus
suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat
gangguan respirasi/sianosis, gangguanvaskuler/syok.
Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negative (alsagaf, Mukty, % Abdul, 2009).
F. Komplikasi
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : Hemopneumothoraks – emfisema
pembedahan.
3. Jantung : Temponade jantung, rupture jantung, ruptur otot papilar,
ruptur klepjantung
4. Pembuluh darah besar : Hematothoraks
5. Esofagus : Mediastinitis
6. Diafragma : Herniasivisera dan permukaan hati, limpa dan ginjal
(Mowschenson, 2009).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut sudoyo (2006) untuk menentukan pneumotharak dapat di
lakukan cara sebagai berikut
1. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang di
pengaruhi, gangguan mekanisme pernafasan dan kemampuan
mengkompensasi P4CO2 mungkin normal atau menurun , saturasi O2,
biasanya menurun
2. Sinar X dada : Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada
erapleura, dapat menunjukan penyimpanan struktur meditianal jantung
3. Torasentesis : Memnyatakan darah atau cairan sero anguinora (
hemotorak)
4. HB : Mungkin menurun, menujukan kehilangan darah ( Doenges.
2005)
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas
sesak.
b. Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan
perhitungan Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan
gangguan tension pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
1. A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2. V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar
suara.
3. P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
4. U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara
atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
c. Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi
segera. Harus didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi.
Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).
d. Primary Survey
1. Airway
a. Assessment :
- Perhatikan patensi airway
- Dengar suara napas.
- Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan
dinding dada
b. Management
- Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan
chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang
menghalangi jalan napas
- Re-posisi kepala, pasang collar-neck
- Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi
(oral / nasal)
2. Breathing
a. Assesment
- Periksa frekwensi napas
- Perhatikan gerakan respirasi
- Palpasi toraks
- Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
- Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
- Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
- Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
- Periksa tekanan darah
- Pemeriksaan pulse oxymetri
- Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
- Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
- Torakotomi emergency bila diperlukan
- Operasi Eksplorasi vaskular emergen
4. Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita
sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa
apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan
intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada
mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi
selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga
menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan
meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan
menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line.
Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan
control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada)
diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi
kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir /
hari.
e. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode
SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada
jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat
inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi,
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan
darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik
alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications
especially). Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya
yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi
alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie.
Exactly what happened.
f. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST,
yaitu sebagai berikut :
P :Provokativ.
Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan
kualitas nyeri dapat digunakan skala numerik ataupun melihat
raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana
nyeri doarasakan.
S :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala
numerik ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat
ditentukan intensitas atau kualitas nyeri.
T :Time
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang
dirasakan terus menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea,
perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak
normal.
b. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d
3. Rencana keperawatan
Kolaborasi
1. Pengembangan
dada sama
dengan
ekspansi paru.
Deviasi trakea
dari area sisi
yang sakit pada
tension
pneumotoraks.
2. Mengkaji
status
pertukaran gas
dan ventilasi
3. Pemberian
oksigen secara
adekuat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan
oksigen,
sehingga
mencegah
terjadinya
hipoksia
4.
2 Perubahan Setelah dilakukan 1. Jelaskan 1. Pendekatan
kenyamanan asuhan keperawatan 1 dan bantu dengan
: Nyeri akut X 24 jam Nyeri klien menggunakan
berhubungan berkurang/hilang. dengan relaksasi dan
dengan Kriteria hasil : tindakan nonfarmakolog
trauma - Nyeri berkurang/ pereda i lainnya telah
jaringan dan dapat diadaptasi. nyeri menunjukkan
reflek - Dapat nonfarma keefektifan
spasme otot mengindentifikasi kologi dan dalam
sekunder. aktivitas yang non mengurangi
meningkatkan/menu invasif. nyeri.
runkan nyeri. 2. Ajarkan 2. Akan
- pasien tidak gelisah. Relaksasi melancarkan
: Tehnik- peredaran
tehnik darah,
untuk sehingga
menurunk kebutuhan O2
an oleh jaringan
keteganga akan terpenuhi,
n otot sehingga akan
rangka, mengurangi
yang nyerinya.
dapat 3. Mengalihkan
menurunk perhatian
an nyerinya ke
intensitas hal-hal yang
nyeri dan menyenangkan
juga .
tingkatkan 4. Istirahat akan
relaksasi merelaksasi
masase. semua jaringan
3. Ajarkan sehingga akan
metode meningkatkan
distraksi kenyamanan.
selama 5. Pengetahuan
nyeri yang akan
akut. dirasakan
4. Berikan membantu
kesempata mengurangi
n waktu nyerinya. Dan
istirahat dapat
bila terasa membantu
nyeri dan mengembangk
berikan an kepatuhan
posisi klien terhadap
yang rencana
nyaman; teraupetik.
misal 6. Analgetik
waktu memblok
tidur, lintasan nyeri,
belakangn sehingga nyeri
ya akan
dipasang berkurang.
bantal
kecil.
5. Tingkatka
n
pengetahu
an
tentang:
sebab-
sebab
nyeri, dan
menghubu
ngkan
berapa
lama nyeri
akan
berlangsu
ng.
6. Kolaboras
i denmgan
dokter,
pemberian
analgetik.
3 Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Memberikan
pengetahuan asuhan keperawatan patologi pengetahuan
mengenai 1X24 jam klien dan masalah dasar untuk
kondisi keluarga dapat individu pemahaman
aturan mengerti tentang 2. Identifika kondisi
pengobatan kondisi kesehatan klien. si dinamik dan
b/d kurang Kriteria Hasil : kemungki pentingnya
menerima - Pasien dapat nan terjadi intervensi
informasi. mengidentifikasi komplikas terapeutik.
tanda atau gejala i jangka 2. Untuk
yang memerlukan panjang. menurunkan
evaluasi medik 3. Kaji ulang potensial
- Mengikuti praktik komplikasi.
program kesehatan 3. Mempertahan
pengobatan dan yang baik kan kesehatan
menunjukkan contoh umum
perubahan pola nutrisi meningkatkan
hidup yang perlu baik, penyembuhan.
dicegah agar tidak istirahat 4. Berulangnya
menimbulkan dan pneumotoraks
masalah baru latihan memerlukan
4. Kaji ulang intervensi
tanda / medik untuk
gejala mencegah/
yang menurunkan
memerluk potensial
an komplikasi.
evaluasi
medik
cepat,
contoh
nyeri dada
tiba-tiba,
dispnea,
distres
pernapasa
n lanjut.
DAFTAR PUSTAKA