Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Pneumothorax adalah adanya uadara dalam rongga pleura. Pneumothorax
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society,
2010). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan posisi pada saat
udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax dapat
menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.

Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra


Arif, 2009).

Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam


rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara
sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada
(Prabowo, 2010).

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam


pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (Bowman, Jeffery
& Glenn, 2010). Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura
visceralis yang menimbulkan kebocoran udarake rongga torak.
Pneumotorak dapat terjadi berulang kali (Srilian & Vera, 2011).

B. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam
dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar
yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan
wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural,
terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema
yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit
dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paruatau Ca
paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru (Sudoyo, Aru, Setyohadi,
et.al, 2006).
2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru (Bowman,
jeffery, & Glen, 2010).
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis
ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe
ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya
mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi
negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada
kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu
pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan
yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (Alsagaf, Mukty
& Abdul, 2009). Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif
Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan
normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke
arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound),
(Sudoyo, Aru, Setyohadi, et.al, 2006).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah
pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi
udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya
dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka (Alsagaf, Mukty & Abdul, 2009). Waktu ekspirasi
udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga
sering menimbulkan gagal napas (Sudoyo, Aru, Setyohadi,
et.al, 2006).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps,


maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan
pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai
sebagian besar paru (> 50% volume paru), (Alsagaf, Mukty
& Abdul, 2009).

C. Etiologi
Etiologi Trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama
disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga
sering disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala,
dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Kelainan yang
sering timbul secara umum pada setiap trauma thorax baik tajam maupun
tumpul yaitu :
a. Kulit : dan jaringan lunak : luka, memar, dan emfisema subkutis
b. Tulang : fraktur costa, sternum, pernapasan paradoksal.
c. Pleura :Pneumothorax, hemothoraxhemopneumothorax,
kilothorax, serothorax
d. Jaringan paru: traumatic wet lug
e. Mediastinum: pneumomediastinum, robekan esofagus, robekan
bronkus
f. Jantung: hemoperikardium, luka jantung (Prabowo, 2010)
D. Patwhay Komplikasi PPOK

Trauma tajam/ tumpul Pecahnya blab viselaris

Robekan pleura

Penumothorax

Akumulasi udara dalam


kavum pleura

↓ ekspansi paru Pemasangan WSD

Ketidakefektifan pola
nafas
Diskontiunitas Jaringan Pemasangan WSD

Kerusakan integritas Resiko infeksi


kulit

Merangsang reseptor nyeri pada pleura viselaris dan Merangsang reseptor nyeri
parietalis pada periver kulit

Nyeri Akut
E. Tanda dan Gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis)

Gejalanya bisa berupa:


- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.


Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi) (Fahmi, 2010).

Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis
pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.
 Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
, deviasi trakhea, ruang interkostal melebar, terdapat jejas dan distensi
vena jugularis
 Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat , Fremitus
suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
 Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat
gangguan respirasi/sianosis, gangguanvaskuler/syok.
 Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negative (alsagaf, Mukty, % Abdul, 2009).

F. Komplikasi
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : Hemopneumothoraks – emfisema
pembedahan.
3. Jantung : Temponade jantung, rupture jantung, ruptur otot papilar,
ruptur klepjantung
4. Pembuluh darah besar : Hematothoraks
5. Esofagus : Mediastinitis
6. Diafragma : Herniasivisera dan permukaan hati, limpa dan ginjal
(Mowschenson, 2009).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut sudoyo (2006) untuk menentukan pneumotharak dapat di
lakukan cara sebagai berikut
1. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang di
pengaruhi, gangguan mekanisme pernafasan dan kemampuan
mengkompensasi P4CO2 mungkin normal atau menurun , saturasi O2,
biasanya menurun
2. Sinar X dada : Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada
erapleura, dapat menunjukan penyimpanan struktur meditianal jantung
3. Torasentesis : Memnyatakan darah atau cairan sero anguinora (
hemotorak)
4. HB : Mungkin menurun, menujukan kehilangan darah ( Doenges.
2005)

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan


Tindakan penyelamatan hidup yang cepat, lakukan disinfeksi kulit disela
iga ke-2 dari garis midklavikuler yang terkena tusuk benda tajam. Lalu
dengan jarum suntik steril dilakukan pungsi dan dibiarkan terbuka.
Secepat mungkin lakukan tube torakostomi karena sangat mungkin akan
terjadi tension pneumothotarks lagi sesudah paru mengembang. Namun
pada prinsipnya, dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma
secara umum (primary survey – secondary survey).
2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan
terapi secara konsekutif (berturutan)
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien
stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan
memindahkan pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang
telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life
Support).
7. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu
Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki
trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
8. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks dan tension pneumothoraks, WSD dapat berarti
- Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
- Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
- Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
1. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband
2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup
bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka
tubuh pasien.
2. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
3. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a. Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b. Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
4. Mendorong berkembangnya paru-paru.
- Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
- Latihan napas dalam.
- Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
- Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
5. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan
juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

6. Suction harus berjalan efektif :


- Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi
dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
- Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
- Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk
jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari
terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian
operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat
oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
7. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
yang keluar kalau ada dicatat.
b. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
c. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk
yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
e. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
8. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas
sesak.
b. Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan
perhitungan Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan
gangguan tension pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
1. A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2. V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar
suara.
3. P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
4. U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara
atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
c. Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi
segera. Harus didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi.
Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).

d. Primary Survey
1. Airway
a. Assessment :
- Perhatikan patensi airway
- Dengar suara napas.
- Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan
dinding dada
b. Management
- Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan
chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang
menghalangi jalan napas
- Re-posisi kepala, pasang collar-neck
- Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi
(oral / nasal)
2. Breathing
a. Assesment
- Periksa frekwensi napas
- Perhatikan gerakan respirasi
- Palpasi toraks
- Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
- Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
- Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
- Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
- Periksa tekanan darah
- Pemeriksaan pulse oxymetri
- Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
- Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
- Torakotomi emergency bila diperlukan
- Operasi Eksplorasi vaskular emergen
4. Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita
sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa
apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan
intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada
mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi
selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga
menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan
meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan
menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line.
Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan
control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada)
diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi
kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir /
hari.
e. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode
SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada
jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat
inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi,
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan
darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik
alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications
especially). Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya
yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi
alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie.
Exactly what happened.

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji


data dasar klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 /
irama jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh
adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi
rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan
udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada
unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang
(auskultasi à mengindikasikan bahwa paru tidak
mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun,
perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan
palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit :
pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah,
bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah
dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi
paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

f. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST,
yaitu sebagai berikut :
P :Provokativ.
Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan
kualitas nyeri dapat digunakan skala numerik ataupun melihat
raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana
nyeri doarasakan.
S :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala
numerik ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat
ditentukan intensitas atau kualitas nyeri.
T :Time
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang
dirasakan terus menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.

2. Diagnosa keperawatan
a. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea,
perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak
normal.
b. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d

kurang menerima informasi.

3. Rencana keperawatan

N Dx. Tujuan Rencana Keperawatan


o Keperawata Intervensi Rasional
n
1 Pola Setelah dilakukan Mandiri Mandiri
pernafasan asuhan keperawatan 1 1. Awasi 1. Kesulitan
tak efektif X 24 jam pola kesesuaian bernafas
b/d pernafasan pasien pola dengan
penurunan efektif. pernapasa ventilator atau
ekspansi Kriteria Hasil : n bila peningkatan
paru Menunjukkan pola mengguna tekanan jalan
(akumulasi pernapasan normal atau kan nafas diduga
udara/cairan efektif dengan Gas ventilasi terjadi
), nyeri, Darah dalam rentang mekanik, komplikasi.
ansietas, normal. catat 2. Area
ditandai Bebas sianosis dan perubahan atelektasis tak
dengan tanda/ gejala hipoksia tekanan ada bunyi
dispnea, udara. nafas dan
takipnea, 2. Auskultasi sebagian area
perubahan bunyi kolaps
kedalaman nafas menurun
pernapasan, 3. Kaji bunyinya.
penggunaan pasien 3. Evaluasi
otot adanya dilakukan
aksesori, area nyeri, untuk
pelebaran nyeri mengetahui
nasal, tekan bila pertukaran gas
gangguan batuk. dan memberi
pengembang 4. Observasi data evaluasi
an dada, SPO2 perbaikan
sianosis, 5. Evaluasi pneumothoraks
GDA tak fungsi 4. Peningkatan
normal. pernapasa SP02 secara
n, catat bertahap
kecepatan/ menunjukan
pernapasa perbaikan
n sesak, pertukaran gas
dispnea, dari organ ke
terjadinya paru
sianosis, 5. Sokongan
perubahan terhadap dada
tanda dan otot
vital. abdominal
6. Catat membuat
pengemba batuk lebih
ngan dada efektif atau
dan posisi mengurangi
trakea trauma.
Kolaborasi 6. Distres
1. Kaji hasil pernapasan
foto dan perubahan
thoraks pada tanda
2. Awasi vital dapat
hasil Gas terjadi sebagai
Darah akibat stres
3. Pemberian fisiologi dan
O2 nyeri atau
4. Pemasang dapat
an chest menunjukkan
tube terjadinya syok
sehubungan
dengan
hipoksia /
perdarahan.

Kolaborasi
1. Pengembangan
dada sama
dengan
ekspansi paru.
Deviasi trakea
dari area sisi
yang sakit pada
tension
pneumotoraks.
2. Mengkaji
status
pertukaran gas
dan ventilasi
3. Pemberian
oksigen secara
adekuat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan
oksigen,
sehingga
mencegah
terjadinya
hipoksia
4.
2 Perubahan Setelah dilakukan 1. Jelaskan 1. Pendekatan
kenyamanan asuhan keperawatan 1 dan bantu dengan
: Nyeri akut X 24 jam Nyeri klien menggunakan
berhubungan berkurang/hilang. dengan relaksasi dan
dengan Kriteria hasil : tindakan nonfarmakolog
trauma - Nyeri berkurang/ pereda i lainnya telah
jaringan dan dapat diadaptasi. nyeri menunjukkan
reflek - Dapat nonfarma keefektifan
spasme otot mengindentifikasi kologi dan dalam
sekunder. aktivitas yang non mengurangi
meningkatkan/menu invasif. nyeri.
runkan nyeri. 2. Ajarkan 2. Akan
- pasien tidak gelisah. Relaksasi melancarkan
: Tehnik- peredaran
tehnik darah,
untuk sehingga
menurunk kebutuhan O2
an oleh jaringan
keteganga akan terpenuhi,
n otot sehingga akan
rangka, mengurangi
yang nyerinya.
dapat 3. Mengalihkan
menurunk perhatian
an nyerinya ke
intensitas hal-hal yang
nyeri dan menyenangkan
juga .
tingkatkan 4. Istirahat akan
relaksasi merelaksasi
masase. semua jaringan
3. Ajarkan sehingga akan
metode meningkatkan
distraksi kenyamanan.
selama 5. Pengetahuan
nyeri yang akan
akut. dirasakan
4. Berikan membantu
kesempata mengurangi
n waktu nyerinya. Dan
istirahat dapat
bila terasa membantu
nyeri dan mengembangk
berikan an kepatuhan
posisi klien terhadap
yang rencana
nyaman; teraupetik.
misal 6. Analgetik
waktu memblok
tidur, lintasan nyeri,
belakangn sehingga nyeri
ya akan
dipasang berkurang.
bantal
kecil.
5. Tingkatka
n
pengetahu
an
tentang:
sebab-
sebab
nyeri, dan
menghubu
ngkan
berapa
lama nyeri
akan
berlangsu
ng.
6. Kolaboras
i denmgan
dokter,
pemberian
analgetik.
3 Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Memberikan
pengetahuan asuhan keperawatan patologi pengetahuan
mengenai 1X24 jam klien dan masalah dasar untuk
kondisi keluarga dapat individu pemahaman
aturan mengerti tentang 2. Identifika kondisi
pengobatan kondisi kesehatan klien. si dinamik dan
b/d kurang Kriteria Hasil : kemungki pentingnya
menerima - Pasien dapat nan terjadi intervensi
informasi. mengidentifikasi komplikas terapeutik.
tanda atau gejala i jangka 2. Untuk
yang memerlukan panjang. menurunkan
evaluasi medik 3. Kaji ulang potensial
- Mengikuti praktik komplikasi.
program kesehatan 3. Mempertahan
pengobatan dan yang baik kan kesehatan
menunjukkan contoh umum
perubahan pola nutrisi meningkatkan
hidup yang perlu baik, penyembuhan.
dicegah agar tidak istirahat 4. Berulangnya
menimbulkan dan pneumotoraks
masalah baru latihan memerlukan
4. Kaji ulang intervensi
tanda / medik untuk
gejala mencegah/
yang menurunkan
memerluk potensial
an komplikasi.
evaluasi
medik
cepat,
contoh
nyeri dada
tiba-tiba,
dispnea,
distres
pernapasa
n lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.


Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010
May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551.
Doenges, M.E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Fahmi (2010, Februari 02). Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax), Diakses 21 Maret
2011 Universitas Negeri Malang :
http://forum.um.ac.id/...7ed4eed11a474&topic=9843.msg9932#msg9932
Muttaqin, Arif 2008. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan system
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada Pneumothorax
Post Trauma Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit Dalam. RSUD
Panembahan Senopati Bantul; 2010. Diakses 22 Maret 2011.
http://www.fkumycase.net/.
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.

Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 22 maret


2011.http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumo
torax,

Anda mungkin juga menyukai