Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan penglihatan (visual impairment) secara umum dapat diartikan sebagai keadaan
penurunan fungsi penglihatan secara menetap yang tidak dapat diperbaiki dengan obat-obatan,
pembedahan, atau kacamata, atau penyempitan lapang pandangan bilateral yang diakibatkan
oleh rusaknya sistem visual karena berbagai sebab. Menurut International Classification of
Disease-10, tingkat fungsi penglihatan terbagi menjadi yaitu penglihatan normal, gangguan
penglihatan sedang, gangguan penglihatan berat, dan buta. Gangguan penglihatan sedang dan
berat digolongkan ke dalam low vision.
Jumlah penyandang gangguan penglihatan termasuk low vision di seluruh dunia menurut
data World Health Organization (WHO) terbaru adalah sekitar 285 juta orang, dengan sekitar
39 juta orang dari jumlah tersebut mengalami kebutaan. Sebagian besar populasi tersebut
(87%) hidup di negara berkembang.2 Proporsi penyebab low vision dan kebutaan berbeda-
beda di setiap negara. Di Amerika Serikat, diperkirakan sebanyak 13,5 juta warga yang
berusia di atas 45 tahun (17%) mengalami low vision, yang disebabkan terutama oleh age-
related macular degeneration (AMD) sebesar 45%, kemudian oleh glaukoma dan retinopati
diabetik.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Pada tahun 1980, WHO mengusulkan 4 istilah yang digunakan untuk
mendefinisikan impairment and disability, yang berkaitan pula dengan low vision,
yaitu (1) disorder, adalah deviasi anatomi dari normal dan dapat terjadi secara
kongenital atau didapat (akuisita), seperti AMD, retinopati diabetik, glaukoma, dan
katarak; (2) impairment, adalah hilangnya atau abnormalitas fungsi, baik secara
fisiologis maupun psikologis, seperti penurunan tajam penglihatan, penurunan
sensitivitas kontras, skotoma sentral, lapang pandang menyempit; (3) disability,
adalah halangan atau ketidakmampuan untuk melakukan tugas dengan cara normal,
seperti membaca koran, mengenali wajah, dan mengemudi mobil; dan (4) handicap,
adalah suatu kerugian yang menghambat atau membatasi seseorang dalam
menjalankan peranan tertentu yang dapat dilakukan oleh orang normal, seperti
ketidakmampuan untuk bekerja atau melakukan hobi, dan terhalang interaksi
sosialnya. Istilah tersebut saat ini sudah direvisi dan digunakan definisi dan kriteria
yang terbaru seiring dengan perkembangan pengetahuan.
WHO kemudian membagi kriteria fungsi penglihatan menjadi 4 kelompok yaitu
penglihatan normal, gangguan penglihatan sedang, gangguan penglihatan berat, dan
buta. Gangguan penglihatan sedang dan berat disebut juga sebagai low vision. WHO
mendefinisikan buta legal (legal blindness) sebagai tajam penglihatan dengan koreksi
terbaik 20/200 (6/60) atau lebih rendah pada mata terbaik, atau lapang pandang 20°
atau lebih buruk pada mata terbaik. Low vision adalah keadaan seseorang yang
memiliki gangguan fungsi penglihatan setelah melakukan pengobatan dan/atau
koreksi refraksi standar, dan memiliki tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60)
hingga light perception, atau luas lapang pandang kurang dari 10° dari titik fiksasi,
namun masih atau memiliki potensi untuk menggunakan penglihatannya untuk
merencanakan atau melakukan suatu pekerjaan.
Menurut low vision Consensus Group28, low vision adalah seseorang yang
mengalami kerusakan fungsi visual (impairment of visual function) yang
penatalaksanaannya tidak dapat dilakukan dengan pemberian kacamata konvensional,
lensa kontak atau intervensi lain dan menimbulkan halangan dalam kehidupan
seseorang sehari-hari. Pada tahun 1997, American Optometric Association menambah
kriteria low vision yaitu gangguan sensitivitas kontras, warna, dan ocular motilit.
B. Patofisiologi
Patofisiologi penurunan fungsi visual pada gangguan penglihatan dan buta
mencakup tiga hal yang berhubungan dengan proses patologis dari status fungsional
pasien, yaitu kekekeruhan media refraksi (cloudy media), defisit lapang pandangan
sentral, dan defisit lapang pandangan perifer. Hal ini membantu memperkirakan
keluhan dan kesulitan pasien, dan membantu dokter memilih dan menerapkan strategi
rehabilitasi.
1. Kekeruhan Media Refraksi (Cloudy Media)
Untuk membentuk keseluruhan bayangan objek yang jelas di retina,
sumber cahaya harus melewati media refraksi yaitu lapisan air mata, kornea,
bilik mata depan, pupil, lensa dan vitreous. Penyakit yang mengenai struktur
tersebut biasanya menimbulkan gangguan dalam kejelasan objek, sehingga
menimbulkan pandangan kabur, penurunan detil penglihatan, dan keluhan
silau (glare) yang berarti, dan berkurangnya sensitivitas kontras.
Contoh kondisi di atas adalah tajam penglihatan yang tak terkoreksi pada
kelainan refraksi (refractive errors), penyakit yang mengenai epitel dan stroma
kornea (mata kering, distrofi, keratokonus, jaringan parut karena herpes
simpleks), midriasis traumatik, katarak, komplikasi bedah LASIK, perdarahan
vitreous, dan uveitis posterior.
2. Defisit Lapang Pandangan Sentral
Kejelasan pembentukan bayangan objek sentral bergantung pada makula
yang intak dan jaras saraf yang mempersarafi pandangan sentral. Gejala yang
timbul bergantung dari jumlah, ukuran, lokasi, dan kepadatan skotoma dan
dari kemampuan pasien untuk menggunakan titik fiksasi eksentrik (eccentric
fixation), yang disebut preferred retinal locus.
3. Defisit Lapang Pandangan Perifer
Lapang pandangan perifer sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai macam kehilangan lapang pandang dapat disebabkan oleh penyakit-
penyakit pada retina, nervus optikus, dan sistem saraf pusat. Gejala yang khas
timbul pada gangguan ini adalah menabrak objek atau orang dan kesulitan
menentukan arah pada daerah yang tidak dikenali, terutama pada pencahayaan
yang kurang atau pada saat malam hari, serta kesulitan membaca. Pada
gangguan dini tajam penglihatan tidak terganggu, sehingga diperlukan
pemeriksaan lapang pandangan dan sensitivitas kontras.
Gangguan pada kategori ini ditemukan pada pasien retinitis pigmentosa,
distrofi retina, ablatio retina, proliferative diabetic retinopathy, glaukoma,
neuropati optik iskemik, stroke, trauma, dan tumor. Tindakan panretinal laser
photocoagulation dapat menyebabkan kehilangan lapang pandang iatrogenik
dan penurunan sensitivitas kontras yang secara bermakna akan membatasi
kemampuan melihat pasien pada malam hari.

Anda mungkin juga menyukai